PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
Indonesia didasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan,
kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga tujuan
penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara,
menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan
daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam
negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara
berkelanjutan.
Agar hasil produksi perkebunan dapat menghasilkan barang yang
bernilai lebih tinggi maka dilakukan proses pengolahan yang disebut dengan
industri. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang
bermutu tinggi dalam penggunaannya. Setiap proses produksi suatu industri
akan menghasilkan limbah, dimana satu sama lain jenis dan karakteristik
limbah dari masing-masing industri berbeda satu sama lain. Hal ini sangat
tergantung pada input, proses serta output yang dihasilkan dalam suatu
industri.
Perkembangan industri yang pesat untuk menghasilkan produk
ternyata tidak selalu dibarengi dengan upaya untuk menekan jumlah, jenis
dan tingkat bahaya limbah yang dihasilkan. Kondisi ini pada akhirnya
menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada penurunan
kesehatan manusia, hilangnya habitat alami, tercemarnya sumber-sumber air
serta mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi yang cukup besar.
Demikian juga dalam industri tanaman perkebunan seperti kopi, limbah
industri perkebunan ini kebanyakan menghasilkan limbah cair, padat dan
gas (emisi). Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak
negatif yang timbul dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi limbah
tersebut, maka limbah-limbah harus dikelola dengan baik. Pengelolaan
limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk
lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk
organik bagi tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai
2
papan partikel, sebagai biofuel, bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan
lainnya dari limbah-limbah ini, sehingga pada akhirnya tercapai suatu tujuan
mulia dengan konsep zero waste (zero emision).
1.2. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi itu sendiri. Berhubung
perkebunan kopi di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat,
dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta ha dari total 1,26
juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih
merupakan kendala yang serius. Petani masih relatif menangani pasca panen
secara tradisional. Akibatnya mutu kopi sebagai bahan baku pada industri
pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan
kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra produksi kopi tertentu,
dimana telah hadir produsen kopi olahan besar seperti PT Nestle Indonesia di
Lampung, penangan kopi pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.
Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia masih didominasi oleh kopi
robusta (93 persen) dari pada arabika (7%), padahal permintaan kopi arabika
dunia jauh lebih besar dibandingkan kopi robusta.Demikian pula dari segi
harga, harga kopi arabika jauh lebih mahal dari pada kopi robusta.Usaha-
usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena terhadang oleh
kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika yang hanya sesuai untuk
dataran tinggi (di atas 600 meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan
penanaman di dataran rendah hanya mengakibatkan resiko kegagalan yang
tinggi akibat serangan penyakit layu yang merupakan musuh alami kopi
arabika di Indonesia
Isu teknologi (mesin dan peralatan) produksi biji kopi mulai dari
pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih merupakan kendala klasik yang
dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan
pada penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.
Berdasarkan pengamatan ANTARA, bila pabrik KOPI beroperasi
sering menimbulkan debu sehingga kondisi udara di lingkungan tersebut
tercemar. Sangat terlihat debu dari pabrik kopi yang menempel pada atap
seng rumah dan mengotori lingkungan sekitar.dan Menurut pengamatan,
keberadaan pabrik untuk pengeringan dan penggilingan mengelolahan biji
kopi tersebut dinilai warga tidak layak beroperasi lagi karena selain berada
ditengah pemukiman padat penduduk, pengoperasian selalu menghasilkan
5
limbah debu dan sisa kulit kopi bertebaran terbawa angin menyebabkan
warga sering merasakan sesak nafas, Kebisingan suara mesin kopi ditambah
lagi dengan adanya getaran serta pencemaran limbah dari bekas oli mesin
yang timbul mengakibatkan pencemaran lingkungan . Karena saluran
drainase limbah pabrik tersebut bergabung dengan saluran pipa pembuangan
air milik rumah warga.
Kemudian Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun
seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics.Hal ini membuat lingkungan
degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Dampak lingkungan
berupa polusi organik limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di
mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan oksigen
karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah
secara amat lamban dengan menggunakan proses mikrobiologi dalam air
yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan
oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material
melebihi ketersediaan oksigen sehingga menyebabkan kondisi anaerobik.
Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan
juga bisa menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan dapat meresap ke sumber air minum.
Tabel 1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 -
2012*
Tahun Kopi
2008 1.295.111
2009 1.266.235
2010 1.210.365
2011 1.233.968
2012*) 1.233.932
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.
