Anda di halaman 1dari 54

Laporan Praktikum

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

SISTEM TANAM

Nama : Amiruddin amin


NIM : G011171522
Kelas :F
Kelompok : 12
Asisten : 1. Baharuddin Asis
2. Ainun Nisatira Jamil

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pertanian di Indonesia memang bisa dikatakan cukup luas. Hal ini
dapat dibuktikan dengan terdapatnya lahan-lahan pertanian yang terletak di
berbagai tempat, oleh sebab itu rata-rata penduduk Indonesia berprofesi sebagai
petani. Dalam hal ini tentu tujuan utama mereka melakukan tanam adalah untuk
memperoleh hasil yang maksimal agar dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-
hari dengan menggunakan hasil bekerja mereka. Untuk menghasilkan hasil yang
maksimal, maka salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah sistem tanam.
Pelaksanaan pola sistem tanam juga harus mengkondisikan tempat atau lokasi
dimana tanaman itu akan tumbuh nantinya.
Sistem penanaman yang biasa digunakan adalah sistem tanam tegel, dimana
dalam penanamannya menggunakan jarak tanam yang sama antar sisinya. Namun
akibat dari jumlah penduduk yang semakin banyak, maka sistem tanam tegel
dinilai tidak produktif lagi. Oleh karena itu, petani cenderung menggunakan
sistem tanam legowo 2:1, dimana terdapat 2 baris tanaman dalam satu unit
legowo. Sistem tanam ini tentunya dinilai dapat mempengaruhi bahkan
meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman itu sendiri, khususnya
tanaman pangan. Hal ini disebabkan karena jarak tanam yang lebar tentunya dapat
memperbanyak jumlah anakan sehingga dapat meningkatkan pula produktivitas
tanaman.
Produktivitas merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam usaha
pertanian, dimana akhir-akhir ini usaha pertanian semakin ditantang untuk
mengimbangi tuntutan sosial ekonomi masyarakat suatu bangsa. Peningkatan
jumlah penduduk menyebabkan permintaan akan kebutuhan hasil-hasil pertanian
baik jenis, jumlah maupun kualitasnya pun ikut meningkat.
Di sisi lain, lahan untuk pertanian semakin terbatas karena alih fungsi
lahan menjadi tempat pemukiman, industri, sarana jalan, sarana perdagangan serta
sarana infrastruktur lainnya. Untuk itu, perlunya merancang suatu model
penanaman agar lahan yang semakin terbatas itu dapat menghasilkan produksi
yang tinggi secara berkelanjutan.

2
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini untuk
mengetahui sistem tanam yang sesuai dalam meningkatkan produksi tanaman itu
sendiri agar ketahanan pangan nasional dapat dicapai.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis sistem tanam
yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman pangan dan hortikultura serta
perannya terhadap pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat meningkatkan
produktivitas pertanian sesuai dengan jenis sistem tanam yang tepat pula.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman


2.1.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai bahan makanan pokok,
bahkan hampir seluruh daerah di Indonesia sudah menggunakan beras sebagai
sumber makanan utama (Hanum, 2009).
Berdasarkan Neni (2009) menyatakan bahwa tanaman jagung merupakan
tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
2.1.2 Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu dari sekian banyak jenis bawang
yang ada didunia. Bawang merah (Allium cepa L) merupakan tanaman semusim
yang membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-40 cm
(Wibowo, 2010).
Menurut Wibowo (2010), bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae

4
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
2.2 Syarat Tumbuh
2.2.1 Jagung (Zea Mays L.)
Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran
tinggi, pada lahan sawah atau tegalan. Suhu optimal antara 21-34 °C, pH. Tanah
antara 5,6-7,5 dengan ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Dengan ketinggian
optimum antara 50-600 m dpl. Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140
mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan
dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100
mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan
pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat
ditentukan dengan baik dan tepat (Badan Ketahanan Pangan, 2009).
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan
baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Oleh karena
pada umumnya tanah di Aceh miskin hara dan rendah bahan organiknya, maka
penambahan pupuk N, P dan K serta pupuk organik (kompos maupun pupuk
kandang) sangat diperlukan (Badan Ketahanan Pangan, 2009).
2.2.2 Bawang Merah (Allium cepa L.)
Bawang merah dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang beragam.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, bawang merah membutuhkan kondisi
lingkungan yang baik, ketersediaan cahaya, air, dan unsur hara yang memadai.
Pengairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelembaban tanah menjadi tinggi
sehingga umbi tumbuh tidak sempurna dan dapat menjadi busuk. Bawang merah
termasuk tanaman yang menginginkan tempat yang beriklim kering dengan suhu
hangat serta mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam (Dewi, 2012).
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi kurang lebih 1100 m (ideal 0-800 m) diatas
permukaan laut, Produksi terbaik dihasilkan di dataran rendah yang didukung

5
suhu udara antara 25-32 derajat celcius dan beriklim kering. Untuk dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik bawang merah membutuhkan tempat terbuka
dengan pencahayaan 70%, serta kelembaban udara 80-90 %, dan curah hujan 300-
2500 mm pertahun. Angin merupakan faktor iklim yang berpengaruh pada
pertumbuhan bawang merah karena sistem perakaran yang sangat dangkal, maka
angin kencang dapat menyebabkan kerusakan tanaman (Dewi, 2012).
Menurut Dewi (2012) bawang merah membutuhkan tanah yang subur
gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung
berpasir atau lempung berdebu. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang
merah ada jenis tanah Latosol, Regosol, Grumosol, dan Aluvial dengan derajat
keasaman (pH) tanah 5,5 – 6,5 dan drainase dan aerasi dalam tanah berjalan
dengan baik, tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan
kebusukan pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit.
2.3 Morfologi Tanaman
2.3.1 Jagung (Zea Mays L.)
Menurut Nuning (2012), adapun morfologi dari jagung adalah sebagai
berikut :
a. Akar
Pada tanaman jagung, akar utama yang terluar berjumlah antara 20-30 buah. Akar
lateral yang tumbuh dari akar utama mencapai ratusan dengan panjang 2,5-25 cm.
Botani tanaman jagung termasuk tanaman monokotil. Sistem perakaran tanaman
jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara. Akar utama muncul
dan berkembang kedalam tanah saat benih ditanam. Pertumbuhan akar melambat
ketika batang mulai muncul keluar tanah dan kemudian berhenti ketika tanaman
jagung telah memiliki 3 daun.
b. Batang
Jagung berbentuk ruas. Ruas-ruas berjajat secara vertikal pada batang jagung.
Pada tanaman jagung yang sudah tua, jarak antar ruas semakin berkurang. Batang
tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung
umumnya tidak bercabang.
c. Daun
Pada awal fase pertumbuhan, batang dan daun tidak bisa dibedakan secara jelas.

6
Ini dikarenakan titik tumbuh masih dibawah tanah. Daun baru dapat dibedakan
dengan batang ketika 5 daun pertama dalam fase pertumbuhan muncul dari tanah.
Daun terbentuk dari pelepah dan daun. Daun muncul dari ruas-ruas batang.
d. Bunga
Tanaman jagung memiliki bunga jantan dan betina yang letaknya terpisah. Bunga
jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga
betina terdapat pada tongkol jagung. Tangkai kepala putik merupakan rambut
yang terjumbai di ujung tongkol yang selalu dibungkus kelobot yang jumlahnya
6-14 helai.
e. Biji
Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama, yaitu
dinding sel, endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian yang
terpenting dari hasil pemaneman. Bagian biji rata-rata terdiri dari 10% protein,
70% karbohidrat, 2.3% serat.
2.3.2 Bawang Merah (Allium cepa L.)
Menurut Wibowo (2010), adapun morfologi dari bawang merah adalah
sebagai berikut :
a. Akar
Bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah dengan
diameter akar 2-5 mm.
b. Batang
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang
berbentuk seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata
tunas, diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun
dan batang semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi
umbi lapis
c. Daun
Daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm,
berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.

7
d. Bunga
Bunga bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang
panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang
tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6
helai daun bunga berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuningkuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitga
e. Biji
Biji bawang merah berbentuk pipih, berwarna putih, tetapi akan berubah
menjadi hitam setelah tua.
2.4 Pola Tanam
2.4.1 Monokultur
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.
Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Penanaman
monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang kurang baik.
Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu diolah, dipupuk dan disemprot
dengan insektisida sehingga resisten terhadap hama (Sartika, 2012).
Namun jika dilihat dari efisiensi penggunaan lahan, maka pola tanam lain
lebih baik dibandingkan pola tanam monokultur. Hal tersebut disebabkan karena
terdapat lebih dari satu tanaman dalam satu lahan sehingga hasil produksi lebih
bervariasi. Pola tanam ini juga memiliki teknis budidaya yang relatif mudah
karena hanya satu jenis tanaman yang ditanami, namun di sisi lain tanaman ini
mudah diserang hama dan penyakit (Sartika, 2012).
Jarak tanam yang digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam,
diantaranya adalah : 1. 1 m x 1 m (10.000 tanaman/ha), 2. 1 m x 0,8 m (12.500
tanaman/ha), 3. 1 m x 0,75 m (13.333 tanaman/ha), 4. 1 m x 0,5 m (20.000
tanaman/ha), 5. 0,8 m x 0,7 m (17.850 tanaman/ha), dan 6. 1 m x 0,7 m (14.285
tanaman/ha). Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis varietas yang
digunakan dan tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur digunakan
jarak tanam 1 m x 1m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m.
Sedangkan untuk tanah-tanah miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5
m, 0,8 m x 0,7 m (Sartika, 2012).

