Anda di halaman 1dari 123

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teh merupakan minuman yang sudah tidak asing lagi untuk masyarakat

Indonesia. Pada umumnya minuman teh mengandung kafein yang dapat

meningkatkan sedikit kadar gula darah. Teh herbal atau herbal tea adalah sebutan

untuk ramuan bunga, daun, biji, akar, atau buah kering yang biasanya digunakan

sebagai minuman yang dapat menunjang kesehatan, berkhasiat obat dan tidak

mengandung kafein (Rhahmah, 2015).

Salah satu tanaman yang daunnya dapat dimanfaatkan dalam pembuatan

teh herbal adalah daun belimbing wuluh. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

disebut juga belimbing asam adalah sejenis pohon yang diperkirakan berasal dari

kepuluan Maluku. Ekstrak metanol buah belimbing wuluh diantaranya

mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, fenol, dan triterpenoid. Selain itu

juga diketahui bahwa ekstrak metanol buah belimbing wuluh memiliki aktivitas

antioksidan . Daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, dan

tanin ( Hasim, et al, 2019).

Daun belimbing wuluh dapat digunakan untuk pengobatan herbal, cairan

yang diperoleh dari gerusan daun belimbing ini, dapat digunakan sebagai obat luar

maupun obat minum terhsampaiap demam. Rebusan daun dapat sebagai obat

minum untuk persampaiangan usus besar. Salep yang dibuat dari daun muda

untuk obat rematik. Daunnya juga dapat dipakai sebagai obat bisul. Cairan yang

1
diperoleh jika bunganya dikukus adalah obat batuk, sariawan, nyeri sendi, kencing

manis, demam, dan darah tinggi. Latief, 2012).

Hasil peneliatian Kurniawaty & Lestari (2016) menunjukkan bahwa daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang dapat digunakan

sebagai terapi herbal dalam menangani diabates mellitus. Kandungan utama yaitu

flavonoid yang berperan dalam aktivitas farmakologikal yang berfungsi sebagai

antioksidan dan antidiabetes. Uji efektivitas eksrtak daun belimbing wuluh

terhsampaiap mencit telah dibuktikan memiliki tingkat aktivitas yang baik dalam

menurunkan Kadar glukosa dalam darah.

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal

adalah metode DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl). Metode DPPH

memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil.

DPPH memberikan serapan kuat dan panjang gelombang 517 nm dengan warna

violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi

berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna sebanding dengan

jumLah elektron yang diambil (Kuncahyo & Sunardi, 2007).

Berdasarkan paparan diatas, diketahui bahwa tumbuhan belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) mengandung senyawa antioksidan. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan uji aktivitas antioksidan dari daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) dalam bentuk sediaan teh herbal pada daun belimbing

wuluh muda dengan metoda uji antioksidan yang digunakan pada penelitian ini

adalah metoda DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl).

2
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan suatu permasalahan

yaitu :

1. Apakah senyawa metabolit sekunder yang terkandung dari sediaan teh

herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)?

2. Apakah teh herbal daun belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L.) memenuhi

syarat mutu teh berdasarkan SNI-01-3836-2013?

3. Bagaimana aktivitas antioksidan dariteh herbal daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.)?

1.3 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dari teh

herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

2. Untuk mengetahuipersyaratan mutu teh berdasarkan SNI-01-3836-2013

terhsampaiap teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

3. Mengukur daya aktivitas antioksidan yang terdapat pada teh herbal daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

1.4 Hipotesis

1. Teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki

kandungan senyawa metabolit sekunder.

2. Teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memenuhi syarat

mutu teh berdasarkan SNI-01-3836-2013

3. Teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mempunyai

aktivitas antioksidan.

3
1.5 Manfaat penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu sumber informasi tentang

cara pembuatan dari simplisia atau teh herbal daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.).

2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam upaya pemerintah

mengembangkan obat bahan alam menjadi fitofarmaka, khususnya

tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

3. Untuk mengetahui daya antioksidan dan memberikan informasi tentang

daya antioksidan dari teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi

L.) dan teh daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Belimbing Wuluh

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu tanaman

dari kelas Magnoliopsida, suku Oxalidaceae, marga Averrhoa. Jenis ini diduga

berasal dari kepulauan Maluku (Arbain et al., 2014). Berikut klasifikasi dari

tanaman Belimbing Wuluh adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia, 2006). Gambar daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat

dilihat pada Gambar 1.

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak Kelas : Rosidae

Bangsa : Geraniales

Suku : Oxalidaceae

Marga : Averrhoa

Jenis : Averrhoa bilimbi L.

Gambar 1. Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)


5
2.1.2 Nama Daerah

Belimbing wuluh (Indonesia); selimeng (Aceh); asom (Batak); Balimbieng

(Minangkabau); calincing (Sunda); blingbing buloh (Bali); belimbing tunjuk

(Banjarmasin); caleneng (Bugis); bainang (Makassar) (Latief, 2012).

2.1.3 Morfologi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Pohon kecil, tinggi sampai 10 m. Batang kasar berbenjol – benjol. Cabang

sedikit, arahnya condong ke atas, pada cabang yang muda berbulu halus seperti

beludru, warna coklat muda. Daunnya tersusun majemuk, terdiri atas 21 – 25

pasang daun. Bentuk daun lonjong, ujungnya lancip sampai luncip, permukaan

daun bagian atas berbulu jarang sedangkan pada bagian bawah berbulu padat

seperti beludru, panjang 2 – 10 cm, lebar 1,25 – 3 cm. Perbungaan berupa malai,

berkelompok, keluar pada batang dan cabang – cabangnya, menggantung, panjang

5 – 20 cm, bunga homostilous, panjang kelopak bunga 5 – 7 cm; helaian mahkota

bunga berbentuk elip; panjang 13 – 20 mm, berwarna ungu gelap dan bagian

pangkalnya ungu muda; benang sari semuanya subur. Buah bentuk lonjong

sampai bentuk galah, panjang 4 – 6,5 cm, berwarna hijau kekuningan, rasanya

asam sekali. Biji berbentuk bulat telur agak gepeng. Masa berbunga sepanjang

tahun(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006).

Makroskopik, permukaan atas anak daun berwarna hijau muda, hijau

muda, hijau sampai hijau kecoklatan, permukaan bawah berwarna lebih muda,

bentuk bundar panjang sampai jorong, panjang 2 cm sampai 10 cm, lebar 0,7 cm

sampai 3 cm. Ujung daun runcing, pangkal daun membundar, pinggir daun rata.

Tangkai daun 1 mm sampai 2 mm, tulang daun, terutama tulang daun utama

6
menonjol pada permukaan bawah. Permukaan bawah berambut lebih banyak dari

pada permukaan atas, jika diraba terasa halus(Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia, 2006).

Mikroskopik, pada panampang melintang melalui tulang daun tampak

epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel besar berbentuk segi empat sampai segi

empat memanjang, kutikula tipis, rambut penutup terdiri dari 1 sel berbentuk

kerucut panjang, lurus atau bengkok, ujung runcing, dinding tebal tidak berlignin.

Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel yang lebih kecil dari pada epidermis atas,

bentuk membulat. Stomata banyak, rambut penutup terdiri dari 1 sel serupa

rambut penutup epidermis atas. Mesofil meliputi jaringan palissampaie terdiri dari

1 atau 2 lapis sel berbentuk silindrik, lapisan kedua sangat pendek. Pada lapisan

pertama terdapat hablur kalsium oksalat bentuk prisma. Jaringan bunga karang

terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk tidak beraturan, tersusunan renggang

dengan rongga – rongga udara yang besar. Berkas pembuluh tipe kolateral disertai

serabut berdinding tebal agak berlignin. Di antara parenkim tulang daun terdapat

sel – sel parenkim bernoktah, tidak berlignin. Pada sayatan parsampaiermal

tampak sel epidermis atas berbentuk poligonal dengan dinding antiklinal agak

berkelok – kelok atau hampir lurus, sel epidermis bawah mempunyai dinding

antiklinal berkelok – kelok, stomata tipe anisositik. Serbuk berwarna hijau muda.

Fragmen pengenal adalah rambut penutup terdiri dari 1 sel berbentuk kerucut

panjang, fragmen epidermis atas, fragmen epidermis bawah dengan stomata

anisositik, serabut, hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, fragmen pembuluh

kayu, fragmen mesogfil (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

7
2.1.4 Kandungan Kimia Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Pada bagian

batang mengandung saponin, tanin, asam format, glukosida, kalsium oksalat

sulfur dan peroksida. Pada bagian daun mengandung tarlin, sulfur, asam format,

peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. Belimbing wuluh berkhasiat

sebagai antirsampaiang karena mengandung flavanoid. Skrining fitokimia awal

menunjukkan sampaianya kandungan flavanoid, saponin, dan triterpenoid.

Kandungan kalium berkhasiat diuretik (melancarkan buang air kecil) sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Belimbing wuluh juga berkhasiat ekspektoran

(meluruhkan dahak) dan antipiretik (menurunkan panas) (Latief, 2012).

2.1.5 Tinjauan Farmakologi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L)

2.1.5.1 Secara Empiris

Secara tradisional, ramuan daun belimbing wuluh dapat digunakan sebagai

obat sariawan, hipertensi dan diabetes dengan cara perebusan daunnya. Rebusan

daun belimbing wuluh juga dapat digunakan sebagai obat untuk peradangan usus

besar. Selain dengan cara direbus, daun belimbing wuluh bisa ditumbuk sampai

halus, untuk pengobatan rematik dan bisul dengan cara digosokkan pada bagian

yang sakit (Latief, 2012).

2.1.5.2 Secara Pra Klinis

Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa

daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang dapat

digunakan sebagai terapi herbal dalam menangani diabates mellitus. Penelitian ini

dilakukan dengan metoda pembuatan infusa daun belimbing wuluh dengan dosis

8
aloksan yang diberikan pada hewan coba adalah 125 mg/kgBB, kemudian

disuntikkan secara subkutan dan efek hiperglikemik akan muncul setelah 72 jam.

(Kurniawaty & Lestari, 2016).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Patala et al. (2018). Dimana daun

belimbing wuluh diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70%.

Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator. Selajutnya ekstrak etanol daun

belimbing wuluh dibuat dalam beberapa dosis yaitu 16,6 mg/kgBB, 25 mg/kgBB

dan 33 mg/kgBB. Secara statistik, penelitian ini membuktikan bahwa pemberian

ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada mencit yang diinduksi batu ginjal

memiliki aktivitas sebagai antilithiasis dan dosis yang paling efektif sebagai

antilithiasis yaitu pada dosis 16,6 mg/kgBB.

2.2 Teh Herbal

2.2.1 Definisi Teh Herbal

Teh herbal merupakan istilah umum yang digunakan untuk minuman

yang bukan berasal dari daun teh (Camelia sinensis). Teh herbal adalah sebutan

untuk ramuan bunga, daun, biji, akar, daun kering, rumput, kacang-kacangan,

kulit, buah-buahan, atau unsur-unsur botani lain yang dapat memberikan rasa dan

memberikan manfaat kesehatan. Tidak seperti kebanyakan bentuk teh, teh herbal

tidak mengandung kafein (Ravikumar, 2014). Khasiat yang dimiliki setiap teh

berbeda-beda, tergantung bahan bakunya. Campuran bahan baku yang digunakan

merupakan tanaman obat yang secara alami memiliki khasiat untuk membantu

mengobati jenis penyakit tertentu (Apriliyanti, 2017).

