Anda di halaman 1dari 13

2.16.

jenis-jenis regresi
a.Regresi linier
Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan
antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas
(independen, prediktor, X). Apabila banyaknya variabel bebas hanya ada satu, disebut
sebagai regresi linier sederhana, sedangkan apabila terdapat lebih dari 1 variabel bebas,
disebut sebagai regresi linier berganda. Data untuk variabel independen X pada regresi linier
bisa merupakan data pengamatan yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh peneliti
(obsevational data) maupun data yang telah ditetapkan (dikontrol) oleh peneliti sebelumnya
(experimental or fixed data). Perbedaannya adalah bahwa dengan menggunakan fixed data,
informasi yang diperoleh lebih kuat dalam menjelaskan hubungan sebab akibat antara
variabel X dan variabel Y. Sedangkan, pada observational data, informasi yang diperoleh
belum tentu merupakan hubungan sebab-akibat. Untuk fixed data, peneliti sebelumnya telah
memiliki beberapa nilai variabel X yang ingin diteliti. Sedangkan, pada observational data,
variabel X yang diamati bisa berapa saja, tergantung keadaan di lapangan. Biasanya, fixed
data diperoleh dari percobaan laboratorium, dan observational data diperoleh dengan
menggunakan kuesioner.
Di dalam suatu model regresi kita akan menemukan koefisien-koefisien. Koefisien pada
model regresi sebenarnya adalah nilai duga parameter di dalam model regresi untuk kondisi
yang sebenarnya (true condition), sama halnya dengan statistik mean (rata-rata) pada konsep
statistika dasar. Hanya saja, koefisien-koefisien untuk model regresi merupakan suatu nilai
rata-rata yang berpeluang terjadi pada variabel Y (variabel terikat) bila suatu nilai X (variabel
bebas) diberikan. Koefisien regresi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Intersep (intercept) Intersep, definisi secara metematis adalah suatu titik perpotongan
antara suatu garis dengan sumbu Y pada diagram/sumbu kartesius saat nilai X = 0.
Sedangkan definisi secara statistika adalah nilai rata-rata pada variabel Y apabila nilai
pada variabel X bernilai 0. Dengan kata lain, apabila X tidak memberikan kontribusi,
maka secara rata-rata, variabel Y akan bernilai sebesar intersep. Perlu diingat, intersep
hanyalah suatu konstanta yang memungkinkan munculnya koefisien lain di dalam
model regresi. Intersep tidak selalu dapat atau perlu untuk diinterpretasikan. Apabila
data pengamatan pada variabel X tidak mencakup nilai 0 atau mendekati 0, maka
intersep tidak memiliki makna yang berarti, sehingga tidak perlu diinterpretasikan.
2. Slope Secara matematis, slope merupakan ukuran kemiringan dari suatu garis. Slope
adalah koefisien regresi untuk variabel X (variabel bebas). Dalam konsep statistika,
slope merupakan suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar kontribusi
(sumbangan) yang diberikan suatu variabel X terhadap variabel Y. Nilai slope dapat
pula diartikan sebagai ratarata pertambahan (atau pengurangan) yang terjadi pada
variabel Y untuk setiap peningkatan satu satuan variabel X. (Denny Kurniawan,
2008).
Kurniawan, Deni. 2008. Regresi Linier (Linier Regression). Jakarta: Gramedia.

