ASWAN
17.40201.056
ASWAN
17.40201.056
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Universitas Borneo
Tarakan
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Akhir Skripsi dengan judul
“Pengujian Antioksidan dan Antibakterial Ekstrak Tumbuhan Mangrove dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri” adalah karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Akhir Skripsi ini.
Penulisan ini ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.
Aswan
NPM. 17.40201.056
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui oleh :
Pembimbing
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidahyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Pengujian Antioksidan dan Antibakterial
Ekstrak Tumbuhan Mangrove dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri” sebagai
syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) pada program sarjana Fakultas
Pertanian jurusan Agroteknologi Universitas Borneo Tarakan.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan saudara yang selama ini tak henti-hentinya memberikan
do’a yang tulus serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Dr. Amarullah, SP, MP selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi saya yang selalu memberi motivasi, masukan, dan
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Saat Egra, S. Hut., M. Sc, Ibu Dr. Ir. Eko Harry Pudjiwati, MP, dan
Bapak Abdul Rahim, Ph.D selaku dosen penguji yang dengan sabar telah
mengarahkan dan memberi masukan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi.
4. Bapak/Ibu dosen Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan serta pengalaman yang sangat bermanfaat selama perkuliahan.
5. Teman-teman penelitian Aidil, Ayu Andira, Hana Afiana, Paramita Munita,
dan Tri Erma Wati yang telah banyak membantu selama penelitian
6. Kak Amalia dan kak Habibah yang telah mendampingi dan memberi arahan
selama penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan lokal A2 Agrokteknologi angkatan 2017 yang
telah mendukung dan memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini disusun jauh dari kesempurnaan, maka
sangat diharapkan masukan baik berupa kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak khususnya bidang pertanian. Akhir kata, semoga allah SWT selalu
i
mencurahkan rahmat dan hidayat-Nya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan serta dukungan.
Aswan
NPM. 17.40201.056
v
ABSTRAK
v
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................i
Pernyataan Orisinalitas.........................................................................................ii
Lembar Pengesahan Pembimbing......................................................................iii
Lembar Pengesahan Penguji...............................................................................iv
Kata Pengantar.......................................................................................................v
Abstrak.................................................................................................................vii
Abstract...............................................................................................................viii
Daftar Isi................................................................................................................ix
Daftar Gambar......................................................................................................xi
Daftar Tabel..........................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Landasan Teori...............................................................................................4
2.2 Kerangka Penelitian........................................................................................9
2.3 Hipotesis.........................................................................................................9
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.............................................................10
3.1 Lokasi dan Waktu......................................................................................10
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................10
3.3 Pelaksanaan Penelitian...............................................................................11
3.4 Parameter Pengamatan............................................................................... 15
3.5 Analisis Data..............................................................................................18
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................19
4.1 Hasil.............................................................................................................19
4.2 Pembahasan.................................................................................................28
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................35
4.1 Kesimpulan..................................................................................................35
4.2 Saran............................................................................................................35
v
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................40
LAMPIRAN..........................................................................................................41
i
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
x
1. PENDAHULUAN
1
proses oksidasi dapat menjadi penyebab kerusakan sel yang menimbulkan
berbagai penyakit. Senyawa antioksidan juga memiliki kemampuan untuk
mengikat diri dengan metabolit lain seperti protein, lemak dan karbohidrat lalu
membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga menghambat mutagenesis
dan karsinogenesis. Selain itu senyawa antioksidan berfungsi menghambat reaksi
oksidasi lemak dan bahan pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan,
perubahan nilai gizi, perubahan warna dan rasa, serta kerusakan fisik lain pada
produk pangan karena proses oksidasi (Mulyadi, Tavita, dan Fathul. 2015, h. 135-
136).
Penelitian yang telah dilakukan Mardiansyah, dan S. Bahri, 2016, h. 27-28
melaporkan uji antibakteri tumbuhan mangrove menggunakan etanol dan etil
asetat dengan konsentrasi 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 100 ppm tidak dapat
menghasilkan daya hambat bakteri patogen. Sehingga, bakteri gram negatif dan
positif tidak dapat dihambat oleh tumbuhan mangrove. Begitu juga penelitian
yang dilakukan Ridlo, Pramesti, Koesoemadji, Supriyantini, & Soenardjo. (2017,
h. 115) aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan mangrove terbaik terdapat pada
ekstrak metanol dengan nilai 113,41 ppm dan termasuk antioksidan kategori
sedang atau menengah. Sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
aktivitas dan konsentrasi terbaik ekstrak tumbuhan mangrove sebagai antioksidan
dan antibakterial.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak tumbuhan mangrove yang digunakan memiliki aktivitas
sebagai antibakterial dan antioksidan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui ekstrak tumbuhan mangrove yang digunakan memiliki potensi
sebagai antibakterial dan antioksidan
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Menambah pengetahuan tentang kemampuan tumbuhan mangrove dalam
menghambat pertumbuhan R. solanacaerum, S. sobrinus dan memiliki
aktivitas sebagai antioksidan.
2
1.4.2 Sebagai referensi bahwa ekstrak tumbuhan mangrove dapat menghambat
pertumbuhan R. solanacaerum, S. sobrinus dan juga memiliki aktivitas
sebagai antoksidan.
1.4.3 Sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pestisida
nabati dan juga dapat menciptakan produk berbahan herbal untuk kesehatan.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
4
mangrove merupakan salah satu tumbuhan pesisir yang memiliki kandungan
metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tumbuhan mangrove
diketahui memiliki manfaat yang sangat banyak. Kandungan metabolit sekunder
yang dimiliki tumbuhan mangrove memiliki kemampuan sebagai bahan
antimikroba, antimalaria, antikanker, antioksidan dan lain-lain (Sari, & Hasibuan.
2017b, h. 114).
2.1.1.1 Bakau Minyak (Rhizophora apiculata Blume)
Klasifikasi tumbuhan bakau Rhizophora apiculata adalah sebagai
berikut: Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora Gambar 1. Rhizophora apiculata
apicula
Bakau minyak (Rhizophora apiculata Blume.) adalah salah satu spesies
dari famili Rhizophoraceae dimana bakau minyak merupakan salah satu spesies
terpenting di dalam ekosistem hutan mangrove. R. apiculata memiliki kayu yang
sangat keras, cepat tumbuh, mempunyai akar nafas, jenis daun oposit, dan tinggi
mencapai 15 meter. R. apiculata mempunyai jenis bibit vivipar dimana
permukaan bawah daunnya berwarna hijau kekuningan. Salah satu ciri khas dari
R. apiculata yang berbeda dari jenis bakau lainnya ialah daunnya yang cenderung
lebih kecil (Mustika, Rusdiana, & Sukendro. 2014, h. 108-109).
