Anda di halaman 1dari 9

REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PADA UBI JALAR

(Ipomoea batatas)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Rekayasa Teknologi Produksi Tanaman
dengan dosen pengampu Kusumiyati, SP, M Agr.Sc., Ph.D, Dr. Rahmat Budiarto, SP., M.Si. &
Muhamad Kadapi, SP., M. Sc. Ph. D.

Disusun Oleh
KELOMPOK 5
Lu’lu’ Mulkiyatul Karim 15051021008
Qari Ilmanudin 150510210026
Dela Safitri 1505102100
Devi Yanti 1505102100
Vina Nur Fadilah 1505102100
Nabila Kania Putri Donyta 1500510210

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2022
PENDAHULUAN

Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat didalam tanah dengan arah
tumbuh ke pusat bumi atau menuju ke air, menjauhi udara dan cahaya. Akar juga membuat
tanaman menjadi kokoh dan merupakan bagian penting tanaman, karena memiliki peranan yang
cukup banyak. Akar berfungsi untuk menyerap air dari dalam tanah, mengangkut air dan zat-zat
makanan ke tempat–tempat pada tubuh tanaman yang memerlukannya. Saat ini sudah banyak
sekali tanaman budidaya yang memanfaatkan organ target akar, contohnya adalah tanaman ubi
jalar.
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman hortikultura yang dimanfaatkan
sebagai bahan pangan. Di Kawasan Timur Indonesia, khususnya Papua dan Papua Barat ubi jalar
(Ipomoea batatas L.) bagi masyarakat dijadikan sebagai makanan pokok. Menurut Sarwono
(2005), produksi ubi jalar Indonesia cenderung stagnan, bahkan menurun. Pada tahun 1985, luas
panen ubi jalar mencapai 265.000 ha dengan produksi 2,16 juta ton. Luas panen tersebut
menurun menjadi 213.000 ha pada tahun 1996 dengan produksi 2 juta ton. Pada tahun 2002, luas
panen ubi jalar berkurang lagi menjadi 177.276 ha dengan produksi 1,77 juta ton. Seiring
berjalanya waktu budidaya ubi jalar di indonesia makin meningkat bahkan, Direktur Aneka
Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementan Amirudin Pohan dalam Webinar Series
episode ke 81 yang diselenggarakan Ditjen Tanaman Pangan melalui zoom dan
youtube.com/propaktani mengatakan, ubi jalar memiliki beberapa prospek yang besar karena
memiliki peluang pengembangan yang besar. “Peluang yang paling besar yakni di pasar ekspor
karena produk asal Indonesia ini banyak diminati negara luar”. Tercatat ekspor ubi jalar
Indonesia sekitar 15 ribu hingga 18 ribu ton per tahun dalam bentuk berbagai makanan olahan
maupun ubi jalar dalam keadaan fresh.
Produksi ubi jalar sebagai komoditas ekspor dan bahan pangan di indonesia harus tetap
dipertahankan kualitas dan kuantitasnya. Penurunan ubi jalar dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah temperatur, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan
angin, keadaan tanah, letak geografi, topografi dan sifat tanah. Dalam mengatasi permasalah
tersebut diperlukan upaya untuk merekayasa produksi ubi jalar agar menghasilkan produksi
dengan kuantitas dan kualitas yang optimal.
REKAYASA TEKNOLOGI PADA TANAMAN UBI JALAR
A. Metode yang digunakan
Melakukan rekayasa teknologi produksi tanaman bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas serta hasil dari Ubi jalar (Ipomoea batatas). Hal yang paling penting adalah
pertimbangan keefektifan teknik rekayasa tersebut. Dalam ubi jalar sendiri terdapat teknik yang
bisa digunakan sebagai berikut salah satunya adalah dengan cara pemangkasan pada bagian
daun, batang, dan cabang pada tajuk. Pemangkasan ini bisa beberapa kali dalam satu musim
tanam, sistem ini dikenal dengan progressive harvesting. Walaupun daun sebagai organ penting
penghasil fotosintesis tapi jika terdapat daun ternaungi karena tajuk terlalu rimbun dapat
menurunkan fungsionalitas daun sebagai tempat melakukan fotosintesis menyebabkan daun
ternaungi akan menerima fotosintat lebih besar dibandingkan dengan menghasilkan produk
berupa fotosintat. Pada akhirnya hal itu akan menghambat pertumbuhan organ target berupa ubi.
Tanaman ubi jalar yang tumbuh di dataran tinggi umumnya memiliki tajuk yang lebih baik dan
produksi yang lebih tinggi, namun lebih lambat dalam panen (Utari, 2017).

