Anda di halaman 1dari 31

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Statistika multivariat saat ini diterapkan di hampir semua cabang ilmu,

baik ilmu pengetahuan alam maupun sosial. Teknik-tekniknya disukai karena

dianggap mampu memodelkan kerumitan sistem yang nyata, meskipun sulit

untuk diterapkan. Komputer dengan kapasitas memori yang besar tidak

terhindarkan dalam analisis data yang menggunakan statistika multivariat.

Pada kehidupan sehari-hari banyak sekali data yang bisa ditemui, seperti

di bidang industri, pertanian, peternakan dan lain sebagainya. Data yang

diamati tersebut ada yang memiliki lebih dari satu macam karakter atau ciri

yang diamati. Data dengan satu macam ciri dianalisis secara univariat. Data

dengan lebih dari satu macam ciri dianalisis secara multivariat. Pada bidang

pertanian misalnya, pada uji coba varietas, data yang dikumpulkan pada

beberapa karakteristik tanaman dan parameter yang menunjukkan kualitas

varietas tersebut. Untuk kondisi tersebut, analisis multivariat bisa dilakukan.

Apabila antar respon yang diamati saling berhubungan atau berkorelasi, analisis

multivariat yang bisa digunakan adalah multivariate analysis of variance atau

disebut manova.

Salah satu contoh kasus penelitian di bidang pertanian yang terdiri dari

dua macam ciri yang dianalisis yaitu percobaan sistem tumpang sari,

sebagaimana diungkapkan dalam Nugroho (1989) yang menyatakan bahwa

dalam sistem tersebut terdiri dari dua variabel yang menarik (two variable of

intereset), yaitu produksi tanaman pertama dan produksi tanaman kedua.

Permasalahan tersebut bukan lagi univariat, melainkan sudah merupakan

Bivariate Analysis 1
permasalahan multivariate atau dalam hal ini bivariate. Dengan

pendekatan analisis bivariate, respon dari masing-masing tanaman dapat dilihat

sebagai satu kesatuan terhadap perbedaan perlakuan.

1.2 Tujuan
Mengetahui cara menganalisis data dengan menggunakan bivariate analysis

dan perkembangan pemanfaatannya di bidang pertanian khususnya sistem

tumpangsari (intercropping).
1.3 Batasan Masalah
Data yang digunakan adalah data di bidang pertanian pada beberapa

kasus tumpangsari / intercropping.


Analisis dilakukan dengan metode pendadaran kasus percobaan sistem

tumpangsari sesuai dengan tahapan dari Analisis Bivariate.

Bivariate Analysis 2
Bab II
Tinjauan pustaka

2.1 Sistem Tanam Tumpangsari (Intercropping)


Sistem tumpangsari marupakan sebuah system atau cara atau metode

penanaman dua atau lebih tanaman secara simultan di sebidang lahan yang

sama pada barisan-barisan tersendiri (Lahiri, 1992). Berbeda dari penanaman

campuran dimana campuran dari dua atau lebih benih tanaman ditaburkan

pada baris yang sama. Masih menurut Lahiri (1992), sistem tanam tumpangsari

memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :


a) Meningkatkan intensitas pemanenan
b) Diversifikasi tanaman
c) Mitigasi resiko kaitannya dengan penyimpangan cuaca
d) Optimalisasi penggunaan sumber daya seperti kelembaban, cahaya dan

nutrisi, serta
e) Kontrol terhadap serangga, hama pengganggu, dan rumput liar.
Sebagaimana hal tersebut, maka percobaan sistem tanam tumpangsari

yang sejak lama telah banyak diterapkan, sebenarnya disusun untuk beberapa

hal diantaranya : 1) mengidentifikasi bagaimana kombinasi tanaman dimana

hasil panen tanaman utama tidak menjadi korban, 2) mengidentifikasi

bagaimana kombinasi tanaman dimana total produksi dan atau pendapatan

hasil produksi dapat semaksimum mungkin, 3) mengidentifikasi geometri

terbaik dari penanaman komponen tanaman, serta 4) mengevaluasi pengaruh

masing-masing atau kombinasi dari beberapa faktor seperti pemupukan,

geometri, populasi tanaman, plasma nutfah, dan lain-lain.