2.1.1.2 Bakau Panggang (R. mucronata)
Klasifikasi tumbuhan bakau (Rhizophora mucronata) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Mytales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rizhophora
Spesies : Rizhophora Gambar 2. Rhizophora mucronata
mucronata
5
Bakau Panggang (R. mucronata) memiliki tinggi dapat mencapai 20m, kulit
batang kasar, berwarna abu-abu kehitaman. Daun: bentuk elip sampai bulat
panjang, ukuran 10- 16cm, ujung meruncing dengan duri (mucronatus),
permukaan bawah tulang daun berwarna kehijauan, berbintik-bintik hitam tidak
merata. Karangan bunga: tersusun atas 4-8 bunga tunggal, kelopak 4, warna
kuning gading, mahkota 4, berambut pada bagian pinggir dan belakang, benang
sari 8. tangkai putik panjang 1–2mm dengan ujung berbelah dua. Buah: bentuk
mirip jambu air, ukuran 2-2,3cm, warna hijau kekuningan, hipokotil silindris
berdiameter 2-2,5 cm, panjang dapat mencapai 90 cm, dengan permukaan
berbintik-bintik, warna hijau kekuningan. Akar: tunjang. Habitat: tanah berlumpur
dalam dan sedikit berpasir (Noor. 2012a, h. 38).
2.1.1.3 Kayu Merah (C. tagal)
Klasifikasi tumbuhan bakau (C. tagal) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Spesies : Ceriops tagal (Perr.) C.B. Rob.
Gambar 3. Ceriops tagal
6
2.1.2 Bakteri R. solanacaerum
R. solanacearum penyebab penyakit layu bakteri yang sebelumnya dikenal
Pseudomonas solanacearum. Bakteri ini merupakan patogen tular tanah dan air
yang bersifat nonfluoresens dari famili Ralstoniaceae. Ralstonia solanacearum
merupakan patogen yang memiliki kisaran inang luas lebih dari 200 spesies dari
53 famili yang berbeda. R. solanacearum memiliki efek mematikan pada sejumlah
tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Gejala awal yang ditimbulkan oleh
serangan bakteri ini ialah layu pada beberapa daun muda, daun-daun tua
menguning, dan batang tanaman sakit cenderung lebih banyak membentuk akar
adventif sampai setinggi bunga (Setyari, Aini, & Abadi. 2013a, h. 81).
Gejala serangan R. solanacearum secara umum ialah tanaman seperti
kekurangan air, daun muda pada pucuk tanaman menjadi layu, dan daun-daun tua
atau daundaun di bagian bawah menguning. Hal ini karena bakteri menyerang
pembuluh xilem. Hancurnya sel-sel tanaman tersebut karena bakteri
mengeluarkan enzim penghancur dinding sel tanaman yang mengandung selulosa
dan pektin yang dikenal dengan nama enzim selulase dan pektinase. Akibat dari
serangan ini, proses translokasi air dan nutrisi menjadi terganggu, sehingga
tanaman menjadi layu dan mati. Bakteri R. solanacearum umumnya masuk ke
dalam jaringan tanaman inang melalui luka yang terjadi pada waktu bercocok
tanam melalui lubang-lubang alami (lentisel), melalui perakaran sekunder, melalui
akar yang luka akibat tusukan nematoda. Setelah masuk ke tanaman bergerak
secara sistemik mengikuti aliran cairan dalam pembuluh xylem ke bagian tanaman
lain (Setyari, Aini, & Abadi. 2013b, h. 82).
2.1.3 Bakteri S. Sobrinus
Streptococcus sobrinus merupakan bakteri gram positif, berbentuk bulat,
yang bersifat non motil. Bakteri ini sering kali diisolasi dari lesi karies, individu
dengan konsentrasi S. sobrinus dalam air liur (saliva) yang tinggi akan didapatkan
lesi karies yang lebih banyak bila dibandingkan individu dengan konsentrasi yang
rendah. Ada faktor virulensi S. sobrinus yang berperan penting dalam patogenesis
karies yang dimana kemampuan bakteri ini dalam menghasilkan asam asidogenik
dan kemampuannya untuk dapat tetap berkembang biak dalam suasana asam
asidurik. Asam yang akan dihasilkan oleh S. sobrinus dapat menyebabkan
7
demineralisasi email gigi, sehingga terbentuk lesi karies. Selain itu, bakteri ini
mampu memproduksi glukosiltransferase. Glukosiltransferase merupakan enzim
yang berperan sebagai katalisator sintesis glukan dari sukrosa. Glukan berperan
penting dalam perlekatan dan kolonisasi bakteri pada permukaan gigi sehingga
terbentuk plak. Kontrol pertumbuhan bakteri kariogenik termasuk S. sobrinus dan
faktor virulensinya dalam rongga mulut merupakan salah satu tahap penting
dalam upaya pencegahan karies (Haniastuti & Asih. 2013, h. 325).
2.1.4 Antimikroba
Antimikroba adalah zat yang digunakan untuk menggangu pertumbuhan
bahkan mematikan bakteri khususnya bakteri yang merugikan manusia dengan
cara menggangu metabolisme mikroba. Obat antimikroba mempunyai sifat
toksisitas selektif yang artinya obat antimikroba yang digunakan tidak
membahayakan inang tetapi bersifat toksik untuk bakteri. Berdasarkan sifat
toksisitasnya, antimikroba yang bersifat menghambat bakteri disebut sebagai
aktivitas bakteriostatik sedangkan yang bersifat membunuh bakteri disebut
sebagai bakterisid (Adriyanto. 2012. h. 13).
Antimikroba merupakan suatu zat atau komponen yang memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. (Zheng, Bae, Jung, Heu,
Lee. 2013, h. 666). Penelitian terhadap aktivitas suatu senyawa ekstrak tumbuhan
sebagai antimikroba merupakan suatu langkah awal untuk mengetahui kegunaan
senyawa tersebut. Adanya senyawa aktif antimikroba di bidang kesehatan
merupakan informasi penting untuk penanggulangan suatu penyakit yang
disebabkan oleh mikroba (Dwijendra, Defny, & Frenly. 2014, h. 1-2).
2.1.5 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,
mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam kosentrasi yang
kecil tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Oksidasi adalah reaksi kimia yang dapat
menghasilkan radikal bebas sehingga memicu reaksi berantai (chain reaction).
Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit
degeneratif seperti kanker, aterosklerosis, stroke, gagal ginjal, hipertensi, katarak,
8
penuaan dini dan penyakit kronik lainnya (Ridlo, Pramesti, Koesoemadji,
Supriyantini, & Soenardjo. 2017, h. 111).
Radikal bebas merupakan atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan. Radikal bebas dapat dijumpai pada lingkungan,seperti
asap rokok, obat, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan lain-lain (Ridho,
2013, h.1). Menurut (Vanselow 2007, h. 2081). Radikal bebas yang biasa
digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkapan radikal bebas
adalah 1,1difenil-2-pikrihidazil (DPPH). DPPH merupakan senyawa radikal bebas
yang stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan
radikal bebas. Nilai absorbansi DPPH berkisar antara 515-520 nm.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
R. Solanacearum S. Sobrinus Penyebab Karies Gigi
Penyebab Layu Tanaman
Diduga ekstrak tumbuhan mangrove dapat menghambat pertumbuhan R.
Solanacearum penyebab penyakit layu tanaman, S. sobrinus dan memiliki
aktivitas sebagai antioksidan.
