Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Statistik Deskriptif

Statistika deskriptif merupakan penyajian dari data yang telah diolah

sedemikian rupa hingga dapat diambil suatu kesimpulan (Walpole, 2007).

Statistika deskriptif mengacu pada bagaimana menata, menyajikan dan

menganalisis data. Statistika deskriptif terdiri atas dua pengukuran yakni ukuran

data pemusatan dan ukuran data penyebaran. Cara penyajian dalam statistika

deskriptif seperti menggunakan tabel, diagram grafik, dan cross tabulation.

Cross tabulation adalah metode statistika yang menggambarkan dua atau

lebih variabel secara bersama-sama yang hasilnya berupa tabel kontingensi. Tabel

kontingensi dapat menunjukan hubungan anatara variabel kategorikal. Sebuah

tabel dibuat dengan i barisuntuk kategori x dan j kolom untuk kategorik y, maka

sel dari tabel tersebut menunjukan IJ hasil yang mungkin (Agresti, 2013). Cross

Tabulation ditunjukan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Cross Tabulation berukuran I x J.


Variabel y
Variabel X Total
1 2 … J
x1 n1I n12 … n1J n1-
x2 n2I n22 … n2J n2-

x1 n11 n12 … n1J nJ-


Total n-1 n-2 nJ n- -

2.2 Uji Independensi


Uji Independensi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel (Agresti, 1990). Setiap level atau kelas dari variabel-variabel tersebut

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Homogen

Homogen adalah dimana di dalam setiap sel harus merupakan obyek

yang sama. Sehingga jika datanya heterogen tidak bisa dianalisis

menggunakan tabel kontingensi.

2. Mutually Exclusive dan Mutually Exhaustive

Mutually Exclusive (saling saing) adalah antara level satu dengan level

yang lainnya harus saling lepas (independen). Mutually Exhaustive

merupakan dekomposisi secara lengkap sampai pada unit terkecil.

Sehingga jika mengklasifikasikan satu unsur, maka hanya dapat

diklasifikasikan dalam satu unit saja atau dengan kata lain harus masuk

dalam klasifikasi yang dilakukan.

3. Skala Nominal dan Skala Ordinal

Skala nominal merupakan skala yang bersifat ketegorikal atau

klasifikasi, skala tersebut dapat berfungsi untuk membedakan tetapi

tidak merupakan hubungan kuantitatif dan tingkatan. Jadi anggota dari

kelas yang satu dengan anggota dari kelas yang lainnya. Ciri-ciri dari

skala ini adalah posisi data setara dan tidak bisa dilakukan operasi

matematik. Skala ordinal merupakan skala yang bersifat kategorikal atau

klasifikasi, skala ini berfungsi membedakan dan menunjukkan adanya

suatu urutan atau tingkatan.


Dimana uji independensi ini mempunyai hipotesis dan statistik uji

seperti berikut:

Hipotesis:

H0 : Tidak ada hubungan antara dua variabel yang diamati.

H1 : Ada hubungan antara dua variabel yang diamati.

Daerah penolakan:

Tolak H0, jika

Statistik uji:

(2.1)

Dengan,

(2.2)

Dimana:

nij = Nilai observasi/pengamatan baris ke-i kolom ke-j

Eij = Nilai ekspektasi baris ke-i kolom ke-j

ni. = Total observasi/pengamatan baris ke-i

n. j = Total observasi/pengamatan baris ke-j

n. . = Total observasi/pengamatan

Statistika uji dibawah H0 memiliki pendekatan distribusi Chi-Square

dengan derajat bebas (R-1)(C-1). Sehingga berdasarkan statistik uji keputusan

untuk menolak H0 jika . Asumsi yang digunakan dalam uji Chi-


Square adalah nilai harapan dalam tiap sel tidak boleh kurang dari satu dan tidak

boleh lebih dari 20 persen sel mempunyai nilai harapan kurang dari lima.

2.3 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat

korelasi yang tinggi atau sempurna antara variabel bebas atau tidak dalam model

regresi. Untuk mendeteksi adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen

dapat dilakukan dengan bebera cara salah satunya dengan menggunakan

Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghazali (2017),

tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan

oleh variabel independen lainnya. Jadi, tolerance yang rendah sama dengan nilai

VIF yang tinggi. Asumsi dari Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)

dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Jika VIF > 10 dan nilai Tolerance < 0.10 maka terjadi multikolinearitas.