Selain itu, Nugroho (1989), menyatakan bahwa meskipun keuntungan dari

system tanam tumpangsari tersebut cukup menarik tetapi didalam

mengevaluasi keuntungan, nampaknya akan dijumpai berbagai macam

kesulitan. Salah satunya adalah Nampak bahwa kedua jenis tanaman tidak

Bivariate Analysis 3
saling bebas sesamanya. Oleh karena itu, Pearce (1979) maupun Nugroho (1989)

telah lama menggunakan pendekatan analisis multivariate dalam hal ini analisis

bivariate yang lebih sesuai dalam menganalisis dua variabel yang saling

berhubungan dibandingkan pendekatan analisis univariate dari masing-masing

variabel.
2.2 Analisis Bivariate
2.2.1 Definisi
Analisis ragam multivariat adalah perkembangan dari teknik univariat

yang digunakan untuk menilai atau memperkirakan perbedaan rata-rata dua

grup atau perlakuan. Prosedur univariat yang digunakan mencakup uji t untuk

dua perlakuan atau dua sampel populasi dan analisis ragam untuk lebih dari

dua perlakuan yang ditunjukkan dengan dua atau lebih peubah tak bebas.
Mead (1990) menjelaskan bahwa analisis bivariate merupakan salah satu

metode yang digunakan untuk menganalisis bersama dari sepasang

hasil/respon dari dua tanaman dalam satu set plot percobaan. Perhitungannya

memiliki bentuk yang identic atau mirip dengan analisis kovarian.

Perbedaannya adalah pada analisis kovarian mencakup variabel utama dan

variabel kedua yang memiliki tujuan untuk meningkatkan presisi dari

perbandingan nilai rata-rata variabel utama. Sedangkan dalam analisis ragam

bivariate, dua variabel diperlakukan simetris.


Model analisis ragam bivariate sesungguhnya adalah bentuk analisis

multivariate dengan dua variabel dependen. Dalam situasi univariat, asumsi

Y p 1 , Y p 2 , ,Y pn
bahwa adalah sampel acak dari populasi yang berdistribusi

N ( p , 2 ) , p = 1, 2, , q, dan bahwa sampel acak adalah saling bebas.

1=2== p p
Hipotesis nol bisa dituliskan seperti H 0 : , di mana adalah

Bivariate Analysis 4
rata-rata populasi ke-p. Dalam situasi yang disusun dalam rancangan acak

kelompok, model linear yang menggambarkan nilai produksi tanaman ke (n),

perlakuan ke (i) dan ulangan ke (j), dapat dibangun sebagai berikut :


Y (nij )=(n )+ (ni )+ (n) (n)
j + ij (1)
Asumsi yang terpenting dalam analisis bivariate adalah korelasi antara

dua tanaman untuk semua perlakuan adalah konstan. Sedangkan asumsi-

asumsi lain seperti halnya pada analisis ragam univariat, analisis bivariate juga

memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Untuk pengujian multivariat

menjadi valid, terdapat asumsi yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah

analisis dilakukan. Asumsi yang harus dipenuhi sebelum analisis dilakukan

yaitu sebanyak k peubah tak bebas atau respon mengikuti distribusi normal

multivariat, peubah respon berkorelasi satu dengan yang lain, dan tidak ada

data pencilan atau outlier. Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi setelah

analisis dilakukan adalah matriks varian kovarian sama untuk semua

perlakuan.
Berdasarkan Nugroho (1989), dalam sistem tumpangsari, didapat dua

produksi yang berbeda, misalnya X1 dan X2. Misalkan dari data tersebut

diperoleh :
- V11 sebagai varian galat untuk X1;
- V12 sebagai kovarian galat untuk X1 dan X2; dan
- V22 sebagai varian galat untuk X2;

Demikian pula setelah dikoreksi, diperoleh varian galat untuk masing-masing

peubah sebagai berikut :

V 212
- V '11=V 11 (2)
V 22

Bivariate Analysis 5
2
V
V =V 22 12
'
- 22
V 11

(3)

Sehingga diperoleh bentuk peubah baru :


X1
Y 1=
- V 11

(4 )

V 12X 1
- Y 2=
( X 2
V 11 )
V 22

(5)

Kedua peubah baru tersebut mempunyai varian galat sama dengan 1 dan

kovarian galat sama dengan nol, dengan kata lain Y1 dan Y2 saling bebas.

Untuk memperlihatkan pengaruh berbagai macam perlakuan, dapat

dilihat dari nilai rata-rata dari peubah baru Y 1 dan Y2 yang merupakan hasil

transformasi dari peubah asal X1 dan X2, dengan cara menggambar nilai-nilai

rata-rata tersebut dalam bentuk grafik system salib.


2.2.2 Pengujian Hipotesis Analisis Bivariat

Untuk menguji hipotesis kesamaan perlakuan dalam anallisis bivariate,

digunakan statistik Wilks Lamda karena di samping statistik ini sering

digunakan, statistik ini juga analog dengan statistik F yang didapatkan dari

rasio jumlah kuadrat dan hasil kali matriks perlakuan dengan jumlah kuadrat

dan hasil kali galat atau error (Davidian, 2005).