9
3. METODOLOGI PENELITIAN
1
volume sampel telah sampai 1000 μl (1 ml). Pengujian dilakukan pada konsentrasi
tunggal yaitu 100 ppm.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Persiapan alat dan bahan
Dilakukan pembelian alat dan pembersihan alat, pengumpulan sampel
penelitian dengan cara pengambilan langsung di lapangan. Kriteria tumbuhan
mangrove yang dijadikan sampel pada penelitian ini yaitu tumbuhan mangrove
yang ada di Kota Tarakan, kemudian merupakan tumbuhan yang sehat dalam hal
ini yang tidak terserang organisme pengganggu dengan ditandai bagian daun
tanaman lengkap, warna daun seragam yaitu hijau segar, jika ada daun yang
berwarna kuning dan rusak sebaiknya tidak dijadikan sampel, dan juga umur
tumbuhan mangrove tersebut harus seragam dengan melihat ukuran
pertumbuhannya.
3.3.2 Persiapan Sampel Penelitian
3.3.2.1 Pembersihan
Sampel dibersihkan dengan cara mencuci seluruh bagian tumbuhan
mangrove tersebut dengan air bersih hingga bersih dari seluruh kotoran. Bagian
tumbuhan mangrove yang telah bersih lalu dipisahkan antara bagian batang, kulit
batang, dan daun menggunakan pisau.
3.3.2.2 Pengeringan
Sampel yang telah bersih dan dipisahkan setiap bagiannya dilakukan
pencacahan. Daun digunting menjadi bagian kecil, kemudian kulit batang
tumbuhan mangrove dipisahkan daring batangnya, dan kemudian batang
tumbuhan mangrove tersebut dipotong hingga menjadi potongan-potongan kecil
untuk memudahkan proses pengeringan. Sampel lalu diletakkan pada kertas koran
secara merata dan disusun pada rak pengeringan. Pemberian label sesuai nama
dan bagian tumbuhan mangrove tersebut. Pengeringan dilakukan pada suhu
ruangan tanpa terkena matahari langsung selama 2 minggu hingga sampel benar-
benar kering.
3.3.2.3 Penghalusan dan Penimbangan Sampel
Sampel yang telah kering dilakukan penghalusan dengan menggunakan
blander. Setiap pergantian penghalusan sampel jenis tumbuhan mangrove yang
1
berbeda, blender dibersihkan dengan cara pencucian dan dikeringkan dengan kain
lap bersih. Setelah dihaluskan sampel ditimbang dan ditempatkan pada kantong
plastik, terakhir diberi label sesuai jenis dan bagian tumbuhan mangrove tersebut.
3.3.3 Ekstraksi
Bagian sampel yg akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun, kulit
batang, batang dengan menggunakan 3 pelarut heksan, etil asetat, dan metanol.
Proses ekstraksi dilakukan menggunakan maserasi suksesif dan eksplorasi
bertingkat dengan perendaman dilakukan selama 2 hari pada setiap larutan. Setiap
pergantian larutan sampel ditunggu selama 30 menit untuk kemudian di rendam
lagi menggunakan larutan selanjutnya. Selama proses maserasi dilakukan
pengadukan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari.
Larutan sampel yang telah disaring ke dalam botol kaca ditutup
menggunakan allumunium foil lalu di balut menggunakan plastik wrap. Lalu
diberi lubang untuk mempercepat proses penguapan larutan yang dimasukkan ke
dalam oven pada suhu konstan 34 oC. Setelah sampel di oven dipindahkan
kedalam botol 5 ml yang telah ditimbang sebelumnya. Pindahkan larutan sampel
menggunakan pipet 10 ml lalu ditutup dengan alumunium foil kemudian dibalut
dengan plastik wrap lalu diberi lubang pada tutupan. Setelah itu dimasukkan
kembali kedalam oven tunggu hingga mengering.
3.3.4 Pengujian Antibakterial
Pengujian antimikroba menggunakan metode difusi agar sumuran.
Konsentrasi ekstrak 2000, 1000, 500 ppm sesuai penelitian yang dilakukan Astuti
(2013, h. 26). Kontrol positif yaitu Chloramphenicol dan kontrol negatif yaitu
etanol 40%. Aktivitas antimikroba ditentukan berdasarkan persentase daya
hambat relatif terhadap kontrol positif. Indeks aktivitas diukur dalam zona
hambatan sampel dibagi zona hambat kontrol positif (mm). Langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan Media Kultur Bakteri
Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan media pertumbuhan bakteri
adalah nutrient agar. Media pertumbuhan bakteri dibuat dengan cara mencampur
20 g nutrient agar dan aquades 1000 ml dan dididihkan sampai melarut sempurna,
1
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer untuk disterilisasi dengan autoclave pada
suhu 121ºC selama 20 menit (Thiel, 1999).
2. Penyiapan Inokulum Bakteri
Biakan bakteri dari strain utama terlebih dahulu diremajakan dengan
menginokulasi bakteri pada media nutrient agar miring, kemudian diinkubasikan
selama 24 jam. Bakteri uji yang telah diinokulasi diambil dengan spatula lalu
disuspensikan ke dalam gelas beaker yang berisi aquades diaduk hingga homogen.
Kerapatan bakteri diukur menggunakan sprektofotometer dengan kerapatan 70-
75% dalam panjang gelombang 600 nm.
3. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Kontrol positif dibuat dengan menimbang 1 mg Chloramphenicol lalu
dilarutkan dalam aquades hingga mencapai konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya
diencerkan dengan mengambil 100 ppm dari 1000 ppm Chloramphenico,
pindahkan ke mikrotub yang kedua, ditambahkan aquades sebanyak 900 ppm dan
dihomogenkan.
4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji
Konsentrasi larutan uji dibuat dengan menimbang sebanyak 2 mg masing-
masing sampel uji dari ekstrak kasar setiap filtrat I, filtrat II, dan filtrat III ke
dalam mikrotub berbeda. Sampel yang telah ditimbang dibuat konsentrasinya
dengan menambahkan pelarut berupa etanol 40% hingga mencapai konsentrasi
2000 ppm dan dihomogenkan. Selanjutnya konsentrasinya diturunkan dengan
mengambil 0,5 ml dari 2000 ppm pindahkan ke mikrotub kedua lalu ditambahkan
etanol 40% untuk konsentrasi 1000 ppm. Konsentrasi 500 ppm dibuat dengan
memindahkan 0,5 ml dari 1000 ppm ke mikrotub ketiga, ditambahkan etanol 40%
lalu dihomogenkan.
5. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode yang telah
dilaporkan Kuspradini, Susanto, Ritmaleni, & Mitsunaga (2012a, h. 80-86) yaitu
difusi agar sumuran. Dalam pengujian ini sebanyak 20 ml media NA dituangkan
ke dalam petridish yang sudah disterilkan selama 15 menit dengan temperatur
121ºC dalam autoklaf. Setelah itu pada keadaan aseptik (dalam laminar air flow)
biarkan media memadat, kemudian suspensi bakteri dituang sebanyak 20 µl
1
diratakan dengan menggunakan batang kaca L dan biarkan mengering selama ±
10 menit. Selanjutnya ekstrak tanaman diuji dengan konsentrasi 2000 ppm, 1000
ppm, dan 500 ppm untuk mengetahui efektivitas peningkatan konsentrasi pada
penghambatan terhadap mikroba. Kontrol positif yang digunakan adalah
Chloramphenicol dengan dosis 100 ppm dan kontrol negatif yang digunakan
adalah etanol 40%.