2.2.2 Macam-macam Teh

9
Teh dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu teh herbal dan non

herbal.

a. Teh Herbal

Teh herbal biasanya disajikan dalam bentuk kering seperti penyajian dari

tanaman teh. Tanaman obat dalam bentuk kering yang diformulasikan menjadi teh

herbal dapat dimanfaatkan untuk konsumsi sehari – hari, skala rumah tangga

maupun industri. Prinsip pembuatan herbal kering meliputi pencucian, pengirisan,

pengeringan (Apriliyanti, 2017)

b. Teh Non Herbal

Berdasarkan cara pengolahannya, teh non herbal di Indonesia sampaia tiga

jenis, yaitu :

1. Teh hitam

Teh hitam merupakan hasil olahan pucuk daun teh yang mengalami proses

fermentasi. Pengolahan teh ini dikenal tiga cara yaitu trsampaiisional,

konvensional, dan modern. Adapun tahap–tahap pengolahannya, yaitu

pengangkutan pucuk segar, pelayuan, penggilingan dan sortasi basah, fermentasi,

pengeringan, sortasi kering, penyimpanan dan pengemasan.

2. Teh wangi

Teh wangi merupakan teh hijau yang ditambah bunga melati (Jasminum

sambac) atau bunga melati gambir (Jasminum officinale) untuk memperbaiki rasa

dan aroma teh. Pengolahan teh wangi merupakan proses penyerapan (absorpsi)

bau bunga ke dalam teh hijau. Proses pengolahannya yaitu penggosongan teh

10
hijau, pelembaban, pewangian, pemisahan bunga, pengeringan, penganginan teh

dan pengemasan.

3. Teh hijau

Teh hijau dihasilkan dari pengolahan yang tanpa proses fermentasi setelah

dipetik. Pengolahan teh hijau melalui tahap – tahap seperti pelayuan,

penggulungan, pengeringan dan sortasi. Teh hijau mengandung beberapa zat

kimia yang dapat digolongkan menjadi empat substansi fenol (katekin, flavanol),

bukan fenol (karbohidrat, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, asam organik),

senyawa aromatis dan enzim (Daroini, 2006).

2.3 Simplisia

Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simplek yang berasal dari kata

simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut

bahan – bahan obat alam yang masih bersampaia dalam wujud aslinya atau belum

mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah bahan alami

yang digunakan untuk obat dan belum mengalami proses apapun, dan kecuali

dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal

itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia

hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan, 2004).

2.4 Radikal Bebas

Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernapas pun terjadi reaksi

oksidasi. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif,

yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas

11
dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh

(Winarsi, 2007).

Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah

satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai

senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk

di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa

terbentuk, misalnya ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi

melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme, sering terjadi kebocoran

elektron. Dalam kondisi demikian mudah sekali terbentuk radikal bebas. Radikal

bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang berasal bukan dari radikal

bebas, tapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Winarsi, 2007).

2.4.1 Sifat dan Sumber Radikal Bebas

Sumber radikal bebas terdiri dari dua yaitu sumber radikal bebas yang

berasal dari dalam tubuh (radikal bebas endogenus) dan sumber radikal bebas

yang berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksogenus). Radikal bebas endogenus

dapat melewati autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi,

transpor elektron di mitokondria, oksidasi ion-ion logam transisi, atau melalui

iskemik (Yuslianti, 2018).

Winarsi (2007) menyebutkan bahwa radikal bebas memiliki sifat agresif

untuk menarik elektron disekelilingnya. Reaksi radikal bebas yang terus menerus

sebelum sampaia peredaman reaksi disebabkan oleh upaya molekul radikal bebas

dalam mencari pasangan elektron. Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas

yang sangat tinggi yaitu kecenderungan untuk menarik elektron dan

12
kemampuannya mengubah suatu molekul menjadi radikal bebas baru sehingga

terjadi reaksi rantai, dan reaksi rantai ini baru berhenti jika radikal bebas diredam

dengan antioksidan (Yuslianti, 2018).

2.5 Antioksidan

2.5.1 Pengertian Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mempu melindungi sel

dari bahaya radikal bebas oksigen reaktif. Antioksidan merupakan senyawa

penting dalam tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang

banyak terbentuk dalam tubuh. Selain dikonsumsi dalam bentuk makanan,

antioksidan juga dimanfaatkan untuk bagian luar tubuh yaitu sebagai kosmetik

dalam perawatan kecantikan (Hernani, 2005).

Radikal bebas berasal dari endogenus maupun eksogenus yang berasal dari

endogenus, radikal bebas yang merupakan hasil samping metabolisme normal

tubuh, sedangkan yang eksternal berasal dari polusi lingkungan, ultraviolet (UV),

asap rokok, dan lain-lain. Radikal bebas diketahui sebagai senyawa labil karena

memiliki electron yang tidak berpasangan. Senyawa tersebut agresif mencari

pasangan electron dengan cara mencuri electron yang memiliki makromolekul

disekelilingnya. Target utama sentawa tersebut adalah penyusun sel tubuh, seperti

protein, lipid dan DNA (Winarsi, 2014).

2.5.2 Jenis Antioksidan Alam

Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzimatis dan

antioksidan non enzimatis :

1. Antioksidan enzimatis

13
Bagian-bagian yang termasuk ke dalam golongan antioksidan enzimatis

adalah enzim glutation perokside, enzim katalase dan enzim superoksida

dismutase (SOD). Antioksidan jenis ini sering disebut sebagai antioksidan pimer,

karena tugasnya mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru.

2. Antioksidan non enzimatis

Golongan antioksidan non enzimatis yaitu vitamin A, vitamin C, vitamin

E, β-karoten, glutation, flavonoid, albumin, asam urat dan bilirubin. Golongan

antioksidan ini disebut juga antioksidan sekunder yang berfungsi menangkap

senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi, 2014).

2.6 DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrilhydrazil)

DPPH adalah radikal bebas yang diperdagangkan, stabil pada suhu kamar

dengan bentuk serbuk violet kehitaman, cepat teroksidasi oleh temperature dan

udara, mudah larut dalam metanol, dengan BM 394,3 g/mol. Penyimpanan pada

suhu di bawah 0C. DPPH akan mendonorkan suatu atom hidrogen ketika

bereaksi dengan senyawa kemudian akan menjadi bentuk tereduksi ditandai

dengan hilangnya warna violet (Molyneux, 2004). Struktur kimia DPPH dapat

dilihat pada Gambar 2.

14
Gambar 2. Struktur Kimia DPPH (Molyneux, 2004).

Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui

mekasnisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu ke kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm. Sampel

yang digunakan pada uji DPPH sedikit (Hanani, 2005).

DPPH mempunyai absorpsi yang kuat pada panjang gelombang 517 nm

dengan warna violet gelap. Karena mempunyai elektron sunyi menyebabkan

DPPH sangat reaktif untuk menangkap elektron atau radikal hidrogen lainnya

untuk menjadi molekul yang stabil. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh

Marsden Blois pada tahun 1958 (Molyneux, 2004).

2.7 Asam Galat

Asam galat merupakan senyawa turunan asam sinamat yang

pembentuknya melalui lintasan asam sikiat dengan dasar asam 3-dehidroksikimar.

Reaksi penting dalam pembentukan asam sinamat dan berbagai turunannya adalah

pengubahan fenilanin menjadi asam sinamat melalui proses deaminasi atau

pelepasan ammonia dari fenilamin untuk membentuk asam sinamat (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Struktur kimia asam galat dapat dilihat

pada Gambar 3.

15
Gambar 3. Struktur Kimia Asam Galat (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014).

2.8 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Visible adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinarultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan

elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Pada umumnya

spertrofotometri UV-Visible digunakan untuk :

1. Menetukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan

auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer.

Spektroskopi UV-Visible biasanya digunakan untuk molekul dan ion

anorganik atau kompleks di dalam larutan. Konsentrasi dari analit di dalam

larutan bias ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang

tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet bersampaia

pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak bersampaia pada

panjang gelombang 400-800 nm. Contoh alat spektrofotometri UV-Visible

adalah:

1. Spektrofotometer UV-Visible yang memiliki sumber cahaya tunggal

(single beam), dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan

16
mengukur pelarut tanpa sampel, setelah itu larutan sample dapat diukur.

Skema alat spektrofotometri UV-Vis single beam dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Skema Alat Spektrofotometer UV-VisSingle Beam (Dachriyanus,

2004)

2. Spektrofotometer UV-Visible yang memiliki sumber cahaya ganda (double

baem). Pada alat ini larutan sampel dimasukkan bersama-sama dengan

pelarut yang tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah

digunakan serta memberikan hasil yang optimal. Skema alat

spektrofotometri UV-Vis Double Beam dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema Alat Spektrofotometer UV-VisDouble Beam

(Dachriyanus, 2004)

Komponen-komponen pokok dari spektrofotometri meliputi :

1. Sumber tenaga rsampaiiasi

17
Sumber rsampaiiasi ultraviolet kebanyakan digunakan adalah lampu

hidrogen dan lampu deuterium. Terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung

dalam tabung gelas dan diisi dengan gas hidrogen atau deuterium pada tekanan

yang rendah.

Sumber rsampaiiasi visible dan rsampaiiasi inframerah dekat biasa

digunakan adalah lampu filamen tungsten.filamen tungsten menghasilkanm

rsampaiiasi kontinyu dalam daerah antara 350 – 2500 nm.

2. Monokromator

Monokromator adalah serangkaian alat optik yang menguraikan

rsampaiiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang

gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-

gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang sangat sempit.

3. Tempat cuplikan

Cuplikan yang akan diuji pada daerah ultraviolet atau visible biasanya

berupa larutan yang ditempatkan dalam sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet

biasanya digunakan quartz atau sel yang dari silika yang dilebur, sedangkan untuk

daerah visible digunakan gelas biasa.

4. Detektor

Setiap detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah

tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif seperti arus listrik atau

perubahan perubahan panas.

5. Rekorder

18
Rekorder atau biasa disebut sebagai baca berfungsi dalam pembacaan

isyarat yang berssal dari detektor (Sastrohamidjojo, 2001).

2.9 Spesifikasi mutu teh berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Spesifikasi mutu teh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel I. Spesifikasi mutu teh berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI

01-3836-2013).

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Kesampaiaan air seduhan

1. Warna - khas produk teh

2. Bau - khas produk teh

3. Rasa - khas produk teh

19
2 Kadar air % b/b Maksimal 8

3 Kadar ekstrak dalam air % b/b Minimal 32

4 Kadar abu total % b/b Maksimal 8

5 Kadar Tak larut dalam air dari abu total % b/b Minimal 45

2.10 Pengamatan terhsampaiap Warna, Bau, Rasa Air Seduhan Teh

Herbal Daun Belimbing Wuluh (SNI 01-3836-2000)

1. Warna : Meliputi jenis warna dan sifat hidup air

seduhan. Penilaian warna air seduhan dinyatakan dengan memberikan

nilai sebagai berikut :

a. Nilai 5, apabila air seduhan berwarna hijau kekuningan

sampai merah kecoklatan dan sangat hidup.

b. Nilai 4, apabia air seduhan berwarna hijau kekuningan

sampai merah kecoklatan dan hidup.

c. Nilai 3, apabila air seduhan berwarna hijau kekuningan

sampai merah kecoklatan dan agak suram.

d. Nilai 2, apabila air seduhan berwarna hijau kekuningan

sampai merah kecoklatan dan suram.

e. Nilai 1, apabila air seduhan berwarna hijau kekuningan

sampai merah kecoklatan dan sangat suram.