Bivariate Analysis 6
Statistik Wilks Lamda merupakan statistik yang digunakan dalam

pengujian hipotesis multivariat, khususnya yang berkaitan dengan uji

perbandingan likelihood dan analisis ragam multivariat. Nasution, 1984

menjelaskan bahwa statistik ini merupakan generalisasi multivariat dari

F ( v
univariat statistik 1 ,v 2)
.
Misalkan jika diketahui derajat bebas galat adalah e, maka jumlah kuadrat

galatnya juga e dan jumlah hasil kali galat adalah nol, jika dimisalkan pula

jumlah kuadrat dari jumlah hasil kali untuk perlakuan masing-masing adalah

11 , 12 , 22
dan dengan derajat bebas t, maka persamaan (4) dan (5) dapat

ditulis dalam bentuk sebagai berikut :


Y 1=b 1 X 1
- (6)
Y 2=b 2 X 1 +b 3 X 2
- (7)

Dengan,

- 11 =b21 . J K X 1 (8)

12 =b 2 . JK X b1 b3 . JK X
- 1 + 12 (9)
22 =b 22 . JK X + 2. b 2
- 1
2 b3 . JK X +b3 . JK X 12 2

(10)
JK X JK X JK X
Dengan 1
, 2
, dan 12
merupakan jumlah kuadrat perlakuan

X1 X1 X2
untuk , jumlah hasil kali untuk dan , serta jumlah kuadrat

X2
perlakuan untuk .

Lebih lanjut dihitung :

Bivariate Analysis 7
2
e
U= (11)
B

2
dimana B=( 11 +e ) ( 22 +e ) 12 , (12)

sedangkan nilai
Fh it =( 1UU )( e1t ) F ,2 t , 2(e1) (13)

2.2.3 Interpretasi nilai rata-rata perlakuan


Seperti pada pembandingan rata-rata perlakuan pada kasus univariat,

interpretasi diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :


- Simpangan galat dari perlakuan dengan n ulangan ditunjukan oleh

lingkaran dengan jari-jari 1/ n dari masing-masing perlakuan.

- Selang Kepercayaan Nilai rata-rata perlakuan = 2 Ftabel


n

- Nilai rata-rata perlakuan tidak berbeda nyata = berada dalam daerah

lingkaran dengan radius 4 Ftabel


n

2.2.4 Elaborasi analisis bivariate


Berdasarkan Pearce dan Gilliver (1978 dan 1979), juga sebagaimana

disampaikan oleh Nugroho (1989) mengemukakan bahwa interpretasi analisis

bivariate akan lebih mudah dalam bentuk gambar. Gambar tersebut digunakan

untuk menginterpretasikan nilai rata-rata perlakuan berdasarkan garis yang

memiliki indeks yang sama. Peubah-peubah baru (dalam hal ini Y 1 dan Y2) akan

digunakan kembali untuk menggambarkan elaborasi analisis bivariate tersebut.

Bivariate Analysis 8
a a
Misalkan satu unit X1 dan X2 masing-masing berharga 1 dan 2 , sehingga

' '
satu unit Y1 dan Y2 masing-masing juga akan berharga a1 dan a2 , maka
C=a'1 Y 1+ a'2 Y 2 (14)

Dari transformasi (4) dan (5), kita peroleh


X 1=Y 1 V 11 (15)

X 2=Y 2 V '22+Y 1 V 12 / V 11 , maka (16)

C=( a 1 V 11 + a2 V 12/ V 11 ) . Y 1+ a2 V '22 . Y 2

(17)

Sehingga
a

( 1 V 11 + a2 V 12)

V 11 (18)
a '1=

a

(19)
'
a2=

Titik-titik potong salib sumbu, Y1 dan Y2, adalah :


C
(1) Jika Y1 = 0, maka Y2 = a'2

C
(2) Jika Y2 = 0, maka Y1 = a'1

Garis yang memiliki nilai indeks yang sama pada system salib sumbu tersebut

didapat dengan menghubungkan kedua titik koordinat tersebut.

Bivariate Analysis 9
2.3 Asumsi pada Analisis Ragam Multivariat

Pada pengujian univariat anova dijelaskan bahwa diasumsikan peubah tak

bebas atau respon terdistribusi normal dan ragam sama untuk semua perlakuan.

Oleh karena itu, uji F dalam anova terkait dengan asumsi ini. Untuk pengujian

multivariat manova menjadi valid, terdapat asumsi yang harus dipenuhi

sebelum dan sesudah analisis dilakukan.

Asumsi harus dipenuhi sebelum analisis dilakukan yaitu sebanyak k

peubah tak bebas atau respon mengikuti distribusi normal multivariat, peubah

respon berkorelasi satu dengan yang lain, dan tidak ada data pencilan atau

outlier. Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi setelah analisis dilakukan

adalah matriks varian kovarian sama untuk semua perlakuan (Singgih, 2015).

2.3.1 Kenormalan Peubah Ganda

Menurut (Anderson, 1998) variabel acak Y yang berdistribusi normal

univariat dengan rata-rata


dan ragam 2 atau Y N ( , 2) memiliki

fungsi kepekatan peluang sebagai berikut :

[ ( )]
2
1 1 ( y )
f ( y )= exp 2
; < y <
2 2

Y 1 ,Y 2 , ,Y p
Bila terdapat variabel yang berdistribusi normal


multivariat dengan parameter dan maka fungsi kepekatan peluang

multivariat untuk vektor Y adalah :

f ( y 1 , y 2 , , y p )=
1
2
1
2
( 2 ) ||
exp
[ 1
2
( y )t 1 ( y ) ]

Bivariate Analysis 10

dengan sebagai vektor rata-rata berukuran px1 dan adalah matriks

ragam peragam berukuran p x p. Vektor random X yang berdistribusi normal p

Y N p ( , )
variabel dapat ditulis dengan .