b. Regresi Non-linear
Analisis regresi merupakan metode dalam statistika yang digunakan untuk mengetahui pola
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Hosmer and Lemeshow, 2000).
Berdasarkan pola hubungannya, analisis regresi terbagi atas analisis regresi linear dan analisis
regresi non-linear. Menurut (Hasan, 1999) suatu model disebut model regresi nonlinear
apabila variabel-variabelnya ada yang berpangkat. Contoh model regresi nonlinear dalam
antara lain model parabola, kuadratik, hiperbola, dan lain-lain. Menurut Montgomery dan
Peck (1992) model regresi nonlinear dalam parameter adalah suatu model apabila
dideferensialkan hasilnya masih merupakan fungsi dalam parameter tersebut. Contoh model
regresi nonlinear dalam parameter adalah model regresi logistik. Model regresi nonlinear
dalam parameter dapat dituliskan sebagai:
𝑦𝑖 = ( , 𝜃) + 𝜀𝑖 , i = 1, 2, ..., n.
dengan,
𝑦𝑖 = variabel terikat ke-i
𝑥𝑖 = variabel bebas ke-i
𝜃 = parameter yang tidak diketahui
𝜀𝑖 = error, dimana 𝜀~(0, 𝜎 2 )
Di bawah ini adalah contoh model regresi nonlinear dalam parameter:
𝑦𝑖 = 𝑒 −𝜃𝑥𝑖 + . Karena 𝑑𝑓 𝑑𝜃 = −𝑥𝑖𝑒 −𝜃𝑥𝑖
merupakan fungsi dalam 𝜃 maka model di atas adalah model nonlinear dalam parameter.
(Montgomery dan Peck, 1992).
http://eprints.uny.ac.id/52687/4/BAB%20II.pdf

c. Regresi eksponensial
Regresi eksponensial ialah regresi di mana variabel bebas X berfungsi sebagai pangkat atau
eksponen. Bentuk fungsi regresi ini adalah
Y = a ebX atau Y = a 10bX
Modifikasi dari bentuk di atas adalah 1/Y = a + becX. Ini disebut kurva logistik atau
“tipe umum dari
model pertumbuhan”. Modifikasinya juga seperti Y = e(a + b/X), disebut dengan
transformasi logaritmik resiprokal, yang umum disebut dengan model Gompert. (Fitri
Handayani, 2015).
d. Regresi Dummy
 
Regresi Dummy
Tujuan menggunakan regresi berganda dummy adalah memprediksi besarnya nilai variabel
tergantung/dependent atas dasar satu atau lebih variabel bebas/independent, di mana satu atau
lebih variable bebas yang digunakan bersifat dummy. Nama lain Regresi Dummy adalah
Regresi Kategori. Re-gresi ini menggunakan prediktor kualitatif (yang bukan dummy
dinamai prediktor kuantitatif). Pembahasan pada regresi ini hanya untuk satu macam variabel
dummy dan dikhususkan pada penaksiran parameter dan kemaknaan pengaruh prediktor.
Pembahasan akan dilakukan dengan menggunakan berbagai contoh. Di dalam metodologi
penelitian dikenal ada sebuah variabel yang disebut dengan dummy variable. Variabel ini
bukan jenis lain dari variabel dependen-independen, namun menunjukkan sebuah variabel
yang nilainya telah ditentukan oleh peneliti. Donald Cooper dan Pamela Schindler (2000)
mendefinisikan dummy variable sebagai sebuah variabel nominal yang digunakan di dalam
regresi berganda dan diberi kode 0 dan 1. Nilai 0 biasanya menunjukkan kelompok yang
tidak mendapat sebuah perlakuan dan 1 menunjukkan kelompok yang mendapat perlakuan.
Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk mengkuantitatifkan variabel yang
bersifat kualitatif
Terdapat tiga model regresi dummy sebagai berikut:
I. Y = a + bX + c D1 (Model Dummy Intersep)
diasumsikan bahwa intersep tidak berlaku umum untuk seluruhindividu di dalam
sampel
II. Y = a + bX + c (D1X) (Model Dummy Slope)
Jika pengelompokan atau pengamatan kualitatif juga mempengaruhihubungan
antara Y dan X
III. Y = a + bX + c (D1X) + d D1 (Kombinasi)
Ketika diasumsikan bahwa pengelompokan atau pengamatankualitatif
mempengaruhi slope maupun intersep dari model. ( Agus Tri Basuki, 2016).
https://ekonometrikblog.files.wordpress.com/2016/04/vaiabel-dummy.pdf

