Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak terdapat
di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha
memperbesar pendapatan negara dan meningkatkan penghasilan pengusaha dan
petani. Produksi kopi di Indonesia yang berkembang tersebut, ternyata kurang diikuti
dengan penanganan kopi pasca panen yang baik terutama pada kulit kopinya yaitu
berkisar antara 40 % sampai 55 % dari produksinya. Dimana masih banyak petani
yang membuang begitu saja kulit kopi di pekarangan rumahnya maupun di kebun
ataupun sawahnya tanpa mengomposkan kulit kopi terlebih dahulu di mana seperti
kita tahu kulit kopi sangat keras dan susah didekomposisi.
Di Solok Selatan pada tahun 2015 luas kebun kopi 3.232 Ha dengan produksi
berkisar 1.624 ton . Bagian yang diambil dari kopi adalah bijinya. Tahukah anda
bahwa hasil sampingan olahan kopi hampir sama besarnya dengan biji kopi itu
sendiri, yaitu kulit kopi hasil pengupasan biji kopi. Limbah sampingan yang berupa
kulit kopi tersebut jumlahnya berkisar antara 50 -60 persen dari hasil panen. Bila
hasil panen sebanyak 1000 kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi
sekitar 400 – 500 kg dan sisanya adalah hasil sampingan berupa kulit kopi. Limbah
kulit kopi tersebut pada umumnya belum dimanfaatkan oleh petani, sedangkan pada
limbah kulit kopi ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah atau bahan
organik.
Sawi merupakan tanaman hortikultura yang sangat diminati oleh masyarakat,
sawi mempunyai banyak manfaat diantaranya menyehatkan tulang. Kandungan
kalsium yang tinggi pada tanaman sawi. Satu cangkir rebus sawi hijau memberikan
770 mikrogram vitamin K, yaitu lebih dari 100% dari kebutuhan harian yang
direkomendasikan. Mencegah kanker, sawi hijau mampu mencegah kanker. Kadar
klorofil yang tinggi pada sawi mampu memblokir efek karsinogenik. Baik untuk
diabetes, satu cangkir sawi rebus mengandung sekitar 8 gram serat. Sawi hijau juga
mengandung manfaat antioksidan yang dikenal sebagai alpha-lipoic acid, yang telah
2

terbukti membuat kadar glukosa yang lebih rendah, meningkatkan sensitivitas insulin
dan mencegah oksidatif stres yang disebabkan perubahan pada pasien dengan
diabetes. Membantu tidur, kandungan kolin pada sawi hijau merupakan nutrisi
penting untuk membantu tidur, gerakan otot, belajar dan memori. Kolin juga
membantu untuk mempertahankan struktur membran sel, membantu dalam transmisi
impuls saraf, membantu dalam penyerapan lemak dan mengurangi inflamasi.
Menurut Brady and Weil (2013) pengolahan lahan yang sangat intensive
mempercepat laju degradasi lahan. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan
kadar bahan organic tanah yang merupakan factor kunci dalam konsep pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture). Disamping itu, penggunaan bahan kimia
seperti herbisida secara terus menerus juga akan menyebabkan berkurangnya
keragaman dan populasi organisme dalam tanah, sehingga tanah menjadi kurang
subur yang pada akhirnya juga menurunkan efisiensi penggunaan pupuk.
Dilapangan, upaya yang dilakukan petani untuk meningkatkan bahan organik
pada tanah yaitu dengan penambahan kompos, pupuk kandang, dsb. Pemberian bahan
seperti ini hanya bersifat sementara dan memerlukan biaya tinggi. Hal ini disebabkan
karena bahan organic seperti itu akan melapuk di dalam tanah, sehingga dampaknya
sangat tergantung kepada laju dekomposisi dalam tanah. Oleh sebab itu, pemberian
bahan organic seperti ini harus diberikan secara berkala. Proses pelapukan tidak
hanya akan menyebabkan berkurangnya bahan organic, tapi juga memicu
peningkatan emisi CO2. Brady and Weil (2013) melaporkan bahwa sekitar 80% dari
total bobot bahan organic yang mengalami pelapukan dalam tanah akan terkonversi
menjadi CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Untuk itu perlu dicarikan
solusi yang bisa meningkatkan kualitas lahan secara permanen tanpa dampak
negative terhadap lingkungan. Salah satu bahan yang bisa digunakan adalah biochar
hasil pirolisis dari residu sisa panen.
Hasil penelitian Darmawan et al., (2013) membuktikan bahwa pemberian biochar
bisa mengatasi kekurangan bahan organic tanah secara permanen pada lahan sawah
bukaan baru. Sedangkan pemberian biochar pada sawah intensive mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi secara significant (Darmawan et al.,
3

2014)
Bertitik tolak dari urairan diatas, penulis berencana melakukan penelitian dengan
judul “ Pembuatan Biochar Dari Limbah Kopi Dan Aplikasinya Terhadap
Perbaikan Ciri Kimia Lahan Intensif Serta Pertumbuhan Tanaman Sawi (
Brassica juncea.L )”.