1
dengan menggunakan spektrofotometer. Pengujian dilakukan menggunakan
konsentrasi tunggal yaitu 100 ppm. Digunakan Vitamin C digunakan sebagai
kontrol positif dengan konsentrasi 10 ppm dan sebagai pembanding. Penggunaan
vitamin C karena senyawa ini telah dikenal sebagai salah satu antioksidan alami
yang efektif.
3.4 Parameter Pengamatan
3.4.1 Persentase Rendemen
Ekstrak tumbuhan mangrove yang dihasilkan dilakukan penimbangan untuk
menghitung rendemen dengan rumus (Sani, dkk. 2014, H. 121-126) yaitu:
1
3.4.2.5 Uji Saponin
Ekstrak secukupnya dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan
aquades panas 3 ml lalu dilakukan pengocokan selama 30 detik. Terbentuknya
busa kurang lebih 1 cm menunjukkan positif adanya saponin.
3.4.2.6 Uji Tanin
Ekstrak secukupnya ditambahkan aquades panas 3 tetes dan 2 tetes FeCl3
1%. Perubahan warna menjadi coklat kehijauan atau kebiruan menunjukkan hasil
positif tannin.
3.4.3 Persentase Antibakteri
Aktivitas antimikroba ditentukan berdasarkan persentase daya hambat
relatif terhadap kontrol positif menggunakan persamaan (Jones, dkk. 2000, H.
191-198):
Keterangan:
x = Diameter penghambatan pada contoh uji yang mengandung ekstrak (mm)
y = Diameter penghambatan kontrol positif (mm)
Aktifitas antimikroba ditandai dengan adanya zona hambat di sekitar
sumuran yang mengandung ekstrak (Kuspradini, dkk. 2012, Hal. 84).
3.4.3 Persentase Antioksidan
Metode uji antioksidan yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan
metode (Arung, Kusuma, Kim, Shimizu dan Kondo, 2012, h.77-80)
3.4.3.1 Penyiapan sampel uji
1. Timbang masing-masing ekstrak dan vitamin C sebanyak 3 mg dalam
microtube (konsentrasi 100 ppm)
2. Lalu tambahkan DMSO sebanyak 1 ml/1000 µl dan homogenkan
3.4.3.2 Pembuatan larutan DPPH
1. DPPH ditimbang sebanyak 2,7 mg
2. Tambahkan Etanol sebanyak 100 ml hingga homogen
3. Apabila larutan masih berwarna Ungu pekat, tambahkan 10 ml Etanol
hingga larutan berwarna Ungu muda
1
3.4.3.3 Pengujian antioksidan ekstrak etanol terhadap DPPH
1. Masukkan ekstrak sampel sebanyak 33 µl kedalam tabung uji, kemudian
ditambahkan etanol sebanyak 467 µl lalu homogenkan
2. Masukkan DPPH sebanyak 500 µl. Pencampuran dicukupkan apabila
volume sampel telah sampai 1000 µl (1 ml)
Untuk kontrol positif (vitamin C) : Masukkan larutan vitamin C
sebanyak 33 µl kedalam tabung uji, kemudian ditambahkan etanol
sebanyak 467 µl lalu homogenkan. Masukkan DPPH sebanyak 500 µl.
Pencampuran dicukupkan apabila volume sampel telah sampai 1000 µl
(1 ml)
Untuk kontrol negatif : Masukkan DMSO sebanyak 33 µl kedalam
tabung uji, kemudian ditambahkan etanol sebanyak 467 µl lalu
homogenkan. Masukkan DPPH sebanyak 500 µl. Pencampuran
dicukupkan apabila volume sampel telah sampai 1000 µl (1 ml)
Untuk Blank pengujian : Masukkan DMSO sebanyak 33 µl kedalam
tabung uji, kemudian ditambahkan etanol sebanyak 967 µl lalu
homogenkan.
3. Sampel di inkubasi selama 20 menit dalam ruangan yang minim cahaya
4. Vitamin C digunakan sebagai kontrol positif dan sebagai pembanding
5. Aktivitas antioksidan ditentukan melalui dekolorisasi warna dari DPPH
menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm.
1
Aktivitas antioksidan ditentukan berdasarkan presentase reduksi dari
penyerapan DPPH dengan rumus (Dewi T, dkk 2016, H. 1693-4393) yaitu:
Keterangan:
% Antioksidan = AC – A x 100 %
AC = Nilai absorbansi kontrol A
C
A = Nilai absorbansi sampel
3.5 Analisis Data
Dalam penelitian ini data dianalisa dengan mengunakan metode analisis
deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Untuk mendapatkan gambaran tentang
efektivitas ekstrak tumbuhan mangrove yang berasal dari Kota Tarakan terhadap
daya hambat pertumbuhan bakteri penyebab layu tanaman. Hasil Pengamatan
dalam bentuk data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan perhitungan diolah
dalam bentuk tabulasi yang berbentuk tabel.
1
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Uji aktivitas antibakteri dan Uji antioksidan ekstrak tumbuhan mangrove
kayu merah (Ceriosp tagal), bakau Minyak (Rhizophora apiculata), bakau
panggang (Rhizophora mucronata). Parameter yang diamati dalam penelitian ini
yaitu persentase rendemen (%), persentase antibakterial (%), dan presentase
antioksidan (%).
4.1.1 Persentase Randemen
Rendemen merupakan persentase pada bagian yang dapat diekstrak dari
bahan mentah yang di dapatkan dari perbandingan berat awal dengan berat
akhirnya sehingga dapat diketahui banyaknya kehilangan pada proses pengolahan
(Malangngi, Sangi, dan Paendong, 2012, h. 7-8). Proses ekstraksi Masing-masing
sampel dilakukan menggunakan metode maserasi. Hasil perhitungan randemen
dapat dilihat pada tabel 2.
1
Tabel 2. Perhitungan Randemen
Bobot
Jenis Bobot Simplisia Randemen
Sampel Bagian Ekstrak
Pelarut (gr) (%)
(gr)
Dari hasil randemen menunjukkan bahwa jumlah ekstrak dari C. tagal daun
tertinggi pada pelarut metanol (6.5%), ekstrak dari kulit C. tagal tertinggi pada
pelarut metanol (13.09%), dan ekstrak dari batang C. tagal tertinggi pada pelarut
metanol (0.28%). Jumlah ekstrak dari daun R. mucronata tertinggi pada pelarut
Metanol (10.89%), ekstrak dari R. mucronata kulit tertinggi pada pelarut metanol
(2.56%), dan ekstrak dari R. mucronata batang tertinggi pada pelarut metanol
(0.46%).
2
Jumlah ekstrak dari R. apiculata daun tertinggi pada pelarut metanol
(5.08%), ekstrak dari R. apiculata kulit tertinggi pada pelarut metanol (3.59%),
dan ekstrak dari R. apiculata batang tertinggi pada pelarut metanol (1.10%).