2. Bau : Meliputi bau khas dan bau penyedap yang sengaja

ditambahkan serta sampaia tidaknya bau asing bukan teh maupun bau

20
penyedap yang sengaja ditambahkan. Penilaian bau air seduhan

dinyatakan dengan memberikan nilai sebagai berikut :

a. Nilai 5, apabila bau sangat memuaskan.

b. Nilai 4, apabila bau memuaskan.

c. Nilai 3, apabila bau sedang

d. Nilai 2, apabila bau kurang memuaskan

e. Nilai 1, apabila bau tidak memuaskan.

3. Rasa : Meliputi kekuatan rasa dan sampaia tidaknya rasa

asing. Kekuatan rasa adalah kombinasi rasa yang membentuk rasa khas teh

dan kekuatan rasa penyedap yang sengaja ditambahkan, sedangkan rasa

asing adalah rasa yang menyimpang dari rasa khas teh maupun rasa

penyedap yang ditambahkan. Penilaian rasa air seduhan dinyatakan

dengan memberikan nilai ganjil sebagai berikut :

a. Nilai 5, apabila rasa amat memuaskan sampai amat

sangat memuaskan.

b. Nilai 4, apabila rasa agak memuaskan sampai

memuaskan.

c. Nilai 3, apabila rasa sedang.

d. Nilai 2, apabila rasa tidak memuaskan sampai agak tidak

memuaskan.

e. Nilai 1, apabila rasa sangat tidak memuaskan sampai

amat tidak memuaskan.

21
III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni

2019 di Laboratorium Kimia Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM)

Padang, dan di Herbarium Universitas Andalas (UNAND).

3.2 Alat dan Bahan yang digunakan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan antara lain: Spektrofotometer Double beam UV-Vis

(Shimsampaizu UV-1800), timbangan analitik (Precisa), blender (Miyako),

desikator, gelas piala (Pyrex Iwaki), spatel, bola hisap, corong, erlenmeyer

22
(Iwaki), labu ukur (Iwaki), allumunium foil, kertas saring, vial gelap, batang

pengsampaiuk, beaker glass (Iwaki), infrared moisture balance, pipet ukur

(Iwaki), pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, oven, dan plat tetes.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun belimbing wuluh sebanyak 2 kg.

Bahan kimia yang digunakan adalah Etanol (C2H5OH) 70% (PT.Bratachem),

Etanol (C2H5OH) 95% (PT.Bratachem), Asam Klorida (HCl) (Merck), Besi (III)

Klorida (FeCl3) (Merck),Raksa (II) Klorida (HgCl2) (Merck), Kalium Iodida (KI)

(Merck), Iodida (I2) (Merck), Asam Asetat Glasial (CH3COOH) (Merck),

Kloroform (CHCl3) (Merck), air panas, Aquadest (PT Bratachem), Metanol

(CH3OH) p.a (Merck), Toluen (C6H5CH3) (Merck), Folin-Ciocalteu Fenol LP,

Natrium Hidriksida (NaOH), Etil Asetat (CH3CH2OC(O)CH3) (Merck), DPPH

(1,1-Diphenyl-2-Picrilhydrazil)p.a (Sigma), Asam galat (C7H6O5) (PT

Bratachem), serbuk Seng (Zn), Asam Sulfat (H2SO4) (PT Bratachem), Amoniak

(NH3) (PT Bratachem), Besi (III) Amonium Sulfat (NH4Fe(SO4)2) (Merck), Asam

Indigo Sulfonat (C16H8N2Na2O8S2) (Merck), Kalium Permanganat (KMnO4)

(Merck), Kuersetin (C15H10O7) (PT Bratachem), Petroleum Eter (Merck), n-

Butanol (C4H9OH) (PT Bratachem).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Sampel

Sampel ini diambil secara manual, diambil bagian daun muda dari

tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebanyak 2 kg. Daun belimbing

wuluh diambil di Mandiangin Koto Salayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

23
3.3.2 Determinasi Tumbuhan Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh dideterminasi di Herbarium Universitas Andalas

(ANDA) jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Sampel yang digunakan yaitu daun belimbing wuluh muda yang dibuat

menjadi serbuk simplisia. Pada umumnya proses pembuatan simplisia melalui

tahapan sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985):

1. Pengumpulan Sampel

Sampel yang diambil adalah daun belimbing wuluh.

2. Sortasi Basah

Dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing

lainnya dari daun belimbing wuluh sebelum pencucian dengan cara membuang

bagian-bagian yang tidak perlu dan memisahkan antara daun yang muda dan daun

yang tua.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan air bersih, air PAM (Perusahaan Air Minum).

Pencucian dilakukan sesingkat mungkin agar tidak menghilangkan zat berkhasiat

dari sampel tersebut. Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang melekat pada sampel.

4. Perajangan dan Pengeringan

Perajangan dilakukan dengan pisau stainless steel sehingga diperoleh

potongan dengan ukuran <1 cm, kemudian dikeringkan anginkan, pengeringan

dilakukan selama 3 minggu sampai memenuhi susut pengeringan yang tidak lebih

24
dari 10%. Perajangan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan dan penggilingan. Daun belimbing wuluh muda dirajang kemudian

ditimbang.

5. Sortasi Kering

Untuk memisahkan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotor-pengotor lain yang masih sampaia dan tertinggal pada simplisia kering

kemudian ditimbang kembali.

6. Penyiapan Serbuk Simplisia

Serbuk simplisia dibuat dari potongan-potongan halus simplisia yang

sudah dikeringkan. Setelah diperoleh simplisia kering maka dilanjutkan dengan

penghalusan. Penghalusan dilakukan dengan cara diblender sehingga diperoleh

serbuk simplisia daun belimbing wuluh muda dan ditimbang.

3.3.4 Pembuatan Teh Daun Belimbing Wuluh

Simplisia daun belimbing wuluh diayak menjadi serbuk halus

menggunakan pengayakan nomor 60 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008). Serbuk halus ditimbang sebanyak 2 g, kemudian bungkus dengan kemasan

teh menggunakan alat sheler atau pres kertas.

3.3.5 Proses Pembuatan Seduhan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Menimbang 2 g serbuk daun belimbing wuluh kemudian diseduh dengan

air panas.

3.3.6 Karakterisasi Simplisia Daun Belimbing Wuluh

25
Karakteristik serbuk simplisia daun belimbing wuluh dilakukan berdasarkan

Farmakope Herbal Indonesia Edisi I sebagai berikut (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2008):

1. Pola kromatografi

a. Penjenuhan bejana

Tempatkan kertas saring dalam bejana kromatografi. Tinggi kertas 18 cm

dan lebarnya sama dengan lebar bejana. Masukan sejumLah larutan pengembang

kedalam bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana.

Tutup kedap dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring

harus selalu tercelup ke dalam larutan pengembang pada dasar bejana.

b. Larutan Uji KLT

Timbang seksama lebih kurang 1 gram serbuk simplisia, rendam sambil

dikocok dengan 20 mL pelarut etanol 70% selama 10 menit.

c. Fase Gerak

Butanol : Asam Asetat : Air (4:1:5)

d. Fase Diam

Plat silika gel 60 F254

e. Pembanding

Rutin

f. Prosedur KLT

Larutan uji ditotolkan dengan jarak 1 cm dari tepi bawah lempeng, dan di

biarkan mengering. Lalu lempeng dimasukan ke dalam bejana kromatografi.

Larutan fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penyerap,

26
totolkan jangan sampai terendam. Tutup bejana diletakan pada tempatnya dan

dibiarkan sistem hingga fase ferak merambat sampai betas jarak rambat. Lempeng

di keluarkan dan dikeringkan di udara dan bercak diamati dengan sinar tampak

ultraviolet gelombang pendek 254 nm. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari

penotolan lalu tentukan harga Rf.

3.3.6.1 Karakterisasi Non Spesifik

1. Penentuan Susut Pengeringan

Timbang seksama 2 g simplisia dalam cawan dangkal yang sebelumnya

telah dipanaskan pada suhu 105 oC dan ditara. Ratakan bahan dalam cawan

dengan menggoyangkan botol, hingga berbentuk lapisan setebal lebih kurang 5

sampai 10 mm, masukkan kedalam ruang pengering, keringkan pada suhu 105 oC

hingga bobot tetap (dimaksudkan bahwa 2 kali penimbangan berturut-turut

berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang). Sebelum setiap

pengeringan, biarkan botol dalam kesampaiaan tertutup mendingin dalam

desikator hingga suhu ruang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2. Penentuan Kadar Abu Total

Timbang seksama 2 g simplisia yang telah dihaluskan dan masukkan

kedalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan sampai

habis, dinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat

dihilangkan, tambahkan air panas, sampaiuk, saring melalui kertas saring bebas

abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama,

masukkan filtrat kedalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap. Kadar

27
abu total dihitung terhsampaiap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

3. Penentuan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan Kadar abu total dengan 25

mLasam klorida encerLP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut

dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

pijarkan dalam krus hingga bobot tetap.Kadar abu yang tidak larut asam dihitung

terhsampaiap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

4. Penentuan Sari yang Larut Dalam Air

Timbang seksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di

udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh

kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 16 jam.

Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar

yang telah dipanaskan 105 °C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105 °C hingga

bobot tetap. Hitung Kadar dalam % sari larut air (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

5. Penentuan Sari yang Larut Dalam Etanol

Timbang seksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di

udara. Masukkan dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol 95 % P,

kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat

untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering

dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 °C dan ditara,

28
panaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung Kadar dalam % sari

larut etanol (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

3.3.6.1 Karakterisasi Spesifik

1 Identitas

Simplisia yang diperoleh memiliki identitas yang mendeskripsikan tata

nama dan senyawa identitas simplisia. Deskripsi tata nama tanaman meliputi

nama simplisia, nama latin tanaman (sistematika botani), bagian tanaman yang

digunakan dan nama tanaman Indonesia (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2000).

2 Organoleptis

Ekstrak yang diperoleh diuji secara organoleptik menggunakan

pengamatan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna, rasa dan bau dari

ekstrak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

3.3.7 Syarat Mutu Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh dilihat berdasarkan

dengan SNI 01 – 3836 – 2013

1. Kesampaiaan Air Seduhan

Timbang 2,8 g sampel masukkan ke dalam cawan penguap 140 mL atau

5,6 g ke dalam cawan penguap 280 mL. Tuangkan air suling mendidih ke dalam

cangkir porselen, tutup dan biarkan 6 menit. Tuangkan air seduhan ke dalam

mangkok pencoba porselen dan usahakan ampas seduhan tidak terbawa. Lakukan

pengamatan terhsampaiap warna, bau dan rasa air seduhan.

2. Kadar Air

29
Timbang 1 g sampel pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah

diketahui bobotnya. Keringkan dalam oven dengan suhu 50℃ selama 150 menit.

Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang, hingga bobot tetap.

3. Ekstrak dalam Air

Timbang 2 g sampel, masukkan dalam labu didih. Tambahkan 200 mL air

mendidih dan diamkan selama 1 jam. Saring ke dalam labu ukur 500 mL dan bilas

dengan air panas sampai warna larutannya menjadi jernih atau bening, kemudian

dinginkan dan tepatkan sampai tanda garis dengan air suling. Pipet 50 mL filtrat

ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan keringkan di atas penangas

air. Panaskan dalam oven selama 2 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang

hingga bobot tetap.

4. Abu Total

Timbang 2 g sampel dalam cawan porselen atau platina yang sudah

diketahui berat tetapnya. Arangkan di atas api bunsen dan abukan dengan

menggunakan kompor sampai bebas karbon. Dinginkan dalam desikator dan

timbang sampai berat tetap.

