Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma


nutfah yang melimpah. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis
komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai sumber pangan dan
pendapatan masyarakat. Potensi ketersediaan lahan Indonesia cukup besar
dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air,
Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas
daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6
persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen)
merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang
berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah
seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan
kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang
berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi
areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang
berpotensi untuk perluasan areal pertanian.
Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang
menjadi salah satu faktor  yang mendukung kegiatan perekonomian di
Indonesia. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan, bahwa penyelenggaraan perkebunan di

1
Indonesia didasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan,
kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga tujuan
penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara,
menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan
daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam
negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara
berkelanjutan.
Agar hasil produksi perkebunan dapat menghasilkan barang yang
bernilai lebih tinggi maka dilakukan proses pengolahan yang disebut dengan
industri. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang
bermutu tinggi dalam penggunaannya. Setiap proses produksi suatu industri
akan menghasilkan limbah, dimana satu sama lain jenis dan karakteristik
limbah dari masing-masing industri berbeda satu sama lain. Hal ini sangat
tergantung pada input, proses serta output yang dihasilkan dalam suatu
industri.
Perkembangan industri yang pesat untuk menghasilkan produk
ternyata tidak selalu dibarengi dengan upaya untuk menekan jumlah, jenis
dan tingkat bahaya limbah yang dihasilkan. Kondisi ini pada akhirnya
menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada penurunan
kesehatan manusia, hilangnya habitat alami, tercemarnya sumber-sumber air
serta mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi yang cukup besar.
Demikian juga dalam industri tanaman perkebunan seperti kopi, limbah
industri perkebunan ini kebanyakan menghasilkan limbah cair, padat dan
gas (emisi). Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak
negatif yang timbul dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi limbah
tersebut, maka limbah-limbah harus dikelola dengan baik. Pengelolaan
limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk
lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk
organik bagi tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai

2
papan partikel, sebagai biofuel, bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan
lainnya dari limbah-limbah ini, sehingga pada akhirnya tercapai suatu tujuan
mulia dengan konsep zero waste (zero emision).
1.2.   Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan


memahami potensi, karakteristik, pemanfaatan limbah industri perkebunan
sebagai bahan baku untuk pupuk organik dan pemanfaatan lainnya.
1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
a. Bagaimana potensi dan karakteristik limbah perkebunan kopi ?
b. Bagaimana pemanfaatan limbah perkebunan kopi sebagai pupuk
organik?
c. Bagaimana penggunaan dari limbah perkebunan kopi untuk saat ini ?
1.4 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui potensi dan karakteristik limbah perkebunan kopi ?
b. Untuk mengetahui pemanfaatan limbah perkebunan kopi sebagai pupuk
organik?
c. Untuk mengetahui penggunaan dari limbah perkebunan kopi untuk saat
ini ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan


Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami
pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi.
Menurut Dirjen Perkebunan RI tahun 2013, luas areal beberapa tanaman
perkebunan di Indonesia pada tahun 2012 meliputi kopi 1.233.982 ha. Sejalan
dengan pertumbuhan luas areal, produksi perkebunan juga meningkat dengan
konsisten. Produksi kopi 657.138 ton/tahun (Dirjen Perkebunan RI, 2013).
Tabel 1 dan 2 menunjukan luas areal dan produksi tanaman perkebunan kopi
di Indonesia.
Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia
setelah Brazil, Vietnam dan Colombia.  Dari total produksi, sekitar 67%
kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.  Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei
LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun.  Dewasa ini
kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat  konsumsi kopi di Indonesia
telah mencapai 800 gram/kapita/tahun.  Dengan demikian dalam kurun waktu
20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun.
Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha
berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional.  Produk-
produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
kopi dalam negeri, namun juga untuk  mengisi pasar di luar negeri.  Hal
tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam negeri merupakan
pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan
prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif
dalam berinvestasi dibidang industri kopi.
Sumber dari Departemen Perindustrian menyebutkan bahwa
permasalahan perkopian di Indonesia masih seputar pengadaan kualitas bahan