Distribusi normal multivariat mempunyai peranan penting dalam metode

statistika multivariat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan distribusi dari

data yang akan dianalisis. Salah satu cara untuk memeriksa apakah suatu

himpunan data mempunyai sebaran normal mutivariat adalah dengan


menggunakan ktriteria critical ratio multivariate sebesar 1,96 pada

=0.05
. Critical ratio multivariate dinyatakan oleh persamaan

kurtosis
Critical ratio multivariate =
8 p ( p+2)
N

di mana :

p = jumlah peubah

N = jumlah sampel

dalam hal ini koefisien kurtosis diperoleh dari persamaan :


N
1 2 p ( p +2 ) (N1)
Kurtosis=
N i=1
[ ( y i y ) S^ ( y i y ) ]
' 1
N +1

Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi yang biasanya diukur

relatif terhadap distribusi normal. Kurtosis dihitung dari momen keempat

S^
1
terhadap rata-rata atau mean. Dalam hal ini merupakan invers dari

matriks varian kovarian sampel. Data dapat disimpulkan menyebar normal

Bivariate Analysis 11

multivariat jika nilai critical ratio multivariate terletak di antara 1,96 pada

= 0.05 (Kutner et, al., 2004).

2.3.2 Korelasi Antar Peubah Respon


Sebelum melakukan perhitungan statistik, untuk mengetahui perbedaan

rata-rata perlakuan, harus ditentukan terlebih dahulu apakah antar peubah

respon pada tiap perlakuan berkorelasi. Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui

apakah terdapat hubungan antar peubah respon dalam kasus multivariat. Jika

korelasi bernilai nol maka matriks korelasi antar peubah sama dengan matriks

identitas. Pengujian kekebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan

hipotesis sebagai berikut :


=I
H0 :
H : I
1

Statistik Uji :

Bartlett = [( 1
]
N 1 ) (2 p+ 5) log e|R|
6

di mana

N = ukuran sampel
p = banyaknya peubah respon
|R| = determinan matriks korelasi sampel

1
2 dengan derajat bebas p ( p1 )
Uji Bartlett didekati dengan sebaran 2 .

2.3.3 Kesamaan Matriks Varian Kovarian

Jika pada anova perlu diuji apakah ada kesamaan ragam pada peubah

respon untuk tiap perlakuan, maka pada manova perlu diuji apakah ada

kesamaan matriks varian kovarian semua elemen pada peubah respon. Untuk

Bivariate Analysis 12
menguji kehomogenan matriks varian kovarian antar perlakuan digunakan

statistik uji Boxs M dengan hipotesis statistik adalah :


1= 2==p
H0 :

i j
H1 : Minimal ada satu kelompok yang berbeda,

Berikut adalah statistik uji Boxs M


p
'
Bo x s M =2 ln ( n p ) ln

| |
w
( n p ) ln |S p|
n p p=1 1

dengan :
p ( n1 ) / 2
|S p|
=
( n p ) / 2
p=1 |W / ( np )|

di mana :

n = banyaknya sampel

p = banyaknya respon

Sp = matriks kovarian respon ke-p

w = determinan matriks dalam respon

Bivariate Analysis 13
Bivariate Analysis 14
Bab III
Contoh kasus dan pembahasan

3.1 Contoh Kasus 1


3.1.1 Data
Data yang digunakan dalam contoh ini diambil dari percobaan

tumpangsari tanaman maize dengan cowpea (Vigna unguiculata) yang

dilakukan oleh Dr. Ezumah di ITTA, Nigeria. Perlakuan percobaan terdiri dari 3

varitas maize, 2 varitas cowpea dan 4 level pupuk Nitrogen (0, 40, 80, 120 kg/ha)

disusun dalam tiga kelompok teracak masing-masing 24 plot. Data yang didapat

adalah sebagai berikut :

Bivariate Analysis 15
3.1.2 Hasil Analisis
3.1.2.1 Analisis Ragam Bivariat
Dalam contoh kasus ini analisis ragam bivariate dilakukan terhadap dua

variabel (dalam hal ini hasil panen tanaman maize (X1) dan cowpea (X2) per

0.001 kg/ha) yang diperlakukan secara simetris. Analisis ragam bivariate ini

terdiri dari analisis ragam untuk X1, analisis ragam untuk X2, dana analisis

ketiga (kovarian) untuk Z = X1 + X2. Dengan menggunakan perhitungan

komputasi, analisis ketiga ini secara mudah diperoleh dengan mensubtrasi

jumlah kuadrat bagi X1 dan X2, dari situ kemudian dibagi 2. Analisis bivariate

mencakup analisis ragam intermediate bagi Z diperlihatkan dalam tabel analisis

ragam bivariate sebagai berikut :

Secara umum, interpretasi dari tabel tersebut secara esensi menunjukkan

bahwa terdapat keragaman yang substansial pada hasil cowpea pada berbagai

macam varitas maize, juga terdapat interaksi yang nyata antara varitas cowpea

dan level Nitrogen.