e. Regresi logistic
Regresi logistic digunakan untuk menaksir pengaruh relatif variabel independen
(eksplanatoris) pada variabel dependen (luaran/output). Oleh karena itu pembahasannya
diawali dari konsep probabilitas (p), yakni proporsi munculnya suatu peristiwa dari seluruh
kejadian (Glass & Hopkins, 1984). Sebagaimana regresi liner, regresi logistik bertujuan
untuk menaksir nilai variabel luaran/output (kriteria atau dependen, Y) berdasarkan skor
variabel eksplanatoris (prediktor atau independen, X). Tidak seperti regresi biasa,
variabel kriteria dalam regresi logistik adalah variabel binary (Strömbergsson, 2009),
yang memiliki skor dikotomi, 1 (untuk munculnya peristiwa) dan 0 (untuk tidak
munculnya peristiwa). Misalnya, variabel kelulusan dalam suatu ujian: lulus/sukses = 1,
tidak lulus/gagal = 0; keanggotaan dalam organisasi keagamaan: anggota = 1, bukan anggota
= 0. Dengan adanya keterbatasan skor ini, model regresi linier tidak dapat digunakan
karena persyaratan linieritas tidak dapat dipenuhi. Konsep matematis utama yang mendasari
regresi logistik adalah logit—logarithm natural dari rasio odds (Peng, Lee & Ingersoll,
2002). Model regresi logistik memungkinkan membentuk hubungan antara variabel
kriteria/dependen binari dan satu atau lebih variabel prediktor/independen melalui proses
transformasi probabilitas perolehan skor binari ke nilai logit atau log odds. Karena itu,
regresi logistik ini memodelkan probabilitas logit yang tertransformasikan sebagai suatu
hubungan linier dengan variabel prediktor. Dalam model ini nilai variabel kriteria
ditransformasikan ke dalam bentuk skala logit sehingga dapat memiliki rentangan nilai yang
tak terbatas, dari -∞ sampai ∞. Regresi logistik Y pada X1, X2, … Xk menaksir nilai
parameter β0, β1, β1,. . . , βk melalui metode maximum likelihood (Strömbergsson, 2009)
dengan persamaan berikut:
Di mana:
adalah taksiran nilai probabilitas munculnya peristiwa pada variabel dependen
(Y),β0 adalah intersep atau koefisien regresi ketika skor (semua) variabel prediktor sama
dengan 0 (nol), β1+ β 2+ …+ βk adalah slop/koefisien regresi atau besarnya pengaruh
masing-masing variabel prediktor ketika pengaruh variabel prediktor lain dikontrol, dan
X1, X2,…,Xk adalah skor masing-masing prediktor X1, X2,…,Xk . Model tersebut
digunakan bila jumlah variabel prediktornya lebih dari satu. Jika hanya satu prediktor, maka
komponen koefisien dalam model persamaan tersebut hanya ada dua, yaitu β0+ βx .
Sedangkan jika tanpa prediktor, maka hanya ada satu komponen koefisien dalam model
persamaan, yaitu β0 . (Ibnu Hajar, 2017).
Hadjar, Ibnu. 2017. “Regresi Logistik: Menaksir Probabilitas Peristiwa Variabel Binari”.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Walisongo. Semarang.
2.17. Tingkat-tingkat regresi
a. Multiple Regression Analysis
Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk mengetahui sejauh mana ukuran laba dipengaruhi
oleh lima variabel independen dan tindakan apa yang harus diambil berdasarkan hasil yang
diperoleh menggunakan SPSS - Paket Statistik untuk Ilmu Sosial [C. Konstantin, 2006].
Tabel di bawah ini memberi kita data yang diperlukan untuk melakukan analisis regresi
berganda. Regresi berganda adalah model regresi atau prediksi yang melibatkan lebih dari
satu variabel bebas atau prediktor. Istilah regresi berganda dapat disebut juga dengan istilah
multiple regression. Kata multiple berarti jamak atau lebih dari satu variabel.
2.8. jenis-jenis korelasi
a. Korelasi sederhana
Korelasi Sederhana merupakan suatu teknik statistik yang dipergunakan untuk mengukur
kekuatan hubungan antara 2 variabel dan juga untuk dapat mengetahui bentuk hubungan keduanya
dengan hasil yang bersifat kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2 variabel yang dimaksud adalah
apakah hubungan tersebut erat, lemah, ataupun tidak erat. Sedangkan bentuk hubungannya adalah
apakah bentuk korelasinya linear positifataupun linear negative (Mattjik & Sumertajaya, 2000).
Mattjik, A. A & Sumertajaya, I. M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB Press.