4
baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi  itu sendiri. Berhubung
perkebunan kopi di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat,
dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta ha dari total 1,26
juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih
merupakan kendala yang serius. Petani masih relatif menangani pasca panen
secara tradisional. Akibatnya mutu kopi sebagai bahan baku pada industri
pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan
kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra produksi kopi tertentu,
dimana telah hadir produsen kopi olahan besar seperti PT Nestle Indonesia di
Lampung, penangan kopi pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.
Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia masih didominasi oleh kopi
robusta (93 persen) dari pada arabika (7%), padahal permintaan kopi arabika
dunia jauh lebih besar dibandingkan kopi robusta.Demikian pula dari segi
harga, harga kopi arabika jauh lebih mahal dari pada kopi robusta.Usaha-
usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena terhadang oleh
kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika yang hanya sesuai untuk
dataran tinggi (di atas 600 meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan
penanaman di dataran rendah hanya mengakibatkan resiko kegagalan yang
tinggi akibat serangan penyakit layu yang merupakan musuh alami kopi
arabika di Indonesia
Isu teknologi (mesin dan peralatan) produksi biji kopi mulai dari
pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih merupakan kendala klasik yang
dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan
pada penguasaan teknologi proses pada tahap roasting. 
Berdasarkan pengamatan ANTARA, bila pabrik KOPI  beroperasi
sering menimbulkan debu sehingga kondisi udara di lingkungan tersebut
tercemar. Sangat terlihat debu dari pabrik kopi yang menempel pada atap
seng rumah dan mengotori lingkungan sekitar.dan Menurut pengamatan,
keberadaan pabrik untuk pengeringan dan penggilingan mengelolahan biji
kopi tersebut dinilai warga tidak layak beroperasi lagi karena selain berada
ditengah pemukiman padat penduduk, pengoperasian selalu menghasilkan

5
limbah debu dan sisa kulit kopi bertebaran terbawa angin menyebabkan
warga sering merasakan sesak nafas, Kebisingan suara mesin kopi ditambah
lagi dengan adanya getaran serta pencemaran limbah dari bekas oli mesin
yang timbul mengakibatkan pencemaran lingkungan . Karena saluran
drainase limbah pabrik tersebut bergabung dengan saluran pipa pembuangan
air milik rumah warga.
Kemudian Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun
seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics.Hal ini membuat lingkungan
degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Dampak lingkungan
berupa polusi organik limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di
mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan oksigen
karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah
secara amat lamban dengan menggunakan proses mikrobiologi dalam air
yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan
oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material
melebihi ketersediaan oksigen sehingga menyebabkan kondisi anaerobik.
Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan
juga bisa menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan  dapat meresap ke sumber air minum.
Tabel 1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 -
2012*

Tahun Kopi

2008 1.295.111
2009 1.266.235
2010 1.210.365
2011 1.233.968
2012*) 1.233.932
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *)  Angka Sementara.

6
Tabel 2. Produksi tanaman perkebunan kopi di Indonesia tahun 2008 - 2012*

Tahun Kopi
2008 698.016
2009 682.591
2010 686.921
2011 638.647
2012*) 657.138
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.

Komoditi perkebunan tersebut selain menghasilkan produk utama


juga menghasilkan limbah/hasil ikutan/pendamping. Limbah diartikan
sebagai suatu substansi yang didapatkan selama pembuatan sesuatu (by-
product), barang sisa (residue) atau sesuatu yang tidak berguna dan harus
dibuang (waste). Selain itu limbah dapat pula diartikan sebagai hasil
samping dari suatu kegiatan atau aktivitas (Murni, et al,. 2008). Limbah
yang dihasilkan dapat bersifat padat dan bersifat cair. Apabila kedua
limbah ini tidak ditangani dengan baik maka akan mencemari lingkungan
dan mengganggu kesehatan masyarakat. Pengelolaan yang tepat akan
memberi manfaat yang cukup besar. Limbah yang bersifat padat umumnya
sulit terdekomposisi karena kandungan minyak dan ligninnya tinggi,
sehingga diperlukan upaya yang tepat untuk pengelolaan dan pengolahan
limbah ini.  Sedangkan limbah cair mengandung BOD dan COD serta
minyak yang tinggi.
Analisis mengenai komponen organik atau karakteristik limbah
membantu menentukan proses daur ulang (recycle) sebagai bahan baku
pupuk organik, pakan ternak, papan partikel, arang aktif maupun
pemanfaatan lainnya. Limbah-limbah hasil pengolahan industri
perkebunan memiliki karakteristik yang baik dimana masih mengandung
unsur hara yang esensial bagi tanaman baik unsur hara makro maupun
mikro yang apabila dijadikan pupuk organik dan diberikan pada tanah
akan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain sebagai pupuk organik,
limbah-limbah ini dapat juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan

7
manfaat lainnya. Begitu juga dengan limbah cair dapat juga digunakan
untuk memupuk tanaman karena mengandung unsur hara yang relatif
tinggi pula, disamping itu bisa juga digunakan untuk biogas, pembangkit
tenaga listrik dan keperluan lainnya.
2.2 Potensi dan Karakteristik Industri Kopi
Menurut Londra (2002) hasil pengolahan kopi akan menyisakan
limbah, yaitu kulit buah dan kulit biji. Limbah kopi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu limbah pada pengolahan kopi merah (masak) dan limbah
pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan kopi merah diawali dengan
pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar.  Proses ini akan
menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi.
Berdasarkan  data statistik produksi Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi
kopi mencapai 657.138 ton/tahun, adapun limbah yang dihasilkan disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar
Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).