2. Jika VIF < 10 dan nilai Tolerance > 0.10 maka tidak terjadi

multikolinearitas.

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat korelasi antar variabel

prediktor. Untuk melihat korelasi tersebut digunakan uji korelasi Pearson korelasi

Pearson digunakan untuk mengukur hubungan linier dua variabel kontinu dengan

nilai koefisien korelasi diantara -1 sampai 1. Cara menghitung korelasi Pearson

adalah:

(2.3)
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : (tidak ada korelasi antara dua variabel)

H1 : (ada korelasi antara dua variabel)

Statistik uji korelasi Pearson adalah:

(2.4)

Dan derajat bebas df = n-2. Tolak H0 jika │t│lebih besar dari t(α,d f ) atau p-value

kurang dari α (Aczel & Sounderpandian, 2008).

2.4 Regresi Logistik Ordinal

Metode regresi merupakan analisis data yang mendeskripsikan hubungan

antara sebuah respon dan satu atau lebih prediktor. Regresi logistik ordinal

merupakan suatu metode analisis data yang digunakan untuk mencari hubungan

antara variabel respon (y) yang bersifat poliktomus (mempunyai skala data

bertingkat dengan lebih dari 2 kategorik) dengan variabel prediktor (x) dapat

berupa data kategorik atau kuantitatif (Hosmer, et al.,2013).

Pada regresi logistik dapat disusun model yang terdiri dari banyak

prediktor yang dikenal sebagai model multivariabel (Agesti, 2013). Model regresi

logistik dengan variabel prediktor sebanyak p adalah sebagai berikut:

(2.5)
Fungsi π(x) adalah fungsi non linear sehingga perlu dilakukan

trasformasi logit untuk memperoleh fungsi linear yang dapat digunakan untuk

melihat hubungan antara variabel respon (y) dengan variabel prediktor (x). Bentuk

logit π(x) apabila ditransformasi menghasilkan fungsi g(x) sebagai berikut:

(2.6)

Selanjutnya model regresi logistik pada persamaan (2.4) dapat dituliskan

dalam bentuk:

(2.7)

Pada i = 1,2, …, n maka model regresi logistik dapat ditulis:

(2.8)

Model regresi logistik ordinal adalah model logit. Model logit tersebut

merupakan cumulative logit models. Pada model logit ini sifat ordinal dari respon

dimasukkan dalam peluang kumulatif, sehingga cumulative logit models

merupakan model yang didapat dengan membandingkan peluang kumulatif P(y ≤

j | xi) didefenisikan sebagai berikut:

(2.9)

Dimana xi (xi1,xi2 , … xip) adalah nilai suatu pengamatan ke-i (i=1, 2,…, n)

dari p variabel prediktor. Jika kategori respon j dengan j =1,2 3, 4, 5 maka nilai

peluang untuk setiap kategori respon adalah sebagai berikut:


(2.10)

(Agesti, 2013).

Apabila variabel independen bersifat diskrit dan berskala nominal,

variabel tersebut hanya sebagai identifikasi dan tidak mempunyai nilai numerik

sehingga diperlukan variabel boneka (dummy). Variabel independen yang berupa

kategorik dengan k kategorik, diperlukan variabel boneka (dummy) sebanyak

xk =1yang dimana Du dengan koefisien β u ,u=1 ,2 , … , k −1. Model transformasi

logitnya adalah:
k−1

( x i )=β 0 + β i X 1 i+ …+ ∑ β u D u + β p X pi (2.11)
u−1

(Hosmer dan Lemeshow, 2000).

Analisis regresi logistik ordinal merupakan salah satu metode statistika

yang menggambarkan hubungan antara suatu variabel respons dengan lebih dari

satu variabel penjelas, dimana variabel respons lebih dari dua kategori dan skala

pengukuran ordinal. Syarat untuk regresi logistik ordinal adalah variabel penjelas
berskala kategorik atau kuantitatif (numerik), sedangkan variabel respons berskala

ordinal. Untuk memudahkan interpretasi model digunakan nilai odds ratio.

Interpretasi model merupakan bentuk pendefinisian perubahan satuan dari

variabel respons yang disebabkan oleh variabel penjelas dan menentukan

hubungan fungsional ntara variabel respon dengan variabel penjelas. Odds ratio

merupakan ukuran resiko atau kecenderungan untuk mengalami kejadian tertentu

antar satu kategori dengan kategori lainnya. Jika variabel penjelas berupa

kategorik dengan dua kategori, maka interpretasi dilakukan dengan

membandingkan nilai odds ratio dari variabel yang menjadi pembanding.