8
2.4.2 Polikultur
Menurut Kustantini (2012), tanaman polikultur terbagi menjadi beberapa
pola tanam, pola tanam tersebut adalah:
a) Tumpang sari (Intercropping)
Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau
periode tanam yang bersamaan pada lahan yang sama.
b) Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping )
Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman
selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang
berbeda). Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman yang ke dua dapat
melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada
tahun itu.
c) Tanaman Campuran ( Mixed Cropping )
Merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan dan
waktu yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan jarak
tanam dan penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan
atau menekan kegagalan panen total.
2.5 Sistem Tanam
2.5.1 Jajar Legowo
Sistem tanam jajar legowo merupakan sistem pertanaman dari inovasi
teknologi pertanian yang telah diberikan oleh pemerintah guna untuk membantu
meningkatkan produktivitas. Diketahui dengan adanya sistem tanam jajar legowo,
produktifitas padi dapat meningkat dengan cara meningkatkan jumlah populasi
tanaman dengan pengaturan jarak tanam. Selain itu, sistem tanam jajar legowo
mengatur tanaman dengan menempatkan semua baris tanaman berada di pinggir
barisan, sehingga tanaman memperoleh cahaya matahari dan sirkulasi udara lebih
baik (Kementrian Pertanian, 2015).
Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki
beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu teknologi dalam meningkatkan produktivitas padi yang
dihasilkan. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan sistem tanam jajar
legowo disebabkan oleh adanya ruang antar tanaman padi, sehingga semua

9
tanaman memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan sinar matahari.
Selain itu, dengan menggunakan sistem tanam ini terjadi pengurangan hama tikus
karena kondisi lahan yang relatif terbuka (Lalla et al., 2012).
Menurut Sembiring (2011), tipe-tipe sistem jajar legowo adalah sebagai
berikut:
a. Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar
dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang
memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan.
b. Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong
dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam tanaman padi yang
dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah.
c. Jajar legowo 4:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong
dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian seterusnya. Jarak tanam
yang dipinggir setengah dari jarak tanam yang ditengah.
2.5.2 Tegel
Sistem tanam tegel merupakan pola tanam yang biasa dilakukan oleh
petani dimana pola tanam ini sangat sederhana yaitu cukup ditanam sejajar
mengikuti alur tanggulnya dengan membentuk tegel 20x20 atau lebih rapat lagi,
sehingga tidak memerlukan waktu menanam yang lama. Hal inilah yang membuat
petani lebih sering menggunakan pola tanam ini. Adapun kekurangan pola tanam
ini yaitu dapat menciptakan keadaan kelembaban sehingga kemungkinan untuk
terjadinya penyakit lebih tinggi, selain itu hama-hama akan banyak berkumpul
pada lahan karena keadaan tanaman yang berdekatan dapat memudahkan hama
untuk berkembang biak lebih cepat (Sudibya, 2017).
Sistem penanaman padi dengan pola tanam tegal di sawah biasanya
didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan
persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan
mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah
dibiarkan selama 2-3 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak
lagi untuk kedua kalinya atau bahkan sampai ketiga kali menjelang tanam. Setelah
itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas yang
sering disebut pengolahan tanah intensif atau konvensional (Sudibya, 2017).

10
BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar pada hari Selasa, 19 Februari 2019 pukul 16.00 WITA
sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah meteran, patok, ember, sekop,
parang, dan cangkul.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih bawang merah, benih
jagung, pupuk kandang, Urea, SP36, KCl, furadan, dan tali rapiah.
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Pengolahan Lahan
1 Membersihkan lahan dan mengukur lahan dengan ukuran 1,5 x 2,5 meter dan
jarak antar bedengan 50 cm
2 Menandai ukuran bedengan dengan menggunakan tali rapiah
3 Menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul lalu diratakan sebelum
ditanami
4 Membuat saluran irigasi pada bedengan
5 Mencampurkan tanah dengan menggunakan pupuk kandang
3.3.2 Penanaman
1. Membuat lubang yang ditandai dengan patok dengan jarak tanam jagung dan
tanaman bawang merah (Legowo 2:1) yaitu 12,5 cm x 12,5 cm serta (tegel)
yaitu 25 cm x 25 cm
2. Memasukkan 1-2 butir benih jagung pada setiap lubang yang telah dibuat serta
menanam umbi bawang merah yang telah di potong bagian atasnya
3. Memberikan furadan secukupnya di setiap lubang
4. Menutup lubang kembali dengan tanah
5. Melakukan penyiraman
3.3.3 Pemeliharaan
1 Melakukan penyemaian pada semua bibit jagung yang akan ditanam di
bedengan

11
2 Melakukan penyiangan di bedengan agar bedengan bersih dari gulma setiap
hari
3 Melakukan pemupukan selama 8 minggu berturut-turut dengan dosis urea
60gr/minggu, SP36 40gr/minggu, dan KCl 20gr/minggu.
4 Melakukan penyulaman apabila terdapat tumbuhan yang mati atau rusak
akibat ulah OPT
5 Menyiram benih jagung dan bawang merah yang telah ditanam setiap hari
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang akan diamati adalah sebagai berikut:
1. Tanaman Jagung : Tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga jantan dan
betina
2. Tanaman Bawang Merah : Kecepatan bertunas, jumlah daun, tinggi tanaman

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini yaitu sebagai berikut :
4.1.1 Bawang Merah (Allium cepa L)
a. Tinggi tanaman (cm)
35.00
30.63
30.00
Tinggi tanaman (cm)

25.47
25.00 23.43 23.61
21.39 Tegel
19.56
20.00 18.19 Legowo
16.83
15.68
15.00 13.56
11.63
10.78
10.00

5.00 3.21 2.83

0.00
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
pengamatan
b. Jumlah daun (helai)

20.0
17.9
18.0
16.1 Tegel
16.0 14.7
Jumlah daun (helai)

13.5
14.0
Legowo
12.0
10.0 9.0 8.7
8.0 6.8
6.1
6.0 5.3
4.7
3.8
4.0 2.2 1.8
2.0 1.0
0.0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Pengamatan

13
c. Kecepatan bertunas (HST)
14

Kecepatan Bertunas 12

10

8 Legowo
(HST)

6 Tegel

0
4.1.2 Jagung (Zea mays L)
a. Tinggi tanaman (cm)
200.00
168.64
Tinggi tanaman (cm)

150.00
116.95

100.00 79.23

50.00 41.50

7.06 13.33
2.91
0.00
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
pengamatan

b. Jumlah daun (helai)


14.00 12.45
11.59
Jumlah daun (helai)

12.00
9.95
10.00 8.86
8.00 6.59
6.00 5.41

4.00 2.95
2.00
0.00
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
pengamatan

14
c. Umur berbunga (MST)

Umur Berbunga
48
47
46
45
44
43
42
41
Jantan Betina

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh diatas, maka dapat dilihat jelas
bahwa pertumbuhan kedua tanaman tersebut, baik jagung maupun bawang merah
keduanya cukup baik dan optimal. Pertumbuhan pada kedua komoditi tersebut
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Selain itu ,
penambahan unsur hara juga dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman.
Hal ini di sebabkan karena unsur hara makro seperti N, P, dan K sangat
dibutuhkan tanaman pada masa vegetatif untuk peningkatan tinggi tanaman,
pembentukan daun, dan memperbanyak jumlah tunas. Hal ini sesuai dengan
pendapat supartha (2012), yang menyatakan bahwa penambahan unsur hara
melalui pupuk organik ataupun anorganik secaqra berkala tentunya dapat
meningkatakan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Jika dilihat dari efektivitas sistem tanam yang digunakan pada pertanaman
bawang merah, maka dapat disimpulkan bawa sistem tanam tegel lebih bagus
dibandingkan dengan sistem tanam legowo. Ini berbanding terbalik dengan teori
yang ada bahwa sistem tanam legowo sangat baik untuk tanman karena di berikan
baris kosong untuk pemeliharaan tanaman itu sendiri dan ppemberian pupuk pada
tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggraini (2013), yang
menyatakan bahwa sistem tanam legowo dapat memberikan pertumbuhan
tanaman yang lebih optimum dibandingkan dengan sistem tegel karena adanya
baris kosong yang dapat mempermudah dalam proses pemeliharaan tanaman
sehingga kebutuhan unsur hara dapat terpenuhi.

15
Dari hasil diatas diperoleh juga hasil bahwa budidaya tanaman bawang merah
dengan menggunakan jarak tanam legowo 2:1 menghasilkan rata-rata tinggi
tanaman lebih rendah dibanding tanaman bawang merah dengan jarak tanam
tegel. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan penanaman jajar legowo karena, dengan
menggunakan jarak tanam legowo semua tanaman diasumsikan sebagai tanaman
pinggir sehingga kebutuhan tanaman dapat terpenuhi secara optimum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yunizar et al. (2012), yang menyatakan bahwa sistem
tanam jajar legowo menjadikan semua tanaman atau lebih banyak menjadi
tanaman pinggir. Tanaman pinggir akan memperoleh sinar matahari lebih
banyak,sirkulasi udara yang lebih baik, dan tanaman akan memperoleh unsur hara
yang lebih banyak dibandingkan dengan cara tanam tegel.
Budidaya tanaman bawang merah dengan menggunakan jarak tanam legowo
2:1 menghasilkan jumlah populasi tanaman lebih rendah dibanding dengan jarak
tanam tegel sehingga produksi yang dihasilkan dengan menggunakan jarak tanam
legowo lebih sedikit dibanding menggunakan jarak tanam tegel. Hal ini
dibuktikan dengan jumlah helai daun pada setiap tanaman dengan menggunakan
jarak tanam legowo 2:1 lebih rendah dibanding jarak tanam tegel. Hal ini
berbanding terbalik dengan pendapat Suhartatik et al (2011), yang menyatakan
bahwa populasi yang lebih tinggi pada sistem tanam jajar legowo memberi
peluang untuk mendapatkan hasil yang tinggi, sistem tanama jajar legowo dapat
meningkatkan hasil 10-15%.
Dalam hal pemeliharaan dan perawatan budidaya tanaman bawang merah,
menggunakan jarak tanam legowo 2:1 lebih mudah dibanding menggunkan jarak
tanam tegel. Hal ini sesuai dengan pendapat Ikhwani et al. (2013), yang
menyatakan bahwa adanya lorong kosong pada sistem legowo mempermudah
pemeliharaan tanaman, seperti pengendalian gulma dan pemupukan dapat
dilakukan dengan lebih mudah. Berdasarkan aspek pengendalian hama penyakit,
sistem tanaman polikultur (bawang merah-jagung) dapat menekan populasi hama.