5. Abu Tak Larut dalam Air

Abu yang digunakan adalah abu total. Tambahkan 20 mL air suling ke

dalam cawan porselen yang berisi abu total, panaskan sampai hampir mendidih

dan saring dengan kertas saring bebas abu. Pindahkan kertas saring dan isinya ke

30
cawan semula, uapkan hati – hati diatas penangas. Abukan dengan menggunakan

kompor sampai bebas karbon. Dinginkan dalam desikator dan timbang sampai

berat tetap.

3.3.8 Uji Evaluasi Teh

1. Warna

Pengamatan contoh uji dengan indera penglihatan yang dilakukan oleh panelis.

a. Jika tidak terlihat warna asing, maka hasil dinyatakan “khas produk teh”; dan

b. Jika terlihat warna asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

2. Bau

Pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis.

a. Jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan ““khas produk teh”; dan

b. Jika terlihat bau asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

3. Rasa

Pengamatan contoh uji dengan indera pengecap (lidah) yang dilakukan oleh

panelis.

a. Jika tidak tercium rasa asing, maka hasil dinyatakan “khas produk teh”; dan

b. Jika terlihat rasa asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

3.3.9 Pembuatan Reagen

1. Larutan Besi (III) Klorida 5%

31
Ditimbang 1,25 g FeCl3 dimasukkan dalam labu ukur 25 mL dan

ditambahkan air sedikit, lalu dihomogenkan dan ditambahkan air sampai

tanda batas.

2. Larutan Asam Klorida 1 N dan 2 N

a. Asam Klorida 1 N

Dipipet 8,3 mL HCl pekat, dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan

ditambahkan air sampai tanda batas.

b. Asam Klorida 2 N

Dipipet 4,17 mL HCl pekat, dimasukkan dalam labu ukur 25 mL dan

ditambahkan air sampai tanda batas.

3. Larutan Natrium Asetat 1 M

Timbang 820,3 mg natrium asetat, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL,

dilarutkan dengan sedikit air dan ditambahkan sisa air sampai tanda batas.

4. Larutan Alumunium Klorida 10%

Ditimbang 1 g alumunium kloridan dimasukkan dalam labu ukur 10 mL,

dilarutkan dengan sedikit air dan ditambahkan sisa air sampai tanda batas.

5. Larutan Kalium Permanganat 0,1 N

Ditimbang 316,0 mg kalium permanganat dimasukkan dalam labu ukur

100 mL, dlarutkan dengan sedikit air dan ditambahkan sisa air sampai

tanda batas.

6. Pereaksi FeCl3 10 %

Timbang 10 gram FeCl3 dilarutkan dalam 100 mL Aquadest hingga tanda

batas. Reagen disimpan pada botol gelap.

32
7. Besi (III) Alumunium Sulfat 5%

Timbang 0,5 gram Besi (III) Alumunium Sulfat dilarutkan dalam 10 mL

Aquadest hingga tanda batas

8. Indikator Asam Indigo Sulfonat LP

Larutkan 250 mg Indigo Carmin P dalam 12,5 mL Asam Sulfat P,

tambahkan 12,5 mL Asam Sulfat P lagi, encerkan dengan Aquadest hingga

250 mL .

9. Larutan Asam Oksalat 0,1 N

Timbang 0.693 gram Asam Oksalat dilarutkan dalam 100 mL Aquadest

hingga tanda batas.

10. Larutan Asam Sulfat 4N

Dipipet 5,5 mL Asam Sulfat P, Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50

mL, tambahkan Aquadest hingga tanda batas.

3.3.10 Uji Fitokimia

3.3.10.1 Uji Kualitatif Senyawa

1. Uji Flavonoid

Larutan percobaan

a. 500 mg serbuk teh diseduh dengan air panas, ditambahkan dengan 10 mL

metanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Saring panas

melalui kertas saring kecil berlipat. Encerkan filtrat dengan 10 mL air. Setelah

33
dingin tambahkan 5 mL eter minyak tanah P, kocok hati-hati, diamkan. Ambil

lapisan metanol, uapkan pada suhu 40º C dibawah tekanan. Sisa dilarutkan

dalam 5 mL etil asetat p, saring.

a. Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL

sampai 2 mL etanol (95%) P, tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 mL asam

klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam klorida pekat

P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif,

menunjukan sampaianya flavonoid (glikosida-3-flovanol)

b. Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL

etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 tetes asam

klorida P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukkan

sampaianya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan

sampaianya flavon, kalkon dan auron (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995).

2. Uji Fenol

Larutan teh (50 mg) tambahkan 3-4 tetes besi (III) klorida 5%. Senyawa fenol

akan memberikan warna hijau hingga hijau kehiitaman (Banu & Cathrine, 2015).

3. UjiTanin

1 mL larutan teh ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl35% menghasilkan warna

hijau atau biru sampai hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

3.3.10.2 Uji Kuantitatif Senyawa


34
Setelah dilakukan analisis kualitatif pada larutan teh, diperoleh kandungan kimia

pada larutan teh daun belimbing wuluh muda. Langkah selanjutnya yaitu analisis

kuantitatif guna memperoleh nilai Kadar dari masing-masing kandungan senyawa

tersebut.

1. Penetapan Kadar Flavonoid Total

Penetapan Kadar flavonoid total menggunakan spektrofotometri dengan

pereaksi larutan aluminium klorida (Departemen Kesehatam Republik Indonesia,

2008)

a. Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Ditimbang seksama10 mg kuesertin, laludilarutkan dengan etanol 80% hingga 100

mL (100 µg/mL), dibuat larutan kuarsetin 50 µg/mL dengan cara memipet

sebanyak 5 mL larutan kuarsetin 100 µg/mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10

mL, ditambahkan dengan etanol 80 % sampai tanda batas. Dipipet 0,5 mL larutan

kuarsetin 50 µg/mL ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1,5 mL etanol P, 0,1 mL

aluminium klorida P 10 %, 0,1 mL natrium asetat 1 M, dan 2,8 mL air suling.

Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu ruang dan diukur panjang

gelombang maksimum menggunakan Spektrofotometri Uv-Visible.

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat seri larutan kuarsetin dengan konsentrasi 30, 40, 50, 60, dan 70 µg/mL

dengan cara memipet sebanyak 3, 4, 5, 6, dan 7 mL dari larutan kuarsetin 100

µg/mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan dengan etanol 80 %

sampai tanda batas. Masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,5 mL ke

dalam tabung reaksi ditambahkan 1,5 mL etanol P, 0,1 mL aluminium klorida 10

35
%, 0,1 mL natrium asetat 1M dan 2,8 mL air suling. Dikocok dan diamkan selama

30 menit pada suhu ruang, dan diukur panjang gelombang maksimum

menggunakan Spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang maksimum.

c. Penetapan Kadar Flavonoid Total Pada Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

(Averrhoa bilimbi L.)

Buat larutan uji dengan cara menimbang seksama 100 mg larutan teh, dilarutkan

kedalam etanol 80%, volume dicukupkan hingga tanda batas labu ukur 100

mLsehingga diperoleh konsentrasi 1000g/mL. Dipipet 0,5 mL larutan uji

tambahkan 1,5 mL etanol P, alumuium klorida P 10% 0,1 mL, natrium asetat 1 M

0,1 mL dan 2,8 mL air suling. Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu

ruang. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum menggunakan

spektrofotometri UV-Visible.

2. Penetapan Kadar Fenolik Total

Penetapan Kadar fenolik total menggunakan spektrofotometri dengan

pereaksi larutan Folin-Ciocalteu (Departemen Kesehatam Republik Indonesia,

2011).

a. Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Ditimbang seksama10 mg asam galat, laludilarutkan dengan metanol p.ahingga

100 mL (100 µg/mL), dibuat larutan asam galat 60 µg/mL dengan cara memipet

sebanyak 6 mL larutan asam galat 100 µg/mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10

36
mL, ditambahkan dengan metanol p.a sampai tanda batas. Dipipet 1 mL larutan

asam galat 60 µg/mL ke dalam tabung reaksi tambahkan 5 mL enceran Folin-

Ciocalteu Fenol LP (75% dalam air). Diamkan selama 8 menit, tambahkan 4 mL

NaoH 1% inkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, dan diukur panjang gelombang

maksimum menggunakan Spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang

maksimum.

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat seri larutan kuarsetin dengan konsentrasi 30, 40, 50, 60, dan 70 µg/mL

dengan cara memipet sebanyak 3, 4, 5, 6, dan 7 mL dari larutan asam galat 100

µg/mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan dengan metanol p.a

sampai tanda batas. Dipipet 1 mL larutan asam galat 60 µg/mL ke dalam tabung

reaksi tambahkan 5 mL enceran Folin-Ciocalteu Fenol LP (75% dalam air).

Diamkan selama 8 menit, tambahkan 4 mL NaoH 1% inkubasi selama 1 jam pada

suhu ruang, dan diukur panjang gelombang maksimum menggunakan

Spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang maksimum.

c. Penetapan Kadar Fenolik Total Pada Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

(Averrhoa bilimbi L.)

Buat larutan uji dengan cara menimbang seksama 10 mg larutan teh, dilarutkan

kedalam methanol p.a, volume dicukupkan hingga tanda batas labu ukur 100

mLsehingga diperoleh konsentrasi 100 g/mL. Dipipet 1 mL larutan pembanding

tambahkan 5 mL enceran Folin-Ciocalteu Fenol LP (75% dalam air). Diamkan

selama 8 menit, tambahkan 4 mL NaoH 1% inkubasi selama 1 jam pada suhu

37
ruang, dan diukur panjang gelombang maksimum menggunakan Spektrofotometri

UV-Visible pada panjang gelombang maksimum.

1. Penetapan Kadar Tanin Total

a. Pembakuan Larutan Baku Primer Asam Oksalat

Dipipet 10 mL larutan asam oksalat 2H2O 0,1N. Lalu dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 100 mL, ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 4N dipanaskan sampai

suhu 70˚C, kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila

sudah terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah

muda. Lakukan 3 kali pengulangan.

b. Penetapan Kadar Tanin dengan KMnO4

Sebanyak 2 gram serbuk teh daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu ditambahkan 50 mL Aquadest,

dipanaskan di atas waterbath sampai mendidih selama 30 menit sambil

disampaiuk. Diamkan beberapa menit, endapkan, lalu dituang melalui kertas

saring kedalam labu ukur 250 mL dan didapatkan filtrat. Ampasnya disari kembali

dengan Aquadest mendidih dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama.

Penyarian dilakukan beberapa kali hingga residu tidak menunjukkan perubahan

warna menjadi hijau kehitaman apabila direaksikan dengan Besi (III) Alumunium

sulfat. Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya 250 mL. Pipet 12,5 mL

larutan kedalam erlenmeyer 500 mL, tambahkan 375 mL air dan 12,5 mL

indikator asam indigo sulfonat LP, titrasi dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan

warna biru tua menjadi berwarna kuning keemasan.Lakukan 3 kali pengulangan.

c. Penyiapan dan Pengukuran Titrasi Blanko

38
Disiapkan 77,5 mL Aquadest dalam erlenmeyer 100 mL. Ditambahkan indikator

asam indigo sulfonat 2,5 mL, lalu dititrasi dengan KMnO4 hingga terjadi

perubahan warna larutan dari biru tua menjadi warna kuning keemasan. Lakukan

3 kali pengulangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

3.3.11 Uji Aktivitas Antioksidan dari Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

1. Pembuatan Larutan DPPH 25 µg/mL

Ditimbang seksama lebih kurang 10 mg DPPH (BM 394,33). Lalu dilarutkan

dengan metanol p.a hingga 100 mL, kemudian ditempatkan dalam labu ukur yang

dilapisi denganalluminium foil. Cukupkan pelarutnya hingga tanda batas

kemudian kocok hingga homogen dan diperoleh larutan DPPH dengan

konsentrasi 100 µg/mL. Kemudian diencerkan dengan cara dipipet 12,5 mL

larutan DPPH konsentrasi 100 µg/mL masukkan dalam labu ukur 50 mL

cukupkan pelarutnya hingga tanda batas kemudian kocok hingga homogen dan

diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 25 µg/mL.