4.1.2 Uji Fitokimia
Tabel 3. Pengujian Fitokimia
Alkoloid
Sampel Bagian Pelarut Steroid saponin tannin fenol Flavonoid
Wagner Mayer Dragondorf
Hekan + - - +++ - - - -
Daun Etil asetat + - - +++ - - - -
Metanol + - - + + ++ ++ -
Seriops Hekan + - - - - - - -
Kulit Etil asetat - - - - - - - -
Tagal Metanol +++ - ++ - +++ +++ - +
Hekan + + - - - - - -
Batang Etil asetat + - - - - - - -
Metanol + - - - - + +++ +
Hekan + - - + - - - -
Daun Etil asetat + - - +++ + - - -
Metanol ++ - + +++ + +++ +++ -
R. Hekan + + - - - - - -
Kulit
Mucronata Etil asetat + - - - + +++ +++ -
Metanol + - - - - + ++ +
Hekan - - - + - - - -
Batang Etil asetat + - - + - - - -
Metanol + - - - - +++ +++ +++
Hekan - - - +++ - - - -
Daun Etil asetat - - - +++ - - - -
Metanol ++ + - + + - ++ -
R. Hekan - + - + - - - -
Kulit
Apiculata Etil asetat + - - +++ + - + -
Metanol + - ++ + + +++ + ++
Hekan + + - - + - - -
Batang Etil asetat + - - - - - - -
Metanol + - - +++ - - +++ -
Keterangan :
- = Tidak ada
+ = Lemah
++ = Sedang
+++ = Kuat
Dari dasil uji fitokimia yang dilakukan terdapat bahwa ekstrak dari C. Tagal
bagian daun memiliki kandungan steroid yang kuat, sedangkan kandungan
2
alkaloid, saponin, tannin, fenol dan flavonoid cenderung lemah. Pada bagian kulit
memiliki kandungan alkaloid, steroid saponin, tannin, fenol dan flavonoid
cenderung lemah, begitu juga pada bagian batang kandungan alkaloid, saponin,
tannin, fenol dan flavonoid cenderung lemah.
Ekstrak dari R. mucronata bagian daun memiliki kandungan steroid yang
kuat, sedangkan kandungan alkaloid, saponin, tannin, fenol dan flavonoid
cenderung lemah. Pada bagian kulit memiliki kandungan tannin dan fenol yang
kuat, sedangkan kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid cenderung
lemah. Pada bagian batang memiliki kandungan alkaloid, steroid saponin, tannin,
fenol dan flavonoid cenderung lemah.
Ekstrak dari R. apiculata bagian daun memiliki kandungan steroid yang
kuat, sedangkan kandungan alkaloid, saponin, tannin, fenol dan flavonoid
cenderung lemah. Pada bagian kulit juga memiliki kandungan steroid yang kuat,
sedangkan kandungan alkaloid, saponin, tannin, fenol dan flavonoid cenderung
lemah. Pada bagian batang memiliki kandungan alkaloid, steroid saponin, tannin,
fenol dan flavonoid cenderung lemah.
2
4.1.3 Antibakterial
Tabel 4. Persentase Penghambatan Tumbuhan Mangrove terhadap R.
solanacearum
Sampel bagian Pelarut Persentase Penghambatan (%)
2000 1000 500
C. tagal Daun Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
C. tagal Kulit Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
C. tagal Batang Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Mucronata Daun Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Mucronata Kulit Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Mucronata Batang Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Apiculata Daun Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Apiculata Kulit Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Apiculata Batang Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
2
Tabel 5. Persentase Penghambatan Tumbuhan Mangrove terhadap S.
sobrinus
Sampel bagian Pelarut Persentase Penghambatan (%)
2000 1000 500
C. tagal Daun Heksan - - -
Etil Asetat 47% 36% 31%
Metanol - - -
C. tagal Kulit Heksan 36% 31% -
Etil Asetat 36% 31% 31%
Metanol 43% - -
C. tagal Batang Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - -
R. Mucronata Daun Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Mucronata Kulit Heksan - - -
Etil Asetat 42% 31% 31%
Metanol - - -
R. Mucronata Batang Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol 42% 42% -
R. Apiculata Daun Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Apiculata Kulit Heksan - - -
Etil Asetat - - -
Metanol - - -
R. Apiculata Batang Heksan - - -
Etil Asetat 32% - -
Metanol - - -
2
dan 31%. Ekstrak metanol kulit memiliki daya hambat terhadap bakteri S.
sobrinus pada konsentrasi 2000 ppm dengan persentase hambatan 43%.
Persentase penghambatan menunjukkan bahwah ekstrak R. mucronata
bagian daun tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri S. sobrinus. Ekstrak etil
asetat kulit memiliki daya hambat terhadap bakteri S. sobrinus pada konsentrasi
2000 ppm, 1000 ppm, dan 500 ppm dengan persentase daya hambat masing-
masing 42%, 31%, dan 31%. Ekstrak metanol batang memiliki daya hambat
terhadap bakteri S. sobrinus pada konsentrasi 2000 ppm dan 1000 ppm dengan
persentase hambatan masing-masing 42%.
Persentase penghambatan menunjukkan bahwah ekstrak daun dan kulit R.
apiculata tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri S. sobrinus, sedangkan
pada ekstrak etil asetat batang dapat menghabat bakteri S. sobrinus pada
konsentrasi 2000 ppm dengan persentase hambatan sebesar 32%.
4.1.4 Antioksidan
Antioksidan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada
temperature ruangan (25⁰C) dengan panjang gelombang 517 nm dan
menggunakan larutan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Hasil uji
antioksidan dapat dilihat pada table berikut :
2
Tabel 6. Persentase Penghambatan Radikal Bebas dengan konsentrasi 100
ppm
Sampel Penghambatan %
Vit. C (+) 94.51
C.T daun hexan 3.87
C.T daun etil 65.96
C.T daun methanol 91.02
C.T kulit hexan 29.68
C.T kulit methanol 72.44
C.T kulit etil 82.42
C.T batang Hexan 53.74
C.T batang etil 85.66
C.T batang methanol 77.68
R.M daun hexan 31.67
R.M daun etil 72.69
R.M daun methanol 63.34
R.M kulit hexan 13.22
R.M kulit etil 87.28
R.M kulit methanol 70.45
R.M batang hexan 40.27
R.M batang etil 61.60
R.M batang methanol 85.91
R.A daun hexan 22.82
R.A daun etil 47.01
R.A daun methanol 37.66
R.A kulit hexan 49.25
R.A kulit etil 87.16
R.A kulit methanol 68.08
R.A batang hexan 61.10
R.A batang etil 60.72
R.A batang methanol 78.18
2
Gambar 5. Pengukuran Penghambatan Radikal Bebas
2
Hasil aktivitas uji antioksidan pada ekstrak metanol daun C. tagal tertinggi
pada konsentrasi 100 ppm dengan nilai persentase hambat sebesar 91.02%. Pada
ekstrak etil kulit tertinggi pada konsentrasi 100 ppm dengan persentase hambatan
sebesar 82.42%. Dan pada ekstrak etil batang tertinggi dengan konsentrasi 100
ppm dengan nilai hambatan sebasar 85.66%.
