Anda di halaman 1dari 41

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer

sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Jahe di perkirakan berasal dari India.

Namun ada pula yang mempercayai jahe berasal dari Republik Rakyat Cina

Selatan. Dari India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia

Tenggara, Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah.

Di Indonesia jahe merupakan tanaman rempah-rempah yang

penyebarannya sudah merata. Hal ini terbukti setiap daerah memiliki nama

untuk tanaman ini, seperti Jae (Jawa dan Bali), halia (Aceh), beeuing (Gayo),

bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jhai

(Madura), melito (Gorontalo), dan geraka (Ternate) (Harmono dan Andoko,

2005).

Dalam perkembangannya, kebutuhan komoditas jahe untuk bahan baku

industri meningkat terus. Pada tahun 1998, ekspor jahe segar Indonesia

mencapai 32.807 ton dengan nilai nominal US $ 9.286.161. Tahun 2003 turun

menjadi 7.470 ton dengan nilai US $ 3.930.317 karena mutu yang tidak

memenuhi standar. Namun kemudian permintaan jahe mengalami peningkatan

setiap tahun. Kondisi ini, direspon dengan makin berkembangnya areal

penanaman di Indonesia dan munculnya berbagai produk jahe. Hal tersebut

perlu dipertahankan dan ditingkatkan dengan dukungan teknologi unggulan

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007).

Bisnis jahe dari dulu hingga sekarang masih menjanjikan. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari komoditas jahe
3

tersebut. Selain itu, pemasarannya yang mudah atau banyaknya penampung

yang mencari jahe menambah besarnya peluang bisnis jahe (Syukur,2001).

Permintaan Pasar baik dalam maupun luar negeri cenderung terus

meningkat dengan rata-rata peningkatan 15% per tahun. Permintaan tersebut

belum dapat tercukupi walaupun pengusahaan jahe terus berkembang. Dengan

demikian, peluang bisnis dalam penyediaan bahan baku dari produk jahe ini

masih terbuka lebar. Untuk dapat merebut pasar dalam negeri maupun pasar

ekspor, diperlukan ketersediaan produk secara kontinyu dengan jumlah yang

cukup dan kualitas yang sesuai permintaan (Syukur,2001).

Didunia perdagangan, jahe dijual dalam bentuk segar, kering, bubuk, dan

dalam bentuk awetan. Disamping itu, terdapat hasil olahan jahe, berupa minyak

atsiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan. Minyak atsiri dan

koresin berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim,

dan sosis (Harmono dan Andoko, 2005).

Sementara itu, manfaatnya secara farmakologi antara lain sebagai

karminatif (peluruh kentut), antimuntah, pereda kejang, anti pengerasan

pembuluh darah, peluruh keringat, anti-flamasi, anti mikroba dan parasit,

antipiretik, antirematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah

empedu (Harmono dan Andoko, 2005).

Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-abatan tradisional

maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk

dikembangkan. Apalagi dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditas

ekspor yang permintaannya cukup tinggi dengan harga yang cukup tinggi

dibandingkan dengan biaya produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir
4

adalah pasokan jahe dari sentra-sentra produksi tidak mencukupi dibandingkan

dengan pesanan yang diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah

Amerikan Serikar, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, Hongkong.

Bahkan Hongkong yang tidak mengembangkan jahe juga telah mengekspor

manisan jahe yang dioleh dari jahe yang diimpor dari Indonesia (Harmono dan

Andoko, 2005).

Untuk meningkatkan hasil jahe ini dapat dilakukan melalui teknik

budidaya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya jahe memerlukan tanah

berstruktur gembur dan lembab. Kemudian setelah memasuki masa pembesaran

rimpangnya diperlukan penutup tanah (mulsa) agar rimpang tidak

terkena/terpapar sinar matahari langsung. Salah satu bahan yang dapat

digunakan sebagai mulsa adalah eceng gondok.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Taksonomi Tanaman Jahe

Jahe termasuk tanaman tahunan, berbatang semu, berdiri tegak dan

tingginya berkisar antara 0,3 - 0,75 m. Warna batang hijau sedang warna

pangkal batang putih sampai kemerahan. Bentuk batang silindris dan halus.

Rimpang jahe tumbuh mendatar dekat permukaan tanah dan bercabang (Natur

Indonesia, 2011).

Daunnya berselang-seling teratur, dengan ukuran panjang 15 - 23 cm

dan lebar 0,8 - 2,5 cm. Panjang tangkai daun 2 - 4 mm dan berbulu. Lidah daun

(ligule) memanjang 0,75 - 1 cm namun tidak berbulu. Sedangkan warna

permukaan daun bagian atas lebih tua daripada daun bagian bawah (Natur

Indonesia, 2011).

Bunga tumbuh dari rimpangnya, terpisah dari daun atau batang

semunya. Bunga itu berupa malai yang tersembul di permukaan tanah,

berbentuk tongkat atau kadang-kadang bulat telur. Ganggang bunga hampir

tidak berbulu dengan panjang 25 cm, sedang rakisnya sedikit berbulu, sisik pada

tangkai bunga berjumlah 5 - 7, berbentuk lanset, dan letaknya berdekatan

(Natur Indonesia, 2011).

Sementara itu daun pelindung bunga (bracht) berwarna hijau cerah,

berbentuk bulat telur atau sungsang dan tidak berbulu. Dalam daun pelindung

terdapat 1 - 8 bunga. Mahkota bunga berbentuk tabung, helaiannya agak

sempit, berwarna kuning kehijauan serta bibirnya berwarna ungu gelap dan

berbintik-bintik putih kekuningan. Kepala sari berwarna ungu berukuran panjang

9 mm, sedang tangkai putiknya berjumlah dua buah (Natur Indonesia, 2011).
6

II.2. Klasifikasi Tanaman

Jahe dapat dibedakan jenisnya dari aroma, bentuk dan besarnya

rimpang. Atas dasar berbagai hal tersebut maka telah dikenal tiga klon Jahe,

yaitu: Jahe putih besar, Jahe putih kecil dan Jahe merah. Namun menurut

perkembangan terakhir, di Bogor pernah dijumpai Jahe putih kecil yang lebih

kecil daripada Jahe putih kecil pada umumnya (Natur Indonesia, 2011).