2. Pembuatan Larutan Blanko dan Optimasi Panjang Gelombang

Maksimum DPPH

Dipipet 3,8 mL larutan DPPH (25 µg/mL) ke dalam tabung reaksi. Lalu

ditambahkan metanol p.a sebanyak 0,2 mL dan dihomogenkan dan vial ditutup

dengan aluminium foil. Kemudian diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30

menit. Tentukan spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer UV-

Visible pada panjang gelombang 400-800 nm dan tentukan panjang gelombang

maksimumnya.
39
3. Pembuatan Larutan Pembanding Asam Galat

Ditimbang asam galat sebanyak 10 mg. Dilarutkan dengan air, dimasukkan dalam

labu ukur lalu ditambahkan air hingga 100 mL (100 µg/mL). Selanjutnya dibuat

seri konsentrasi 40, 50, 60, 70, 80 µg/mL dengan cara memipet 4, 5, 6, 7 dan 8

mL dari larutan 100 µg/mL masing-masing dimasukkan dalam labu ukur 10 mL

dan ditambahkan air sampai tanda batas. Masing-masing konsentrasi dipipet

sebanyak 0,2 mL larutan asam galat dan masukan ke dalam vial, kemudian

tambahkan 3,8 mL larutan DPPH 25 µg/mL. Campuran dihomogenkan dan

dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap, Tentukan spektrum serapannya

menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum

DPPH (Andayani et al., 2008).

4. Pengujian Aktivitas Antioksidan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Ditimbang larutan teh daun belimbing wuluh sebanyak 100 mg, kemudian

dilarutkan denganmetanol p.a dalam labu ukur sampai 100 mL, maka didapatkan

konsentrasi 1000 µg/mL. Kemudian lakukan pengenceran dengan menambahkan

metanol sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi 100, 300, 500, 700, 900

µg/mL dengan cara memipet 1, 3, 5, 7, 9 mL dari larutan 1000 µg/mL, masing-

masing dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan metanol p.a sampai

tanda batas. Untuk penentuan aktivitas antioksidan masing-masing konsentrasi

dipipet sebanyak 0,2 mL larutan sampel dan masukan ke dalam vial, kemudian

tambahkan 3,8 mL larutan DPPH 25 µg/mL. Campuran dihomogenkan dan

dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap, serapan diukur dengan

spektrofotometer UV-Vispada panjang gelombang maksimum DPPH. Aktivitas

40
antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan radikal DPPH

melalui perhitungan persentasi inhibisi serapan DPPH (Andayani et al., 2008).

Penentuan Nilai IC50

Hasil perhitungan dari aktivitas antioksidan dimasukkan ke dalam

persamaan garis y = ax + b dengan konsentrasi (mg/L) sebagai absis (sumbu x)

dan nilai % aktivitas antioksidan sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai IC50 dari

perhitungan pada saat % aktivitas antioksidan sebesar 50 % akan diperoleh dari

persamaan garis (Andayani et al., 2008).

3.3.12 Analisis Data

1. Susut Pengeringan Simplisia

Rumus menghitung susut pengeringan simplisia menurut Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (2010) sebagai berikut :

(W1 - W0)- (W2 - W0)


Susut PengeringanSimplisia = x 100%
W1 - W0

Keterangan : W0 = Berat botol timbang kosong (g)

W1 = Berat botol timbang + simplisia (g)

W2 = Berat botol timbang + simplisia sesudah dipanaskan(g)

41
2. Kadar Abu Total Simplisia

Rumus menghitung Kadar abu total menurut Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (2010) sebagai berikut :

W2 – W0
Kadar Abu TotalSimplisia =W1 - W0 x 100%

Keterangan : W0 = berat krus kosong

W1 = berat krus + simplisia

W2 = berat krus + hasil pemijaran

3. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Rumus menghitung Kadar abu tidak larut asam menurut Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (2010) sebagai berikut :

W −W
Kadar abu tidak larut asam =W2 −W0 x 100 %
1 0

Keterangan : W0 = Berat krus kosong

W1= Berat krus + simplisia

W2= Berat krus + hasil pengeringan

4. Kadar Senyawa Larut Dalam Air

Rumus menghitung Kadar senyawa larut dalam air menurut Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (2010) sebagai berikut :

W2 - W0 100
Kadar senyawa larut dalam air = x x 100%
W1 - W0 20

Keterangan : W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel yang digunakan

W2 = berat cawan + hasil pengeringan

5. Kadar Senyawa Larut Dalam Etanol

42
Rumus menghitung Kadar senyawa larut dalam etanol menurut Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (2010) sebagai berikut :

W2 - W0 100
Kadar senyawa larut dalam etanol = x x 100%
W1 - W0 20

Keterangan : W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel yang digunakan

W2 = berat cawan + hasil pengeringan

6. Kadar air

Rumus menghitung Kadar air menurut SNI 01-3836-(2013)sebagai berikut :


𝑤2−𝑤0
Kadar air % 𝑏⁄𝑏 = × 100%
𝑤1−𝑊0

Keterangan : W0 = berat kosong

W1 = berat cawan + simplisia sebelum dikeringkan

W2 = berat cawan + simplisia seseudah dikeringkan

7. Kadar ekstrak dalam air

Rumus menghitung Kadar ekstrak dalam air menurut SNI 01-3836-(2013)sebagai

berikut :
𝑤2−𝑤0 100
Kadar ekstrak dalam air % 𝑏⁄𝑏 = ×𝑃× × 100%
𝑤1−𝑤0 100−𝐾𝐴

Keterangan : W0= berat kosong

W1 = berat cawan + simplisia uji

W2 = berat cawan + simplisia terekstrak

P = pengenceran

43
KA = Kadar air

8. Kadar abu total

Rumus menghitung Kadar air menurut SNI 01-3836-(2013)sebagai berikut :


𝑤2−𝑤0
Kadar abu total % 𝑏⁄𝑏 = 𝑤1−𝑤0 × 100%

Keterangan : W0 = berat kosong

W1 = berat cawan + simplisia sebelum diabukan

W2 = berat cawan + simplisia setelah diabukan

9. Kadar abu tak larut dalam air

Rumus menghitung Kadar abu larut dalam air menurut SNI 01-3836-

(2013)sebagai berikut :
𝑤3 100
Serat kasar % 𝑏⁄𝑏 = 𝑤 × 100−𝐾𝐴 × 100%

Keterangan : W = berat contoh pada penetapan abu total

W3= bobot abu tak larut dalam air

KA= Kadar Air

10. Rumus Penetapan Kadar Tanin

10 |A − B| × N × 0,0415
%Tanin = × 100%
sampel (g)

Keterangan : A = Volume titrasi tanin (mL)

B = Volume titrasi blanko (mL)

N = Normalitas KMnO4 standar (N)

10 = Faktor pengenceran ( 1 mL KMnO4 0,1 N setara dengan

0,0415 gr tanin

44
11. Aktivitas Antioksidan (Ismayanti et al., 2013)

Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan radikal

DPPH melalui perhitungan persentasi inhibisi serapan DPPH dengan

menggunakan rumus :

absorbansi kontrol − absorbansi sampel


% Inhibisi = x 100%
absorbansi kontrol

Keterangan : % inhibisi = Persentase daya aktivitas antioksidan

Absorban kontrol = Absorban DPPH 50 μM

Absorban sampel = Absorban Sampel Uji

3.3.13 Penentuan Nilai IC50

IC50 larutan sampel adalah konsentrasi larutan yang akan memberikan

inhibisi sebesar 50% yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50%,

sehingga semakin kecil IC50 yang didapat maka semakin tinggi kekuatan suatu

senyawa yang bersifat antioksidan untuk melawan efektivitas DPPH sebagai

radikal bebas. IC50 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear

yang diperoleh (Mosquera etal., 2007).

45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antioksidan dari teh herbal

daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)hasil sebagai berikut:

4.1.1 Hasil Identifikasi Tanaman

46
Hasil identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Laboratorium Jurusan

Biologi FMIPA, Universitas Andalas (ANDA) Padang, menunjukkan bahwa

sampel yang digunakan adalah tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)

dengan famili Oxalidaceae (Lampiran 1, Gambar 6).

4.1.2 Hasil Uji Karakterisasi Simplisia

Setelah dilakukan karakterisasi pada simplisia daun belimbing wuluh

diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Susut pengeringan simplisia daun belimbing wuluhadalah 3,3325 % ± 0,1254

(Lampiran 1, Tabel II).

2. Kadar abu total simplisia daun belimbing wuluhadalah 6,2817 % ± 0,04133

(Lampiran 1, Tabel III).

3. Kadar abu tidak larut asam simplisia daun belimbing wuluhadalah 0,7787

%±0,011724 (Lampiran 1, Tabel IV).

4. Kadar sari larut air simplisia daunbelimbing wuluhadalah 18,073 % ± 0,01514

(Lampiran 1, Tabel V).

5. Kadar sari larut etanol simplisia daun belimbing wuluhadalah 12,834 %±

0,044136 (Lampiran 1, Tabel VI).

4.1.3 Hasil Uji Karakterisasi Simplisia

Setelah dilakukan karakterisasi pada simplisia daun belimbing wuluh

diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Hasil rendemen simplisia daun belimbing wuluh adalah 24% (Lampiran 1,

Gambar 9).

2. Karakteristik spesifik ekstrak

47
a. Identitas

Simplisia daun belimbing wuluh (Lampiran 1)

Nama ekstrak : Bilimbi folium

Nama latin : Averrhoa bilimbi,L.

Bagian yang digunakan : Daun

Nama Indonesia : Belimbing Wuluh

b. Organoleptis

Simplisia daun belimbing wuluh (Lampiran 1, Gambar 8)

Bentuk : Serbuk

Warna : Hijau Kecoklatan

Rasa : Tidak Berasa

Bau : Tidak Berbau

3. Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam berupa silika gel 60

F250, fase gerak butanol : asam asetat : air (4:1:5) dan pembanding yang

digunkakan rutin. Setelah diamati pada sinar UV 254 maka dihitung nilai Rf,

pada sampel didapatkan nilai Rf 0,65 dan pada pembanding rutin didapatkan

Rf 0,618 (Lampiran 1, Gambar 12)

4. Syarat mutu teh herbal daun belimbing wuluh dilihat berdasarkan dengan SNI

01-3836-2013

a. Kadar kesampaiaan air seduhan teh herbal daun belimbing wuluh dari

penilaian 5 orang panelis dengan rata-rata uji warna 4,8 ± 0,44721, bau 3 ±

0, rasa 3,4 ± 0,5477 (Lampiran 1, Tabel VII).

48
b. Kadar air teh herbal daun belimbing wuluhadalah 7,929 %±0,0575

(Lampiran 1, Tabel VIII).

c. Kadar ekstrak dalam air teh herbal daun belimbing wuluh adalah 33,021 %

± 4,9435 (Lampiran 1, Tabel XIX).

d. Kadar abu total teh herbal daun belimbing wuluh adalah 5,4005 % ±

0,00305 (Lampiran 1,Tabel 10)

e. Kadar abu tak larut dalam air teh herbal daun belimbing wuluh adalah

108,27 % ± 0 (Lampiran 1, Tabel XI)

4.1.4 Hasil Analisis Kualitatif

Hasil skrining fitokimia pada simplisia daun belimbing wuluh menunjukkan

hasil positif pada flavonoid, fenol dan tanin. (Lampiran 1. Tabel XII).