3.1.2.2 Presentasi secara Diagram

Bivariate Analysis 16
Presentasi secara grafik menggunakan kemiringan sumbu bagi dua hasil

panen sebagai pengganti sumbu tegak lurus/salib yang biasa digunakan. Jika

hasil panen diplot pada sumbu kemiringan dengan sudut antara kedua sumbu

diperoleh dari korelasi error. Gambar berikut menunjukkan tiga jenis maize dari

contoh dan ukuran standar eror dari perbedaan anatara dua pasang rata-rata

ditunjukkan oleh jari-jari lingkaran sebagai berikut :

Grafik tersebut diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :


V1 V2
Jika mean square error dari du tanaman dan , serta covarian

V 12
, maka sudut antara kedua sumbu yaitu :
V 12
cos =
V 1 V 2

Dan peubah baru Y1 dan Y2 sebagai berikut :

Bivariate Analysis 17
V 12 X 1
X 2
X1 V1
Y 1= Y 2=
dan
V 1

2
V
V 2 12
V1

Grafik dalam Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara

tiga varitas maize adalah penting bagi kedua hasil tanaman maize dan cowpea,

dimana perbedaan antara varitas 2 dan 3 jelas lebih kecil daripada antara

varitas lainnya dan varitas 1. Terdapat kosistensi hubungan antara varitas 1, 2,

dan 3, bahwa peningkatan hasil maize secara langsung direfleksikan dalam

penurunan hasil cowpea. Juga terlihat terdapat korelasi yang kuat antara kedua

hasil panen pada ketiga varitas (juga terlihat pada hasil anova bivariate pada

tabel.3 yaitu -0.98). Grafik lainnya menggambarkan hasil dari pengaruh utama

dari Nitrogen sebagai berikut :

Keempat level Nitrogen menghasilkan empat pasang rata-rata hasil panen

yang hamper seluruhnya melalui garis lurus. Pengaruh paling dominan

terdapat pada hasil panen maize yang meningkat secara konsisten dengan

Bivariate Analysis 18
meningkatnya Nitrogen. Selain itu dari pola terlihat bahwa ada hubungan

ketika hasil maize meningkat maka hasil cowpea terjjadi penurunan.

3.1.2.3 Uji Signifikan


Uji signifikansi model menggunakan F Test yang juga ditunjukkan pada

tabel 3 bagi data hasil panen maize dan cowpea menunjukkan signifikansi yang

sangata nyata.

3.1.3 Komentar
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nugroho (1989), dalam kasus ini lebih

sederhana, dengan hanya menyediakan informasi Nilai Kesetaraan Lahan atau

LER. Nilai ini diperkenalkan oleh Wit dan Vandebourg (1965) dan Willey (1979)

yang berdasar pada hubungan hasil panen dari masing-masing jenis tanaman

dalam sebuah perlakuan tumpangsari campuran yang dibandingkan dengan

hasil panen masing-masing tanaman sebagai tanaman tunggal.


Mead dalam makalahnya ini, menyajikan hasil panen kedua tanaman

dalam system tumpangsari adalah MA dan MB, dan hasil panen sebagai tanaman

tunggal SA dan SB, maka indeks kombinasi dari LER adalah :


M M
L A B L A LB
SA SB

L merepresentasikan luas lahan yang diperlukan bagi tanaman tunggal

untuk menghasilkan panenan yang dihasilkaj dengan menggunakan system

Bivariate Analysis 19
tumpangsari. Nilai L lebih dari 1 menunjukkan keuntungan secara menyeluruh

dari system tumpangsari. Sebagai contoh :

menunjukkan bahwa untuk hasil panen maize/cowpea perlakuan 2 (M2C2N3)

relative lebih menguntungkan daripada perlakuan 3 atau 4.

Pada contoh kasus ini tidak dilakukan uji asumsi multivariate, yang

merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui agar analisis mutivariat

(analisis bivariate) bersifat valid untuk dilakukan. Sebagaimana tercantum

dalam Singgih (2015) asumsi harus dipenuhi sebelum analisis dilakukan yaitu

sebanyak k peubah tak bebas atau respon mengikuti distribusi normal

multivariat, peubah respon berkorelasi satu dengan yang lain, dan tidak ada

data pencilan atau outlier. Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi setelah

analisis dilakukan adalah matriks varian kovarian sama untuk semua

perlakuan.