Plot percobaan ubi jalar disusun berdasarkan rancangan acak. Perlakuan penelitian terdiri
dari 2 faktor, yaitu kultivar dan pemangkasan. Pada penelitian mengenai pemangkasan ubi jalar
(Ipomoea batatas) menggunakan tiga perlakuan, taitu tanpa pemangkasan (P0), Pemangkasan
pada umur dua bulan (P2), dan pemangkasan pada umur empat bulan (P3) dengan menggunakan
4 kultivar, yaitu Helaleke (H), Musan (M), Wenabuge (W) dan Tabugole (T) sehingga jika
ditotal akan ada 12 perlakuan. Perlakuan pemangkasan yang diberikan berupa pemangkasan
bagian pucuk sepanjang 25-30 cm. Pemilihan waktu pemangkasan didasarkan pada kebiasaan
masyarakat setempat penelitian (Papua) yang melakukan pemanenan pucuk pada umur dua bulan
untuk bahan makanan, maka dari itu diberikan juga perbandingan pemangkasan pada umur 3
bulan dan 4 bulan setelah umbi mulai terbentuk. Selanjutnya panen dilakukan pada umur 4
bulan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini berupa tajuk ubi jalar: panjang batang,
jumlah cabang primer, jumlah daun, berat umbi, dan jumlah umbi. Data diolah menggunakan
bantuan software SAS versi 9.1 pada pengamatan 3 bulan dan 6 bulan setelah tanaman.
B. Hasil dan Pembahasan
Rekayasa teknologi yang dipilih merupakan hasil penelitian dari Jurnal Riset Pusat
Penelitian Biologi - LIPI berjudul Respon Pertumbuhan dan Produksi Empat Kultivar Ubi Jalar
(Ipomea batatas L. Poir) Dataran Tinggi Papua Terhadap Pemangkasan Pucuk
1. Pertumbuhan Empat Kultivar Ubi Jalar

Pertumbuhan panjang batang dan jumlah cabang kultivar Tabugole pada umur 2 BST
lebih aktif dan berbeda, disusul oleh kultivar Musan (Tabel 1), sementara kultivar Helaleke
memiliki pertumbuhan terendah. Pada umur tersebut (2 BST) kultivar Tabugole dan Musan
memproduksi jumlah daun lebih banyak dan berbeda dengan kultivar Helaleke dan Wenabuge.
Keempat kultivar tersebut merupakan hasil perbanyakan stek, yang memiliki genetik seragam
dalam populasinya, karena ditanam pada satu lingkungan yang tidak terlalu luas, maka besar
kemungkinan faktor lingkungan yang diterima sama untuk setiap anggota populasi.

Pada pengamatan 3 bulan setelah dipangkas (Pengamatan 3 BST), keempat kultivar aktif
membentuk tunas baru, yang teramati dari banyaknya cabang baru. Sama seperti tabel 1. Kultivar
Wenabuge dan kultivar Helaleke yang tidak jauh berbeda berada di urutan terbawah. Kedua
kultivar ini secara statistik menghasilkan jumlah cabang yang serupa dengan Kultivar Tabugole
dan Musan. Tetapi secara angka, keduanya memiliki jumlah cabang lebih sedikit dan ukuran
batang lebih pendek. Cabang lebih sedikit dengan ukuran batang per cabang yang pandek
Kulivar Helaleke dan We7nabuge menyebabkan jumlah daun total per tanaman menjadi lebih
sedikit dibandingkan Kultivar Tabugole dan Musan.

Umbi ubi jalar terbentuk setelah dilakukan pemangkasan pada 6 bulan, pertumbuhan
tajuk Kultivar Tubegole tetap paling aktif dibandingkan tiga kultivar lainnya, diikuti kultivar
Musan. Dengan kondisi pertumbuhan tajuk yang tinggi, Kultivar Tubegole menghasilkan umbi
lebih rendah dari Kultivar Musan. Kultivar Helaleke memiliki tingkat produksi paling rendah.
2. Pengaruh Pemangkasan Pada Setiap Kultivar Ubi Jalar