16
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua sistem
tanam yakni sistem tanam tegel dan sistem tanam jajar legowo. Adapun yang
paling efektif dalam pertumbuhan tanamannya yakni pada sistem tanam tegel
yang dapat tumbuh dengan baik dibandingkan dengan sistem tanam legowo.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum ini dilakukan dengan teliti dan cermat agar didapatkan
hasil yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Dan Penyuluh Pertanian Aceh. 2009. Budidaya


Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nad.
Dewi, N. 2012. Untung Segunung Bertanam Aneka Bawang. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Hanum. 2008. Respons Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt.) Terhadap Pemberian Pupuk UREA. Jurnal Agroland. 17
(2): 138 – 143.
Handoko, T.H. 2010. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. BPFE:
Yogyakarta.
Kustantini, D. 2012. Peningkatan Produktifitas dan Pendapatan Petani Melalui
Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari. Surabaya: Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanman Perkebunan.
Kementrian Pertanian. 2015. Panduan Sistem Tanam Legowo. http://www.
Panduan-sistemlegowo pertanian.go.id.
Lalla H, Ali S, Saadah. 2012. Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam
Jajar Legowo 2:1 di Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten
Takalar. Jurnal. J.Sains & Teknologi Vol 12 No.3 :255-264.
Neni Iriany, et.al. 2009. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia: Maros.
Nuning, A, dkk. 2012. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung
Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays L.). Balai Penelitian Tanaman Serelia
: Maros.
Sartika, T.V. 2012. Kelebihan dan Kekurangan Pola Tanam Monokultur dan
Tumpang Sari. Universitas Brawijaya: Malang.
Sembiring, H. 2011. Komoditas Unggulan Pertanian Provinsi Sumatera Utara.
Sumatera Utara: Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi.
Sudibya, W. 2017. Dasar-Dasar dan Budidaya Tanaman Padi Sawah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wibowo,S. 2010. Budidaya Bawang: Bawang putih, Bawang Merah, Bawang
Bombay. Penebar swadaya, Jakarta.

18
LAMPIRAN TABEL
Tabel 1. Data Mentah Tinggi Tanaman Jagung (cm)
2/3/2019 9/3/2019 16/03/2019 23/03/2019 30/3/2109 8/4/2019 23/4/2019
p1 4 8 12,5 43 66.5 90 134
P2 2 6 11,5 42 74.5 107 158
P3 3 7 11 41 73 105 151
P4 4 8 12,5 44 78.5 113 172
P5 4 7 11,5 43 80 117 174
P6 4 9 13 45 85 125 179
P7 3 9 14 48 85 122 180
P8 3 6,5 12 42 81 120 177
P9 4 7 11 41 83 125 176
P10 3 5 10 39 72 105 173
P11 1 4 12 41 78.5 116 182
P12 2 5 10 37 70.5 104 158
P13 4 8 15 50 87 124 156
P14 4 9 8 29 87 145 178
P15 3 4,5 11 39 71.5 104 166
P16 2 7 15 39 88 137 198
P17 2 9 12 41 88 135 151
P18 2 5,5 14 47 83.5 120 159
P19 2 7 17 51 90.5 130 200
P20 2 7 13 34 76.5 119 187
P21 3 5 17 38 64 90 124
P22 3 6,5 15 39 79.5 120 177
Tinggi 2.90909091 7.0555556 12.777778 41.5 79.227273 116.95455 168.6363636

Tabel 2. Data Mentah Jumlah Daun Tanaman Jagung (helai)

19
Tabel 3. Data Mentah Umur Berbunga Tanaman Jagung (HST)
Jantan 43 HST
Betina 47 HST

Tabel 4. Data Mentah Tinggi Tanaman Bawang (cm)


2/3/2019 9/3/2019 16/03/2019 23/4/2019 30/4/19 8/4/2019 23/4/2019
tegel
P1 0 0 0 0 0 0 0
P2 3 11 15 20 22.5 25 29
P3 3.5 13 17 22.5 24.25 26 32
P4 4 14 17.5 21 23.75 26.5 34
P5 3 12 14 19 20.5 22 25
P6 4 14 19 26 27.75 29.5 37
P7 3.5 13 18 25 26.75 28.5 35
P8 2 5 9 15 16.25 17.5 25
P9 3 12 16.5 21.5 23.5 25.5 27
P10 2 6 9 13 14.25 15.5 20
P11 4 15 23 29 31.5 34 47
P12 3 12 18 25 26.8 28.6 34
P13 2.5 12 17 22 24.65 27.3 33
P14 3 11 14 18 20.25 22.5 25
P15 4 12 16 24 26.5 29 38
P16 4 14 17 21 23.75 26.5 29
P17 4 13 18 27 29 31 37
P18 44 15 19 28 30.25 32.5 36
P19 4.5 17 21 29.5 33 36.5 39
legowo
P1 4 15 19 23 25.25 27.5 32.5
P2 4 15 17 20 20.25 20.5 26.5
P3 3 11 14 17 18.5 20 25
P4 3 13 16 20.5 22.1 23.7 28.5
P5 3.5 14 16 20 22.75 25.5 29
P6 2 5 6 9 9.5 10 14
P7 4 16 23 28 29.9 31.8 36
P8 0 0 0 0 0 0 0
P9 2 8 11 14 15.5 17 21

20
Tabel 5. Data Mentah Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah (helai)
2/3/2019 9/3/2019 16/03/201923/04/201930/3/19 4/8/2019 23/4/2019
tegel
P1 0 0 0 0 0 0 0
P2 2 5 9 12 13 14 16
P3 3 6 11 14 15 16 18
P4 3 6 11 13 14 15 17
P5 2 5 8 11 12 13 15
P6 2 5 11 13 14 16 18
P7 3 6 11 13 15 17 19
P8 2 4 7 10 11 13 15
P9 2 4 11 18 19 20 22
P10 2 4 8 12 14 15 17
P11 3 5 14 18 19 20 22
P12 3 5 12 17 19 20 22
P13 3 6 9 15 16 17 19
P14 2 4 7 12 13 14 14
P15 2 5 8 14 15 16 18
P16 2 4 8 14 16 18 20
P17 2 5 9 19 21 22 24
P18 2 5 8 15 17 19 23
P19 2 5 9 16 18 20 22
legowo
P1 2 3 5 7 9 10 12
P2 0 0 1 2 3 3 5
P3 0 0 1 2 3 3 5
P4 2 3 7 8 9 10 12
P5 2 3 6 7 8 9 11
P6 0 0 1 1 1 1 2
P7 2 5 10 15 16 17 20
P8 0 0 0 0 0 0 0
P9 1 2 3 6 7 8 11

21
Tabel 6. Data Mentah Umur Bertunas Tanaman Bawang Merah (HST)
Umur berbunga
Jantan Betina
41 48
41 47
42 48
45 46
43 47
43 47
41 47
41 47
42 46
42 48
42 46
42 48
43 47
44 46
43 47
44 48
45 49
42 50
43 51
43 50
45 52
45 55
43 20
42 46
43 46.9

22
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Kegiatan Praktikum

Gambar 2. tanaman jagung

Gambar 1.2 pengaplikasian Pupuk

23
Laporan Praktikum
Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

BUDIDAYA TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI


KABUPATEN JENEPONTO DAN BULUKUMBA

Nama : Amiruddin amin


NIM : G011171522
Kelas :F
Kelompok : 12
Asisten : 1. Baharuddin Asis
2. Ainun Nisatira Jamil

DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan
bagian integral dari pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena
itu pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura harus dapat
tumbuh dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi sehingga mampu
berperan dalam penyediaan pangan bagi penduduk, penyediaan bahan baku
industry, peningkatan pendapatan petani, penyerapan lapangan kerja, serta
peningkatan penerimaan devisa melalui ekspor hasil komoditas tanaman pangan
dan hortikultura. Hingga saat ini Provinsi Sulawesi Selatan diketahui sebagai
lumbung pangan di kawasan timur Indonesia dan telah memberikan
kontribusi sangat besar tidak hanya bagi masyarakat Sulawesi Selatan tapi
juga memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap produksi.
Kabupaten jeneponto adalah salah daerah tingkat II di provinsi Sulsel
Indonesia. Ibu kota wilayah ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten ini memiliki
luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.375 jiwa, kondisi tanah
(topografi) pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500
sampai 1400 m, bagian tengah sampai100 sampai 150 m. Kabupaten takalar
adalah sebuah kabupaten di provinsi sulsel, takalar memiliki delapan kecamatan
dengan luas wilayah sebesar 566,51 km. Dan terakhir kabupaten bulukumba
adalah salah satu daerah tingkat II di sulsel kabupaten ini memiliki luas wilayah
1.154,67 km.dari ketiga daerah tersebut memiliki potensi dari segi pertanian baik
dari hortikultura maupun pangan.
Seiring dengan upaya peningkatan produktivitas tanaman hortikultura di
Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, maka kebutuhan akan informasi hasil
produksi tanaman hortikultura yang dihimpun dari para petani pun sangat
dibutuhkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2013,
produksi tanaman sayuran dan buah-buahan semusim di kabupaten Jeneponto
maupun Bulukumba mengalami peningkatan yang tidak terlalu berpengaruh
secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan oleh faktor-faktor produksi yang dapat

25
merusak produktivitas tanaman yaitu karena adanya Organisme Penganggu
Tanaman atau yang lebih dikenal dengan sebutan OPT.
Berdasarkan uraian di atas, maka praktikum lapang ini perlu dilakukan agar
mahasiswa dapat melihat secara langsung mengenai budidaya tanaman pangan
dan hortikultura yang dilakukan oleh petani didaerah dan untuk mengetahui
tanaman yang cocok di tanam pada daerah tersebut khususnya di Kab. Jeneponto
dan Kab. Bulukumba.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum lapangan yaitu untuk mengetahui cara budidaya
tanaman pangan dan hortikultura dibeberapa daerah di Sulawesi selatan,
Khususnya di daerah Kab. Jeneponto dan Kab. Bulukumba dengan
membandingkan antara teori yang didapatkan di bangku kuliah dengan
implementasi yang diterapkan oleh petani di lapangan.
Manfaat praktikum lapangan ini adalah untuk memberikan informasi kepada
mahasiswa pertanian mengenai teknik budidaya yang diterapkan petani di
lapangan dan dapat memberikan solusi terhadap masalah yang ada di lapangan,
serta sebagai referensi yang konkrit untuk dapat mempelajari segala hal yang
dapat mempengaruhi peningkatan produktifitas bagi tanamann pangan dan
hortikultura di Kab. Jeneponto dan Kab. Bulukumba.