3.2 Contoh Kasus 2

3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam contoh ini diambil dari percobaan

tumpangsari tanaman Jarak Pagar dengan tanaman Pangan yang dilakukan oleh

Prasetyo dkk. Dari Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu yang diterbitkan

sebagai Jurnal dalam Jurnal Akta Agrosia Vol.12 No.1 Halaman 51-55 Bulan

Bivariate Analysis 20
Januari Juni 2009. Jurnal tersebut berjudul Produktivitas Lahan dan NKL

pada Tumpang Sari Jarak Pagar dengan Tanaman Pangan, peneltitian ini

bertujuan untuk mempelajari produktivitas lahan dan Nilai Kesetaraan Lahan

pola tanam tumpangsari jarak pagar dengan kombinasi beberapa tanaman

pangan (Bunga matahari, Jagung, Padi Gogo, dan kacang tanah). Penelitian

dilaksanakan dengan menggunakan rancangnan acak kelompok lengkap

(RAKL) terdiri dari 4 macam pola tanam : 1) Tanaman Jarak + Bunga Matahari +

Jagung; 2) Tanaman Jarak + Bunga Matahari + Padi Gogo; 3) Jarak + Bunga

Matahari + Kacang Tanah; dan 4) Monokultur Jarak Pagar. Setiap percobaan

diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh satuan 16 petak percobaan.


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai bulan Mei 2008.

Lokasi penelitian bertempat di Stasiun Percobaan Universitas Bengkulu Desa

Tanjung Terdana, Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Utara pada ketinggian

tempat 20 m dpl. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktor tunggal yang terdiri atas 7

perlakuan dengan 4 ulangan sehingga diperoleh 28 satuan petak percobaan.

Sebagai perlakuan adalah pola tanam yang terdiri dari: A = tumpang sari jarak

pagar dengan padi gogo, B = tumpang sari jarak pagar dengan jagung, C =

tumpang sari jarak pagar dengan kacaang tanah, D = monokultur padi gogo, E

= monokultur jagung, F = monokultur kacang tanah, dan G = monokultur jarak

pagar.
3.2.2 Hasil Analisis

Dalam kasus ini diperoleh beberapa hasil sebagai berikut :

Nilai rata-rata hasil perhitungan produktivitas Hasil tanaman serta Nisbah

Kesetaraan Lahan (NKL)

Bivariate Analysis 21
Dari tabel ini memberikan informasi bahwa rataan produktivitas hasil

tertinggi diperoleh dari tanaman monokultur dibandingkan dengan

tanaman tumpangsari. Nisbah hasil tertinggi tanaman pangan diperoleh

pada tanaman padi gogo dan terendah tanaman jagung.


Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil perhitungan keseluruhan NKL tanaman

jarak dan tanaman pangan (padi, jagung, dan kacang tanah), menunjukkan

bahwa terdapat keuntungan paling tinggi apabila dilakukan tumpangsari

kacang tanah dengan jarak pagar, selanjutnya jika dilakukan terhadap padi

gogo, sedangkan terkecil terdapat pada kombinasi antara jagung dengan

jarak pagar. Sebagai mana ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Hal tersebut sesuai dengan Thahir dan Hadmadi (1984) bahwa tanaman

yang sesuai untuk dimaukkan dalam pola tanam tumpangsari adalah tipe

tanaman pendek, mahkota daun kecil tidak banyak cabang, umur genjah dan

tahunan, tahan serangan hama, dan penyakit, hasil tinggi dan tidak peka

terhadap penyinaran matahari seperti tanaman kacang kedelai.

Bivariate Analysis 22
3.2.3 Komentar terhadap Kasus 2
Kasus ini seharusnya dapat dikembangkan dengan menggunakan analisis

multivariate (dalam hal ini bivariate analisis) sebagaimana dilakukan oleh

Nugroho (1989).
Pada contoh kasus ini seharusnya dilakukan uji asumsi multivariate, yang

merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui agar analisis mutivariat

(analisis bivariate) bersifat valid untuk dilakukan. Sebagaimana tercantum

dalam Singgih (2015) asumsi harus dipenuhi sebelum analisis dilakukan yaitu

sebanyak k peubah tak bebas atau respon mengikuti distribusi normal

multivariat, peubah respon berkorelasi satu dengan yang lain, dan tidak ada

data pencilan atau outlier. Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi setelah

analisis dilakukan adalah matriks varian kovarian sama untuk semua

perlakuan.
Berdasarkan tahapan bivariate analisis yang dikemukakan oleh Pearce dan

Gillivers (1978) seharusnya penelitian ini dapat disertai representasi dalam

bentuk grafik. Dalam pendekatan ini, galat ragam dan kovarian dari kedua

variat membentuk peubah baru yang merupakan fungsi dari peubah asal dan

galat ragam kovarian. Peubah baru ini nantinya memiliki galat ragam sama

dengan satu dan covarian sama dengan nol (peubah baru saling bebas dan

dapat diplot dalam sumbu tegak lurus).