Pada umur 3 bulan, tanaman ubi jalar yang dibudidaya di dataran tinggi masih berada
pada fase juvenile. Pemangkasan pucuk batang sepanjang 20-25 cm tampaknya tidak dapat
dipulihkan kembali oleh tanaman ubi jalar dalam waktu 1 bulan setelah dipangkas, sehingga
batangnya lebih pendek dan jumlah daunnya pada umur 3 bulan semakin berkurang lebih sedikit
dibandingkan dengan kondisi tanaman sebelum dipangkas (Tabel 1).
Masing-masing kultivar memiliki kemampuan tumbuh yang berbeda pasca pemangkasan.
Pengurangan panjang batang terbesar akibat pemangkasan, terjadi pada kultivar Tabugole.
Perbedaan rata-rata panjang batang antara tanaman yang dipangkas (P2) dengan tidak dipangkas
(P0) adalah 165 cm. Nilai tersebut disusul kultivar Winabugi (81 cm), Musan (74 cm), dan
Helaleke (76 cm).
Pada tabel 5 dijelaskan bahwa perlakuan pemangkasan pada tanaman ubi jalar
berpengaruh terhadap berat umbi tetapi tidak dengan jumlah umbinya. Pemangkasan yang mulai
pada umur 2 bulan menghasilkan berat umbi yang normal seperti hasil dari umbi tanpa
pemangkasan, sedangkan pemangkasan yang dilakukan pada umbi umur 4 bulan mempengaruhi
berat umbi yang dihasilkan menjadi menurun karena proses pemulihan luka akibat pemangkasan
dan pembentukan cabang lateral memerlukan energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis
maka jumlah asimilat tidak cukup untuk dikumulatifkan pada umbi sebagai cadangan makanan.
Beberapa penelitian menyebutkan pengaruh pemangkasan terhadap tanaman ubi jalar pada saat
pengisian umbi yaitu terjadinya penurunan produksi umbi akibat dari terjadinya stress pada
tanaman yang disebabkan oleh pemangkasan.
Jumlah asimilat pada kultivar Musan dinilai lebih besar daripada kultivar Tabugole
karena jumlah asimilat pada kultivar Tabugole lebih banyak digunakan pada pertumbuhan
batang dan cabang maka sedikit yang disimpan pada umbi. Namun dibandingkan dengan kultivar
Helaleke dan Wenabuge kemampuan tanaman untuk pulih serta kemampuan mempertahankan
tingkat produksi umbi, kultivar Musan dan Tabugole memiliki performa terbaik dari keempat
kultivar tanaman ubi jalar yang bisa direkomendasikan untuk dibudidayakan dengan tujuan
panennya pucuk dan umbi.

KESIMPULAN
Rekayasa tanaman yang diterapkan pada ubi jalar menggunakan sistem progressive
harvesting atau teknik pemangkasan daun, batang, dan juga cabang tajuk yang dilakukan
beberapa kali dalam satu musim tanam. Pemangkasan yang tepat dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. Akan tetapi data di atas menunjukan perlakuan pemangkasan pada ubi
jalar yang tidak terlalu berpengaruh. Pada berat umbi lebih dipengaruhi oleh varietasnya
dibandingkan dengan perlakuan pemangkasan pada pucuk batang. Pemangkasan 2 BST pada
pucuk batang ubi jalar yang ditanam di wilayah dataran tinggi dapat mengurangi ukuran tajuk
tanaman, akan tetapi pada pertumbuhan dan produksi ubi jalar tidak terpengaruh. Pemangkasan 4
BST jugs tidak disarankan karena dapat menurunkan produksi & pertumbuhan ubi jalar. Kultivar
musan dan tabugole dapat dibudidayakan dengan memanen pucuk dan umbinya, akan tetapi pada
kultivar tabugole pemanenan pucuk paling lambat 2 bulan. Sedangkan pada kultivar Wenabuge
dan Helaleke sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan karena metode pemangkasan yang kurang
tepat sehingga kultivar tersebut mengalami proses pemulihan luka akibat pemangkasan .

DAFTAR PUSTAKA
Soplanit, J. L. (2007). KETERSEDIAAN TEKNOLOGI DAN POTENSI
PENGEMBANGAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI PAPUA. Jurnal
Litbang Pertanian, 26(4).

Wawo, A. H., Lestari, P., & Setyowati, N. (2019). Respon Pertumbuhan dan Produksi
Empat Kultivar Ubi Jalar (Ipomea. Biota, 94-103.

Anda mungkin juga menyukai