b. korelasi berganda

Korelasi Ganda (Multiple Correlation) adalah korelasi antara dua atau lebih variabel
bebas (independent) secara bersama-sama dengan satu variabel terikat (dependent).
Contohnya Hubungan berpikir kritis dan bersikap kritis terhadap hasil belajar siswa kelas VII
SMP Negeri Angka menunjukkan arah dan besar kuatnya hubungan antara dua atau lebih
variabel bebas dengan satu variabel terikat disebut koefisien korelasi ganda, dan biasa disebut
R.
Kegunaan korelasi Ganda (Multiple Correlation), yaitu untuk mencari hubungan antara
dua variabel bebas atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel
terikatnya. Sehingga dapat diketahui besarnya sumbangan seluruh variabel bebas yang
menjadi obyek penelitian terhadap variabel terikatnya. Ternyata yang perlu uji korelasi
ganda, yaitu para peneliti yang jenis penelitiannya masuk ke ranah penelitian kuantitatif dan
peneliti yang menggunakan hubungan antara dua variabel bebas dan satu variabel terikat
(Sudjana,2002)

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.


c. korelasi pearson
Koefisien korelasi Pearson adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan
hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio (Hasan, 1999).
Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara 2 variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala interval atau rasio (parametrik) yang dalam
SPSS disebut scale. Asumsi dalam korelasi Pearson, data harus berdistribusi normal. Korelasi dapat
menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Jika angka korelasi positif berarti hubungan bersifat
searah. Searah artinya jika variabel bebas besar, variabel tergantung semakin besar. Jika
menghasilkan angka negatif berarti hubungan bersifat tidak searah. Tidak searah artinya jika nilai
variabel bebas besar, variabel tergantung semakin kecil. angka korelasi berkisar antara 0-1.
Rumus korelasi pearson :

Dimana :
r = nilai korelasi
x = variabel x
y = variabel y

Kekuatan hubungan korelasi, menurut Jonathan Sarwono sebagai berikut :

 0 : Tidak ada korelasi

 0.00 - 0.25 : korelasi sangat lemah

 0.25 - 0.50 : korelasi cukup

 0.50 - 0.75 : korleasi kuat

 0.75 - 0.99 : korelasi sangat kuat

 1 : korelasi sempurna.
(Suseno, 2010).

d. korelasi Rank Spearmen

Koefisien korelasi Rank Spearman adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data bertingkat/data
ranking). Koefisien korelasi Rank Spearman dapat dirumuskan (Hasan, 1999).

Disimbolkan dengan rs dan dirumuskan:

6 ∑ d2
r s=1− 3
n −n
Keterangan:

d = selisih ranking X dan Y

n = banyaknya pasangan data


Pembuatan ranking dapat dimulai dari nilai terkecil atau nilai terbesar tergantung permasalahannya.
Bila ada data yang nilainya sama, maka pembuatan ranking didasarkan pada nilai rata-rata dari
ranking-ranking data tersebut. Apabila proporsi angka yang sama tidak besar, maka formula diatas
masih bisa digunakan. Namun apabila proporsi angka yang sama cukup besar, maka dapat
digunakan suatu faktor koreksi dan formula menjadi seperti berikut ini:

(Yulianto, 2013)

e.korelasi kontingensi

Koefisien korelasi bersyarat digunakan untuk data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak
berbentuk angka-angka tetapi berupa kategori-kategori, misalnya data yang berkategorikan kurang,
cukup, sangat cukup atau tinggi, menengah atau sedang, rendah, atau gejala-gejala yang bersifat
nominal (data nominal). Seperti halnya koefisien korelasi data kuantitatif, koefisien korelasi bersyarat
ini disimbolkan “C” dan mempunyai interval nilai antara -1 dan 1 (-1 ≤ C ≤ 1). Koefisien korelasi
bersyarat dirumuskan (Hasan, 1999).
f. korelasi phi