Dalam klasifikasi atau sistematika kerajaan tumbuhan, posisi jahe sebagai

berikut.

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Roscoe

Sumber : Harmono dan Handoko (2005).

II.2.1. Morfologi Jahe Merah

Jahe merah mempunyai rimpang lebih kecil dibandingkan dengan jahe

gajah ataupun jahe kecil, berwarna merah sampai jingga muda. Seratnya agak

kasar, aromanya tajam, dan rasanya sangat pedas. Panjang akar 17,03 - 24,06

cm, diameter akar 5,36 - 5,46 mm, panjang rimpang 12,33 - 12,60 cm, tinggi

rimpang 5,86 - 7,03 cm, dan berat rimpang 0,29 - 1,17 kg. Jahe merah

mempunyai batang agak keras, berbentuk bulat kecil, berwarna hijau


7

kemerahan, diselubungi oleh pelepah daun, dan tinggi tanaman 14,05 - 48,23

cm. Jahe merah mempunyai daun berselang-seling teratur. Warna daun lebih

hijau (gelap) dibandingkan dengan jahe gajah ataupun jahe kecil. Permukaan

daun atas berwarna hijau muda dibandingkan dengan bagian bawah. Luas daun

32,55 - 51,18 mm, panjang daun 24,30 - 24,79 cm, lebar daun 2,79 - 7,97 cm

(Endyah, 2010).

II.3. Syarat Tumbuh Jahe Merah

Tanaman jahe akan menghasilkan produksi secara optimal apabila


ditanam pada tempat dan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuhnya.
Selain itu, varietas jahe yang secara genetik memiliki sifat produktivitas tinggi
juga dapat mempengaruhi produksi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, kondisi
lahan juga harus diperhatikan, baik dari tingkat kesuburan maupun topografinya.
12 Tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat sekitar 200
- 600 m di atas permukaan laut. Akan tetapi, tanaman jahe juga masih dapat
tumbuh dengan baik sampai ketinggian 900 m dpl. Curah hujan rata-rata yang
dibutuhkan tanaman jahe sekitar 2.500 - 4.000 mm atau dengan bulan basah 7 -
9 bulan. Suhu tahunan optimal untuk pertumbuhan jahe rata-rata sekitar 25 - 30
ºC. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman jahe adalah tanah yang subur,
gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang cocok yaitu
tanah latosol merah cokelat atau andosol. Sementara itu, tekstur tanah yang baik
bagi pertumbuhan tanaman jahe adalah tanah-tanah bertekstur lempung,
lempung liat berpasir, lempung berdebu, serta lempung berliat. Untuk derajat
keasaman, pH tanah yang dibutuhkan adalah 6,8 - 7,4. Walaupun demikian,
tanaman jahe masih dapat tumbuh dengan baik dengan pH tanah minimal 4,5.
Kelerengan atau kemiringan tanah tempat tumbuhnya tanaman jahe juga harus
diperhatikan. Hal itu terkait dengan perakaran yang dangkal dari tanaman jahe
tentu berpengaruh terhadap kekuatan tanaman yang tumbuh pada lahan-lahan
berlereng. Kemiringan yang baik untuk tumbuhnya tanaman jahe adalah tanah
dengan kemiringan kurang dari 3% (Hesti, 2015).
8

2.4 Kandungan Kimia Jahe Merah (Zingiber officinale var.


Rubrum) Jahe

merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe


lainnya, terutama jika ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam
rimpangnya. Menurut Lentera dalam Tri (2010), di dalam rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum) terkandung zat gingerol, 13
oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi, sehingga lebih banyak digunakan
sebagai bahan baku obat.

II.4. Budidaya Tanaman Jahe

II.4.1. Pembibitan

II.4.1.1. Persyaratan Bibit Jahe

Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu

fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi) dan mutu fisik.

Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan

penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:

a) Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).

b) Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9 - 10 bulan).

c) Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau

lecet (Natur Indonesia, 2011).

II.4.1.2. Teknik Penyemaian Bibit Jahe

Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan

langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit


9

dapat dilakukan dengan bedengan atau dengan penyemaian pada peti kayu

(Natur Indonesia, 2011).

a) Penyemaian pada peti kayu

Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai

kering), kemudian disimpan sekitar 1-1 - 5 bulan. Patahkan rimpang tersebut

dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3 - 5 mata tunas dan dijemur

ulang 0,5 - 1 hari.

Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung

beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur

tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam

peti kayu.

Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada

bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi

abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas

adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2 - 4 minggu lagi, bibit jahe

tersebut sudah disemai (Natur Indonesia, 2011).

b) Penyemaian pada bedengan

Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam

bibit 1 ton (kebutuhan jahe merah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian

tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal

bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami dan di atasnya diberi

rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4

susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami (Natur Indonesia,

2011).
10

Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman

setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya

rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit

berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan

setiap potongan memiliki 3 - 5 mata tunas dan beratnya 40 - 60 gram (Natur

Indonesia, 2011).

II.4.1.3. Penyiapan Bibit Jahe

Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan

cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan

anti hama organik Kemudian bibit dijemur 2 - 4 jam, barulah ditanam (Natur

Indonesia, 2011).

II.4.2. Pengolahan Tanah

II.4.2.1. Pembukaan Lahan

Tanah diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma.

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah

sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang

sukar lapuk (Natur Indonesia, 2011).

Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan tanahnya harus hati-

hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan jangan dicangkul atau

digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara lapisan olah dengan lapisan

tanah bawah, hal ini dapat mengakibatkan tanaman kurang subur tumbuhnya.
11

Setelah itu tanah dibiarkan 2 - 4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta

bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari (Natur Indonesia,

2011).

Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur,

maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2 - 3 minggu

sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-

2.500 kg (Natur Indonesia, 2011).

II.4.2.2. Pembentukan Bedengan

Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk

mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-

bedengan dengan ukuran tinggi 20 - 30 cm, lebar 80 - 100 cm, sedangkan

panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan (Natur Indonesia, 2011).

II.4.2.3. Pengapuran

Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara

didalamnya, terutama fosfor (P) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia

atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media

perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium

sp.

Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat

diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,

merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan

merangsang pembentukan biji. Tanah yang memiliki derajat keasaman < 4

(paling asam) dibutuhkan dolomit minimal sebanyak 10 ton/ha. Sedangkan


12

tanah yang memiliki derajat keasaman 5 (asam) dibutuhkan dolomit 5,5 ton/ha;

serta yang memiliki derajat keasaman 6 (agak asam) dibutuhkan dolomit 0,8

ton/ha (Natur Indonesia, 2011).

II.4.3. Penanaman Jahe

Pada bedengan dibuat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 5 - 7 cm.

Bibit jahe ditanam pada lubang-lubang tersebut dengan tunas menghadap ke

atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam

yang digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah

80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 cm x 40

cm. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan(Natur

Indonesia, 2011).

Waktu penanaman yang baik untuk tanaman jahe tergantung pada

ketersediaan air tanah, Karena jahe menghendaki 7 - 9 bulan basah.

Ketersediaan air sangat penting sehingga bila jahe hendak ditanam di tegalan,

sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan (Natur Indonesia, 2011).

Jarak tanam optimum untuk tanaman jahe dipengaruhi oleh faktor

kesuburan tanah, iklim, dan umur tanaman yang di panen. Untuk jahe yang

dipanen muda ( 4 bulan ), maka jarak tanam dirapatkan 30 cm x 40 cm dengan

diameter lubang tanam 10 - 15 cm, kedalaman 7,5 - 10 cm. Penanaman ini

dilakukan pada pagi atau sore hari, penanaman rimpang diletakkan dalam lubang

tanam dengan posisi rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang telah

disiapkan. Bibit ditanam dengan arah tunas menghadap ke atas agar rimpang

jahe leluasa untuk tumbuh menjadi besar kemudian ditutup dengan tanah

kembali (Natur Indonesia, 2011).


13

II.4.4. Pemberian Mulsa

Perlakuan pascatanam disini terutama adalah pemberian mulsa

dipermukaan bedengan. Tujuannya untuk melindungi tunas jahe yang baru

muncul ke permukaan tanah karena tunas ini masih peka terhadap sinar

matahari. Beberapa manfaat lain pemberian mulsa di permukaan bedengan

setelah bibit ditanam sebagai berikut.

1. Menjaga kelembaban tanah dan membuat suhu tanah stabil karena menahan

panas, baik dari luar maupun dari dalam tanah.

2. Menekan pertumbuhan gulma yang ada dipermukaan bedengan karena tidak

mendapat sinar matahari.

3. Mencegah erosi, terutama saat hujan turun.

4. Meningkatkan produktivitas jahe hingga 35 - 44 %.

Mulsa untuk menutup permukaan bedengan bisa berupa jerami, baik

yang masih segar maupun kering, gulma yang telah dicabut dari tanah, alang-

alang, daun kelapa, daun pisang, daun gamal, dan lembaran plastik . Untuk

mulsa yang berasal dari bahan organik dapat diberikan 10 kg mulsa organik/ 4

meter dibedengan (Harmono dan Andoko, 2005).

II.5. Pemeliharaan Tanaman

II.5.1. Penyiangan gulma

Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2 - 4

minggu kemudian dilanjutkan 3 - 6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi

tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6 - 7 bulan,


14

sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut

rimpangnya mulai besar (Natur Indonesia, 2011).

II.5.2. Penyulaman

Menyulam tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1 – 1,5

bulan setelah tanam dengan memakai benih cadangan yang sudah diseleksi dan

disemaikan (Natur Indonesia, 2011).

II.5.3. Pengairan

Setiap tanaman membutuhkan air, demikian pula dengan jahe. Namun,

kerena ditanam pada awal musim hujan dan terletak didaerah bercurah hujan

tinggi, kebutuhan tersebut sudah tercukupi oleh air hujan. Umumnya, petani

jahe tidak melakukan penyiraman tambahan lagi bagi tanamannya, terlebih jika

permukaan bedengan diberi mulsa yang bisa mempertahankan kelembaban

tanah (Harmono dan Andoko, 2005).

II.5.4. Pembumbunan

Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat

berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan

pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke

atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah

dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada

bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan

berbentuk guludan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi

untuk menyalurkan kelebihan air (Natur Indonesia, 2011).


15

Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe

berbentuk rumpun yang terdiri atas 3 - 4 batang semu, umumnya pembubunan

dilakukan 2 - 3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada

kondisi tanah dan banyaknya hujan (Natur Indonesia, 2011).

II.5.5. Pengendalian organisme pengganggu tanaman

Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan.

Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan

bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada metode

pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan

untuk mencegah masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat,

penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik), menghindari

perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman, pembersihan sisa

tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air

menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi), inspeksi kebun

secara rutin (Natur Indonesia, 2011).

Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk

menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah lalat

rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus figurans

(Diptera, Syrpidae), kutu perisai ( Aspidiella hartii) yang menyerang rimpang

mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang kurang baik serta

bercak daun yang disebabkan `oleh cendawan (Phyllosticta sp) (Natur Indonesia,

2011).

Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6

bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan. Tindakan


16

mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida segera

setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi tanaman

sakit dan inspeksi secara rutin (Natur Indonesia, 2011).

II.5.6. Pemupukan

Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi

pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2 - 4 bulan). Pupuk dasar

yang digunakan adalah pupuk organik 15 - 20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua

digunakan pupuk kandang pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan.

Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam

bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman (Natur Indonesia, 2011).

II.6. Panen

Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila

kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa

ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian

rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka

jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen

antara 10 - 12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi

kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe merah akan

mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih

(Natur Indonesia, 2011).

Pemanenan jahe dilakukan dengan cara tanah dibongkar dengan hati-hati

menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe

terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang
17

dibersihkan kemudian bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan

atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus

terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak

disebar (Natur Indonesia, 2011).

Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan. Pemanenan

pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas

rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar

airnya (Natur Indonesia, 2011).

Dengan menggunakan varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1)

dihasilkan rata-rata 27 ton/ha rimpang segar , calon varietas unggul jahe putih

kecil (JPK 3; JPK 6) dengan cara budidaya yang direkomendasikan, dihasilkan

rata-rata 16 ton/ha rimpang segar dengan kadar minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar

oleoresin 2,39 – 8,87%. Sedangkan jahe merah 22 ton/ha dengan kadar minyak

atsiri 3,2 – 3,6%, kadar oleoresin 5,86 – 6,36% (Natur Indonesia, 2011).
18

III. METODE PELAKSANAAN

3.1. Ruang lingkup proyek

3.1.1. Tempat dan waktu

Kegiatan Proyek Usaha Mandiri (PUM) dilaksanakan di kebun keluarga

hsabi Kecamatan cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan di

mulai akhir bulan mei 2021 sampai panen. Lahan yang digunakan dalam proyek

ini adalah dengan luas 400 m2 (10 m x 40 m).

3.1.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam proyek ini adalah bibit jahe, pupuk

kandang, sekam padi mentah , sekam padi bakar. Alat yang digunakan adalah

cangkul, parang, knapsack sprayer, kored, meteran, gembor, ember dan garu.

3.1.3. Jenis kegiatan

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proyek ini adalah peninjauan,

pengukuran dan pembersihan lahan, persiapan bahan tanam, seleksi dan

penunasan, pengolahan tanah I , pengolahan tanah II, pembuatan lubang tanam

dan penanaman, pemupukan, pemberian mulsa, penyiraman, penyulaman,

penyiangan dan pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan

pengamatan.
19

3.2. Pelaksanaan proyek

3.2.1. Peninjauan, pengukuran dan pembersihan lahan

Sebelum melakukan proyek terlebih dahulu dilakukan peninjauan lahan.

Peninjauan dilakukan dengan melihat topografi, jenis vegetasi dan ketersediaan

air yang terdapat pada lahan tersebut.

Setelah itu lakukan pengukuran lahan yang dibutuhkan. Luas lahan yang

digunakan dalam proyek ini adalah 124 m2 dengan panjang 10 meter dan lebar

40 meter. Berikut ini ditampilkan denah lokasi pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri

(Gambar 1).

g
f

T
d
c U S
a
B

b
Keterangan :
Luas lahan : 400 m2
a. Lebar lahan budidaya : 40 m
b. Panjang lahan budidaya : 10 m
c. Jarak antar bedengan : 0,5 m
d. Lebar bedengan : 1.0 m
e. Panjang bedengan : 10 m
f. Barisan tanam jahe dan jarak tanam jahe : 30 x 50 cm
g. Jarak bedengan ke drainase : 0,5 m
h. Populasi Keseluruhan Jahe : 800 Populasi
i. Luas lahan efektif : 200 m2

Gambar 1. Denah lokasi pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri.


20

Setelah dilakukan pengukuran lahan, kemudian lahan dibersihkan dari

rumput- rumputan dan kotoran yang mengganggu areal pertanaman dengan

cara manual dan mekanis dengan menggunakan kored dan cangkul.

3.2.2. Persiapan bahan tanam, seleksi dan penunasan

Siapkan rimpang jahe yang ingin dijadikan bahan tanam sebanyak 24 kg.

Budidaya tanaman jahe yang berhasil sangat dipengaruhi oleh bibit yang akan

ditanam. Untuk itu dilakukan penyeleksian yaitu dengan memilih rimpang yang

baik dan sehat serta tidak terserang hama dan penyakit, dan telah berumur 10

-12 bulan. Setelah dilakukan tahap penyeleksian selanjutnya masuk ke tahap

penunasan yaitu rimpang yang sudah dipilih kemudian dipotong sepanjang 3 –

5 cm atau minimal mempunyai 2 - 3 mata tunas dengan berat 1 rimpang ± 20 –

50 gr. Selesai pemotongan rimpang, buat larutan fungisida dari bawang putih

dan daun sirih 1 L air. Masukkan potongan rimpang ke dalam larutan tersebut

dan biarkan selama ± 15 menit. Rimpang dibawa ke tempat penyemaian/

pendederan, kemudian ditutup pasir. Tunas akan tumbuh menjadi bibit setelah

berumur sekitar 1-2 minggu, dalam penunasan ini bisa ditambhakan pelepah

kelapa atau alang-alang yang akan diletakkan di atas permukaan persemaian

sebagai penutup areal persemaian.

3.2.3. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan dua kali dengan tujuan untuk menyediakan

media tumbuh yang cocok bagi tanaman jahe. Tahapan dari kegiatan

pengolahan tanah tersebut adalah sebagai berikut :


21

a. Pengolahan tanah I

Terlebih dahulu lahan dibersihkan dari vegetasi atau gulma-gulma dari sisa-

sisa tanaman yang telah mati. Kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan

mencangkul tanah sedalam 30 cm, selanjutnya dilakukan pembuatan saluran

drainase dengan ukuran 50 cm.

b. Pengolahan tanah II

Tanah yang sudah diolah pada pengolahan 1 digemburkan kembali agar

strukturnya lebih gembur dan aerase tanah lebih baik. Selanjutnya dilakukan

penggaruan agar tanah yang masih berbentuk bongkahan dapat hancur dan

selanjutnya tanah diratakan.

c. Pembuatan bedengan

Setelah tanah diratakan, bedengan dibuat dengan ukuran 1,2 x 9 meter

sebanyak 7 bedengan dengan jarak antar bedengan adalah 0,5 m, dan tebal

bedengan 25 - 30 cm.

d. Pemberian pupuk kandang

Tujuan dari pemberian pupuk kandang ini adalah memperbaiki tekstur dan

struktur tanah serta menambah unsur hara pada tanah tersebut. Pupuk kandang

diberikan sebanyak 34,28 kg pada setiap lubang alur yang sudah disediakan.