Selain itu, menurut Nugroho (1989) interpretasi ini akan dapat diperkuat

dengan daerah kepercayaan bagi perbedaan rata-rata perlakuan dengan

lingkaran berjari-jari 2 F /n .

3.3 Contoh Kasus 3


3.3.1 Data

Bivariate Analysis 23
Data yang digunakan dalam contoh ini diambil dari Turkish Journal of Field

Crops yang berjudul Productivity of Intercroping Maize (Zea Mays L.) and Pumpkin

(Cucurbita maxima Duch) Under Conventional versus Conservation Farming System

yang ditulis oleh Nebojsa Momirovic, dkk dari Fakultas Pertanian, Universitas

Belgrade, Nemanjina 6, Belgrade, Serbia pada tahun 2014. Penelitian ini

bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara tanaman jagung dan tanaman

labu, yang ditanam secara bersama-sama dibawah praktek pertanian yang

berbeda serta untuk mengidentifikasi kombinasi tumpangsari antara tanaman

jagung dengan labu yang paling efisien dan produktif. Denga harapan bahwa

tanaman jaugung dan labu akan memperoleh hasil panen tertinggi dalam

system tumpangsari kaitannya dengan kemampuan berbeda kedua tanaman

tersebut dalam menggunakan sumber daya alam dan agar penggunaan

sumber daya alam secara keseluruhan menjadi lebih baik dibandingkan jika

ditanam secara terpisah.


Metode penelitian yang digunakan dalam contoh kasus ini adalah sebagai

berikut :
1) Evaluasi produktivitas kedua tanaman tumpangsari dengan system bertani

berbeda, konvensional vs konservasi, telah dilaksanakan oleh Maize

Research Institut (MRI) di Belgrade selama Tahun 2010 dan 2011 pada

beberapa tipe tanah.


2) Percobaan dilakukan dengan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 4

kali ulangan. Tanaman jagung ditebar dalam spasi tanam 0.8 m dan spasi

bari 0.35 m (35714 tanaman/ha) dalam stan murni. Sedangkan untuk

tanaman labu ditebar dalam spasi tanam 1.6 m dan spasi bari 2 m (3125

tanaman/ha) dalam stan murni.

Bivariate Analysis 24
3) 3 kombinasi perlakuan campuran berdasarkan percobaan sebelumnya oleh

de Wit (1960) yaitu : a) 2/3 labu : 1/3 jagung dimana 2 baris labu digan ti

dengan 2 baris jagung; b) labu: jagung dimana satu baris labu diganti

dengan 2 baris jagung; dan c) 1/3 labu : 2/3 jagung- dimana satu baris labu

diikuti oleh 4 baris jagung. Spasi tanam dalam percobaan campuran sama

dengan stan murni dari kedua tanaman.


4) Sebagai tujuan analisis, dua metode digunakan yaitu : analisis ragam

bivariate (Pearce dan Gilliver 1978 ; Mead 1986) dan Nilai Kesetaraan Lahan

atau Land Equivalent Ratio (LER) (Wiley 1979).


5) Hasil-hasil penelitian yang diperoleh dikembangkan secara statistika

menggunakan metode analisis ANOVA serta dipresentasikan menggunakan

diagram/grafik bivariate (Snaydon dan Satore 1989).


3.3.2 Hasil Analisis
Dalam jurnal tersebut diperlihatkan beberapa hasil yang cukup lengkap

dan sesuai dengan tahapan-tahapan dari analisis bivariate sebagai berikut :


1) Hasil untuk tanaman Labu (jumlah buah dan berat massa) pada pola

tumpangsari dengan jagung :

Bivariate Analysis 25
Dari tabel terlihat bahwa perbedaan perlakuan terhadap jumlah buah labu

yang dihasilkan per tanaman tidak berbeda signifikan. Jumlah buah dan

berat tertinggi buah labu diperoleh pada perlakuan 2/3 : 1/3 baik pada

metode konvensional maupun konservasi. Sedangkan nilai terendah yaitu

pada perlakuan : pada metode konvensional. Jika dibandingkan dengan

penelitian serupa sebelumnya, hasil panen pada system tumpangsari lebih

tinggi jika dibandingkan dengan system stan murni untuk tanaman labu.
2) Hasil untuk tanaman Jagung (jumlah buah dan berat massa) pada pola

tumpangsari dengan labu :

Dari tabel terlihat bahwa jumlah tongkol terendan dan berat massa terkecil

tanaman jagung diperoleh pada percobaan tanaman tunggal, ini merupakan

konsekuensi logic dari kompetisi yang intensif antar spesies dalam system

tumpangsari.
3) Hasil Panen Keseluruhan tanaman jagung dan labu dalam system

tumpangsari (kg/ha)

Bivariate Analysis 26
Pengaruh terbaik dari penerapan system tanam tumpangsari dalam hasil

panen keseluruhan tanaman jagung, terjadi pada system bertani secara

konvensional. Hasil panen tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan

kombonasi pertama yaitu 1/3:2/3 baik dalam system bertani maupun dalam

kedua periode tahun (tabel 5). Sedangkan pada tabel 6 menunjukkan bahwa

system bertani konservasi memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan

dengan system konvensional. Terlihat bahw hasil panen labu pada system

konservasi relative lebih tinggi jia disbanding pada system konvensional,

yaitu pada perlakuan 2/3:1/3. Namun nilai tertinggi justru diperoleh pada

system konvensional dengan perlakuan 2/3:1/3 pada tahun 2010. Nilai

terendah hasil panen labu adalah pada perlakuan 1/3:2/3.