Jenis Estimasi potensi Jumlah (ton/tahun)**)


(%)*)
Buah basah 100 657.138
Biji 52 341.711,76
Kulit buah 42 278.997,96
Kulit biji 6 39.428,28
*) Londra, M dan Andri K. B, 2002.
**)Dirjen Perkebunan RI 2013

Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat


berupa kulit buah pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk
pada saat penggerbusan (hulling). Limbah padat kulit buah kopi (pulp)
belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk di sekitar lokasi
pengolahan selama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan
cairan yang mencemari lingkungan. Limbah kulit buah kopi memiliki
kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk
memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik
kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan

8
kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg,
Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi
limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg
(Dirjen Perkebunan, 2008).

2.3. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik


Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati,
kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang
telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya
dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan hara dan bahan organic tanah serta memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan Nomor 70,  2011). Menurut
Crawford 2003 dalam Isroi 2007, pupuk organik atau kompos adalah hasil
penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang
dapatdipercepat   secara   artifisial   oleh   populasi   berbagai   macam   mikro
ba  dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik.  Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Pupuk organik ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Pupuk
organik akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang
sehat. Pupuk organik memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah
untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari
tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan
tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan pupuk
organik juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia (Isroi, 2007).

9
Limbah industri perkebunan baik yang bersifat padat dan cair sangat
berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan
kesuburan tanah secara alami yaitu pupuk organik. Limbah-limbah tersebut
mengandung bahan organik yang tinggi. Baon et al. 2005 dalamIsroi 2007
melaporkan bahwa rendahnya kandungan bahan organik tanah di perkebunan
kopi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan dan hilangnya
bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam
tanah.
Oleh karena itu pengomposan bisa menjadi metode yang cocok untuk
mengkonversi limbah menjadi pupuk organik yang dapat digunakan media
tumbuh. Pengomposan limbah biomassa harus dilakukan untuk menghindari
pengaruh negatif limbah tersebut terhadap tanaman akibat nisbah C/N bahan
yang tinggi, di samping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan
dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan. Laju
pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan lengas bahan,
pengadukan, aerasi dan volume tumpukan (Baon  et al. 2005dalam Dirjen
Perkebunan 2008).
2.3.1. Limbah Padat
Sebagian besar limbah padat industri perkebunan kulit buah kopi,
sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk
meningkatkan kesuburan tanah secara alami.
Limbah kulit buah kopi telah hancur memiliki kandungan 1,88 % N;
2,04% K;0,53% Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini 1999 dalam
Sudiarto dan Gusmaini 2004). Kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3
%, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit
buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha
areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara
dengan produksi tepung limbah 630 kg.

2.3.2. Limbah Cair

10
Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250
mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan
system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi
ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor
tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah)
ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).

2.4. Penggunaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya

2.4.1. Pakan Ternak

Limbah industri perkebunan kopi dapat dimanfaatkan sebagai


pakan ternak. Kulit buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 – 12%)
sedikit lebih tinggi dari jerami padi, tetapi hampir setara dengan rumput.
Kandungan serat kasar dalam kulit buah coklat memiliki kadar selulosa (27–
31%) dan hemiselulosa (10–13%) yang lebih rendah daripada jerami padi.
Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 – 19% lebih tinggi 2 – 3
kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum tingkat
kecernaan kulit buah cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami padi.
Limbah kulit kopi mempunyai potensi untuk dikembangkan
sebagai bahan pakan ayam,berdasarkan analisis input-output usaha,
ditunjukkkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pembesaran ayam
selama 60 hari dengan pakan kontrol dan pakan yang mengandung 5%
limbah kulit kopi adalah Rp. 1.401/ekor dan Rp. 1.345/ekor (Muryanto,
2005)
Dalam memanfaatkan limbah hasil perkebunan sebagai pakan
ternak, seleksi jenis limbah tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek
samping terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat
dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mutu nutrisi pakan
perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi didalam tanaman dan
cemaran berbahaya pada tanaman. Peningkatan mutu limbah hasil
perkebunan sebagai pakan ternak umumnya dilakukan melalui pengolahan

11
terlebih dahulu sebelum limbah pertanian dan perkebunan diberikan kepada
ternak, yang secara garis besarnya terdiri dari:
 Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil,
penggilingan, pemanasan, perendaman, pengeringan atau
penyinaran.
 Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan oksidasi
seperti penambahan NaOH, Ca(OH)2, ammonium hidroksida, gas
klor dan sulfur dioksida.
 Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi, penambahan
enzim, atau menumbuhkan jamur dan bakteri.
 Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut diatas. 