Pupuk kandang diberikan hanya 1 kali pada waktu pengolahan tanah II

dilakukan. Setelah selesai pemberian pupuk kandang, biarkan selama 1 minggu

agar pupuk kandang yang belum terlalu matang bisa tercapai kematangannya.

Bila pupuk kandang belum matang, maka jahe yang ditanam akan mati.
22

3.2.4. Pembuatan lubang tanam dan penanaman

Jarak tanam yang dugunakan untuk jahe merah panen muda lebih rapat

yaitu 30 x 40 cm. Pada kegiatan penanaman ini digunakan sistem alur bukan

sistem lubang tanam.

Cara penanaman adalah dengan meletakkan rimpang sedalam 2 – 3 cm

di bawah permukaan tanah pada alur yang sudah disediakan, posisi rimpang

dalam lubang tanam dengan mata tunas berada di atas kemudian ditutup lagi

dengan tanah setebal 5 – 7 cm. Pada saat penanaman bibit perlu menanam

cadangan sebagai antisipasi apabila bibit yang kita tanam tidak tumbuh.

3.2.5. Pemupukan

Tujuan dari pemupukan adalah untuk mencukupi kekurangan unsur-unsur

hara yang diperlukan oleh jahe agar pertumbuhan serta perkembangannya dapat

optimal.

Pemupukan pertama dilakukan 3 - 7 hari setelah tanam dengan cara

membuat lubang untuk meletakkan pupuk dengan jarak 5 cm dari tanaman

sedalam 5 – 10 cm. Pupuk yang diberikan pada awal penanaman adalah pupuk

NPK dengan dosis 2,5 gr/tanaman, setelah pupuk diberikan lalu lubang ditutup

dengan tanah.

Pemupukan susulan sama halnya dengan pemupukan pertama dilakukan

saat umur tanaman 10 minggu setelah tanam dengan cara yang sama seperti

pemupukan pertama dan pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dengan

dosis 1 kg/tanaman, setelah pupuk diberikan lalu lubang ditutup dengan tanah.
23

3.2.6. Pemberian mulsa

Mulsa yang digunakan pada usaha budidaya tanaman jahe ini adalah

eceng gondok. Pemberian mulsa eceng gondok ini diberikan dalam kondisi

segar. Mulsa eceng gondok yang dibutuhkan adalah 240 kg dan dosis per

bedengannya adalah 34,28 kg/bedengan. Berikut cara pembuatan mulsa :

a) Pertama eceng gondok diambil dari kolam atau empang lalu

dipotong/dicacah dengan ukuran ± 5 – 7 cm.

b) Setelah dipotong-potong maka diamkan potongan eceng gondok itu

selama ± 15-20 menit.

c) Kemudian masukkan ke dalam karung goni untuk dibawa ke lapangan.

d) Taburkan eceng gondok diatas bedengan yang telah disediakan.

e) Penebaran dari eceng gondok haruslah merata diatas permukaan

bedengan.

3.2.7. Penyulaman

Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman jahe yang abnormal,

yang terserang hama dan penyakit serta tanaman yang mati. Penyulaman

dilakukan 2 – 3 minggu setelah tanam dengan menggunakan tanaman yang

sama umurnya.

3.2.8. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor. Penyiraman

dilakukan 2 kali sehari sampai bibit berumur 3 minggu kecuali hari hujan.

Setelah kegiatan itu penyiraman dilakukan tergantung dari cuaca dan

kelembapan tanah.
24
25

3.2.9. Penyiangan dan pembumbunan

a. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman

apabila penyiangan dilakukan diantara bedengan maka bisa digunakan dengan

cangkul di areal pertanaman jahe. Penyiangan dilakukan setelah umur tanaman

3 – 4 minggu. Penyiangan dilakukan harus hati-hati agar tidak terkena tunas

baru dan rimpang tanaman jahe.

b. Pembumbunan

Pembumbunan merupakan bagian dari pemeliharaan tanaman jahe.

Pembumbunan dilakukan agar rimpang yang mulai terbentuk dapat tumbuh

dengan baik dan tidak muncul di permukaan tanah untuk mencegah sinar

matahari langsung pada rimpang jahe. Karena bila rimpang terkena sinar

matahari langsung rimpang akan mengering dan mati. Pembumbunan

dilakukan dengan mengangkat tanah bagian tengah ke atas permukaan tanah

yang dibuat untuk pertanaman jahe.

3.2.10. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi yaitu dengan

memakai pestisida jika terjadi serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan

kerugian atau diatas ambang ekonomi.

Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan penyemprotan pestisida

alami dengan bahan bawang putih dan daun sirih.


26

3.2.11. Panen

Pada proyek ini panen dilakukan dengan panen muda yang dilakukan

pada waktu tanaman jahe berumur 5 bulan. Cara pemanenan yaitu dengan cara

mencabut tanaman secara hati-hati dengan menggunakan cangkul atau tangan

secara langsung. Rimpang jahe yang dipanen kemudian dibersihkan dari tanah

yang menempel lalu dikering anginkan.