26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman
2.1.1 Sawi (Brassica juncea L.)
Menurut Rukmana (2009), dalam sistematika tumbuhan, tanaman sawi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Hoeadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L.
Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria)
dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebarke
semua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara
lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya
batang tanaman. Batang tanaman sawi pendek dan beruas-ruas sehingga hampir
tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun.
Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop.
Pada umumnya polapertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga
sukarmem bentuk Tanaman sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara
alamibaik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawitersusun
dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan
bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empathelai daun kelopak,
empat helai daun mahkota bunga berwarna kuningcerah, empat helai benang sari
dan satu buah putik yang berongga dua.
2.1.2 Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Menurut Samadi dan Bambang Cahyono (2005), bawang merah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta

27
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L.
Bawang merah termasuk jenis tanaman semusim atau berumur pendek dan
berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm, berbatang semu,
berakar serabut pendek yang berkembang sekitar permukaan tanah, dan
perakaranya dangkal, sehingga bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan.
Daunya berwarna hijau berbentuk bulat, memanjang seperti pipa, dan ujung
meruncing. Daun yang baru bertunas belum tampak lubang didalamnya, dan baru
kelihatan setelah tumbuh membesar. Pada cakram di antara lapis kelopak daun
terdapat tunas lateral atau anakan, sementara di tengah cakram adalah tunas
utama. Di lingkungan yang cocok tunas-tunas lateral akan membentuk cakram
baru sehingga terbentuk umbi lapis. Sedangkan tunas utama yang tumbuhnya
lebih dahulu, kelak menjadi bakal buah. Keadaan ini menunjukan bahwa tanaman
bawang merah bersifat merumput. Setiap umbi yang tumbuh dapat mengahasilkan
sebanyak 2-20 tunas baru dan akan tumbuh berkembang menjadi anakan yang
masing-masing juga mengahasilkan umbi.
2.1.3 Jagung (Zea mays L.)
Menurut Nurhikmah (2017), tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim (annual), karena hanya
mengalami satu siklus hidup dalam 80 hari - 150 hari. Separuh pertama hidupnya
adalah tahapan dalam pertumbuhan vegetatif dan setengahnya lagi untuk

28
pertumbuhan secara generatif. Ketinggian batangnya bervariasi, umumnya
memiliki ketinggian 1-3 meter, ada juga varietas yang ketinggian batangnya dapat
mencapai 6 meter. Hal itu diukur dari permukaan tanah hingga ruang teratas
sebelum bunga jantan. Tanaman jagung (Zea mays) adalah jenis tanaman biji-
bijian dari keluarga rumput-rumputan (graminacea) yang sudah lama dikenal di
Indonesia.
2.1.4 Talas (Colocasia esculenta)
Menurut Simamora (2018), secara sistematika tumbuhan kedudukan talas
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Colocasia
Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schott.
Talas (Colocasia esculenta L) merupakan salah satu komoditi pangan yang
memiliki banyak kegunaan baik dari kandungannya maupun dari segi gizi. Selain
itu talas juga bernilai ekonomis tinggi yang cukup menguntungkan sebagai
sumber karbohidrat, lemak vitamin dan terdapat kandungan serat yang sangat
baik. Terdapat berbagai macam varietas-varietas tanaman talas, pada umumnya
yang membedakan dari segi warna umbinya. Ada yang berwarna puti, krem,
kuning, orange, merah muda, ungu dan merah (Simamora, 2018).
2.1.5 Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan tanaman semak yang berasal
dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali
dilakukan oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika
penanaman pertama kali dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Kacang tanah ini
pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, yang dibawa oleh
pedagang Cina dan Portugis (Pitojo, 2005).
Menurut Adisarwanto (2007), tanaman kacang tanah dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

29
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaeae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
Dalam kurun waktu yang telah berlangsung lama, di lapangan terjadi
persilangan-persilangan alami antara tipe kacang tanah yang hadir dari luar negeri
dan kacang tanah yang telah dibudidayakan oleh petani lokal. Dari hasi
persilangan alami tersebut, akhirnya dikenal kacang Holle yang diminati oleh
petani karena memiliki adaptasi wilayah dan ketahanan terhadap penyakit,
walaupun produktivitas hasilnya tidak tinggi. Selain itu, ditanam pula kacang
tanah varietas unggul yang telah dilepas oleh Pemerintah Indonesia (Pitojo, 2005).
Sentra produksi kacang tanah di Indonesia pada awalnya terpusat di Jawa,
selanjutnya menyebar ke berbagai daerah (provinsi), terutama Sumatera Utara da
Sulawesi Selatan. Kini, kacang tanah telah ditanam di seluruh wilayah Indonesia.
Kacang tanah memiliki banyak nama daerah, seperti kacang una, kacang jebrol,
kacang bandung, kacang tuban, kacang kole, dan kacang banggala (Pitojo, 2005).
2.2 Morfologi Tanaman
2.2.1 Sawi (Brassica chinensis)
Menurut Rukmana (2009) morfologi tanaman sawi adalah sebagai berikut:
Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang dan cabang-cabang
akjar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah pada
kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan
zat makanan dari dalam tanh, serta menguatkan berdirinya batang tanaman.
Batang (Caulis) pendek, beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan.
Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun. Sawi umumnya
berdaun lebar dan berkerut-kerut serta membentuk krop. Pada umumnya juga
tanaman sawi daunya bersayap dan bertangkai panjang yang bentuknya pipih.
Beberapa varietas sawi dapat berbunga secara alami di daerah tropis
indonesia. Varietas yang sulit berbunga dapat dirangsang dengan perlakuan suhu

30
dingin 50-100C selama 3-4 minggu pada biji yang disebut teknik Vernilissasi.
sedangkan tanaman sawi pada umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami
baik didaratan tinggi maupun rendah. struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai
bunga yang tumbuh memanjang dan bercabang banyak.
Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga lebah
maupun tangan manusia. Hasil penyerbukan ini terbentuk buah yang berisi bij.
Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan berongga.
Tiap buah berisi 2-8 biji. Biji-biji sawi bentuknya bulat kecil berwarna coklat
atau kehitam-hitaman.
2.2.2 Bawang Merah (Allium cepa L.)
Menurut Pitojo (2003), morfologi tanaman bawang merah dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Akar
Akar memperoleh pertumbuhan ideal, tanaman bawang merah harus
didukung oleh perakaran yang banyak. Akar tanaman bawang merah terdiri dari
atas akar pokok yang berfungsi sebagai tempat tumbuh akar adventif dan bulu kar
yang berfungsi untuk menopang beridirinya tanaman serta menyerap airvdan zat
hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm, berwarna
putih, dan jika diremas berbau menyengat.
b. Batang
Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil bagian kecil da5ri
keseluruhan tanaman, berbentuk seperti cakrsm , beruas, dan antara ruasnya
terdapat kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar. Bagian
atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis yang berasal dari
modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun
menebal, lunak, dan berdaging yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan. .
c. Daun
Daun bawang merah bertangkai relatif sangat pendek, berbentuk bulat mirip
pipa, berlubang, berukuran panjang lebih dari 45 cm, dan meruncing pada bagian
ujung. Daun berwarna hijau tua dan hijau muda , tergantung varietasnya. Selain
tua, daun menguning , tidak lagi setegak daunyang masih mud, lunak.