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui untuk cara membuat biochar
dari limbah kopi dan pengaruhnya terhadap perbaikan ciri kimia lahan intensive serta
pertumbuhan tanaman sawi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


4

A. Tanaman Sawi
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman sawi termasuk
kedalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoedales ( Brasicales )
Family : Cruciferae ( Brasisicae )
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea. L
Tanaman sawi masih satu keluarga dengan tanaman kubis-krop, kubis bunga,
brokoli dan lobak atau rades yaitu family Cruciferae. Oleh karena itu, sifat morfologis
tanamannya masih hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang,
bunga, buah maupun bijinya ( Rukmana, 2007 ).
Sawi bukan tanaman asli Indonesia, namun secara agroklimat, Indonesia cocok
untuk pengembangan tanaman sawi. Tanaman ini dapat tumbuh baik di tempat yang
berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran
rendah hingga dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari
ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Tanaman sawi
tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim
kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. pertumbuhan
tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk, sehingga lebih cepat tumbuh apabila
ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air
yang menggenang. Dengan demikian, cocok bila di tanam pada akhir musim
penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak
mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH)
tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7.
(Cahyono, B. 2003).
5

2.2 Karakteristik Tanah Inceptisols


Incetisol merupakan tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya mempunyai
horison yang dianggap pembentukannya agak lamban sebagai alterasi bahan induk.
Horison horisonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran ekstrem. Horison timbunan
liat dan besi aluminium oksida yang jelas tidak ada pada golongan ini. Perkembangan
profil golongan ini lebih berkembang dibandingkan dengan Entisol (Munir, 1996).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan kandungan
liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus dengan
kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (4.6-
5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih tinggi, agak masam
sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang
dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann lapisan atas selalu lebih tinggi
daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10) sampai sedang
(10-18) (Puslittanak, 2000). Tanah Inceptisol mempunyai reaksi tanah masam sampai
agak masam (pH4,6-5,5). Kandungan P-potensial rendah sampai tinggi dan K-
potensial bervariasi sangat rendah sampai sedang. Kompleks adsorpsi didominasi ion
Mg dan Ca, dengan kandungan ion K relatif rendah. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
tanah sebagian besar sedang sampai tinggi di semua lapisan. Kejenuhan Basa (KB)
pada Aquepts dan Dystrudepts, sebagian besar termasuk rendah sampai tinggi dan
kandungan bahan organik yang rendah sampai sedang (Subagyo, dkk, 2000).

2.3 Biochar Limbah Kopi


Bio-char dapat memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pencucian pupuk N
dapat dikurangi secara signifikan dengan pemberian bio-char tersebut ke dalam media
tanam (Steiner, 2007). Selain itu pula, di beberapa negara telah ditetapkan suatu
kebijakan untuk mengembangkan bio-char dalam skala industri guna meningkatkan
simpanan karbon di dalam tanah. Jika dikaitkan dengan kepedulian terhadap
pemanasan global yang disebabkan oleh emisi CO2 dan sumber gas rumah kaca
lainnya, maka pemanfaatan bio-char sebagai bahan amelioran tanah memiliki prospek
yang cukup baik. Dengan kata lain, teknologi pemanfaatan (pengolahan) bio-char
6