BAB III

12
PENUTUP

Perkebunan yang dijalankan sebagai roda penggerak ekonomi masyarakat


petani maupun dalam skala industri menghasilkan berbagai produk dan sejumlah
besar  limbah baik yang berupa limbah padat maupun cair, yang mungkin
memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan
benar. Limbah yang dihasilkan dari industria perkebunan secara umum masih
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Pengelolaan yang tidak tepat
dapat menyebabkan kontaminasi air tanah melalui pencucian atau melalui air
limpasannya. Praktek manajemen limbah yang tidak tepat juga dapat
menimbulkan masalah soaial lainnya. Oleh karena itu, manajemen lingkungan
harus menempatkan penekanan terbesar dalam minimisasi limbah di sumber atau
dengan daur ulang. Kompos merupakan salah satu metode alternatif untuk
pengelolaan limbah dari industry perkebunan.
Industri tanaman perkebunan seperti kopi menghasilkan limbah dan dapat
dimanfaat sebagai :  
 Sebagai Pakan Ternak
Sudah lama masyarakat di sekitar perkebunan kopi memakai
limbah kulit kopi sebagai makanan ternak. Daripada dibuang begitu saja,
mereka mengumpulkan limbah dan melimpahkannya kepada peternakan
untuk selanjutnya diolah menjadi pakan ternak. Kulit ceri kopi dipercaya
baik untuk ternak karena mengandung vitamin plus memiliki rasa yang
manis sehingga disukai hewan ternak tersebut.
 Sebagai Pupuk Kompos
Ternyata limbah kopi juga bisa dijadikan pupuk kompos yang
ternyata baik untuk tanaman. Limbah kopi dinilai layak dijadikan kompos
karena bisa diuraikan secara organik. Proses pengolahan dari limbah kopi
menjadi kompos dilakukan secara aerobik yaitu memerlukan bantuan
oksigen. Pupuk kompos dari limbah kopi ini menjadi alternatif para petani
agar mengurangi limbah serta menjadi pilihan tepat mendapatkan pupuk
untuk tanaman lain secara lebih ekonomis

13
DAFTAR PUSTAKA

14
Agbor, R. B, Ekpo, I. A. Osuagwu A.N., Udofia, U.U Okpako E.C and Antai, S.P.
2012. Biostimulation of microbial degradation of crude oil polluted soil using
cocoa pod husk and plantain peels. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (3):464-469.

Agyarko K and E. K. Asiedu. 2012. Cocoa Pod Husk and Poultry Manure on Soil
Nutrients and Cucumber Growth. Advances in Environmental Biology, 6(11):
2870-2874.

Dirjen Perkebunan. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan


Menjadi Pupuk Organik. http://www.google.com. Diakses 20 April 2013.

Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kopi Menurut Provinsi di Seluruh


Indonesia, 2008-2012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.

Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia,


2008-2012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.

Hambali Erliza, Thahar Arfie, Komarudin Aan. 2010. The Potential Of Oil Palm
And Rice Biomass As Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop,
November 29 – December 01, Jakarta, Indonesia

Londra, M. dan Andri, K. B. 2002. Potensi Pemanfaatan Limbah Kopi untuk


Pakan Penggemukan kambing Peranakan Etawah. Seminar Nasional: Inovasi
untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-
28-5.

Muryanto, U. Nuschati, D. Pramono dan T. Prasetyo. 2005. Potensi Limbah Kulit


Kopi Sebagai Pakan Ayam. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam
Mendukung Usahaternak Unggas Berdaya Saing.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70. 2011 Tahun 2011. Tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta.

Sardar Suneela, Ilyas Suhaib Umer, Malik Shahid Raza and Javaid Kashif, 2011.
Compost Fertilizer production from Sugar Press Mud (SPM). Department of
Chemical Engineering, NFC-Institute of Engineering & Fertilizer Research,
Faisalabad 38090, Pakistan.

Siswati, N. D., M. Yatim dan R. Hidayan. 2010. Bioetanol dari Limbah Kulit
Kopi Dengan Proses Fermentasi.

http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/

http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-
lingkungan

15
16

Anda mungkin juga menyukai