3.2.12. Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan bertujuan untuk melihat pengaruh eceng

gondok terhadap pertumbuhan jahe dan juga melihat apakah ada hal lain yang

terjadi terhadap jahe. Adapun pengamatan pertumbuhan tanaman yang

dilakukan adalah :

1. Persentase tumbuh dengan membandingkan antara jumlah tanaman jahe


yang tumbuh dengan populasi tanaman jahe seluruhnya.
2. Tinggi tanaman
3. Jumlah Anakan
27

3.3. Jadwal pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan kegiatan budidaya jahe merah dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Jadwal kegiatan proyek budidaya tanaman jahe merah selama 5 bulan
dengan luas lahan 400 m2.
BULAN

Juni Juli Agustus September oktober


No Jenis Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Peninjauan,
Pengukuran dan
pembersihan lahan
2 Persiapan bahan
tanam
3 Seleksi bibit dan
penunasan

4 Pengolahan Tanah I

5 Pengolahan Tanah II
dan Pemberian Pupuk
Kandang

6 Penanaman

7 Pemupukan Pertama

8 Pemberian Mulsa

9 Penyiraman*

10 Penyulaman

11 Penyiangan**

12 Pembumbunan

13 Pemupukan Susulan
28

14 PHP***

15 Panen

16 Pengamatan

IV. PERKIRAAN HASIL

IV.1. PERALATAN DAN BAHAN

IV.1.1. Biaya alat

Tabel 2. Kebutuhan biaya alat pada budidaya jahe merah dengan luasan 400 m 2

N SATUA JUMLAH TERPAKAI TOTAL


JENIS ALAT HARGA
O N RENCAN BIAYA
A REALISASI

1 Cangkul* Unit 2 2 70.000,00 140.000

2 Arit* Unit 1 1 100.000 100.000

3 Garpu* Roll 2 2 70.000 140.000

4 Meteran Unit 1 1 80.000 80.000

5 Ember Unit 5 5 20.000 100.000

6 Tali gujir* Unit 1 1 15.000 15.000


Pot siram
7 Presure* Unit 1 1 100.000 100.000
 675.00
Jumlah 0
29

Luas Lah an Lama Usa h a


Rumus kebutuhan alat :( )x( ) x Jumlah alat )
1000 Usia Ekonomis

Rumus biaya alat : (Kebutuhan alat x Harga satuan)


30

IV.1.2. Biaya Bahan

Tabel 3. Kebutuhan bahan tanaman dalam budidaya jahe merah pada luasan 400
m2

JUMLAH TERPAKAI
TOTAL
NO JENIS ALAT SATUAN HARGA
BIAYA
RENCANA REALISASI
Bibit Jahe
1 merah batang 400 400 3.000 1.200.000
Pupuk
2 Kandang karung 10 10 20.000 200.000
Pembersihan
3 lahan Orang 1 1 750.000 750.000
Sekam padi
4 basah Karung 50 50 10.000 500.000
Sekam padi
5 bakar Karung 30 30 10.000 300.000

Jumlah 2.950.000

Rumus kebutuhan bahan : (Jumlah dosis x Banyak populasi)

Rumus biaya bahan : Jumlah kebutuhan bahan x Harga satuan


31

IV.1.3. Biaya Tenaga Kerja

Tabel 4. Biaya tenaga kerja dalam budidaya tanaman jahe merah pada luasan
400 m2 selama 5 bulan.

N JUMLAH BIAYA
JENIS KEGIATAN SATUAN HARGA
O RENCANA REALISASI RENCANA REALISASI
Peninjauan,
pengukuran dan Per dua 100.000
1 HKO 5 bulan 5 bulan 500.000
pembersihan hari perbulan
Lahan

Persiapan Bahan
Tanam dan Awal 100.000
2 HKO 2 bulan 2 bulan 200.000
Seleksi bibit dan tanam per bulan
penunasan
Pengolahan Awal
3 HKO 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
Tanah I tanam
Pengolahan Awal
4 HKO 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
Tanah II tanam
Awal
5 Penanaman HKO 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
tanam
Awal
6 Pemupukan Awal HKO 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
tanam
Awal
7 Pemberian Mulsa HKO 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
tanam
Setiap
hari 100.000
8 Penyiraman HKO 5 bulan 5 bulan 500.000
sampai per bulan
panen
9 Penyulaman HKO 0,25 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
10 Penyiangan HKO 0,49 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
11 Pembumbunan HKO 0,49 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
Pemupukan
12 HKO 0,67 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
Susulan
13 PHP HKO 0,05 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
14 Panen HKO 0,32 1 bulan 100.000 1 bulan 100.000
100.000
15 Pengamatan HKO 0,08 5 bulan 5 bulan 500.000
per bulan
Sampai
Jumlah Rp 2.800.000
panen
32

Rumus kebutuhan tenaga kerja :

Luas lahan PUM


x Kebutuhan tenaga kerja sumber
Luasanl ahan sumber

Rumus biaya tenaga kerja :

(Kebutuhan tenaga kerja x Upah satuan)

4.1.3. Biaya Lain-lain

Tabel 5. Biaya lain-lain dalam budidaya tanaman jahe merah pada luasan 400 m2
selama 5 bulan.

Jenis Total (Rp)


No Perhitungan
Pembiayaan Rencana Realisasi
1 Sewa mobil L. Lahan x harga sewa x lama
5.000.000 5.000.000
bak usaha/thn
2 Pembelian
0,5% x 20%(L. Lahan x lama
pestisida 3.000.0000 3000.000
usaha/thn
alami
Jumlah 8.000.000 8.000.000

4.2. Per kiraan hasil Produksi dan Pendapatan

Tabel 7. Produksi dan pendapatan tanaman jahe merah pada luasan 400 m 2
selama 5 bulan.