2.5 Asumsi-asumsi Regresi Logistik

Berikut ini adalah asumsi yang digunakan dalam regresi logistik (R.

Asnita and R. Fuadi, 2016):

1. Regresi logistik tidak mengasumsikan suatu hubungan yang linier antara

variabel respon dengan variabel prediktornya tetapi mengasumsikan

hubungan yang linier antara log odds dari variabel responnya dengan

prediktornya.

2. Variabel responnya tidak harus berdistribusi normal (tetapi diasumsikan

distribusinya berada dalam keluarga distribusi eksponensial, seperti

normal, poisson, binomial, gamma).

3. Variabel responnya tidak harus homokedastisitas untuk setiap kategori

dari variabel prediktornya yaitu tidak ada homogenitas asumsi variansi

(variansi tidak harus sama dalam kategori).

4. Galatnya tidak diasumsikan berdistribusi normal.


5. Regresi logistik tidak mengharuskan bahwa semua variabel prediktornya

merupakan data interval.

6. Penambahan atau pengurangan alternatif variabel tidak mempengaruhi

odds yang diasosiasikan.

7. Tidak adanya multikolinieritas.

2.6 Estimasi Parameter

Estimasi parameter dalam regresi logistik dilakukan dengan metode

Maximum Likelihood. Metode tersebut mengestimasi parameter β dengan cara

memaksimumkan fungsi Likelihood. Pada regresi logistik, setiap pengamatan

mengikuti distribusi Bernoulli sehingga dapat ditentukan fungsi Likelihoodnya.

(2.12)

Jika xi dan yi adalah pasangan variabel respon dan prediktor pada

pengamatan ke-i yang diasumsikan bahwa setiap pasangan pengamatan saling

independen dengan pasangan pengamatan lainnya, maka fungsi Likelihood

merupakan gabungan dari fungsi distribusi masing-masing pasangan yaitu:


(2.13)

Fungsi Likelihood tersebut kemudian dimaksimumkan dalam bentuk ln

l(β) dan dinyatakan dengan L(β).

(2.14)

Nilai β maksimum didapatkan melalui turunan L(β) terhadap β dan

hasilnya adalah sama dengan nol.

(2.15)

sehingga,

(2.16)

Persamaan (2.15) tidak ditemukan hasil yang eksplisit, sehingga

diperlukan metode numerik untuk memperoleh estimasi parameternya. Metode

untuk mengestimasi varians dan kovarians dari taksiran β dikembangkan menurut

teori Maximum Likelihood Estimator (MLE) yang menyatakan bahwa estimasi

varians dan kovarians diperoleh dari turunan kedua fungsi ln-Likelihood. Nilai
taksiran β diperoleh dari penyelesaian turunan pertama fungsi ln-Likelihood yang

non linier, sehingga digunakan metode iterasi Newton Raphson (Agresti, 2002).

β(t+1) = β( t ) – (H(β( t )))-1 g(β(t ) ), t = 0,1,2,.. (2.17)

dengan dan H merupakan matriks Hessian

deangan elemannya adalah .

2.7 Metode Newton Rapshon

Dalam estimasi parameter, seringkali solusi yang ditemukan dalam

bentuk persamaan non-linier tidak dapat diselesaikan secara manual. Salah satu

metode yang digunakan untuk memecahkan persamaan non linier adalah metode

Newton Rapshon. Metode ini adalah metode untuk menyelesaikan persamaan

non-linier secara iteratif, dan dapat diperluas untuk menyelesaikan sistem

persamaan dengan lebih dari satu parameter. Iterasinya adalah sebagai berikut:

(2.18)

dengan = dan = adalah vektor turunan

pertama dari fungsi logaritma natural 𝐿(𝜽) terhadap parameternya, yaitu:

(2.19)
dan H ( ) adalah matriks Hessian atau matriks turunan kedua dari fungsi

logaritma

natural 𝐿(𝜽) terhadap parameternya, yaitu:

(2.20)

Algoritma metode Newton Rapshon adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai awal , batas toleransi kesalahan (𝜺 > 0) dan iterasi

maksimum (𝑡).

2. Menentukan dan .

3. Menghitung estimator parameter untuk 𝑗 = 1,2, …,𝑡 dengan

menggunakan persamaan (2.20).