Koefisien korelasi Phi juga merupakan koefisien korelasi dimana kedua variabel mempunyai skala
nominal. Tetapi koefisien korelasi Phi data bersifat dikotom (dipisah duakan), yang artinya variabel-
variabel observasasi hanya dimasukkan ke dalam tabel kontingensi berukuran 2 x 2.. Tabel
kontingensi merupakan bagian dari tabel baris kolom, akan tetapi tabel ini mempunyai ciri khusus,
yaitu untuk menyajikan data yang terdiri atas dua faktor atau dua variabel, faktor yang satu terdiri
atas r kategori dan lainnya terdiri atas k kategori, dapat dibuat daftar kontingensi berukuran 𝑟 × 𝑘
dengan r menyatakan baris dan k menyatakan kolom. Karena data hanya dikotomous
(dipisahduakan) maka kita asumsikan 0 dan 1 untuk variabel. Dalam menghitung koefisien korelasi
Phi pertama-tama dibentuk tabel kontingensi 2 × 2. Karena data bersifat dikotomous maka
diasumsikan 0 dan 1 untuk masing-masing variabel. (Purnomo, 2014).
Besar-kecil, kuat-lemah, atau tinggi-rendahnya korelasi antar dua variabel yang kita selidiki korelasi
pada Teknik Korelasi Phi ini, ditunjukkan oleh besar kecilnya angka indeks korelasi yang
dilambangkan dengann huruf ɸ (phi). Phi berkisar antara 0,00 sampai dengan ± 1,00. Dengan
persamaan:

ɸ = (ad-bc)a+ba+cb+d(c+d)

(Anas, 1987).

Singgih Purnomo.2014. KOEFISIEN KORELASI CRAMER DAN KOEFISIEN KORELASI PHI SERTA
PENERAPANNYA. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA.

g. kendall

Salah satu ukuran keeratan hubungan antar dua peubah yang popular adalah Tau Kendall
(dilambangkan dengan  untuk populasi atau   untuk contoh). Seperti koefisien korelasi peringkat
Spearman, Tau Kendall juga berdasarkan peringkat pengamatan dan nilainya berkisar pada selang –1
sampai dengan +1. Meskipun ada kesamaan antara   dengan rs, keduanya memiliki perbedaan
dalam hal nilai sebagai akibat adanya perbedaan dalam prosedur perhitungan. Perbedaan yang
paling penting adalah bahwa   merupakan penduga tidak bias bagi parameter populasi sedangkan
rs bukan. 5 / 9 Statistik   didefinisikan sebagai peluang konkordan minus peluang diskordan.
Pasangan pengamatan (Xi, Yi ) dan (Xj , Yj ) disebut konkordan apabila perbedaan antara Xi dan Xj
mempunyai arah yang sama dengan Yi dan Yj . Dengan kata lain, dikatakan konkordan apabila Xi > Xj
dan Yi > Yj atau Xi < Xj dan Yi < Yj . Sebaliknya, apabila arah perbedaannya tidak sama disebut
diskordan. Sedangkan apabila Xi=Xj dan/atau Yi=Yj dikatakan pengamatan tersebut tidak konkordan
maupun diskordan. Rumus dasar yang digunakan adalah sebagai berikut:

τ=
∑ A−∑ B
N (N−1)
2
Dimana:

τ = Koefisien korelasi kendal tau yang besarnya (-1 <τ < 1)


A = Jumlah rangking atas

B = Jumlah rangking bawah


N = Jumlah anggota sampel (Sugiyono,2007).

Tim Penyusun FMIPA IPB.2010.ANALISIS DATA KATEGORIK .Departemen Statistika FMIPA IPB

Applied Nonparametric Statistic Daniel (1990)

http://www.stat.ipb.ac.id/en/uploads/STK351/STK351_07.pdf

h.parsial

Korelasi parsial (partial correlation) merupakan perluasan dari korelasi sederhana atau korelasi
pearson. Jika korelasi sederhana melibatkan satu variabel terikat (dependent) dan satu variabel
bebas (independent), maka korelasi parsial melibatkan lebih dari satu variabel bebas dan satu
variabel terikat. Variabel bebasnya terbagi atas dua penggunaan yaitu satu variabel bebas sebagai
yang memiliki hubungan dengan variabel terikat dan variabel bebas yang lainnya sebagai variabel
kontrol dimana variabel ini diduga mempengaruhi hubungan antara satu variabel bebas dan satu
variabel terikat. Dengan demikian, analisis korelasi parsial merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi kuat lemahnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat, dimana
variabel bebas lainnya dikontrol atau dianggap berpengaruh (Irianto, 2006).
Korelasi parsal hanya digunakan jika variabel ketiga mempunyai keterkaitan dengan salah satu
variabel yang kita korelasikan. Persamaan yang sering digunakan untuk korelasi parsial adalah:

[r ᵪᵧ –(r xz )(r yz)]


Ρxy.z ¿
[1 – r ² xz 1 – r ² yz ]
(Sudjana, 2005).