merupakan salah satu solusi cepat untuk mengurangi pengaruh pemanasan global
yang berasal dari lahan pertanian dan juga merupakan salah satu alternatif untuk
mengelola limbah pertanian dan perkebunan (Goenadi, 2008).
Biochar dapat dihasilkan dari sistem pirolisis atau gasifikasi. Pada sistem pirolisis,
biochar yang dihasilkan sebagian besar dalam keadaan tanpa oksigen dan paling
sering dengan sumber panas dari luar, sedangkan pada sistem gasifikasi hanya sedikit
biochar yang dihasilkan. Produksi biochar yang optimal adalah dalam keadaan tanpa
oksigen. Bahan dasar yang digunakan dalam pirolisis dapat berupa berbagai jenis dan
bentuk biomassa. Residu biomassa pertanian atau kehutanan, termasuk potongan
kayu, tempurung kelapa, tongkol jagung, sekam padi atau kulit buah kacang-
kacangan, kulit kayu, sisa-sisa usaha perkayuan, limbah industri tebu, sisa usaha
penyulingan, dan bahan organik daur ulang lainnya (Yaman 2004; Lehmann and
Rondon 2006). Tanaman yang ditanam khusus untuk mengambil energinya dapat
digunakan untuk menghasilkan bahan bakar hayati (biofuels) dengan biochar sebagai
hasil samping yang dapat diaplikasikan ke tanah. Menurut Lehmann dan Rondon
(2006), pada percobaan laboratorium dan kegiatan komersial sekitar 54% dari karbon
yang ada dalam bahan dasar ditemukan dalam biochar, sedangkan dengan
menggunakan peralatan sederhana hanya ditemukan 30-40%. Pembuatan biochar
dengan membakar potongan bahan organik memerlukan ketrampilan khusus. Namun,
petani yang biasa membuat arang secara sederhana bisa melakukannya dengan
kearifan lokal yang sudah berkembang di pedesaan.
Pada tahun 2015 luas kebun kopi di Kabupaten Solok Selatan 3.232 Ha dengan
produksi berkisar 1.624 ton ( BPS, 2016 ) . Bagian yang diambil dari kopi adalah
bijinya. Tahukah anda bahwa hasil sampingan olahan kopi hampir sama besarnya
dengan biji kopi itu sendiri, yaitu kulit kopi hasil pengupasan biji kopi. Limbah
sampingan yang berupa kulit kopi tersebut jumlahnya berkisar antara 50 -60 persen
dari hasil panen. Bila hasil panen sebanyak 1000 kg kopi segar berkulit, maka yang
menjadi biji kopi sekitar 400 – 500 kg dan sisanya adalah hasil sampingan berupa
kulit kopi. Potensi limbah yang besar ini akan menjadi masalah jika tidak
dimanfaatkan.
7

Apabila dijadikan kompos, maka akan berdampak terhadap emisi gas CO2 di udara
sehingga akan menyebabkan efek rumah kaca. Brady and Weil (2013) melaporkan
bahwa sekitar 80% dari total bobot bahan organic yang mengalami pelapukan dalam
tanah akan terkonversi menjadi CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca.
Peranan biochar sebagai soil amandement sudah banyak diteliti, biochar yang
diaplikasikan ke tanah pertanian meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan
memasok sejumlah nutrisi yang berguna serta meningkatkan sifat fisik dan biologi
tanah (Glasser et al., 2002; Lehmann et al., 2003; Lehmann & Rondon, 2005; Steiner,
2007).

BAB III. METODE PENELITIAN


8

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Selatan dan Laboratorium Kimia
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang dan waktu penelitian ini
selama 5 bulan terhitung dari mulai observasi dan studi pendahuluan, pemilihan
lokasi, penelitian utama dan pengambilan sampel dilapangan, analisis labor sampai
penyusunan skripsi. Jadwal penelitian terlampir pada lampiran 1.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah alat pembuat biochar, cangkul, ember. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah bahan kimia laboratorium, alat tulis, kertas saring dan
tissue, whatman filter No. 1, kantong plastic besar, kantong plastic kecil, amplop
kertas besar, papan 8 x 12 x 400 cm. Alat dan bahan terlampir pada lampiran 2.

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode eksperimental,
dengan rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) dengan 6
taraf perlakuan 0,0, 2,5, 5,0, 7,5, 10, 20 ton per hektar dengan ulangan sebanyak 3
kali, sehingga ada 18 plot percobaan dengan luas plot 1x1 meter.

D. Tahapan Penelitian
1. Pemilihan dan persiapan lokasi
Pemilihan lokasi didasarkan pada data sekunder dan wawancara dengan petani
yang menggunakan lahan secara intensive. Selain itu lokasi tempat pembuatan
biochar yaitu di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan, dengan
memanfaatkan limbah kopi dari petani kopi di daerah tersebut.
2. Pembuatan Biochar
Limbah kopi dari petani kopi di Kecamatan Sangir dikumpulkan disuatu tempat
yang tidak jauh dari lahan yang diaplikasikan biochar. Bila kadar air bahan tersebut
lebih dari 30%, maka bahan dikeringkan dengan menggunakan mesin kompresi
sehingga kadar air sudah berada pada tingkatan yang sesuai untu proses berikutnya.
9

Setelah itu bahan baku tersebut dipanaskan dengan sistim pirolisis terbuka (open air)
dengan menggunakan alat khusus. Sedangkan bahan bakar yang digunakan sebagai
sumber panas dalam proses tersebut adalah batok kelapa yang juga merupakan
limbah.