4. Iterasi berhenti jika

5. Nilai penduga adalah nilai yang terakhir diperoleh (Rofi, 2014).

2.8 Pengujian Signifikasi Parameter

Uji signifikansi parameter dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-

variabel prediktor memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel respon.

Pengujian signifikansi parameter terdiri dari uji serentak dan uji parsial yaitu:

2.8.1 Uji Serentak


Uji serentak digunakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model

telah tepat (signifikan) dan memeriksa pengaruh variabel prediktor didalam model

secara bersama-sama menggunakan uji Chi-Square. Hipotesis pengujian

signifikansi koefisien parameter secara serentak adalah:

H0 : β1 = β2 =…= βj

H1 : paling tidak terdapat satu βj ≠ 0 dengan j= 1,2, …,p.

Statistika uji:

(2.21)

dengan:

n0 = Banyaknya observasi yang bernilai y=0

n1 = Banyaknya observasi yang bernilai y=1

n = Banyaknya observasi

Statistik uji G mengikuti Distribusi Chi-Square, dimana db = ((k+1)-

2)xp merupakan jumlah kategori variabel prediktor sehingga diperoleh keputusan

tolak H0 jika nilai statistic uji G lebih dari x2 (α,db) atau p-value kurang dari α

(Hosmer, et al. ,2013).

2.8.2 Uji Parsial

Setelah pengujian secara menyeluruh koefisien parameter β terhadap

variabel respon, maka dilakukan pengujian signifikansi β secara parsial terhadap

variabel respon. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui parameter dari variabel
mana yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel respon. Hipotesis

pengujian parsial adalah sebagai berikut:

H0 = βj =0

H1 = βj ≠0 dengan j= 0,1, 2,..,p.

Statistika uji:

(2. 22)

Statistik uji Wald mengikuti Distribusi Chi-Square dengan derajat bebas p,

sehingga diperoleh keputusan tolak H0 jika ilai statistik uji Wald lebih dari x2(α,p)

atau p-value kurang dari α (Hosmer, et al., 2013).

2.9 Uji Kesesuaian Model

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian suatu model.

Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji deviance, dengan hipotesis sebagai

berikut:

𝐻0: Model sesuai (tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

pengamatan dengan kemungkinan hasil prediksi model).

𝐻1: Model tidak sesuai (terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

pengamatan dengan kemungkinan hasil prediksi model).

Statistik uji sebagai berikut:

(2. 23)

dengan:
0k = Nilai variabel respon pada group ke-k

= Rata-rata taksiran peluang

g = Jumlah grup (kombinasi kategori dalam model serentak)

= Banyak observasi pada grup ke-k.

Statistik uji Hosmer-Lemeshow mengikuti Distribusi Chi-Square dengan

derajat bebas sebesar g-2 sehingga diperoleh keputusan tolak H0 jika nilai lebih

dari x2 (g-2) atau p-value kurang dari α.

2.10 Intepretasi Model

Estimasi koefisien variabel prediktor merepresentasikan slope atau

besarnya perubahan pada variabel respon untuk setiap perubahan satu unit

variabel prediktor. Guna mengetahui hubungan antara variabel respon dan

variabel prediktor, maka koefisien parameter diinterpretasi menggunakan odds

ratio. Variabel x yang bersifat kategori terbagi dalam dua kategori yang

dinyatakan dengan kode 0 dan 1. Nilai odds pengamatan dengan x =1 adalah

sedangkan nilai odds jika x = 0 adalah Odds ratio dinotasikan ,

didefinisikan sebagai odds untuk x = 1 terhadap odds untuk x = 0, yang dapat

dituliskan pada persamaan berikut:


(2. 24)

Nilai odds ratio yang digunakan untuk interpretasi koefisien regresi

logistik ordinal adalah nilai yang menunjukkan perbandingan tingkat

kecenderungan dari dua kategori atau lebih dalam satu variabel prediktor yang

salah satu kategori dijadikan sebagai pembanding. Variabel respon dengan y=0

diasumsikan sebagai variabel respon pembanding (reference). Odds ratio untuk

y=i dengan y=0 pada nilai kovariat x = a dengan x = b menurut persamaan (2.24)

yaitu:

(2. 25)