4.1.5 Hasil Analisis Kuantitatif

1. Hasil penetapan Kadar flavonoid totalteh herbal daun belimbing wuluhdengan

mengukur absorban pada konsentrasi 1000 µg/mL dilakukan 3 kali

pengulangan diperoleh absorban 0,321, 0,313, 0,331 dan didapat Kadar

3,38431 %, 3,30588 %, 3,48235 % diperoleh rata-rata Kadar flavonoid

sebesar 3,39084 %± 0,08841 (Lampiran 1, Tabel XV).

2. Hasil penetapan Kadar fenolik totalteh herbal daun belimbing wuluhdengan

mengukur absorban pada konsentrasi 100 µg/mL dilakukan 3 kali

pengulangan diperoleh absorban 0,521, 0,565, 0,611 dan didapat Kadar

4,43081 %, 4,86261 %, 5,31403 % diperoleh rata-rata Kadar fenolik

sebesar4,86915 % ± 0,441646 (lampiran 1, Tabel XVIII)

49
3. Hasil penetapan Kadar tanin total teh herbal daun belimbing wuluh secara

permanganometri dilakukan 3 kali pengulangan dan didapat Kadar 0,22838 %,

0,22955 %, 0,22955 % diperoleh rata-rata Kadar tanin total sebesar 0,22916

% ± 0,000675 (Lampiran 1, Tabel XIX)

4.1.6 Hasil Uji Antioksidan

1. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH 25 µg/mL

yang diukur dengan spektrofotometer UV-Visibel double beam diperoleh

serapan maksimum pada panjang gelombang 515,5 nm dengan serapan 0,681

2. Panjang gelombang ini digunakan untuk pengukuran daya aktivitas

antioksidan teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) dan

pembanding asam galat (Lampiran 1, Tabel XVII, Gambar 14).

3. Hasil pengukuran daya aktivitas antioksidan asam galat dengan konsentrasi

40, 50, 60, 70 dan 80 g/mL pada serapan maksimum DPPH 515,5 nm dan

absorban 0,681, didapat absorban larutan 0,584, 0,497, 0,400, 0,304, 0,206

dan diperoleh persen aktivitas penangkal radikal 14,2437 %, 27,0190 %,

41,2628 %, 55,3597 %, 69,7503 % nilai IC50 yang dididapat sebesar

66,0801g/mL (Lampiran 1, Tabel XVIII, Gambar 15).

4. Hasil pengukuran daya aktivitas antioksidan teh herbal daun belimbing wuluh

dengan konsentrasi 100, 300, 500, 700 dan 900 g/mL pada serapan

maksimum DPPH 515,5 nm dan absorban 0,681, didapat absorban larutan

0,605, 0,510, 0,408, 0304, 0,205 dan diperoleh persen aktivitas penangkal

radikal 11,160 %, 25,110 %, 40,088 %, 55,360 %, 69,3972 % nilai IC50 yang

dididapat sebesar 729,851g/mL (Lampiran 1, Tabel XIX, Gambar 16).

50
4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah daun belimbing wuluh

yang berasal dari Mandiangin Koto Salayan, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Identifikasi tanaman telah dilakukan di Herbarium Laboratorium Jurusan Biologi

FMIPA, Universitas Andalas (ANDA) KampusLimauManih Padang Sumatera

Barat. Tujuan identifikasi adalah untuk mengetahui identitas sampel yang akan

digunakan. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut dapat diketahui bahwa sampel

51
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi,L.) dengan familiOxalidaceae (Lampiran 1, Gambar 7).

Kemudian dilanjutkan dengan karakterisasi simplisia berupa uji susut

pengeringan, Kadar abu total, Kadar abu tidak larut asam, Kadar sari larut air dan

Kadar sari larut etanol.

Kadar susut pegeringan simplisia daun belimbing wuluh, diperoleh hasil

3,3325 % ± 0,1254 (Lampiran 1, Tabel II). Setelah itu dilanjutkan dengan

penetapan Kadar abu total yang bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral

yang terdapat dalam simplisia, Kadar abu total yang diperoleh adalah 6,2817 %±

0,04133 (Lampiran 1, Tabel III). Kadar abu tidak larut asam yang diperoleh

adalah 0,7787 % ± 0,011724 (Lampiran 1, Tabel IV). Kadar sari larut air adalah

18,073 % ± 0,01514 (Lampiran 1, Tabel V). Kadar sari larut etanol adalah 12,834

% ± 0,044136 (Lampiran 1, Tabel VI). Dari semua uji karakterisasi simplisia yang

dilakukan menyatakan bahwa serbuk simplisia daun belimbing wuluh memenuhi

persyaratan karena penetapan Kadar abu total tidak lebih dari 7,5 %, Kadar abu

tidak larut asam tidak lebih dari 1,0%, Kadar sari larut air tidak kurang dari 18 %

dan Kadar sari larut etanol tidak kurang dari 11 % (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1998).

Simplisia daun belimbing wuluh muda diayak menjadi serbuk halus

menggunakan pengayakan nomor 60 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008). Serbuk halus ditimbang sebanyak 2 g, kemudian bungkus dengan kemasan

teh menggunakan alat sheler atau pres kertas. Tujuan penghalusan bertujuan untuk

memperkecil ukuran dan partikel daun belimbing wuluh.

52
Setelah menjadi teh herbal, dilakukan uji identitas dan uji organoleptis, pola

kromatografi, serta syarat mutu teh herbal daun belimbing wuluh dilihat

berdasarkan dengan SNI-01-3836-2013 berupa uji kesampaiaan air seduhan,

Kadar air, ekstrak dalam air, Kadar abu total, Kadar abu tak larut dalam air. Hasil

uji identitas daun belimbing wuluh diperoleh nama simplisia Bilimbi folium dari

tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi,L.), bagian yang digunakan adalah

daun (Lampiran 1, gambar 7). Hasil uji organoleptis simplisia daun belimbing

wuluh berupa dokumentasi foto dan deskripsi (Lampiran 1, Gambar 8). Setelah itu

dilakukan uji pola kromatografi yang bertujuan untuk melihat senyawa kimia

yang terdapat dalam suatu tumbuhan. Pada sampel didapatkan noda dengan jarak

5,2 cm, pada pembanding rutin jarak noda 4,95 cm dan jarak eluen 8 cm sehingga

nilai Rf sampel adalah 0,65 dan Rf pembanding rutin 0,618, maka dalam

tumbuhan tersebut dipastikan mengandung senyawa rutin (Lampiran 1, Gambar

12).

Syarat mutu teh herbal daun belimbing wuluh dilihat berdasarkan dengan

SNI 01-3836-2013, kesampaiaan air seduhan teh herbal daun belimbing wuluh

diperoleh hasil penilaian dari 5 orang panelis dengan uji warna 4,8 ± 0,44721, uji

bau 3 ± 0, uji rasa 3,4 ± 0,5477 (Lampiran 1, Tabel VII). Kadar air teh herbal

daun belimbing wuluh adalah 7,929 % ± 0,0575 (Lampiran 1, Tabel VIII). Kadar

ekstrak dalam air teh herbal daun belimbing wuluh adalah 33,021 % ± 4,9435

(Lampiran 1, Tabel IX). Kadar abu total teh herbal daun belimbing wuluh
53
adalah5,4005 % ± 0,00305 (Lampiran 1, Tabel X). Kadar abu tak larut dalam air

teh herbal daun belimbing wuluh 108,27 % ± 0 (Lampiran 1, Tabel XI). Dari

semua uji syarat mutu teh herbal daun belimbing wuluh dilihat berdasarkan

dengan SNI 01-3836-2013 memenuhi persyaratan karena Kadar air tidak lebih

dari 8 %, Kadar ekstrak dalam air tidak kurang dari 32 %, Kadar abu total tidak

lebih dari 8%, dan Kadar abu tak larut dalam air tidak kurang dari 45 % (SNI 01-

3836-2013).

Setelah dilakukan karakterisasi dilanjutkan dengan analisis kualitatif untuk

mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada teh herbal daun belimbing wuluh.

Pengujian ini dilakukan pada senyawa flavonoid, fenol, dan tanin karena mereka

bertindak sebagai antioksidan. Pada teh herbal daun belimbing wuluh

menunjukkan hasil positif pada senyawa flavonoid, fenol dan tanin.Dilihat dari

reaksi kimia yang terjadi pada uji flavonoid menggunakan larutan percobaan

ditambahkan 1 mL etanol 95% P, ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan

10 tetes asam klorida P membentuk warna merah jingga. Uji tanin terjadi reaksi

kimia antara larutan FeCl3 dan larutan uji membentuk warna hijau kehitaman.

(Lampiran 1, Tabel XII).

Penetapan Kadar flavonoid total pada sampel digunakan kuersetin sebagai

larutan standar, pertama dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum

kuersetin pada konsentrasi 50 g/mL diperoleh panjang gelombang 438,5 nm

(Lampiran 1, Tabel XIII, Gambar 12). Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan

beberapa konsentrasi kuersetin yaitu 30, 40, 50, 60 dan 70 g/mL diperoleh

absorban 0,281, 0,386, 0,484, 0,588, 0,690 dan didapat persaman regresi linier

54
y=0,0102x-0,0242 (Lampiran 1, Tabel XIV, Gambar 13). Lalu ditentukan Kadar

flavonoid pada teh herbal daun belimbing wuluh dengan mengukur absorban

sampel pada konsentrasi 1000 g/mL dilakukan 3 kali pengulangan.

Pada pengukuran senyawa flavonoid total, larutan sampel ditambahkan

Alumunium klorida yang dapat membentuk kompleks, sehingga terjadi

pergeseran panjang gelombang ke arah visible (tampak) yang ditandai dengan

larutan menghasilan warna yang lebih kuning. Dan penambahan Natrium asetat

yang bertujuan unqtuk mempertahankan panjang gelombang pada daerah visible

(tampak) (Chang et al, 2002). Perlakuan inkubasi selama 30 menit sebelum

pengukuran dimaksudkan agar reaksi berjalan sempurna, sehingga intensitas

warna yang dihasilkan lebih maksimal. Dari hasil penelitian teh herbal daun

belimbing wuluh diperoleh absorban 0,321, 0,313, 0,331 dan didapatkan Kadar

3,38431 %, 3,30588 %, 3,48235 % diperoleh rata-rata Kadar flavonoid 3,39084

%±0,08841(Lampiran 1, Tabel XV).

Penetapan Kadar fenolat total dilakukan menggunakan larutan standar asam

galat, pertama dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum asam galat

pada konsentrasi 60 g/mL diperoleh panjang gelombang 739,5 nm (Lampiran 1,

Tabel XVI, Gambar 14). Sebelum dilakukan pemeriksaan Kadar fenolat total,

terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi larutan standar asam galat dengan

konsentrasi 30, 40, 50, 60 dan 70 g/mL. Pembuatan kurva kalibrasi ini berguna

untuk membantu menentukan Kadar fenol dalam sampel melalui persamaan

regresi dari kurva kalibrasi. Dari pemeriksaan larutan standar asam galat diperoleh

55
absorban 0,326, 0,406, 0,534, 0,625, 0,726 dan didapat persaman regresi linier

y=0,01029x + 0,0695 (Lampiran 1, Tabel XVII, Gambar 15).