Populas Harga
No Jenis Produksi Satuan i Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Rimpang Jahe
1. merah Kg 400 400 kg 10.000 4.000.000
Jumlah 4.000.000
Keterangan : Berat Rimpang 1 tunas 1 kg
Harga Rp 10.000 adalah harga termurah jahe merah per kg
33

Populas Harga
No Jenis Produksi Satuan i Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Rimpang Jahe
1. merah Kg 400 800 kg 10.000 8.000.000
Jumlah 8.000.000
Keterangan : Berat Rimpang 1 tunas 2 kg
Harga Rp 10.000 adalah harga termurah jahe merah per kg

Populas Harga
No Jenis Produksi Satuan i Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Rimpang Jahe
1. merah Kg 400 1200 kg 10.000 12.000.000
Jumlah 12.000.000
Keterangan : Berat Rimpang 1 tunas 3 kg
Harga Rp 10.000 adalah harga termurah jahe merah per kg
Rata rata panen hasil jahe merah sebanyak 3kg per tunas

4.3. *Perkiraan Analisa Biaya dan Pendapatan*

4.3.3. Pendapatan Pengelola

Pendapatan (hasil penjualan) = Rp 12.000.000

Total Biaya (usaha) = Rp 10.800.000

Keuntungan = Pendapatan – Total Biaya

= Rp 12.000.000

= Rp 10.800.000

= Rp 1.200.000
34

4.3.4. Analisa Titik Impas ( Break Event Point )

a. BEP Produksi

BiayaTotal( Rp)
BEP Produksi ¿
HargapasarProduk ( Rp /Kg)

Rp 10.800 .000
¿
Rp 10.000/kg

¿1080 Kg

b. BEP Harga (Harga Pokok Produk)

BiayaTotal (Rp)
BEP Harga ¿
JumlahProduksi( Kg)

Rp 10.800 .000
= 1200 kg

¿ Rp 9000/ kg

IV.2. Hasil Pengamatan pertumbuhan jahe ( agronomis/ produksi)

IV.2.1. Persentase tumbuh

Dalam budidaya jahe merah ini jumlah tanaman jahe yang tumbuh

sekitar populasi sedangkan populasi tanaman seluruhnya adalah 800 tanaman.

Sehingga dari perbandingan antara jumlah tanaman jahe yang tumbuh dengan

populasi tanaman seluruhnya, maka akan diperoleh persentase tumbuh tanaman

jahe.
35

Perhitungannya :

Jumlah Tanaman yang tumbuh


Persentase Tumbuh = x 100 %
Populasi Seluruhnya

440 Tanaman
= x 100 %
455 Tanaman

= 96,70 %

IV.2.2. Pertumbuhan tanaman jahe merah

Rata- rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan berat rimpang, dapat

dilihat pada tabel 8 berikut :

Tabel 8. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman jahe umur 5 bulan.

No Parameter Pengamatan Hasil Pengamatan

1 Tinggi Tanaman (cm) 43

2 Jumlah Anakan (rumpun) 6

3 Berat Rimpang (kg) 0,3

IV.3. Kendala di lapangan

Kendala yang ditemukan di lapangan pada pelaksanaan Proyek Usaha

Mandiri (PUM) yaitu tingginya curah hujan pada awal penanaman dan adanya

kemarau di pertengahan kegiatan pertanaman jahe menyebabkan tanaman

mengalami kekeringan dan mati dan kurang penyesuaian terhadap


36

lingkungannya. Musim kemarau menyebabkan kekeringan pada tanaman jahe

sehingga dibutuhkan air.

Sumber air dari areal lahan cukup jauh dan harus diangkut dengan ember

sedangkan musin hujan meyebabkan beberapa daerah diareal bedengan

tergenang. Disamping itu cepatnya perkembangan gulma teki-tekian

menyebabkan berkembangnya banyak hama seperti belalang dan kepik.

V. PEMBAHASAN

5.1. Aspek teknis pelaksanaan

Pada pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini, dari segi teknis pada

realisasi tidak sesuai dengan perencanaan. Beberapa hal yang menyebabkan

ketidak sesuaian tersebut yaitu kondisi lahan dan bahan yang digunakan.

Dari segi lahan, pada perencanaan, lahan untuk penanaman jahe seluas

120 m2 dengan panjang 12 m dan lebar adalah 10 m2 serta memiliki 5

bedengan. Namun, dalam kenyataannya panjang lahan penanaman jahe adalah

panjang 10 m2 dan lebar 12,4 m2 serta ada 7 bedengan. Hal ini disebabkan oleh

karena kesalahan dalam pengukuran saat penenjuan lahan dilakukan di samping

pabrik kakao. Alasan lainnya adalah mengubah arah bedengan dari Utara –

Selatan, agar tanaman mendapatkan penyinaran dari matahari lebih merata .

Hal itu yang menyebabkan, ukuran lahan tidak sesuai dengan apa yang ada

dalam perencanaan.
37

Kemudian secara teknis, dari segi bahan yang digunakan untuk budidaya

tanaman jahe adalah penggunaan pupuk. Pupuk yang digunakan dalam

budidaya tanaman jahe adalah pupuk Urea, SP36 dan KCl. Namun, dalam

kenyataannya pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK lengkap .

Hal yang selanjutnya adalah penggunaan insektisida decis 2,5 EC untuk

mengendalikan hama belalang, kutu perisai, lalat rimpang dan kepik.

5.2. Kendala di lapangan

Beberapa kendala yang terjadi pada pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri

(PUM) ini yaitu banyaknya dari hama belalang, lalat rimpang dan bekicot. Hama

ini menyebabkan tanaman menjadi berlubang-lubang dan daun menguning

bahkan tanaman akan layu, sedangkan dari gulma sendiri yaitu banyaknya

rumput teki yang tumbuh secara cepat .

Disamping itu iklim yang kurang baik yakni musim hujan yang terus

menerus serta terkadang musim kering juga melanda sehingga tanaman kurang

beradaptasi .

Adapun hama pengganggu lainnya adalah hewan peliharaan warga

sekitar yaitu anjing yang sering juga tidur dan berkeliaran dilapangan sehingga

merusak tanaman tanpa disengaja. Kematian pada tanaman jahe diawal

penanaman dapat diatasi dengan melakukan penyulaman , untuk OPT (gulma)

dapat dilakukan penyiangan dalam 2 minggu sekali. Intensitas penyiangan yang

tinggi dilakukan agar gulma teki dapat dikendalikan. Belalang yang banyak

dapat dikendalikan dengan lahan yang bersih dari penyiangan yang sering

dilakukan dan juga penyemprotan dengan insektisida Decis 2,5 EC, sedangkan

kekeringan dapat diatasi dengan melakukan penyiraman pada tanaman jahe


38

tersebut dengan mengambil air dari sumber air yang cukup dari areal

penanaman.