Pada teori peluang dan statistika, peluang dari suatu kejadian (event)

diberi kuantitas di mana 𝑝 menyatakan peluang dari kejadian yang terjadi

1-p menyatakan peluang dari kejadian yang tidak terjadi. Odds sebenarnya

merupakan peluang-peluang relatif. Hal yang berbeda dengan peluang dalah

bahwa peluang menyatakan kesempatan dari suatu kejadian yang terjadi

sedangkan odds adalah rasio peluang kejadian yang tidak terjadi. Logaritma asli

(natural logarithm) odds adalah logit dari peluang kejadian yang terjadi, yaitu:
logit(p) (2.26)

Rasio dari odds kejadian yang terjadi dalam suatu grup terhadap odds

kejadian yang terjadi dalam grup lain dinamakn rasio odds dan dinotasikan

dengan OR. Jika peluang-peluang kejadian yang terjadi dari setiap grup adalah 𝑝

(grup pertama) dan 𝑞 (grup kedua) maka rasio oddsnya adalah:

(2. 27)

Logaritma asli rasio odds adalah selisih logit-logit peluang kejadian yang terjadi

(2.

28)

Sifat-sifat rasio odds:

1. Rasio odds, OR=1 mengindikasikan bahwa peluang kejadian yang

terjadi pada kedua grup adalah sama.

2. Rasio odds, 𝑂𝑅 > 1 mengindikasikan bahwa peluang kejadian yang

terjadi pada grup pertama lebih besar dari pada grup kedua.

3. Pada odds, 𝑂𝑅 < 1 mengindikasikan bahwa peluang kejadian yang

terjadi pada grup pertama lebih kecil dari pada grup kedua.

4. Rasio odds harus lebih besar dari atau sama dengan 0 atau 𝑂𝑅 ≥ 0.

5. Rasio odds harus mendekati 0 jika odds dari grup pertama mendekati 0.
6. Rasio odds akan mendekati positif tak terhingga jika odds dari grup

kedua mendekati 0 (Puspita, 2021).

Jika variabel prediktor adalah kontinu maka interpretasi dari koefisien

model bergantung pada unit variabel prediktor yang masuk dalam model tersebut.

Misalkan fungsi 𝑔(𝑥) = 𝛼 + 𝛽1𝑥, maka perubahan satu unit pada variabel prediktor

x akan memberikan perubahan pada 𝑔(𝑥) sebesar 𝛽1 dan secara matematis dapat

dinyatakan sebagai 𝛽1 𝑔(𝑥 + 1) − 𝑔(𝑥) . Apabila pada variabel prediktor x terjadi

perubahan sebesar c unit maka akan memberikan perubahan pada 𝑔(𝑥) sebesar 𝛽1

dan secara matematis dapat dinyatakan sebagai 𝛽1 𝑔(𝑥 + 1) − 𝑔(𝑥) . Apabila pada

variabel prediktor x terjadi perubahan sebesar c unit maka akan memberikan

perubahan pada 𝑔(𝑥) sebesar 𝑐𝛽1 dan dan secara matematis dapat dinyatakan

sebagai 𝑐𝛽1 = 𝑔(𝑥 + 𝑐) − 𝑔(𝑥).

2.11 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Predikat Kelulusan

Perguruan tinggi memiliki kewajiban dalam mengontorol mahasiswanya

untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Lulusan yang berkualitas dapat

dilihat dari indeks prestasi dan lamanya studi yang menghasilkan predikat

kelulusan. Adanya beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi predikat

kelulusan (Imaslihkah et al., 2013).

Menurut (Rusdiana & Rosmiati, 2016) penentuan predikan mahasisawa

dapat dilakukan dengan mengkelompokan data yang didapat berdasarkan jumlah

beban studi yang telah ditempuk, IPK yang didapatkan mahasiswa, dan

keterangan kelulusan skripsi. Predikat kelulusan dapat diterima oleh mahasiswa

jika memenuhi syarat antara lain:


a. Indeks prestasi kumulatif menunjukn paling sedikit yaitu nilai minimal

yang telah ditetapkan oleh kampus.

b. Jumlah SKS yang telah ditentukan.

c. Lulus ujian skripsi. Persyaratan diatas tentunya dapat berbeda disetiap

perguruan tinggi. Tentunya mahasiswa dapat dinyatakan lulus apabila

memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh masing-masing perguruan

tinggi tersebut.