31
d. Bunga
Bunga bawang merah terdiri dariu atas tangkai bunga dan tandan bunga.
Tangkai bunga berbentuk ramping., bulat, dan berukuran panjang lebih dari 50
cm. Pangkal tangkai bunga bagian bawah agak menggelembung dan tangkai
bagian atas berukuran lebih kecil. Pada bagian ujung tangkai terdapat bagian yang
berbentuk seperti kepala dan berujung agak runcing, yaitu tandan bunga masih
terbungkus seludang. Setelah seludang terbuka, secara bertahap tandan akan
tampak dan muncul kuncup bunga dengan ukuran tangkai kurang dari 2 cm.
e. Buah dan biji
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah
2-3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau
putih, tetapi setelah tua menjadi hitam.
f. Umbi
Bawang merah merupakan umbi lapis dengan biji keping satu atau monokotil.
Umbi bawang merah berbentuk bulat dan ada pula yang berbentuk lonjong hingga
pipih. Warna umbi bawang merah beragam, dari warna merah muda, merah pucat,
merah cerah, merah keunguan, hingga merah kekuningan. Umbi bawang merah
terdiri atas calon-calon tunas. Jika umbi tersebut ditanam, maka calon-calon tunas
tersebut akan tumbuh.
2.2.3 Jagung (Zea mays)
Menurut Nurhikmah (2017), morfologi tanaman jagung adalah sebagai
berikut:
1. Akar
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar
seminal, (b) akar adventif dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah
akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan
melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar
seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian setelah akar adventif
berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus keatas antara 7-10 buku,
semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut
akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar

32
adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Perkembangan akar jagung
(kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik
dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan
2. Batang
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi
tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).
3. Daun
Daun jagung mulai terbuka sesudah koleoptil muncul di atas permukaan
tanah. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat
melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun
umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka
sempurna adalah 3-4 hari setiap daun.
4. Bunga
Bunga jantan terletak di pucuk yang ditandai dengan adanya malai atau
tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan akan mengeluarkan stigma.
Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena struktur bunganya tidak
mempunyai petal dan sepal dimana organ bunga jantan (staminate) dan organ
bunga betina (pestilate) tidak terdapat dalam satu bunga.
2.2.4 Talas (Colocasia esculenta)
Menurut Steenis (2002), morfologi tanaman talas dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Akar
Akar tanaman ini termasuk sistem perakaran liar, berserabut dan dangkal,
dimana akar berasal atau tersusun atas sekelompok akar adventifyang
terletak pada batang yang sangat pendek dan berbentuk benang (filiformis).
2. Batang
Talas termasuk tanaman herba bergetah, dimana batangnya berada di bawah
tanah yang berbentuk umbi. Batang talas berbentuk bulat (menyilinder)
berwarna coklat agak kehitaman dilengkapi dengan kuncup ketiak yang

33
terdapat di atas daun tempat munculnya umbi baru, tunas (stolon) dan
terkadang diseliputi oleh bulu-bulu yang halus. Jarak antar ruas batang
sangat sempit atau pendek. Arah tumbuh batang tegak, sehingga berdasarkan
arah tumbuhnya cabang maka talas memiliki model arsitektur
“Chamberlain”.
3. Daun
Daun berbentuk perisai, berwarna hijau dan terkadang agak kekuning-
kuningan. Panjang daun berkisar antara 20-50 cm. Pangkal daun berlekuk
(emarginatus) dan ujungnya meruncing (acuminatus). Ibu tulang daun besar
dan dapat dibedakan dengan jelas dengan anak-anak tulang daun lainnya.
Tepi daun rata, dengan pertulangan daun menjari (palminervis). Daging
daun seperti kertas tipis tapi kuat. Permukaan daun bagian bawah berlapis
lilin (pruinosus), dan memiliki tekstur yang kasar sedangkan bagian atas
daun berwarna lebih cerah.
4. Bunga
Pembungaannya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai. Bunga jantan
dan bunga betina terpisah, dimana bunga betina berada di bawah, bunga
jantan di bagian atasnya. Sedangkan bunga mandul terdapat di antara bunga
jantan dan bunga betina.
5. Buah dan Biji
Buah talas bertipe buah buni (buah berdaging yang terbentuk dari bakal
buah). Sementara bijinya banyak, berbentuk bulat telur, dan panjangnya ± 2
mm.
2.2.5 Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Menurut Rukmana (2008), morfologi kacang tanah dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Akar
Perakaran kacang tanah terdiri dari akar lembaga (Radikulla), akar
tunggang (radix primaria) dan kar cabang. Pertumbuhan kar menyebar
kesemua arah sedalam lebih kurang 30 cm dari permukaan tanah. Akar
berfungsi sebagai organ pengisap unsur hara dan air untuk pertumbuhan
tanaman. namu, fungsi tersebut dapat terganggu bila tanah beraerasi jele,

34
kadar airnya kurang, kandungan senyawa Al dan Mn tinggi, serta derajat
kemasaman tanah yang tinggi.
2. Batang
Batang tanaman kacang tanah berukuran pendek, berbuku buku, dengan tipe
pertumbuhan tegak dan mendatar. Pada mulanya batang tumbuh tunggal.
Namun lambat laun bercabang banyak seolah olah merumpun. Panjang
batang berkisar 30 sampai 50 cm atau lebih, tergantung dari jenis atau
varietas kacang tanah itu sendiri.
3. Daun
Kacang tanah memiliki empat helaian daun yang disebut tetrafoliate yang
muncul pada batang dengan susunan melingkar pilotaksis 2/5. Daun
mempunyai beragam bentuk antara lain bulat, elips, sampai agak lancip,
dengan ukuran bervariasi (2,4 x 0,8 cm sampai 8,6 x 4,1 cm) tergantung
varietas dan letaknya. Warna daun hijau dan hijau tua. Daun-daun pada
bagian atas biasanya lebih besar dibandingkan dengan yang di bawah. Daun
yang terletak pada batang utama umumnya lebih besar dibandingkan dengan
yang muncul pada cabang.
4. Bunga
Bunga tanaman kacang tanah berbentu kupu kupu, berwarna kuning, dan
bertangkai panjang yang tumbuh di ketiak daun. Fase berbunga biasanya
berlangsung setelah tanaman berumur 4 sampai 6 minggu. Bunga kacang
tanah menyerbuk sendiri pada malam hari. Dari semua bunga yang tumbuh,
dan terbentuk bakal polong. Bunga mekar selama sekitar 24 jam, kemudian
layu dan gugur. Ujung tangkai bunga akan berubah bentuk menjadi bakal
polong, tumbuh membengkok ke bawah, memanjang, dan masuk kedalam
tanah.
5. Buah (Polong)
Polong kacang tanah bervariasi dalam ukuran, bentuk, paruh, dan
kontriksinya. Berdasarkan ukuran polong, kacang tanah dibedakan ke dalam:
polong sangat kecil (panjang < 1,5 cm, ukuran 35–50 g/100 polong), polong
kecil (panjang 1,6–2,0 cm, ukuran 51–65 g/100 polong), polong sedang
(panjang 2,1–2,5 cm, ukuran 66–105 g/100 polong), polong besar (panjang

35
2,6–3,0 cm, ukuran 106–155 g/100 polong), dan polong sangat besar
(panjang > 3,0 cm, ukuran > 155 g/100 polong). Karakter kualitatif polong
meliputi: pinggang polong/konstriksi (tanpa pinggang, agak berpinggang,
berpinggang agak dalam, dan berpinggang sangat dalam), paruh/pelatuk
polong (tanpa paruh, paruh sangat kecil, paruh menonjol, paruh sangat
menonjol) dengan bentuk paruh (lurus dan lengkung), kulit polong/retikulasi
(halus, agak kasar, kasar).
6. Biji
Biji kacang tanah beragam warna, bentuk, dan ukurannya. Berdasarkan
ukuran biji, kacang tanah dibedakan ke dalam: kacang tanah biji kecil (< 40
g/100 biji), kacang tanah biji sedang (40–55 g/100 biji), dan kacang tanah
biji besar (> 55 g/100 biji). Karakter kualitatif biji meliputi: kulit ari biji
(putih, rose, merah, coklat), dan bentuk biji (bulat, lonjong, pipih). Warna
kulit ari biji ada yang satu warna atau lebih dari satu warna.
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman
2.3.1 Sawi (Brassica chinensis)
Menurut Margiyanto (2009), sawi bukanlah tanaman asli Indonesia, namun
berasal dari benua Asia, karena Indonesia mempunyai iklim, cuaca dan tanah yang
sesuai untuk tanaman sawi maka sawi dapat di budidayakan. Tanaman sawi dapat
tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok
mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 mdpl dan biasanya
dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 –500 meter Tanaman
sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada
musim kemarau yang perlu di perhatikan adalah menyiram tanaman secara teratur.
Pada masa pertumbuhan tanaman sawi membutuhkan hawa yang sejuk, dan lebih
cepat tumbuh apabila di tanamn dalam suasanalembab, akan tetapi tanaman ini
juga tidak cocok pada air yang menggenang dengan demikian, tanaman ini cocok
bila di tanam pada akhir musim penghujan (Margiyanto, 2007).
a. Iklim Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Khususnya tanaman sawi pada umunya banyak ditanam di dataran rendah.
Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas (tinggi), juga mudah berbunga dan
menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia, sehingga

36
tidak harus mengandalkan benih impor. Begitu juga sebaliknya tanaman sawi
tidak hanya cocok di tanam di dataran rendah tapi juga di dataran tinggi.
b. Tanah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Sawi (Brassica junceaL.) dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun
paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir, seperti tanah andosol. Pada
tanah-tanah yangmengandung liat perlu pengelolaan lahan secara sempurna,
antara lain pengelolaan tanah yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk
organik dalam jumlah (dosis) tinggi. Syarat tanah yang ideal untuk tanaman sawi
(Brassica juncea L.) adalah : subur, gembur, banyak mengandung bahan organic
atau humus, tidak menggenang (becek), tata udara dalam tanah berjalan dengan
baik, dan pH tanah antara 6-7. Sawi (Brassica juncea L) di dataran rendah,
umumnya ditanam pada jenis tanah latosol dengan pH 6 serta dosis pupukkandang
minimum 20 ton/ hektar.
c. Kebutuhan air tanaman sawi (Brassica juncea L.)
Ketersediaan air menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman, baik secara
vegetatif maupun generatif. Dalam proses perkencambahan biji, tahap paling awal
yang terjadi adalah imbibisi, yakni proses masuknya air kedalam biji. Tanpa
didahului oleh proses imbibisi, tahap-tahap selanjudnya dalam proses
perkecambahan biji tidak akan dapat berlangsung, pada lahan irigasi sederhana
kebutuhan air untuk tanaman sawi (Brassica juncea L.) adalah 0,275
liter/tanaman/hari atau 1,1 liter/4 tanaman/hari. Pada fase awal pertumbuhan
kebutuhan air bagi tanaman sawi (Brassica juncea L.) banyak diperlukan,
sehingga penyiraman dilakukan secara rutin yaitu 1-2 kali sehari, terutama bila
keadaan tanah cepat kering dan dimusim kemarau. Setelah itu pengairan untuk
tanaman sawi (Brassica juncea L.) berangsur-angsur dikurangi, tetapi keadaan
tanahnya tidak boleh dalam kondisi kering.
2.3.2 Bawang Merah (Allium cepa L.)
Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah
lama diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah dapat dibudidayakan
dengan dua jenis bahan tanam yaitu dengan cara vegetatif dan generatif. Cara
vegetatif dengan menggunakan umbi lapis sedangkan cara generatifnya
menggunakan biji. Petani lebih sering menggunakan umbi lapis atau umbi