6
Tabel 2. Produksi tanaman perkebunan kopi di Indonesia tahun 2008 - 2012*
Tahun Kopi
2008 698.016
2009 682.591
2010 686.921
2011 638.647
2012*) 657.138
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.
7
manfaat lainnya. Begitu juga dengan limbah cair dapat juga digunakan
untuk memupuk tanaman karena mengandung unsur hara yang relatif
tinggi pula, disamping itu bisa juga digunakan untuk biogas, pembangkit
tenaga listrik dan keperluan lainnya.
2.2 Potensi dan Karakteristik Industri Kopi
Menurut Londra (2002) hasil pengolahan kopi akan menyisakan
limbah, yaitu kulit buah dan kulit biji. Limbah kopi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu limbah pada pengolahan kopi merah (masak) dan limbah
pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan kopi merah diawali dengan
pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar. Proses ini akan
menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi.
Berdasarkan data statistik produksi Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi
kopi mencapai 657.138 ton/tahun, adapun limbah yang dihasilkan disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar
Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).
8
kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg,
Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi
limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg
(Dirjen Perkebunan, 2008).
9
Limbah industri perkebunan baik yang bersifat padat dan cair sangat
berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan
kesuburan tanah secara alami yaitu pupuk organik. Limbah-limbah tersebut
mengandung bahan organik yang tinggi. Baon et al. 2005 dalamIsroi 2007
melaporkan bahwa rendahnya kandungan bahan organik tanah di perkebunan
kopi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan dan hilangnya
bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam
tanah.
Oleh karena itu pengomposan bisa menjadi metode yang cocok untuk
mengkonversi limbah menjadi pupuk organik yang dapat digunakan media
tumbuh. Pengomposan limbah biomassa harus dilakukan untuk menghindari
pengaruh negatif limbah tersebut terhadap tanaman akibat nisbah C/N bahan
yang tinggi, di samping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan
dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan. Laju
pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan lengas bahan,
pengadukan, aerasi dan volume tumpukan (Baon et al. 2005dalam Dirjen
Perkebunan 2008).
2.3.1. Limbah Padat
Sebagian besar limbah padat industri perkebunan kulit buah kopi,
sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk
meningkatkan kesuburan tanah secara alami.
Limbah kulit buah kopi telah hancur memiliki kandungan 1,88 % N;
2,04% K;0,53% Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini 1999 dalam
Sudiarto dan Gusmaini 2004). Kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3
%, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit
buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha
areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara
dengan produksi tepung limbah 630 kg.
10
Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250
mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan
system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi
ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor
tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah)
ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).
11
terlebih dahulu sebelum limbah pertanian dan perkebunan diberikan kepada
ternak, yang secara garis besarnya terdiri dari:
Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil,
penggilingan, pemanasan, perendaman, pengeringan atau
penyinaran.
Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan oksidasi
seperti penambahan NaOH, Ca(OH)2, ammonium hidroksida, gas
klor dan sulfur dioksida.
Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi, penambahan
enzim, atau menumbuhkan jamur dan bakteri.
Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut diatas.
BAB III
12
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Agbor, R. B, Ekpo, I. A. Osuagwu A.N., Udofia, U.U Okpako E.C and Antai, S.P.
2012. Biostimulation of microbial degradation of crude oil polluted soil using
cocoa pod husk and plantain peels. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (3):464-469.
Agyarko K and E. K. Asiedu. 2012. Cocoa Pod Husk and Poultry Manure on Soil
Nutrients and Cucumber Growth. Advances in Environmental Biology, 6(11):
2870-2874.
Hambali Erliza, Thahar Arfie, Komarudin Aan. 2010. The Potential Of Oil Palm
And Rice Biomass As Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop,
November 29 – December 01, Jakarta, Indonesia
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70. 2011 Tahun 2011. Tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta.
Sardar Suneela, Ilyas Suhaib Umer, Malik Shahid Raza and Javaid Kashif, 2011.
Compost Fertilizer production from Sugar Press Mud (SPM). Department of
Chemical Engineering, NFC-Institute of Engineering & Fertilizer Research,
Faisalabad 38090, Pakistan.
Siswati, N. D., M. Yatim dan R. Hidayan. 2010. Bioetanol dari Limbah Kulit
Kopi Dengan Proses Fermentasi.
http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/
http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-
lingkungan
15
16