3. Aplikasi biochar untuk tanaman sawi


Biochar yang telah dihasilkan kemudian diaplikasi pada lahan yang telah
ditetapkan sebagai lokasi penelitian dengan takaran 0.0, 2.5, 5.0, 7.5 dan 10 ton per
hektar. Pemberian perlakuan dilakukan dengan cara menaburkan biochar sesuai
perlakuan di atas permukaan tanah. Setelah itu lahan diolah sesuai dengan kebiasaan
petani setempat.

4. Pemeliharaan Tanaman dan Pengamatan pertumbuhan sawi


Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman setiap pagi dan
sore, membersihkan gulma disekitar daerah pertanaman. Selain itu juga melakukan
pengamatan pertumbuhan sawi dengan parameter pengamtan jumlah daun, tinggi
tanaman, panjang daun, dan lebar daun

3.4.4 Analisis Laboratorium


Analisis tanah dan tanaman serta biochar meliputi laboratorium yang dilakukan
adalah analisis pH tanah, P-tersedia, K-tersedia, C-organik, N-total, kapasitas tukar
kation (KTK), kation-kation basa yang dapat dipertukarkan (K-dd, Na-dd, Ca-dd,
Mg-dd), analisis daya hantar listrik.

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1. Anggaran Biaya


10

No Jenis Pengeluaran Biaya ( Rp)


1 Peralatan Penunjang 3.530.000
2 Bahan Habis Pakai 4.605.000
3 Perjalanan 1.500.000
4 Lain-lain 500.000
Total 10.135.000

4.2. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi, Studi
Pendahuluan
2 Pemilihan lokasi
3 Pembuatan
Biochar
4 Aplikasi Biochar
pada lahan
intensive sawi
5 Pemeliharaan dan
pemantauan
pertumbuhan
sawi
6 Pengambilan
sampel tanah dan
tanaman
7 Analisis
laboratorium
8 Pengolahan data
11

dan pembuatan
laporan akhir

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2016. Solok Selatan Dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Solok Selatan.
12

Brady NC and Weil RR 2002: The Nature and Properties of Soils, 10th ed, Macmillan
New York., pp. 960.

Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Sawi Hijau (Pat-Tsai). Yayasan Pustaka
Nusantara. Yogyakarta.

Darmawan, Hermansah and T Masunaga. 2014. Combatting organic matter


deterioration at new established rice field through rice husk biochar application in
West Sumatra, Indonesia. Research report. Andalas University Press.

Darmawan, F Goembira and T Masunaga. 2015. The effect of rice husk biochar on
paddy soil quality at intensive sawah in West Sumatra. Research report. Andalas
University Press.

Glaser B, J Lehmann & W Zech (2002). Ameliorating physical and chemical


properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal –A review.
Biol &Fertility of Soils 35, 219–230

Goenadi, DH. 2008. Energi alternatif biochar : Solusi untuk krisis energi dan
pangan. www.unisosdem.org/article_detail.php? Diakses tanggal 20
September 2016.

Lehmann J and M Rondon. 2006. Bio-Char Soil Management on Highly Weathered


Soils in The Humid Tropics. p: 517-530 In Biological Approaches to
Sustainable Soil Systems (Norman Uphoff et al Eds.). Taylor & Francis
Group PO Box 409267 Atlanta, GA 30384-9267

Lehmann J & M Rondon (2005). Bio-char soil management on highlyweathered soils


in the humid tropics. In: N. Uphoff (ed.), Biological Approaches to
13

Sustainable Soil Systems. Boca Raton, CRC Press.

Lehmann J, JP da Silva Jr, C Steiner, T Nehls, W Zech & B Glaser (2003). Nutrient
availability and leaching in an archaeological anthrosol and a ferralsol of
the Central Amazon basin: fertilizer, manure and charcoal amendments.
Plant and Soil. 249, 343–357.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

Puslittanak. 2000. Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat


Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. hlm 169-172.

Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta

Steiner C. 2007. Soil charcoal amendments maintain soil fertility and establish
carbon sink-research and prospects. Soil Ecology Res Dev,1-6

Subagyo, H., N. Suharta, Agus B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di


Indonesia dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 21-65.

Anda mungkin juga menyukai