4) Hasil LER
Berdasarkan Dolijanovic (2007), dari aspek biologis, penjelasan keuntungan

tumpangsari dari masing-masing tanaman tunggal mirip dengan penjelasan

dari kemampuan survival dari spesies dalam komunitas alami. Vandermer

(1989) mengenalkan teorema baru dalam dunia ekologi tumpangsari yaitu

Bivariate Analysis 27
prinsip produk kompetisi. Prinsip ini menitikberatkan hal pada optimal

partisipasi spesies dalam tumpangsari. Salah satu parameter terbaik untuk

menduga sejauh mana interaksi antar spesies dalam tumpangsari yaitu nilai

LER.

Berdasarkan nilai indeks LER pada tabel 7 dan gambar 2, dapat disimpulkan

bahwa system tanam tumpangsari jagung-labu tidak dapat menunjukkan

Bivariate Analysis 28
keefektifan jika dibandingkan dengan system tanaman tunggal. Nilai indeks

LER kurang dari 1 baik pada periode tahun maupun sitem

bercocoktanam/bertani. Nilai indek LER terendah ditemukan pada system

bertani konvensional pada tahun 2011.


5) Kesimpulan
Kemampuan kompetisi dari jagung efektif terutama pada perlakuan 1/3:2/3

campuran baik pada kedua system bertani maupun periode musim. Juga

untuk perlakuan :1/2, dapat direkomendasikan pada praktek bertani

terutama ketika tanaman jagung meningkat dalam pertumbuhannya.

Peningkatan efiesiensi dari system tumpangsari jagung-labu dapat

diperoleh dengan meningkatkan jumlah tanaman kedua jenis tanaman per

unit area.
Jelas bahwa system bertani secara konvensional lebih menguntungkan jika

dibandingkan dengan system bertani konservasi.

3.3.3 Komentar terhadap Kasus 3


Kasus ini lebih lengkap, hampir keseluruhan tahapan analisis bivariate

telah dilakukan. Hanya saja pada contoh kasus ini seharusnya dilakukan uji

asumsi multivariate, yang merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui

agar analisis mutivariat (analisis bivariate) bersifat valid untuk dilakukan.

Sebagaimana tercantum dalam Singgih (2015) asumsi harus dipenuhi sebelum

analisis dilakukan yaitu sebanyak k peubah tak bebas atau respon mengikuti

distribusi normal multivariat, peubah respon berkorelasi satu dengan yang lain,

dan tidak ada data pencilan atau outlier. Sedangkan asumsi yang harus

dipenuhi setelah analisis dilakukan adalah matriks varian kovarian sama untuk

semua perlakuan.

Bivariate Analysis 29
Berdasarkan tahapan bivariate analisis yang dikemukakan oleh Pearce dan

Gillivers (1978) penelitian ini talah disertai representasi dalam bentuk grafik.

Namun, menurut Nugroho (1989) interpretasi ini akan dapat diperkuat dengan

daerah kepercayaan bagi perbedaan rata-rata perlakuan dengan lingkaran

berjari-jari 2 F /n .

Bivariate Analysis 30
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan perbandingan dari 3 contoh kasus tersebut dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Seperti halnya pada analisis ragam univariat, analisis ragam multivariat

juga memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Untuk pengujian

multivariat manova menjadi valid, terdapat asumsi yang harus dipenuhi

sebelum dan sesudah analisis dilakukan.


2. Asumsi yang harus dipenuhi sebelum analisis dilakukan yaitu sebanyak k

peubah tak bebas atau respon mengikuti distribusi normal multivariat,

peubah respon berkorelasi satu dengan yang lain, dan tidak ada data

pencilan atau outlier. Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi setelah

analisis dilakukan adalah matriks varian kovarian sama untuk semua

perlakuan.
3. Pada ketiga contoh kasus penelitian ini, secara keseluruhan asumsi-asumsi

tersebut tidak dilakukan sehingga analisis bivariate sebenarnya belum sah

untuk dilakukan dan kesimpulan yang dihasilkanpun belum valid, kecuali

jika telah diasumsikan dari penelitian sebelumnya bahwa data telah

memenuhi asumsi multivariate.

Bivariate Analysis 31

Anda mungkin juga menyukai