Hasil uji antioksidan pada ekstrak etil daun R. mucronata tertinggi pada
konsentrasi 100 ppm dengan persentase hambatan sebesar 72.69%. Pada ekstrak
etil kulit persentase hambatan tertinggi sebesar 87.28%. Dan pada ekstrak metanol
batang tpersentase hambatan tertinggi sebesar 85.91%.
Sedangkan hasil uji antioksidan tertinggi pada ekstrak etil daun R. apiculata
tertinggi pada konsentrasi 100 ppm dengan persentase hambatan sebesar 47.01%.
Pada ekstrak etil kulit tertinggi dengan persentase hambatan sebesar 87.16%. Dan
pada ekstrak methanol batang tertinggi dengan persentase hambatan sebesar
78.18%.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Rendemen
Perhitungan persentase rendemen bertujuan untuk mengetahui berapa
jumlah simplisia yang diperlukan untuk ekstraksi agar diperoleh sejumlah ekstrak
yang diinginkan. Penentuan rendemen juga berfungsi untuk mengetahui kadar
metabolit sekunder yang terbawa oleh pelarut yang digunakan (Ukieyanna, 2012,
h. 87). Menurut Febrina, Rusli, dan Muflihah, 2015, h. 79-80 Metode ekstraksi
yang digunakan merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi rendemen
suatu ekstrak. Ekstraksi menggunakan pelarut terdiri dari cara dingin, meliputi
maserasi, perkolasi dan cara panas meliputi refluks, soxhletasi, infus, dekoh, dan
digesti. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi. Maserasi
dilakukan dengan merendam simplisia menggunakan pelarut dengan pengadukan
pada suhu ruang. Metode maserasi dipilih sebagai proses ekstraksi karena metode
ini merupakan metode ekstraksi cara dingin, sehingga dapat mencegah terurainya
metabolit yang tidak tahan dengan pemanasan.
Ekstraksi dilakukan menggunakan tiga pelarut yaitu heksan, etil asetat, dan
metanol. Menurut Maulida dan Zulkarnaen, 2010, h. 1. Heksan merupakan jenis
pelarut nonpolar sehingga heksan dapat melarutkan senyawa-senyawa bersifat
2
non-polar. Menurut Romandanu, Siti, Rachmawati, dan Shanti, 2014, h. 1. Etil
asetat merupakan pelarut semi polar dan dapat melarutkan senyawa semi polar
pada dinding sel. Menurut Kusumaningtyas, Widiati, dan Gholib, 2008, h. 4.
Metanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan senyawa-senyawa yang
bersifat polar seperti golongan fenol.
Dari hasil perhitungan nilai randemen dapat diketahui bahwa jumlah ekstrak
metanol lebih besar dibandingkan dengan ekstrak heksan dan etil asetat dari
keseluruhan sampel tumbuhan mangrove yang digunakan. Hal ini diduga semakin
tinggi nilai randemen yang dihasilkan maka jumlah ekstark yang dihasilkan
semakin banyak. Selain itu juga dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan,
semakin polar suatu pelarut maka akan semakin banyak senyawa yang akan
terestrak.
4.2.2 Fitokimia
Pengujian fitokimia ini dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa
flavonoid (Mg+HCl pekat), fenol (FeCl3), alkaloid (pereaksi Mayer, Wagner dan
Dragendorf), tanin (gelatin), saponin (uji busa), steroid atau terpenoid (H2SO4
pekat+asetat anhidrat) pada ekstrak Ceriops tagal, Rizophora mucronata,
Rizophora apiculata. Hasil pengujian fitokimia tersebut pada ditampilkan pada
Tabel 8.
Salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan
di dalam jaringan tanaman adalah senyawa golongan flavonoid. Menurut
(Latifah, 2015, h. 59-60) flavonoid memiliki kemampuan menghentikan tahap
awal reaksi, oleh karena itu flavonoid dapat menghambat peroksidasi lipid,
menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat beberapa enzim.
(Setianingrum 2016, h.10).
Menurut (Setianingrum 2016, h.13) fenol merupakan senyawa metabolit
sekunder yang terdapat dalam suatu organisme berfungsi sebagai mencegah
terjadinya kerusakan atau menurunnya kemampuan bertahan hidup suatu
organisme. Gugus hidroksil dari fenol mampu menangkap radikal bebas, mampu
meredam sifat radikal senyawa oksigen reaktif seperti superoksida, radikal
peroksida, radikal hidroksil dan feroksinitrit. Senyawa fenolat diketahui sebagai
senyawa pelindung tumbuhan dari herbivora dan fungsi utama sebagian besar
2
senyawa fenolat adalah melindungi tumbuhan dari kerusakan akibat cahaya yang
berlebihan dengan bertindak sebagai antioksidan, dan levelnya bervariasi sesuai
dengan kondisi (Paputungan, Wonggo, Kaseger, 2017, h. 193).
Alkoloid merupakan golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di
alam, hamper semua senyawa organik berasal dari tumbuhan.alkoloid
mengandung paling sedikit 1 atom nitrogen yang biasanya bersifat basah dan
dalam sebagaian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik (Setianingrum 2016, h.15). Alkaloid mempunyai manfaat dalam
bidang kesehatan antara lain adalah memicu sistem saraf, menaikkan atau
menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi mikroba (Paputungan, Wonggo,
Kaseger, 2017, h. 193).
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan (Malangngi, 2012, h. 6). Tanin pada umumnya diperoleh dari tumbuh-
tumbuhan pada bagian kayu, kulit dan buah, tanin memiliki peranan biologis
yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin
juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Paputungan, Wonggo, Kaseger,
2017, h. 193).
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks dengan berat molekul
tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan
beberapa bakteri (Setianingrum 2016, h.17). Saponin berkasiat menunjukkan
adanya aktivitas leukimia, paralysis, asma, rematik serta anti peradangan. Saponin
berupa koloid yang larut dalam air dan berbusa setelah dikocok, memiliki rasa
pahit. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah merah (Carolin, Dumanauw
dan Firhani, 2015, h.67).
Menurut (Nurjaya, 2015, h. 8) Steroid merupakan salah satu senyawa
penting dalam bidang farmasi, steroid salah satu senyawa yang banyak digunakan
dalam pengobatan seperti anti bakteri, anti inflamasi dan obat pereda nyeri.
Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna berbentuk kristal, sering kali
mempunyai titik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena
tidak ada kereaktifan kimianya (Putranti, 2013, h. 29-30).
3
Dari hasil pengujian fitokimia yang dilakukan pada tumbuhan mangrove di
dapatkan kandungan kandungan metabolit sekunder. Dimana C. tagal daun
heksan dan etil asetat memiliki kandungan alkaloid dan steroid, dan metanol
memiliki kandungan alkaloid, steroid,saponin, tannin, dan fenol. C. tagal kulit
heksan memiliki kandungan alkaloid, kemudian etil asetat tidak memiliki
kandungan senyawa metabolit sekunder, dan metanol memiliki kandungan
alkaloid, saponin, dan tannin. C. tagal batang heksan dan etil asetat hanya
memiliki kandungan alkaloid, sedangkan metanol memiliki kandungan alkaloid,
tannin, fenol, dan flavonoid.