5.3. Aspek agronomis

Pada Proyek Usaha Mandiri (PUM) budidaya jahe merah yang telah

dilaksanakan pemberian eceng gondok mempengaruhi pertumbuhan tanaman

jahe dimana hasil pengamatan persentase tumbuh 96,70% , tinggi tanaman

43 cm dan berat rimpang 0,3 kg per rumpun.

Menurut BPEN, Deperindag. 1993, karakteristik berat rimpang yang baik

adalah sebagai berikut:

Sumber : BPEN, Deperindag. 1993

No Karakteristik Syarat

Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3

1 Ukuran berat (gram > 250 150 - 250 Dicantumkan sesuai

per rimpang) hasil analisis

5.4. Aspek finansial

5.4.1. Kebutuhan alat

Terjadinya perubahan kebutuhan alat yaitu terjadinya kenaikan jumlah

kebutuhan alat yang sebesar Rp.12.900,- menjadi Rp 17.928,33. Hal ini

disebabkan naiknya jumlah pemakaian alat pada cangkul, kored, garu dan

knapsack sprayer yang disebabkan karena kegiatan penyiangan yang dilakukan.


39

5.4.2. Kebutuhan bahan

Terjadinya perubahan kebutuhan bahan, yaitu terjadi penurunan jumlah

kebutuhan bahan yang semula sebesar Rp.354.280 menjadi Rp.333.750 ,-.

Penurunan ini disebabkan karena adanya bahan yang tidak digunakan seperti

ajir, pupuk Urea, pupuk KCl serta SP36 tidak digunakan dalam proyek ini,

dikarenakan penggunaan pupuk Urea, pupuk KCl serta SP36 diganti dengan

pupuk kandang.

5.4.3. Kebutuhan tenaga kerja

Terjadinya perubahan kebutuhan tenaga kerja yaitu terjadi penurunan

jumlah kebutuhan tenaga kerja yang semula sebesar Rp.250.000 menjadi

Rp.208.571,43, disebabkan turunnya jumlah penggunaan tenaga kerja yang

digunakan pada kegiatan secara keseluruhan.

1. RENCANA BISNIS

Dalam pelaksanaan PUM Budidaya Tanaman Jahe merah seperti yang

telah dibuat Laporan Finansialnya diatas, maka langkah pertama yang dilakukan

agar pelaksana PUM memperoleh pendapatan minimal Rp. 12.000.000,- adalah

dengan memperluas areal usahanya. Adapun cara menghitung berapa luas areal

yang dibutuhkan untuk Rencana Bisnis adalah sebagai berikut :

Dengan luas areal PUM : 400 m2 , Perkirann dihasilkan keuntungan

sebesar Rp. 1.200.0000,- selama 5 bulan, atau Rp.2.400.000,- setahun, agar


40

pengelola mampu hidup dengan layak ( pendapatan minimum Rp. 12.000.000),

maka dibuat Rencana Bisnis dengan komoditi yang sama dengan luas areal :

Rp .12 .000.000
Luas Areal = x m2
Rp . 2.400 .000

= 5 x 400 m2

= 2000 m2

2. AKAD KERJA SAMA

7.1. AKAD KERJA SAMA DENGAN PEMILIK LAHAN

Di halaman baru

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Eceng gondok (Eichornia crassipes) Pemanfaatannya sehingga


bernilai ekonomis.
http://ahmadfauzibratasena.wordpress.com./2010/06/12/eceng-gondok-
eichornia-crassipes-pemanfaatannya-sehingga-bernilai-ekonomis/. Diakses
26 Januari 2014.

Atmojo W.S. 2007. MencariSumber Pupuk Organik. http://


www.google.com/m?q=mencari %20sumber520pupuk%20organik%20oleh
%20prof%20suntoro%20wongso&client=ms-opera-mobile&channel=new.
Diakses pada 26 Januari 2014.

Balai Pengkajian Teknologi pertanian. 2008. Pemanfatan Eceng Gondok.


Sumatera Utara.

BPEN, Kajian pasar jahe (Kawasan Timur Tengah) (Jakarta : Badan


Pengembangan Ekspor Nasional, Departement Perdagangan RI, 1992.

Google User Content. 2008. Kadar Air Pada Eceng Gondok.


http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:wXoY9VqG-
41

lgJ:eprints.undip.ac.id/22794/1/LAPORAN_SKRIPSI_BAB_I.pdf+kadar+air+p
ada+eceng+gondok&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses 7 Mei 2013

Harmono & A. Andoko.2005.Budidaya dan peluang bisnis jahe.Penerbit: PT


AgroMediaPustaka. Jakarta Selatan.

Lamid dan zaenal. 1990. Pengaruh Mulsa Eceng Gondok Segar Terhadap
Pertumbuhan Gulma dan Jagung.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index/php/searchkatalog/byid/214095.
Diakses 26 Januari 2014.

Natur Indonesia. 2011. Jahe.


http://www.naturindonesia.com/jahe/lagi-tentang-budidaya jahe.html.
Diakses pada tanggal 9 Juni 2012.

Rachman. 2002. Penerapan pertanian organik, pemasyarakatan dan


pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Syukur,C. 2001. Agar jahe berproduksi tinggi. Penerbit: PT. Penebar


Swadaya.Depok.

Wikipedia. 2012. Mulsa. http://id.m.wikipedia.org/wiki/mulsa. Diakses 26


Januari 2014.

Winarmo. 1993. Agar Eceng Gondok Tidak Bikin Gondok. http://kata


bermakna.blogspot.in/2008/05/agar-eceng-gondok-tidak-buat-
gondok-.html?m=1. Diakses 26 Januari 2014.

Anda mungkin juga menyukai