Menurut peraturan Rektor Universitas Halu Oleo nomor 1 tahun 2019

tentang peraturan akademik di lingkungan Universitas Halu Oleo pasal 71 ayat

(2) dan ayat (3) Predikat kelulusan yang dinyatakan pada transkrip akademik

terdiri atas 3 (tiga) tingkat yaitu:

a. Memuaskan;

b. Sangat memuaskan; dan

c. Dengan pujian (Cum Laude).

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagai dasar penentuan predikat

kelulusan program sarjana dan program vokasi adalah:

a. IPK 3,51 – 4,00: dengan pujian (cum laude);

b. IPK 3,01– 3,50: sangat memuaskan;

c. IPK 2,76–3,00: memuaskan.

Penentuan predikat kelulusan dengan pujian (cum laude) sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) selain memperhatikan masa studi maksimum

yaitu n (masa studi terjadwal) di tambah 1 tahun untuk program sarjana atau

program vokasi, dan ditambah 0,5 tahun untuk program magister, doktor dan
profesi. Pada perguruan tinggi tidak semua mahasiswa yang mampu mencapai

predikat dengan pujian. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh IPK

sebagai prestasi akademik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor

internal maupun eksternal. Misalnya dalam penyelesaian proses studi, mahasiswa

juga perlu menyelesaikan sejumlah kredit mata kuliah atau beban studi yang telah

ditetapkan perguruan tinggi untuk dapat memperoleh IPK maupun gelar sarjana

(Nurahmah et al., 2013).

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah nilai rata-rata dari seluruh

matakuliah yang ditempuh sejak semester pertama sampai akhir. IPK merupakan

indikator yang paling berpengaruh terhadap lama menyelesaikan masa studi

(Lembang dan Fendjalang, 2015). Tipe skala data peubah IPK adalah ordinal dan

merupakan peubah numerik. Berdasarkan penentuan predikat kelulusan yang

diatur dalam Peraturan Rektor Universitas Halu Oleo No. 1 Tahun 2019 Tentang

Peraturan Akademik Di Lingkungan Universitas Halu Oleo maka IPK dibagi 3

kategori yaitu:

Tabel 2.4 Pengkategorian IPK


Kategori Skala IPK Predikat
1 3,51 – 4,00 Pujian (Cum Laude)
2 3,01 – 3,50 Sangat Memuaskan
3 2,76 – 3,00 Memuaskan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi predikat kelulusan yaitu:

2.11.1 Lama Studi

Masa studi adalah waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk

menyelesaikan beban studi pendidikan yang terhitung mulai dari awal masuk
kuliah sampai dinyatakan lulus dari atau telah menyelesaikan studinya (Yelfera et

al., 2022). Pada Peraturan Rektor Universitas Halu Oleo Nomor 1 tahun 2019

tentang peraturan Akademik pasal 44 dicantumkan beban studi program sarjana

paling sedikit 144 (seratus empat puluh empat) sks dan ditempuh paling lama 7

(tujuh) tahun akademik. Dikatakan lulus tepat waktu apabila dapat menyelesaikan

studi kurang atau sama dengan empat tahun dan dikategorikan lulus tidak tepat

waktu apabila menyelesaikan studi lebih dari empat tahun (Nurahmah et al.,

2013).

2.11.2 Angkatan

Angkatan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 69) dapat diartikan

sebagai (1) generasi atau sekelompok orang yang sezaman (sepaham dan

sebagainya); (2) yang diangkat (pangkat, jabatan); (3) ketetapan atau penetapan

menjadi pegawai (naik pangkat dan sebagainya). Sedangkan, kata masuk berarti

(1) tergolong, terhitung, terbilang, tercantum; (2) menjadi (anggota perkumpulan,

prajurit, penganut agama, dan sebagainya) (Kamus Bahasa Indonesia, 2008: 994).

Ratna Widayat (2013,) menjelaskan angkatan sebagai sekelompok orang

yang secara resmi diterima sebagai siswa berdasarkan peraturan yang berlaku

pada sekolah atau lembaga tertentu pada tahun tertentu. Berpendapat bahwa

angkatan berasal dari kata 17 angkat, yang berarti pada saat seseorang masuk

sebagai siswa/pegawai. Kholilnews menambahkan bahwa angkatan sama artinya

dengan tahun masuk. Dari pengertian-pengertian di atas, maka angkatan masuk

dalam penelitian ini dapat dipahami sebagai tahun dimana sekelompok orang
secara resmi tercantum dan menjadi mahasiswa di universitas berdasarkan

peraturan yang berlaku.