R. mucronata daun heksan memiliki kandungan alkaloid dan steroid. Etil
asetat memiliki kandungan alkaloid, steroid, dan saponin, sedangkan metanol
memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, tannin, dan fenol. R. mucronate
kulit heksan memiliki kandungan alkaloid, kemudian etil astat memiliki
kandungan alkaloid, saponin, tannin, dan fenol, dan metanol memiliki kandungan
alkaloid, tannin, fenol, dan flavonoid. R. mucronata batang heksan hanya
memiliki kandungan steroid, kemudian etil asetat memiliki kandungan alkaloid,
dan steroid. Sedangkan metanol memiliki kandungan alkaloid, tannin, fenol, dan
flavonoid.
R. apiculata daun heksan dan etil asetat hanya memiliki kandungan steroid,
sedangkan metanol memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan fenol. R.
apiculata kulit heksan hanya memiliki kandungan alkaloid dan steroid, kemudian
etil asetat memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan fenol. Sedangkan
metanol memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, tannin, fenol, dan
flavonoid. R. apiculata batang heksan memiliki kandungan alkaloid, dan saponin,
kemudian etil asetat hanya memiliki kandungan alkaloid. Sedangkan metanol
memiliki kandungan alkaloid, steroid, dan fenol.
2.2.3 Antibakterial
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, persentase penghambatan ekstrak
C. tagal tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri R. solanacearum, begitu
juga dengan ekstrak R. mucronata, R. apiculata tidak memiliki daya hambat
terhadap R. solanacearum. Hal ini ditunjukkan tidak adanya zona bening di
sekeliling daerah sumuran yang telah diberikan ekstrak. Hal ini dikarenakan R.
3
solanacearum merupakan bakteri gram negatif yang memiliki struktur dinding sel
yang lebih kompleks sehingga senyawa alkaloid, steroid, saponin, tannin, fenol,
dan flavonoid yang terkandung pada ekstrak tidak dapat merusak dinding sel pada
R. solanacearum. Bakteri gram negatif mempunyai lapisan dinding sel yaitu
lipoprotein, lipopolisakarida, dan peptidoglikan (Kandou dan Pandiangana, 2018,
h. 27-28).
Husna, 2015, h. 8 melaporkan bakteri gram negatif memiliki sistem seleksi
terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida dan lapisan selaput luar
yang terletak diluar lapisan peptidoglikan pada bakteri gram negatif berfungsi
mencegah kebocoran dari protein periplasma dan melindungi sel (Husna, Sulasmi,
dan Witjoro 2015, h. 8).
Menurut Wahyuni, 2016, h. 47 Porin yang terkandung pada membran
terluar bakteri gram negatif menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak
sulit masuk ke dalam sel bakteri. Hal ini disebabkan karena perbedaan sifat antara
porin dan ekstrak. Porin bersifat hidrofilik sedangkan ekstrak bersifat hidrofobik.
Akibatnya dalam kondisi demikian bakteri dapat bertahan hidup, memperbanyak
diri dan mampu menekan produksi metabolit sitotoksik sel fagosit yang
menyebabkan terjadinya deaktivasi makrofag melawan infeksi bakteri tersebut.
Wahyuni, 2016, h. 47 Melaporkan bahwa bakteri S. sobrinus merupakan
bakteri Gram positif yang memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana,
sehingga senyawa yang terdapat pada ekstrak lebih mudah merusak dinding sel
bakteri. Husna, 2015, h. 8 melaporkan dinding sel bakteri gram positif hanya
tersusun dari satu lapisan yaitu lapisan peptidoglikan yang relatif tebal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya hambat tertinggi dihasilkan pada
ekstrak etil asetat daun C. tagal pada konsentrasi 2000 ppm dengan persentase
47%, kemudian ekstrak metanol kulit C. tagal pada konsentrasi 2000 ppm dengan
persentase 43%. Berdasarkan hasil identifikasi kandungan fitokimia ekstrak etil
asetat daun C. tagal positif mengandung alkaloid, steroid. Alkoloid merupakan
golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam, hampir semua
senyawa organik berasal dari tumbuhan (Setianingrum 2016, h.15).
Alkaloid mempunyai manfaat dalam bidang kesehatan antara lain adalah
memperbaiki sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah dan
3
melawan infeksi mikroba (Paputungan, Wonggo, dan Kaseger, 2017, h. 193).
Menurut Nurjaya, 2015, h. 8 Steroid merupakan salah satu senyawa penting dalam
bidang kesehatan, steroid salah satu senyawa yang banyak digunakan dalam
pengobatan seperti anti bakteri, anti inflamasi dan obat pereda nyeri.
Menurut Pradana, Suryanto, dan Djayus, 2014, h. 80 mekanisme kerja
senyawa-senyawa antibakteri dalam ekstrak yang menggunakan pelarut etil asetat
bersifat sinergis atau saling mendukung sehingga terjadi penambahan efek bila
terdapat dua zat aktif atau lebih. Hal ini yang menyebabkan ekstrak etil asetat
daun C. tagal menimbulkan daya hambat tertinggi terhadap bakteri uji.
Ekstrak metanol kulit C. tagal mampu menghambat bakteri S. sobrinus.
Namun daya hambatan yang terbentuk lebih kecil dari daya hambatan yang
dihasilkan oleh ekstrak etil asetat daun C. tagal. Menurut Pradana, Suryanto, dan
Djayus, 2014, h. 80-81 Hal ini disebabkan karena senyawa dalam ekstrak yang
menggunakan pelarut metanol bersifat kontradiktif atau menimbulkan efek yang
berkebalikan jika terdapat dua bahan aktif atau lebih sehingga menimbulkan
diameter hambatan yang lebih kecil.
3
2.2.4 Antioksidan
3
penghambatannya terhadap radikal DPPH. Persentase inhibisi ini didapatkan dari
perbedaan serapan antara absorbansi DPPH dengan absorbansi sampel yang
diukur dengan spektrofotometer. Hasil pengujian antioksidan pada sampel ekstrak
tumbuhan mangrove menunjukkan penghambatan yang relatif baik ditunjukkan
pada ekstrak metanol daun C. tagal dengan persentase hambatan 91.02%
mendekati vitamin C yang berperan sebagai kontrol positif dengan persentase
94.51%. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan ekstrak metanol daun C.
Tagal mengandung senyawa polifenol seperti tanin. Tanin merupakan senyawa
aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu
sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan (Malangngi, 2012, h. 6).
Tanin pada umumnya diperoleh dari tumbuh-tumbuhan pada bagian kayu,
kulit dan buah, tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari
pengendap protein hingga pengikatan logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis (Paputungan, Wonggo, dan Kaseger, 2017, h. 193).
3
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Tumbuhan mangrove Kota Tarakan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
S. sobrinus ditunjukkan pada ekstrak etil asetat daun C. tagal pada
konsentarasi 200 ppm dengan persentase hambatan sebesar 47%. Namun
tumbuhan mangrove tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri R.
solanacearum.
2. Tumbuhan mangrove kota Tarakan yang digunakan seperti C. tagal, R.
mucronata, dan R. apiculata memiliki aktivitas sebagai sebagai antioksidan,
dengan persentase hambatan tertinggi ditunjukkan pada ekstrak metanol
daun C. tagal sebesar 91.02% yang mendekati vitamin C sebagai control
positif sebesar 94.51%.