Pada penetapan Kadar fenolik total sampel digunakan teh herbal daun

belimbing wuluh (Averrhoa biimbi, L.) dengan konsentrasi 100

g/mLditentukan dengan cara mengukur serapan yang merupakan hasil reagen

folin-Ciocalteu dengan sampel, menggunakan persamaan regresi linier dari kurva

kalibrasi asam galat. Pada penetapan Kadar fenolik total dilakukan 3 kali

pengulangan. Pada teh herbal daun belimbing wuluh diperoleh absorban 0,521,

0,565, 0,611 dan didapatkan Kadar 4,43081 %, 4,86261 %, 5,31403 % diperoleh

rata-rata Kadar fenol4,86915 %± 0,441646 (Lampiran 1, Tabel XVIII).

Penetapan Kadar tannin total dilakukan metode titrasi permanganometri,

metode ini berdasarkan proses oksidasi-reduksi. Pada penelitian ini digunakan

sebagai standar zat pengoksidasi adalah KMnO4 karena termasuk oksidator kuat,

dan sebagai larutan baku primer adalah asam oksalat. Penetapan Kadar tannin

dilakukan dengan melarutkan sejumLah serbuk teh herbal daun belimbing wuluh

dengan Aquadest, lalu dipanaskan agar tannin dapat tersari dalam air, karena

dasarnya tanin larut dalam air. Dilakukan pendinginan, setelah itu disaring dan

diambil filtratnya, proses tersebut diulang sampai ampas tidak menghasilkan

warna hijau kehitaman apabila diberi larutan besi (III) ammonium sulfat, hal

tersebut menandakan seluruh tannin sudah tersari. Dinginkan cairan dan ditambah

Aquadest hingga 250 mL. Pipet 12,5 mL larutan kedalam erlnmeyer, ditambah

indicator asam indigo sulfonat LP sebanyak 12,5 mL dan dititrasi dengan larutan

KMnO4 0,1 N yang sebelumnya sudah dibaku dengan asam oksalat. Titik akhr

56
ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi kuning emas. Pada teh herbal

daun belimbing wuluh didapatkan Kadar 0,22838%, 0,2295%,0,22955%

diperoleh rata-rata Kadar 0,22916% ± 0,000675 (Lampiran 1, Tabel XIX).

Penentuan daya aktivitas antioksidan menggunakan pereaksi DPPH yang

ditentukan secara spektrofotometri UV-Vis double beam yang dapat dilihat pada

Gambar 36. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu melindungi

sel dari bahaya radikal bebas oksigen reaktif (Hazimah et al., 2013). DPPH adalah

radikal bebas yang diperdagangkan, stabil pada suhu kamar dengan bentuk serbuk

violet kehitaman, cepat teroksidasi oleh temperatur dan udara, mudah larut dalam

metanol, dengan BM 394,3 g/mol (Molyneux, 2004).

Metode radikal DPPH ini merupakan suatu pengukuran aktivitas

antioksidan yang hanya menggunakan sampel dengan jumLah sedikit dan waktu

yang singkat.Aktivitas antioksidan suatu senyawa ditunjukan oleh hambatan

serapan DPPH pada panjang gelombang 515-517 nm.Dimana DPPH mempunyai

absorpsi yang kuat pada panjang gelombang 515-517 nm dengan warna violet

gelap.DPPH mempunyai elektron sunyi yang menyebabkan DPPH sangat reaktif

untuk menangkap elektron atau radikal hidrogen lainnya untuk menjadi molekul

yang stabil. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Marsden Blois pada tahun

1958 (Molyneux, 2004).

Pada pengukuran aktivitas antioksidan digunakan metode DPPH yang

merupakan suatu senyawa radikal bebas stabil. Panjang gelombang maksimum

DPPH yang didapat adalah 515,5 nm pada konsentrasi 25 µg/mL. sampaianya

aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan

57
DPPH yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning pucat. Besarnya

aktivitas antioksidan ditandai dengan IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang

dibutuhkan untuk menghambat 50 % radikal bebas DPPH.

Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH terhsampaiap larutan

standar asam galat didapatkan absorban larutan 0,584, 0,497, 0,400, 0,304, 0,206

dan didapatkan persentase aktivitas penangkal radikal bebas 14,2437 %, 27,0190

%, 41,2628 %, 55,3597 %, 69,7503 % (Lampiran 1, Tabel XXI, Gambar 17).

Dilihat dari hasil absorbansi dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi

sampel maka akan semakin kecil nilai absorbansi yang didapat, hal ini

dikarenakan semakin tinggi senyawa antioksidan yang mampu menangkal radikal

pada DPPH dan nilai persentase inhibisinya akan semakin besar (Bahriul et al.,

2014). Nilai IC50 atau aktivitas penangkal radikal bebas sebesar 50% diperoleh

dari asam galat pada konsentrasi 66,0801 µg/mL.

Kemudian pengujian aktivitas antioksidan menggunakan DPPH

terhsampaiap teh herbal daun belimbing wuluh pada konsentrasi 100, 300, 500,

700, dan 900 µg/mL, didapatkan absorban larutan 0,605, 0,510, 0,408, 0,304,

0,205 dan didapatkan persentase aktivitas penangkal radikal bebas 11,160 %,

25,110 %, 40,088%, 55,360 %, 69,3972 % (Lampiran 1, Tabel XXII, Gambar 18),

nilai IC50 atau aktivitas penangkal radikal bebas sebesar 50 % diperoleh dari teh

herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) pada konsentrasi 729,851

µg/mL.

58
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang uji aktivitas

antioksidan teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) dengan

metode 1,1-Dyphenil, 2-Pikrilhidrazil (DPPH), maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada teh herbal daun belimbing

wuluh menunjukkan hasil positif yaitu senyawa flavonoid, Fenol dan

59
Tanin.Hasil analisis kuantitatif teh herbal daun belimbing wuluh senyawa

flavonoid sebesar 3,3908%± 0,08841, fenol sebesar 4,86915 % ± 0,441646,

dan tanin sebesar 0,22916%± 0,000675.

2. Teh herbal daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) memenuhi

persyaratan mutu teh berdasarkan SNI-01-3836-2013, yaitu uji kesampaiaan

air seduhan dengan rata-rata uji warna sebesar 4,8 ± 0,44721, bau 3 ± 0, dan

rasa 3,4 ± 0,5477, Kadar Air sebesar 7,929 % ± 0,0575, Kadar ekstrak dalam

air sebesar 33,021% ± 4,9435, Kadar abu total sebesar 5,4005% 0,00305, dan

Kadar abu tidak larut air sebesar 108,27% ± 0.

3. Hasil aktivitas antioksidan dari asam galat didapatkan nilai IC50 pada

konsentrasi 66,0801 μg/mL (antioksidan kuat 50-100 μg/mL), pada teh herbasl

daun belimbing wuluh didapatkan nilai IC50 pada konsentrasi 729,851

μg/mL(antioksidan lemah>150 µg/mL)

5.2 Saran

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan fraksinasi dan

memakai metoda lain serta memilih pelarut yang belum pernah diujikan

60
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, R., Maimunah,& Lisawati, Y. (2008). Penetuan aktivitas antioksidan,


Kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum L).
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13(1), 1-8.
Apriliyanti, M. W., Prasetyo, A. F., & Santoso, B. (2017). Optimasi perlakuan
pendahuluan dan pengeringan untuk meningkatkan betasianin teh kulit buah
naga. Seminar Nasional Hasil Penelitian, 225-230.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Monografi ekstrak
tumbuhan obat Indonesia. Jakarta. Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia.

61
Banu, K. S. & Cathrine, L. (2015). General Techniques Involved in
Phytochemical Analysis. International journal of sampaivanced
Research in Chemical Science (IJARCS), 2(4), 25-32.

Dachriyanus. (2004). Analisis Spektrum Senyawa Organik Secara Spektrokopi.


Padang : Penerbit Universitas Andalas.

Daroini, O. S. (2006). Kajian proses pembuatan teh herbal dari campuran teh
hijau (Camellia sinensis), rimpang bangle (Zingiber cassumunea Roxb.)
dan daun ceremsai (Phyllanthus acidus (L) Skeels.). (Skripsi). Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Bogor.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi
IV. Jakarta

Departemen Kesehatan Indonesia Republik Indonesia. (1985). Cara pembuatan


simplisia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Indonesia Republik Indonesia. (2000). Parameter standar
umum ekstrak tumbuhan obat.(Edisi 1).Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Indonesia Republik Indonesia. (2008). Farmakope herbal
Indonesia. (Edisi 1).Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1989). Materia medika Indonesia. (Cetakan Kelima). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gunawan, D.,& Mulyani, S. (2004). Ilmu obat alam (farmakognosi).(Jilid 1).
Jakarta: Penerbit Penebar Swsampaiaya.
Harborne, J.B. (1987). Metode fitokimia penuntun cara modern menganalisa
tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB Bandung.
Hernani,& Mono, R. (2005). Tanaman berkhasiat antioksidan. Jakarta: Penebar
Swsampaiaya.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2010). Farmakope herbal Indonesia
(Edisi I). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi
Kelima. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kuncahyo, I.,& Sunardi. (2007). Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing


wuluh (Averrhoa bilimbi,L.) terhsampaiap 1,1–diphenyl–2-picrylhidrazyl
(DPPH). Seminar Nasional Teknologi,1-9.

62
Kurniawaty, E., & Lestari, E.E. (2016). Uji efektivitas daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) sebagai pengobatan diabetes melitus. Majority, 5(2),
32-36.
Latief, A. (2012). Obat trsampaiisional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Molyneux, P. (2004). The use of the stable free rsampaiical
diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.
SongklanakarinJ. Sci. Technol, 26(2), 211-219.
Mosquera, O. M., Correa, Y. M., Buitrago, D. C., & Nino, J. (2007).
Antioxsidant activity of twenty five plant from colombian biodeivesity.
Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de janeiro, 102(5), 631-634.
Patala, R., Ibrahim, N., & Khumaidi, A. (2018). Uji aktivitas antilithiasis ekstrak
etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) pada mencit putih (Mus
musculuc). Jurnal Itekima, 31(1), 20-30.
Rhahmah, A. (2015). Optimasi pembuatan teh herbal daun murbei (Morus alba).
Jurnal Teknologi Agro–Industri, 2(2), 1-5.
Sastrohamidjodjo, H. (2001). Dasar-dasar spektroskopi. Yogyakarta: Universitas
Gsampaijah msampaia.
SNI 01–3836–(2013). Teh kering dalam kemasan. Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami & radikal bebas dan aplikasinya dalam kesehatan.
Yogyakarta: Kanisius.

Yuslianti, E. R. (2018). Pengantar Radikal Bebas dan Antioksidan. Yogyakarta:


Penerbit Deepublish.