2.11.3 Asal Daerah

Asal daerah adalah tempat dimana seseorang menetap dan tercatat dalam

kependudukan. Dalam penelitian Agwil et at. (2020) ketepatan waktu lulus

mahasiswa sangat dipengaruhi oleh IPK dan asal daerah.

2.11.4 Jenis Kelamin

Tangkudung (2014) menyebutkan bahwa perempuan memiliki

ketekunan belajar lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Dalam penelitian

Nurahmah et al (2013) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu

karakteristik mahasiswa yang mempengaruhi ketepatan waktu lulus, mahasiswa

berjenis kelamin laki-laki diprediksi akan menyelesaikan masa studi dengan tepat

waktu.

2.12 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengumpulkan hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitian utama yang akan

diteliti dengan mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian

sebelumnya akan diuraikan secara singkat karena penelitian ini mengacu pada

beberapa penelitian sebelumnya. Walaupun ruang lingkupnya hampir sama,


namun karena objek dan waktu penggunaan yang berbeda, banyak hal yang tidak

sama, jadi dijadikan sebagai acuan untuk saling melengkapi.

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi predikat kelulusan

mahasiswa sebelumnya pernah dilakukan di berbagai daerah dengan

menggunakan berbagai macam metode untuk mengetahui model regresi logistik

ordinal terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi predikat kelulusan mahasiswa

Analisis regresi logistik ordinal merupakan salah satu metode statistik yang

digunakan untuk mencari pengaruh antara variabel respon dengan satu atau lebih

variabel prediktor. Pada penelitian ini analisis regresi logistik ordinal diterapkan

untuk memodelkan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu kelulusan mahasiswa

S1 di F-MIPA Unpatti Ambon. Variabel yang digunakan adalah waktu kelulusan

mahasiswa, jurusan dan jenis kelamin. Data diperoleh dari bagian akademik F-

MIPA. Hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

waktu kelulusan mahasiswa S1 F-MIPA Unpatti Ambon yaitu faktor internal

jurusan.

Penulis dalam hal ini lebih memfokuskan penelitian yang akan dilakukan

pada faktor-faktor yang mempengaruhi predikat kelulusan mahasiswa. Predikat

kelulusan didapatkan ketika mahasiswa telah menyelesaikan studinya dijenjang

perguruan tinggi. Dari faktor-faktor tersebut penulis mengetahui variabel-variabel

yang diduga mempengaruhi predikat kelulusan mahasiswa, maka perlu dilakukan

pengukuran seberapa pengaruhnya faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap

predikat kelulusan yang diukur dengan menggunakan IPK. Untuk melihat faktor-

faktor tersebut maka dilakukan penelitian menggunakan teknik analisis statistika


yang memodelkan hubungan antara variabel respons (Y) dengan variabel penjelas

(X), dimana variabel respons memiliki lebih dua kategori dan berskala ordinal

maka analisis yang dapat digunakan adalah analisis regresi logistik ordinal.

Imaslihkah, dkk. (2013) menggunakan analisis regresi logistik ordinal

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi predikat kelulusan mahasiswa S1 di

ITS Surabaya, di dapatkan hasil dari penelitian ini bahwa berdasarkan jalur masuk

ke ITS, jalur masuk PMDK beasiswa dan PMDK prestasi menunjukkan paling

banyak mendapatkan lulusan dengan pujian, maka dapat disimpulkan bahwa jalur

masuk merupakan faktor yang signifikan dalam predikat kelulusan dan

pendapatan orangtua yang dibawah Rp.1.000.000 mempunyai pengaruh yang

lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan yang diatas Rp.2.500.000. Jadi

disimpulkan juga bahwa faktor pendapatan orangtua mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap predikat kelulusan.

Nusrang, dkk. (2013) menggunakan analisis regresi logistik ordinal

untuk melihat penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi predikat

kelulusan mahasiswa S1 Universitas Negeri Makasar, di dapatkan hasil dari

penelitian ini bahwa jenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada jenis kelamin

laki-laki dalam pencapaian predikat kelulusan. Dapat disimpulkan bahwa jenis

kelamin mempunyai pengaruh terhadap predikat kelulusan dan berdasarkan asal

daerah memiliki pengaruh tertinggi pada mahasiswa berasal dari dalam kota.

Anda mungkin juga menyukai