37
konsumsi sebagai bahan tanamkarena penanamannya lebih mudah dan waktu
panen lebih cepat yaitu sekitar 53-60 hari tergantung varietas yang digunakan.
Cara generative memiliki beberapa keuntungan antara lain : kebutuhan untuk
tanam biji lebih sedikit, biaya penyediaan lebih murah, penyimpanan benih lebih
mudah, dan murah untuk diditribusikan, variasi mutu benih rendah dan
produktivitasnya tinggi (Jasmi et al, 2013).
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi sampai 1.100 meter diatas permukaan laut, tetapi
produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim,
tempat terbuka dan mendapat sinar matahari 70%, karena bawang merah termasuk
tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang (long day plant). Tiupan
angin sepoi-sepoi berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis dan hasil
umbinya akan tinggi, ketinggian tempat yang paling ideal adalah 0-800 meter
diatas permukaan laut (Jasmi et al, 2013).
Bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik kualitas
maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai dengan
250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian 800 –
900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik, selain umur panennya lebih
panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yangsesuai untuk
pertumbuhan bawangmerah adalah 300 –2500 mm per tahun, dengan intensitas
sinar matahari penuh (Harjadji, 2009).
Bawang merah dapat tumbuh baik pada saat musim kemarau akan tetapi
harus mendapatkan airyang cukup. Secara umum tanah yang dapat ditanami
bawang merah adalah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, gembur,
drainase yang baik dan mengandung bahan organik banyak.Bawang merah
ditanam di dataran rendah maupun didataran tinggi yaitu pada ketinggian 0-1000
mdpl, ketinggian optimalnya adalah 0-400 mdpl dengan iklim kering dan
suhuantara 25-32oC. Iklimyang cocok untuk bawang merah adalahdaerah
beriklim tropisdengan suhu udara panas,terutama yang mendapat sinar matahari
12 jamper-hari (Harjadji, 2009).
Jenis tanah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah tanah
lempung berpasir atau lempung berdebu. Keasaman tanah yang paling sesuai

38
untuk bawang merah adalah yang agak asam sampai normal (5,5 –7,0). Tanah
yang terlalu asam dengan pH dibawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium
(Al) yang dapat bersifat racun sehingga menyebabkan tanaman menjadi kerdil.
Sedangkan ditanah yang terlalu basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn)
tidak dapat diserap oleh tanaman, yang dapat mengakibatkan umbi yang
dihasilkan lebih kecil dan produksi tanaman rendah. Bawang merah berakar
serabut dengan sitem perakaran dangkal dan bercabang terpencar. Memiliki
batang sejati atau disebut discusyangberbentuk sperti cakram, tipis dan pendek
sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh) diatas discus
terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah daun. Batang semu di dalam
tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Bunga berbentuk bulat
dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih,
sewaktu masih muda berwarna bening atau putih tetapi setelah tua berubah warna
menjadi berwarna hitam (Harjadji, 2009).
2.3.3 Jagung (Zea mays)
Berdasarkan aspek iklim untuk produksi optimum tanaman jagung
menghendaki daerah yang beriklim sedang hingga subtropik atau tropis yang
basah dan di daerah yang terletak antara 0-500 LU hingga 0-400 LS. Tanaman
jagung juga menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Suhu optimum yang
dikehendaki adalah 21-340C. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung
adalah 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pertumbuhan tanaman jagung sangat
membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya
akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak
dapat membentuk buah (Tim Karya Tani Mandiri, 2010 dalam Wulandari, 2013).
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adaah antara 21o-30oC. Akan tetapi,
untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khusunya jagung hibrida,
suhu optimum adalah 23o-27o C. Suhu yang terlalu tinggi dan kelembaban yang
rendah dapat mengganggu peroses persarian. Jagung hibrida memerlukan air yang
cukup untuk pertumbuhan, terutama saat berbunga dan pengisian biji. Curah hujan
normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 250 mm/tahun sampai
2000 mm/tahun (Warisno, 2007 dalam Irmayani, 2009).

39
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan
baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara
terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam jumlah yang
banyak. Apabila tanah yang dipersiapkan untuk penanaman jagung miskin
hara dan rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P, dan K
serta pupuk organik (kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan
(BKP-PP Aceh, 2009).
Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, memiliki drainase
yang baik dengan pH tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami
jagung antara lain jenis tanah andosol, latosol dengan syarat pH-nya harus
memadai untuk tanaman jagung. Pada tanah-tanah yang memiliki tekstur berat,
jika akan ditanami jagung maka perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik.
Namun, apabila kondisi tanahnya gembur, dalam budidaya jagung tanah tidak
perlu diolah (sistem TOT). Tanaman jagung ditanam di Indonesia mulai dari
dataran rendah sampai daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-
1800 mdpl. Sedangkan daerah yang optimum untuk pertumbuhan jagung adalah
antara 0-600 mdpl (Tim Karya Tani Mandiri, 2010 dalam Wulandari, 2013).
2.3.4 Talas (Colocasia esculenta)
a. Iklim
Talas juga dapat ditanam diberbagai kondisi curah hujan, namun pertumbuhan
tanaman akan lebih baik lagi apabila ditanam pada tempat-tempat yang hampir
selalu dalam keadaan lembab dengan curah hujan rata-rata 1.000 mm per tahun.
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman talas adalah antara 21-27oDidalam
pertumbuhannya, tanaman talas tidak menuntut syarat tumbuh yang khusus.
Tanaman ini dapat tumbuh diberbagai jenis tanah dengan berbagai kondisi lahan
baik lahan becek (talas bogor) maupun lahan kering. Tanah yang memiliki
kandungan humus dan air yangcukup dengan pH antara 5,5- 5,6 sangat cocok
untuk budidaya tanaman talas. Tanaman talas dapat tumbuh pada ketinggian
optimal antara 250-1.100 meter dpl. Talas juga dapat ditanam diberbagai kondisi
curah hujan, namun pertumbuhan tanaman akan lebih baik lagi apabila ditanam
pada tempat-tempat yang hampir selalu dalam keadaan lembab dengan curah
hujan rata-rata 1.000 mm per tahun (Winarmo, 2010).

40
Dalam mengusahakan tanaman talas terdapat hal yang sangat penting untuk
diperhatikan yaitu bahwa tanaman ini harus mendapat penyinaran matahari secara
penuh selama pertumbuhannya. Oleh karena itu tanaman talas ditanam di tempat-
tempat yang terbuka karena jika ditanam pada tempat yang terlindung dimana
tidak mendapat penyinaran matahari,maka tanaman talas tidak akan tumbuh
dengan baik dan produksinya tidak akan mencapai tingkatan optimal. Penyinaran
matahari secara penuh minimum 11 jam per hari adalah sangat baik untuk
pertumbuhan tanaman talas (Winarmo, 2010).
b. Tanah
Didalam pertumbuhannya, tanaman talas tidak menuntut syarat tumbuh yang
khusus. Tanaman ini dapat tumbuh diberbagai jenis tanah dengan berbaga i
kondisi lahan baik lahan becek (talas bogor) maupun lahan kering. Tanah yang
memiliki kandungan humus dan air yangcukup dengan pH antara 5,5- 5,6 sangat
cocok untuk budidaya tanaman talas. Tanaman talas dapat tumbuh pada
ketinggian optimal antara 250-1.100 meter dpl. Tanaman talas membutuhkan
tanah yang lembab dan cukup air. Apabila tidak tersedia air yang cukup atau
mengalami musim kemarau yang panjang, tanaman talas akan sulit tumbuh.
Musim tanam yang cocok untuk tanaman ini ialah menjelang musim hujan,
sedang musim panen tergantung kepada kultivar yang di tanam (Winarmo, 2010).
2.3.5 Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada daerah tropik, subtropik, serta
daerahpada 400LU-400LS dengan ketinggian 0-500 m di ataspermukaan laut.
Persyaratanmengenai tanah yang cocok bagi tumbuhnya kacang tanah tidaklah
terlalu khusus.Syarat yang terpenting adalah bahwa keadaan tanah tidak terlalu
kurus dan padat.Kondisi tanah yang mutlak diperlukan adalah tanah yang gembur.
Kondisi tanah yanggembur akan memberikan kemudahan bagi tanaman kacang
tanah terutama dalam halperkecambahan biji, kuncup buah, dan pembentukan
polong yang baik. Kondisi tanahyang gembur juga akan mempermudah bakal
buah menembus masuk kedalam tanahuntuk membentuk polong yang baik
.Kacang tanah menghendaki keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab,yaitu
rata-rata 65-75% dan curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 800-

41
1300mm/tahun dengan suhu harian 25-350C .Tanaman kacang tanahtumbuh baik
pada keadaan pH tanah sekitar 6-6,5 (Adisarwanto, 2010).
Adapun syarat-syarat benih atau bibit kacang tanah yang baik yaitu ; a)Berasal
dari tanaman yang baru dan varietas unggul, b) Daya tumbuh yang tinggi (lebih
dari 90 %) dan sehat, c) Kulit benih mengkilap, tidak keriput dan cacat, d)Murni
atau tidak tercampur dengan varietas lain, e) Kadar air benih berkisar 9-12
%Pupuk dasar seperti pupuk kandang 2-4 ton/ha perlu diberikan pada tanaman
kacangtanah yaitu diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih seminggu
sebelumtanam, dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam.
Pupukanorganik seperti SP-36 (100 kg/ha), Urea (100 kg/ha) dan KCl (50 kg/ha).
Dalamhal budidaya kacang tanah, pola tanaman harus memperhatikan musim dan
curah hujan (Adisarwanto, 2010).
Penandaan fase tumbuh kacang tanah didasarkan pada pertumbuhan
jumlahbuku pada batang utama dan perkembangan bunga hingga menjadi polong
masak,serta buku-buku pada batang utama yang telah berkembang penuh. Fase
vegetatif berlangsung sejak biji berkecambah hingga kanopi (tajuk) mencapai
maksimum.Penandaan fase reproduktif ditandai dengan adanya bunga, buah dan
biji. Pembungaan pada kacang tanah dimulai pada hari ke-27 sampai ke-32 setelah
tanamyang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Jumlah bunga yang
dihasilkansetiap harinya akan meningkatsampai maksimum dan menurun
mendekati nol selamaperiode pengisian polong. Ginofor (tangkai kepala putik)
muncul pada hari ke-4 atauke-5 setelah bunga mekar, kemudian akan memanjang,
serta menuju dan menembustanah untuk memulai pembentukan polong.
Pembentukan polong dimulai ketikaujung ginofor mulai membengkak, yaitu pada
hari ke-40 hingga hari ke-45 setelah tanam atau sekitar satu minggu setelah
ginofor masuk ke dalam tanah (Adisarwanto, 2010).