5.2 Saran
Diharapkan ada penelitian yang lebih lanjut dengan konsentrasi yang lebih
tinggi sehingga dapat dilihat penghambatan yang lebih tinggi terutama
penghambatan terhadap bakteri R. solanacearum.
3
DAFTAR PUSTAKA
Badarinath AV, Rao KM, Chetty CMS, Ramkanth STVSR, Rajan TVS,
Gnanaprakash K. 2010. A review on in-vitro antioxidant methods:
comparisions, correlations and considerations. International Journal of
PharmTech Research 2(2): 1276-1285..
Desmiaty Y, Ratih H, Dewi MA, Agustín R. 2008. Penentuan jumlah tanin total
pada daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan daun sambang
darah (Excoecaria bicolor Hassk.) secara kolorimetri dengan pereaksi
biru prusia. Ortocarpus 8: 106-109.
Dewi T., Alifah I., Bhayangkara T. P., Jason G. J. 2016. Pengujian aktivitas
antioksidan mengunakan metode DPPH pada daun tanjung (Mimusops
elengi L). Pengembangan Teknologi Kimia. 1693-4393.
Dwijendra, I., Defny, S.T., & Frenly, W. (2014). Aktivitas Antimikroba dan
Karakterisasi Senyawa Fraksi Spons Lamellodysidea herbacea yang
Diperoleh dari Teluk Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(4) : 1-2.
Halidah, 2014. Avicennia marina (Forssk) Vierth Jenis Mangrove yang Kaya
Manfaat. Jurnal Info Teknis Fboni, 11 (1), 37-44.
3
Haniastuti T dan Asih R. 2013. Penurunan Produksi Asam dan Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus sobrinus Setelah Terpapar Rebusan Daun Sirih
Merah 10%. dentika Dental Journal, Vol 17, No. 4, 2013: 324-328
Jones. 2000. Antifungal activity of extracts from medicinal plant used by first
nation peoples of eastern Canada. Etnopharmacology 73(1): 191-198.
Mulyadi, Gusti Eva Tavita, Fathul Yusro. 2015. Kajian etnobotani tumbuhan obat
di desa panding jaya kecamatan ketungau tengah kabupaten sintang.
Universitas Tanjung Pura 134-141
Pradana, D., D. Suryanto, Y. Djayus. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit
Batang Rhizophora mucronata terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas
3
hydrophila, Streptococcus agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp. Secara
In Vitro. Jurnal Aquacoastmarine. 2(1): 78– 92.
Sani RN, Nisa FC, Andriani RD, Maligan JM. 2014. Analisis rendemen dan
skrining fitokimia ekstrak etanol mikroalga laut (Tetraselmis chuii).
Pangan dan agroindustri 2(2): 121-126.
Setianingrum. A, 2016. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Fenolik Dari Fraksi Etil
Asetat Kulit Batang Tumbuhan Turi (Sesbania grandiflora) Serta Uji
Bioaktivitas Antibakteri.
Wahyuni, Armadany FI, Widasri M. 2016. Uji aktivitas antibakteri secara in vitro
ekstrak etanol daun pakis sayur (Diplazium esculentum Swartz) pada
mencit jantan galur balb/c yang diinfeksi Salmonella typhi ATCC 14028.
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar. 4(2): 43-49.
3
RIWAYAT HIDUP
4
Lampiran 1. Perhitungan Randemen
1) Perhitungan randemen ekstrak heksan C. tagal daun
Berat Ekstrak (g)
% Randemen = Berat Simplisia (g) x 100%
0,74
= x 100%
100
= 0,74%
2) Perhitungan randemen ekstrak etil asetat C. tagal daun
Berat Ekstrak (g)
% Randemen = Berat Simplisia (g) x 100%
1,12
= x 100%
100
= 1,12%
3) Perhitungan randemen ekstrak metanol C. tagal daun
Berat Ekstrak (g)
% Randemen = Berat Simplisia (g) x 100%
6,5
= x 100%
100
= 6,50%
4
R.M daun etil 0.070 0.077 0.072 0.073 72.69
R.M daun methanol 0.157 0.077 0.06 0.098 63.34
R.M kulit hexan 0.227 0.232 0.237 0.232 13.22
R.M kulit etil 0.032 0.035 0.035 0.034 87.28
R.M kulit methanol 0.076 0.088 0.073 0.079 70.45
R.M batang hexan 0.149 0.160 0.170 0.160 40.27
R.M batang etil 0.137 0.084 0.087 0.103 61.60
R.M batang metanol 0.027 0.026 0.060 0.038 85.91
R.A daun hexan 0.153 0.241 0.225 0.206 22.82
R.A daun etil 0.173 0.128 0.124 0.142 47.01
R.A daun methanol 0.188 0.172 0.14 0.167 37.66
R.A kulit hexan 0.178 0.112 0.117 0.136 49.25
R.A kulit etil 0.032 0.040 0.031 0.034 87.16
R.A kulit methanol 0.089 0.090 0.077 0.085 68.08
R.A batang hexan 0.103 0.094 0.115 0.104 61.10
R.A batang etil 0.107 0.114 0.094 0.105 60.72
R.A batang methanol 0.073 0.033 0.069 0.058 78.18
AC−A
% Antioksidan = x 100%
AC
Keterangan:
AC = Nilai absorbansi kontrol
A = Nilai absorbansi sampel
1) Perhitungan antioksidan ekstak heksan C. tagal daun
AC−A
% Antioksidan = x 100%
AC
0,267−0,257
= 267 x 100%
= 3,87%
2) Perhitungan antioksidan ekstak etil asetat C. tagal daun
AC−A
% Antioksidan = x 100%
AC
0,267−0,091
= 267 x 100%
= 65,96%
4
3) Perhitungan antioksidan ekstak metanol C. tagal daun
AC−A
% Antioksidan = x 100%
AC
0,267−0,024
= 267 x 100%
= 91,02%
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
2) Persentase penghambatan ekstrak etil asetat C. tagal daun
X
Konsentrasi 2000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,5 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,5 mm x 100%
= 0%
4
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,5 mm x 100%
= 0%
3) Persentase penghambatan ekstrak metanol C. tagal daun
X
Konsentrasi 2000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 2,6 mm x 100%
= 0%
b. S.
Sobrinus
1) Persentase penghambatan ekstrak heksan C. tagal daun
X
Konsentrasi 2000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 1,9 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 1,9 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
4
0 mm
= 1,9 mm x 100%
= 0%
= 47%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0,7 mm
= x 100%
1,9 mm
= 36%
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
0,6 mm
= x 100%
1,9 mm
= 31%
3) Persentase penghambatan ekstrak metanol C. tagal daun
X
Konsentrasi 2000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 1,5 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 1000 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 1,5 mm x 100%
= 0%
X
Konsentrasi 500 ppm = ( ) x 100%
y
0 mm
= 1,5 mm x 100%
= 0%
4
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan penelitian
1. Pengambilan tumbuhan mangrove
4
2. Pengeringan dan penghalusan
4. Ekstraksi
5. Pengujian antibakterial
4
6. Pengujian Antioksidan