ADE MARLEN TELUSSA.2010. PENERAPAN ANALISIS KORELASI PARSIAL UNTUK MENENTUKAN


HUBUNGAN PELAKSANAAN FUNGSI MANAJEMEN KEPEGAWAIAN DENGAN EFEKTIVITAS KERJA
PEGAWAI. FMIPA UNPATTI

file:///C:/Users/lenovo/Downloads/barekeng_2013_7_1_4_telussa.pdf

I. kontingensi

Koefisien kontingensi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel bila skala pengukuranya
berbentuk nominal. Uji korelasi ini mempunyai kaitan erat dengan chi-square yang dipergunakan
untuk menguji komparatif k sampel independen, ini karena dalam koefisien kontingensi digunakan
rumus chi-square (Sugiyono 2003: 100). Koefiesien Kontingensi digunakan untuk menghitung
hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Teknik ini mempunyai kaitan erat dengan
Chi Kuadrat yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen. Oleh karena
itu, rumus yang digunakan mengandung nilai Chi Kuadrat. Rumus koefisien kontingensi yaitu:

X2
C=
√ N + X2
Harga chi kuadrat dicari dengan rumus :

2
r
(OP ij + Eij )2
k
x =∑ ∑
i=l j=l EPij

(Hadi Santoso 2009).


Dalam penggunaan koefisien kontingensi, tidak diperlukan asumsi kontinuitas pengukuran pada
salah satu atau kedua variabel tanda tersebut. Dalam 3 menghitung korelasi menggunakan koefisien
kontingensi, memerlukan tabel kontingensi dan tiap sel harus mempunyai kesamaan sifat yang
tersusun dalam baris-baris dan kolom-kolom. Untuk menganalisa korelasi dan perhitungannya, telah
dikembangkan rumus koefisien kontingensi C (Koefisien Cramer) yang telah dikemukakan oleh
Cramer dan dinotasikan dengan simbol C. Dalam simulasinya, korelasi berdasarkan koefisien
kontingensi C menurut Cramer menggunakan program komputer SPSS (Statistcal Package for Social
Sciences).

Hadi Santoso.2009.ANALISIS KORELASI BERDASARKAN KOEFISIEN KONTINGENSI C MENURUT


CRAMER DAN SIMULASINYA. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

https://lib.unnes.ac.id/785/1/2067.pdf

j.point biserial

Teknik Korelasi poin biserial adalah salah satu teknik yang biasa digunakan untuk mencari
korelasi antara dua variable. Teknik analisis korelasional point biserial ini juga dapat dipergunakan
untuk menguji validitas soal yang telah diajukan dalam tes, dimana skor tes untuk tiap butir soal
dikorelasikan dengan hasil tes untuk tiap butir soal dikorelasikan dengan skor hasil tes secara
totalitas (Sudijono,2008).
Korelasi ini untuk menguji validitas butir tes dengan skor benar 1 dan skorsalah 0. Rumus dari
korelasi point biserial adalah:
M p −M t p
r pbis =
St √ q
r pbis = Koefisien korelasi point-biserial
Mp = Mean gejalan interval kelompok 1
Mt = Mean gejala interval kelompok 2
St = standar deviasi total (kelompok 1 dan 2)
p = proporsi dari kelompok 1
q = 1-p
(Murbangun, 2010).
Purnama.2014.Studi Korelasi.FKIP:UMP