42
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI
3.1 Letak Astronomi dan Geografis
3.1.1 Kabupaten Jeneponto
Menurut PERDA Kab. Jeneponto (2014), Letak wilayah kabupaten Jeneponto
merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang secara makro
bentang alamnya terdiri dari daerah dataran terletak pada bagian tengah dan
daerah perbukitan yang terletak pada bagian utara, serta kawasan pantai di sebelah
selatan. Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak antara 5°23’12’’ -
5°42’1.2’’ Lintang Selatan dan antara 119°29’12” - 119°56’44.9” Bujur Timur.
Berdasarkan posisi geografis, Kabupaten Jeneponto memiliki batas wilayah yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar
Kabupaten Jeneponto dengan ibukota Bontosunggu sebagai salah satu sentra
produksi garam di Sulawesi Selatan, terletak 91 Km di sebelah selatan Makassar
(Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) dengan luas wilayah 749,79 Km2 atau
74.979 Ha, yang secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan dan 113 Desa atau
Kelurahan. Kabupaten Jeneponto dengan letak geografis 5º23’12” - 5º42’1,2” LS
dan 119º29’12” - 119º56’44,9”BT dengan posisi strategis dan aksebilitas yang
tinggi, sehingga memiliki peluang pengembangan ekonomi melalui keterkaitan
wilayah khususnya keterkaitan dengan daerah yang mendukung pembangunan
sosial ekonomi dan budaya (PERDA Kab. Jeneponto, 2014)
3.1.2 Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran
tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah, pantai
dan laut lepas. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 km2. Secara
geografis, Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20”
sampai5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur.
Berdasarkan posisi geografis, Kabupaten Bulukumba memiliki batas wilayah
yaitu:

43
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.
Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan
yang terletak terletak di bagian selatan dengan jarak kurang lebih 153 kilometer
dari ibukota Propinsi Sulawesi Selatan (Makassar). Secara geografis, Kabupaten
Bulukumba terletak antara 5o20” sampai 5o40” lintang selatan dan 119o58”
sampai 120o28” bujur timur. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Sinjai, sebelah timur dengan Teluk Bone, sebelah selatan dengan Laut Flores dan
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng (BPPDB, 2014).
Kabupaten Bulukumba memiliki keistimewaan dari geografisnya dimana
kondisi wilayahnya ada yang bergunung, bergelombang dan rata serta memiliki
garis pantai dengan panjang kurang lebih 128 km dan luas lautan kurang lebih
921.6 km2 yang berbatasan langsung dengan Laut Flores pada bagian selatan dan
Teluk Bone pada bagian timur. Kabupaten Bulukumba memiliki wilayah dengan
ketinggian bervariasi dari 0 meter dpl hingga di atas 1000 m. Sebagian besar
wilayahnya berada pada ketinggian 0 sampai 500 m dpl, dimana terdapat 7
kecamatan yang merupakan daerah pesisir yaitu Gantarang, Ujung Bulu, Ujung
Loe, Bonto Tiro, Bonto Bahari, Kajang dan Herlang (BPPDB, 2014).
3.2 Klimatologi
3.2.1 Kabupaten Jeneponto
Keadaan iklim Kabupaten Jeneponto adalah identik dengan keadaan
iklim wilayah lain yang ada di Pulau Sulawesi secara keseluruhan. Hal ini dapat
dilihat pada temperatur udara maksimum 35oC dan suhu udara minimum 26oC
dengan jumlah curah hujan terendah 1.049 mm/tahun dan tertinggi 3.973
mm/tahun. Iklim (pola distribusi dan jumlah curah hujan tahunan) Kabupaten
Jeneponto tergolong kering di hampir semua kecamatan, selain Kec. Rumbia,
Kelara dan sebagian Kec. Bangkala, yang tergolong agak basah. Kondisi iklim
seperti ini mengindikasikan bahwa produktivitas bebagai jenis komoditas
pertanian di Kabupaten Jeneponto akan menghadapi kendala kekurangan air yang
bias dikatakan ekstrim (BAPPEDA, 2015).

44
Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat hujan
tersebut, maka tipe iklim Kabupaten Jeneponto termasuk tipe iklim agak basah
sampai kering. Dimana stasiun Loka, Malakaji, dan Beseloro termasuk iklim agak
basah sedangkan pada stasiun Allu, Balangloe, Jeneponto, dan Takalar termasuk
tipe iklim agak kering sampai kering (BAPPEDA, 2015).
3.2.2 Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82°C –
27,68°C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan
tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith-Fergusson maka klasifikasi
iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak basah.
Kabupaten Bulukumba berada di sektor timur, musim gadu antara bulan Oktober-
Maret dan musim rendengan antara bulan April sampai September. Terdapat 8
buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, kecamatan
tersebut antara lain yaitu: stasiun Bettu, stasiun Bontonyeleng, stasiun Kajang,
stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong, stasiun Bontobahari, stasiun Bulo-
bulo dan stasiun Herlan (BPPDB, 2014).
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bulukumba (2014),
perincian wilayah dengan kisaran curah hujan daerah Bulukumba sebagai berikut:
1. Curah hujan antara 800–1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Ujungbulu,
sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bontobahari.
2. Curah hujan antara 1000–1500 mm/tahun, meliputi sebagian Gantarang,
sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro.
3. Curah hujan antara 1500–2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang,
sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian
Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang.
4. Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan
Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang

45
BAB IV
METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu
Praktik lapang ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di Balai Penyuluhan
Pertanian Kabupaten Jeneponto Desa Balang Beru dan di Pusat Pembibitan
Palawija dan Hortikultura Desa Batukaropa Kabupaten Bulukumba pada hari
Jumat hingga Minggu, tanggal 5-7 April 2019.
4.2 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam praktik lapang ini adalah
metode kualitatif deskriptif, yaitu melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Dalam metode observasi, praktikan mengamati secara langsung
objek-objek yang akan diamati, sedangkan dalam metode wawancara, praktikan
menanyakan beberapa pertanyaan secara langsung kepada instansi atau subjek
yang terlibat. Adanya dokumentasi ini juga diperlukan untuk mendukung data-
data primer yang diperoleh.

46
47
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
Berikut adalah hasil pengamatan observasi praktikum lapangan:
Tabel 1. Hasil Survei Balai Penyuluhan, Kabupaten Jenoponto
Jenis Pola Jarak Luas Hama dan
No. Varietas Pengairan /Irigasi Pemupukan Panen dan Pasca Panen
Tanaman Tanam Tanam Lahan Penyakit
Pada saat pemanenan dengan
Menyiram secara
menggunakan alat bantu pisau
manual dengan Pupuk
dan memotongnya pada
menggunakan Kandang
Hama yang pangkal batang sawi.
alat siram dan air ditabur
menyerang yaitu Sedangkan pasca panen
diperoleh dari setelah 1 hari
Monokult ulat grayak menghasilkan produksi 246
1 Sawi Kumala bak yang dibuat 10x10 cm 25 are tanam dan
ur sedangkan yang langsung dijual ke
petani sebagai pupuk NPK
penyakit yaitu pengepul kemudian
tampungan air, ditabur
klorosis didistribusikan ke makassar
sumber air setelah 3 hari
serta dikabupaten terdekat
berasal dari air tanam.
dengan omset sekitar 40 jt
bor bawah tanah
sekali panen.
Menyiram secara
Pada saat pemanenannya
manual dengan Pupuk
Hama yang dengan cara manual yaitu
menggunakan Kandang
menyerang mencabutnya langsung.
alat siram dan air ditabur
yaitu ulat Sedangkan untuk pasca panen
diperoleh dari setelah 1 hari
Bawang grayak, dan biasanya para petani
2 Lokal Polikultur bak yang dibuat 10x10 cm 3 ha tanam dan
Merah ngengat menggantungnya di bawah
petani sebagai pupuk Urea,
sedangkan rumah, kemudian ketika agak
tampungan air, Phonska 10
penyakit tidak kering langsung menjual
sumber air hari dan 1 hari
ada. dengan memotong daun
berasal dari air setelah tanam
atasnya terlebih dahulu..
bor bawah tanah

Sumber: Data primer setelah diolah, 2019.