J. Kanonik
Analisis korelasi kanonik merupakan salah satu teknik analisis peubah ganda yang sering digunakan
peneliti ketika menguji hubungan (korelasi) antara beberapa beubah dependen dengan beberapa
peubah independen. Secara matematis didefinisikan hubungan antara sekelompok variabel
dependen (Y1,Y2,…,Yp ) dengan sekelompok variabel independen ( X 1,X2,…,Xq) (Hair et. al, 2010).
Tujuan dari analisis korelasi kanonik adalah mengukur tingkat keeratan hubungan antara
sekelompok peubah dependen dengan sekelompok peubah independen dan menguraikan struktur
hubungan di dalam kelompok peubah dependen maupun dalam kelompok peubah independen. Jika
U adalah indikator yang baru berasal dari kombinasi linear p indikator pertama dan W adalah
indikator baru yang berasal dari kombinasi linear q indikator kedua (Hair, dkk. 1995).
Fungsi utama teknik ini ialah untuk melihat hubungan linieritas antara variabel-variabel terikat
(variabel-variabel dependen) dengan beberapa variabel bebas yang berfungsi sebagai prediktor.
Dalam analisis korelasi kanonik, model persamaan kanonik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y 1 + Y 2 + Y 3 = X1 + X 2 + X3 + X 4
(Sondang, 2012).
Kadek Andrei Prabawa .2017. PENERAPAN ANALISIS KORELASI KANONIK PADA HUBUNGAN
KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH.FMIPA:Universitas Udayana.

2.19.Koefisisen Determinasi
uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.
Klasifikasi koefisien korelasi tanpa memperhatikan arah adalah sebagai berikut:
1. 0 : Tidak ada Korelasi
2. 0 s.d. 0,49 : Korelasi lemah
3. 0,50 : Korelasi moderat
4. 0,51 s.d.0,99 : Korelasi kuat
5. 1,00 : Korelasi sempurna
Kelemahan dari koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap ada penambahan variabel
independen maka R2 pasti akan meningkat tanpa mempedulikan apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, digunakanlah model adjusted R2 . Model adjusted R2 dapat naik atau turun
apabila ada suatu variabel independen yang ditambahkan kedalam model. tujuan
koefisien determinasi (R2 ) pada intinya adalah : “Untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas”. (Ghozali, 2016).
Analisis koefisien determinasi atau disingkat Kd yang diperoleh dengan
mengkuadratkan koefisien korelasinya yaitu:
Kd = r² x 100%
Keterangan: Kd = Koefisien Determinasi r 2 = Koefisien Korelasi Tujuan metode
koefisien determinasi berbeda dengan koefisien korelasi berganda. Pada metode
koefisien determinasi, kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh harga jual
dan biaiya distribusi terhadap volume penjualan (lebih memberikan gambaran fisik
atau keadaan sebenarnya dari kaitan Harga Jual dan Biaya Distribusi Terhadap
Volume Penjualan). (Sugiono, 2015).
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/750/jbptunikompp-gdl-anisahones-37477-10-
unikom_a-i.pdf

2.20.Diagram pencar
1.Linear positif
Diagram pencar ini memiliki hubungan yang saling sejalan/ searah dan membentuk
garis lurus dari persamaan yang didapatkan . Dimana apabila nilai x naik maka nilai y
juga ikut naik.
2.Linear nehatif
Diagram pencar ini memiliki hubungan yang berhubungan dengan kedua
variabelnya. Dimana apabila nilai x meningkat maka nilai y nya menurun. Dan
persamaannya membentuk garis lurus. Oleh karena itu dikatakan diagram pencar
linear negatif.
3.Curve Linear Positif
Diagram pencar hampir sama dengan linear positif hanya saja garis yang dihasilkan
membentuk kurva karena persamaannya kuadrat.
4.Curve Linear Negatif
Diagram pencar ini hamper sama dengan linear negatif, hanya saja garis yang
dihasilkan membentuk kurva karena persamannya dari persamaan kuadrat.
5.Curve Linear
Diagram pencar ini mengambarkan kondisi dimana didapatkan hubungan antara
variabel x dan variabel y yang meningkat namun saat mencapai keadaan maksimum
keduanya mengalami penurunan. Jadi garis yang dihasilkan membentuk kurva
persamaan kuadrat juga.
6.Tak Tentu
Diagram pencar ini menggambarkan seolah-olah tidak ada hubungan antara variabel
x dan y seolah-olah keduanya tidak saling mempengaruhi, karena diagram yang
didapatkan tersebar secara acak dan tidak berpola.
(Iqbal Hasan, 2003).

Anda mungkin juga menyukai