Tabel 2. Hasil Survei Pusat Pembibitan dan Hortikultura Desa Batukaropa,
Kabupaten Bulukumba.
Jenis Jarak Luas Hama dan Panen dan Pasca
No. Varietas Pola Tanam Pengairan /Irigasi Pemupukan
Tanaman Tanam Lahan Penyakit Panen
Pada saat
pemanenannya
dengan cara
Pupuk Pukasi Hama yang manual yaitu
yang terbuat menyerang yaitu menggunakan
Dengan dari pupuk ulat grayak cangkul.
1 Talas Satoimo Monokultur menggunakan air 60x90 cm 1 ha kandang, sedangkan Sedangkan untuk
bor bawah tanah. dedaunan, penyakit yaitu pasca panen para
sekam dan petani
EM4. mengirimkan
bibitnya ke negara
Klorosis dan Jepang untuk
Bercak dikembangkan.
Pengairannya
Hama yang
secara intensif
menyerang ulat
pada saat masih
grayak, ulat Panen dilakukan
fase
tongkol, kutu secara manual
perkecambahan Pupuk
putih,dan dengan
2 Jagung Lamura Monokultur dan disiram 75x40 cm 1 ha kandang dann
belalang menghasilkan
langsung oleh Pupuk urea
sedangkan produktivitas 3-4
petaninya dengan
penyakit hawar, ton perhektare.
sumber air ber asal
bercak, bulai,
dari air bor bawah
busuk tungkol
tanah.
Panen dilakukan
Pupuk Pukasi
setelah 120 HST
yang terbuat Hama
dan dilakukan
dari pupuk penggerek
Kacang Menggunakan air secara manual lalu
3 Kelinci Monokultur 50 x 50 cm 25 are kandang, polong dan
Tanah bor bawah tanah. hasil panen
dedaunan, penyakit pada
dikemas tanpa
sekam dan karat daun
membuka kulit
EM4.
kacang.

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019.

48
5.2 Pembahasan
Tanaman sawi yang ada di kabupaten Jeneponto adalah varietas kumala
dengan system tanam monokultur. Para petani pada Kabupaten Jeneponto
menanamnya dengan jarak tanam dalam bedengan 10×10 yang masih terlalu
rapat, karena tanaman sawi lebih cocok ditanam dengan jarak dalam bedengan 40
x 40 cm , 30 x 30 dan 20 x 20 cm. Kemudian untuk potensi tumbuh sawi pada
Kabupaten Jeneponto masih baik mengingat tanaman ini tahan terhadap suhu
panas (tinggi) sebagaimana kondisi iklim di Kabupaten Jeneponto yaitu termasuk
tipe iklim agak basah sampai kering. Hal ini sesuai pendapat BAPPEDA (2015),
yang menyatakan bahwa berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun
pencatat hujan tersebut, maka tipe iklim Kabupaten Jeneponto termasuk tipe iklim
agak basah sampai kering.
Pada tanaman bawang merah menghendaki tanah yang subur, gembur,
banyak mengandung humus, dan mendapat sinar matahari 70% dengan suhu udara
sekitar ± 25º-32º C, serta pH 5,5-6,5. Yang berarti tanaman bawang merah dapat
ditanam di beberapa daerah di Kabupaten Jeneponto, karena ada beberapa daerah
di Kabupaten Jeneponto yang memiliki tanah yang subur. Hal ini sesuai pendapat
Nurjannani (2016), yang menyatakan bahwa dataran tinggi Kabupaten Jeneponto
tergolong subur dan gembur, namun pengembangan bawang merah di dataran
tingginya bersaing dengan komoditas sayuran lainnya dan luas lahan terbatas.
Berbeda dengan dataran rendahnya meskipun potensi lahan cukup luas, namun
dataran rendah Kabupaten Jeneponto merupakan daerah suboptimal, merupakan
lahan yang telah mengalami degradasi yang mempunyai kesuburan rendah dan
tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.
Tanaman talas dapat tumbuh di daerah tropis, sub tropis dan di daerah
beriklim sedang. Pembudidayaan talas dapat dilakukan pada daerah beriklim
lembab (curah hujan tinggi) dan daerah beriklim kering (curah hujan rendah),
tetapi ada kecenderungan bahwa produk talas akan lebih baik pada daerah yang
beriklim rendah atau iklim panas. Yang menunjukkan tanaman talas kurang cocok
di tanam di Kabupaten Bulukumba. Karena iklim di bulukumba termasuk tipe
iklim lembab atau agak basah. Hal ini sesuai pendapat. Hal ini berbanding terbalik
dengan pendapat Winarno (2010), yang menyatakan talas juga dapat ditanam
diberbagai kondisi curah hujan, namun pertumbuhan tanaman akan lebih baik lagi

49
apabila ditanam pada tempat-tempat yang hampir selalu dalam keadaan lembab
dengan curah hujan rata-rata 1.000 mm per tahun.Yang menunjukkan tanaman
talas kurang cocok di tanam di kabupaten bulukumba. Karena iklim di Bulukumba
termasuk tipe iklim lembab atau agak basah.
Tanaman jagung adalah tanaman C4 yang menghendaki tempat terbuka
dan menyukai cahaya. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman jagung dari
0 sampai dengan 1300 m di atas permukaan laut. Temperatur udara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah 23 – 27 0C. Curah hujan
yang ideal untuk tanaman jagung pada umumnya antara 200 sampai dengan 300
mm per bulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara 800 sampai dengan
1200 mm. Yang berarti tanaman jagung cocok di tanam pada kabupaten
Bulukumba yang dapat dilihat dari curah hujan yang dibutuhkan oleh tanaman
jagung. Hal ini sesuai pendapat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bulukumba (2014), perincian wilayah dengan kisaran curah hujan daerah
Bulukumba yaitu curah hujan antara 800–1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan
Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar
Bontobahari; Curah hujan antara 1000–1500 mm/tahun, meliputi sebagian
Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro; Curah hujan antara
1500–2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale,
sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro,
sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang; Curah hujan di atas 2000 mm/tahun
meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan
Kecamatan Herlang.
Kacang tanah dapat tumbuh pada lahan dengan ketinggian 0-500 m di atas
permukaan laut. Tanaman ini tidak terlalu memilih tanah khusus. Kacang tanah
termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh. Kemudian diperlukan
iklim yang lembab. Hal ini pun sesuai dengan kondisi iklim yang ada di
Bulukumba yaitu iklim lembab atau agak basah. Hal ini sesuai pendapat BPPDB
(2014), yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis Smith-Fergusson maka
klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak
basah.

50
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa
pada Kabupaten Jeneponto para petani menggunakan dua pola tanam yaitu secara
monokultur pada tanaman sawi dan secara polikultur pada tanaman bawang
merah. Sedangkan pada Kabupaten Bulukumba para petani menggunakan pola
tanam monokultur pada semua jenis tanaman yang ditemukan.
6.2 Saran
Sebaiknya para praktikan lebih tertib, konsentrasi dan teratur saat melakukan
pengamatan dan wawancara dengan para petani sehingga hasil yang didapatkan
juga lebih baik.

51
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. A.A. dkk. 2010. Budidaya Kacang Tanah, Hal 89 sampai 102.
Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Monograf Balitman
malang: Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang.-
Adisarwanto. 2007. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan
Lahan Kering. Jakarta: Penebar Swadaya.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh Bekerja Sama


dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD, “Budidaya
Tanaman Jagung,” Modul Brosur Pertanian (2009), Nangroh Aceh
Darussalam.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). 2015. Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Jeneponto.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bulukumba (BPPDB). 2014.


Pemerintah Kabupaten Bulukumba.
Harjadi, Setyadi, S., 2009, Zat Pengatur Tumbuh, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Irmayani, Tia “Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Timbulnya


Penyakit Daun Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Beberapa
Varietas di Lapangan,” Skripsi (2009), Universitas Sumatera Utara.
Jasmi, Sulistyaningsih, E, dan Indradewa., 2013, Pengaruh Vernalisasi Umbi
terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Pembungaan Bawang Merah (Allium
cepa L. aggregatum Group) di Dataran Rendah, Jurnal Ilmu Pertanian
Vol. 16 No.1. Hlm. 42 – 57.

Margiyanto, E. 2009. Hortikultura. Bantul : Cahaya Tani

Nurhikmah. 2017. Isolasi Dan Skreening Bakteri Endofit Penghasil Enzim Fitase
Dari Tanaman Jagung (Zea Mays). Fakultas Sains Dan Teknologi. Uin
Alauddin. Makassar.

Nurjannani. 2016. Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Bawang Merah di


Lahan Suboptimal Kabupaten Jeneponto. Prosiding Seminar Nasional
Inovasi Teknologi Pertanian.

Peraturan Daerah (PERDA) Kab. Jeneponto. 2014. Rencana Pembangunan


Daerah Kabupaten Jeneponto 2014- 2018.

Pitojo, S. 2005. Benih Kacang Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Pitojo, Setijo. 2003. Benih Bawang Merah. Yogyakarta. Kanisius.

Rukmana, Rahman. 2009. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta. Kanisius.

52
Rukmana, Rahmat. 2008. Kacang Tanah. Yogyakarta. Kanisius.

Simamora, Ramalan Manahara, Yulian dan Edhi Turmidi. 2018. Penampilan 10


Aksesi Talas (Colocasio escilenta) di Lahan Pesisir Bengkulu. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 20. No. 1. Halaman 19-25. ISSN:
1411-0067.

Steenis. 2002. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung: Nuansa
Aulia.stee

Wibowo, S. 2005. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F.G., 2010. Produk Pangan. Trubus Agirasana, Surabaya. Kimia Pangan
dan Gizi. PT.Gramedia Utama, Jakarta.
Wulandari, Eka “Efikasi Herbisida Glifosat untuk Persiapan Lahan
Budidaya Jagung (Zea mays L.) Tanpa Olahan Tanah,” Skripsi
(2013), Universitas Lampung.

53
LAMPIRAN

1. Lampiran Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Kegiatan Budidaya Tanaman Bawang Merah

Gambar 2. Kegiatan Budidaya Tanaman Sawi

54

Anda mungkin juga menyukai