Lampiran 1. Data Hasil Penelitian

63
Gambar 6. Hasil identifikasi sampel di Hebarium Universitas Andalas (ANDA)

Lampiran 1. (Lanjutan)
64
Hasil Karakterisasi Simplisia Belimbing Wuluh

1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Gambar 7. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Gambar 8. Panjang dan Lebar Daun Belimbing Wuluh

65
Lampiran 1. (Lanjutan)

Karakterisasi Non Spesifik

1. Susut Pengeringan

Tabel II. Hasil Uji Susut Pengeringan Simplisia Daun Belimbing Wuluh

Berat cawan
Berat cawan Berat cawan
kosong + hasil % Kadar susut
NO. kosong + simplisia
pengeringan pengeringan
(W0) (gram) (W1) (gram)
(W2) (gram)
1. 12,5664 14,5549 14,4904 3,2436
2. 12,5665 14,5550 14,4898 3,278
3. 12,5663 14,5599 14,4906 3,476
Rata-rata 3,3325
SD 0,1254

2. Kadar Abu Total

Tabel III. Hasil Uji Kadar Abu Total Simplisia Daun Belimbing Wuluh

Berat krus
Berat krus Berat krus
kosong + hasil
NO. kosong + simplisia % Kadar abu total
pengeringan
(W0) (gram) (W1) (gram)
(W2) (gram)
1. 34,0534 36,0386 34,1786 6,3066
2. 34,0531 36,0525 34,1783 6,2618
3. 34,0533 36,0527 34,1788 6,2768
Rata-rata 6,2817
SD 0,04133

Abu total simplisia daun belimbing wuluh tidak lebih dari 7,5% (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

66
Lampiran 1. (Lanjutan)

3. Kadar Abu tidak Larut Asam

Tabel IV. Hasil Uji Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia Daun Belimbing

Wuluh

Berat krus
Berat krus Berat krus
kosong + hasil % Kadar abu tidak
NO. kosong + simplisia
pemijaran larut asam
(W0) (gram) (W1) (gram)
(W2) (gram)
1. 34,0534 36,0386 34,0690 0,7858
2. 34,0531 36,0525 34,0688 0,7852
3. 34,0533 36,0527 34,0686 0,7652
Rata-rata 0,7787
SD 0,011724

Abu tidak larut asam simplisia Daun belimbing wuluh tidak lebih dari 1,0%

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989).

67
Lampiran 1. (Lanjutan)

4. Kadar Sari Larut Air

Tabel V. Hasil Uji Kadar Sari Larut Air Simplisia Daun Belimbing Wuluh

Berat cawan
Berat cawan Berat cawan +
kosong + hasil % Kadar
No. kosong sampel
pengeringan sari larut air
(W0) (gram) (W1) (gram)
(W2) (gram)
1. 42,6977 56,5522 43,1979 18,052
2. 42,6967 56,5525 43,1981 18,093
3. 42,6974 56,5527 43,1983 18,076
Rata-rata 18,073
SD 0,01514

Sari larut air simplisia daun belimbing wuluh tidak kurang dari 18% (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1998).

68
Lampiran 1. (Lanjutan)

5. Kadar Sari Larut Etanol

Tabel VI. Hasil Uji Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Belimbing Wuluh

Berat cawan
Berat cawan Berat cawan + % Kadar
kosong + hasil
No. kosong (W0) simplisia (W1) sari larut
pengeringan
(gram) (gram) etanol
(W2) (gram)
1. 65,9349 74,2173 66,1475 12,83
2. 65,9350 74,2327 66,1473 12,792
3. 65,9342 74,2297 66,1479 12,88
Rata-rata 12,834
SD 0,044136

Sari larut etanol simplisia daun belimbing wuluh tidak kurang dari 11%

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998).

Karakterisasi Spesifik

a. Identifikasi

Nama simplisia : Bilimbi folium

Nama latin : Averrhoa bilimbi L.

Bagian yang digunakan : Daun

Nama Indonesia : Belimbing wuluh

69
Lampiran 1. (Lanjutan)

d. Organoleptis

Bentuk : Serbuk

Warna : Hijau Kecoklatan

Rasa : Tidak Berasa

Bau : Tidak Berbau

Gambar 9. Serbuk simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Pembuatan Simplisia Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Gambar 10. Pembuatan simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiL.)

Berat sampel : 2 kg

Berat simplisia :480 gram

% Rendemen : 24%

70
Lampiran 1. (Lanjutan)

Pembuatan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Gambar 11. Pembuatan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

71
Lampiran 1. (Lanjutan)

Pola Kromatografi

Gambar 12. Pola noda pada sinar ultraviolet 254 nm

Keterangan :

S : Sampel

P : Pembanding

Jarak eluen : 8 cm

Jarak Noda Sampel : 5,2 cm

Jarak Noda Pembanding : 4,95 cm

Rf Sampel : 0,65

Rf Pembanding : 0,618

72
Syarat Mutu Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh dilihat berdasarkan

dengan SNI 01-3836-2013

Tabel VII. Data Uji kesampaiaan air seduhan dari 5 orang panelis teh herbal

daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

No Nama Bentuk teh Warna Bau Rasa


Panelis

1 Panelis 1 Serbuk Halus 5 3 3

2 Panelis 2 Serbuk Halus 5 3 4

3 Panelis 3 Serbuk Halus 5 3 3

4 Panelis 4 Serbuk Halus 4 3 3

5 Panelis 5 Serbuk Halus 5 3 4

Ʃ 24 15 17

Rata-rata 4,8 3 3,4

SD 0,44721 0 0,5477

73
Tabel VIII. Indikator warna, bau, dan rasa teh herbal daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.)

Nilai 5 4 3 2 1
Indikator

Warna Sangat Hidup Agak Suram Sangat


hidup suram suram
Sangat Memuaskan Sedang Kurang Tidak
Bau memuas memuaskan memuaskan
kan
Amat Agak Tidak Sangat
memuas memuaskan memuaskan tidak
Rasa kan sampai sedang sampai memuaskan
sampai memuaskan agak tidak sampai
amat memuaskan amat tidak
sangat memuaskan
memuas
kan

Gambar 12. Kesampaiaan air seduhan teh herbal daun belimbing wuluh

74
YAYASAN PERGURUAN TINGGI ILMU KESEHATAN PadaNG
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM) PadaNG

Program Studi S1 Farmasi


Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No : 102/D/0/2005
Alamat :Jl.Kurao Pagang Dalam Nanggalo SITEBA Bank: Bank Nagari Cabang
Padang, 25138
Telp./Fax.(0751) 7861005 / (0751) 444348 No. Rek:2102.0210.01206-6

SK Akreditasi BAN-PT No. 029/BAN-PT/Ak-XIII/S1/XII/2010

Kuisioner Penilaian Terhsampaiap Uji Aktivitas Antioksidan Teh Herbal

Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)

Saudara/saudari yang kami hormati,

Saya mengucapkan terimakasih sebelumnya karena anda bersedia

berpartisipasi dalam penelitian dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Teh

Herbal Daun Belmbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)”. adapun penelitian ini

dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan

pada Jurusan Farmasi STIFARM Padang.

Husra Hannifah, Peneliti

Produk : Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)

Petunjuk pengisian : Dihsampaiapan anda tersaji 5 sampel produk, anda

diminta untuk memberikan penilaian terhsampaiap warna, aroma dan rasa

terhsampaiap sampel tersebut.

1. Amati warna, rasa dan aroma dari masing-masing sediaan teh herbal daun

belimbing wuluh tersebut

2. Beri penilaian pada kolom yang tersedia.

75
Gambar 13. Kuesioner panelis 1

76
Gambar 14. Kuesioner panelis II

77
Gambar 15. Kuesioner panelis III

78
Gambar 16. Kuesioner panelis IV

79
Gambar 17. Kuesioner panelis V

80
Tabel IX. Data Kadar Air Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Berat setelah
No Berat dikeringkan dalam Kadar Air (%)
contoh (g) oven (g)
1 1 0,0808 7,988

2 1 0,0797 7,873

3 1 0,0803 7,928

Rata-rata 7,929

SD 0,0575

Kadar air teh herbal daun belimbing wuluh tidak lebih dari 8%(SNI 01-3836-

2013).

Tabel X. Data Kadar Ekstrak dalam Air Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

No Berat (g) Kadar


Ekstrak
Contoh Sisa Pengenceran Kadar Air dalam Air
Pengabuan (%) (%)
1 2 0,0062 50 7,929 32,157

2 2 0,0062 50 7,929 32,154

3 2 0,0067 50 7,929 34,754

Rata-rata 33,021

SD 4,9435

Kadar ekstrak dalam air teh herbal daun belimbing wuluh tidak kurang dari 32%

(SNI 01-3836-2013).

81
Lampiran 1. (Lanjutan)

Tabel XI. Data Kadar Abu Total Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Berat (g)
No Contoh Sisa Pengabuan Kadar air (%) Kadar Abu
Total (%)
1 2 0,1093 7,929 5,4036

2 2 0,1092 7,929 5,4005

3 2 0,1091 7,929 5,3975

Rata-rata 5,4005

SD 0.00305

Kadar abu total teh herbal daun belimbing wuluh tidak lebih dari 8% (SNI 01-

3836-2013).

Tabel XII. Data Kadar Abu Tak Larut Air Teh Hebal Daun Belimbing Wuluh

Berat (g) Kadar Abu


No Berat Abu Berat Abu Kadar Air Larut air
Contoh Total Tak Larut (%) (%)
air
1 2 32,4125 32,3149 7,929 108,27

2 2 32,4129 32,3148 7,929 108,27

3 2 32,4131 32,3150 7,929 108,27

Rata-rata 108,27

SD 0

Kadar abu larut air teh herbal daun belimbing wuluh tidak kurang dari 45% (SNI

01-3836-2013).

82
Lampiran 1. (Lanjutan)

Analisis Kualitatif

Tabel XIII. Hasil Analisis Kualitatif Simplisia

Simplisia
No. Pengujian
Daun Belimbing Wuluh
1. Fenol +
a. D warna hijau
(terbentuk
engan FeCl3 kehitaman)
2. Flavonoid 
a. G warna merah
(tidak terbentuk
likosida-3-flovanol (dengan intensif)
serbuk seng) +
b. F jingga)
(Merah
lavon, kalkon, auron (dengan
serbuk Mg)
3. Tannin +
a. D warna hijau
(terbentuk
engan FeCl3 kehitaman)

83
Lampiran 1. (Lanjutan)

Analisis Kuantitatif

1. Penetapan Kadar Flavonoid

Penetapan panjang gelombang maksimum kuersetin 50 µg/mL

Gambar 18. Panjang gelombang maksimum kuersetin

Tabel XIV. Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin

Panjang gelombang maksimum Absorban

438,50 nm 0,412

84
Lampiran 1.(Lanjutan)

Kurva Kalibrasi Kuersetin

Tabel XV. Kurva Kalibrasi Kuarsetin

Konsentrasi (µg/mL) Absorban


30 0,281
40 0,386
50 0,484
60 0,588
70 0,690

Kurva Kalibrasi Kuarsetin


0.8
0.7 y = 0.0102x - 0.0242
r = 0,9998
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 19. Kurva kalibrasi kuersetin

85
Lampiran 1.(Lanjutan)

Penetapan Kadar Flavonoid pada Sampel

Tabel XVI.Hasil penetapan Kadar flavonoid pada sampel dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 438,5 nm

Sampel Konsentrasi Kadar Rata-rata Standar


Absorban
(µg/mL) (%) (%) Deviasi
Teh daun 0,321 3,38431
belimbing 1000 0,313 3,30588 3,3908 0,08841
wuluh 0,331 3,48235
F

2. Penetapan Kadar enolik

Penetapan panjang gelombang maksimum asam galat 60 µg/mL

Gambar 20. Panjang gelombang maksimum asam galat

Tabel XVII. Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat

86
Panjang gelombang maksimum Absorban
739,50 nm 0,598
Lampiran 1.(Lanjutan)

Kurva Kalibrasi Asam Galat

Tabel XVIII. Kurva Kalibrasi Asam Galat

Konsentrasi (µg/mL) Absorban


30 0,326
40 0,406
50 0,534
60 0,625
70 0,726

Kurva Kalibrasi Asam Galat


0.8
0.7 y = 0.01019x + 0.0695
r = 0.998
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 21. Kurva Kalibrasi Asam Galat

87
Lampiran 1. (Lanjutan)

Penetapan Kadar Fenol pada Sampel

Tabel XIX.Hasil penetapan Kadar fenol pada sampel dengan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang 739,5 nm

Sampel Konsentrasi Standar


Absorban % Kadar Rata-rata
(ppm) Deviasi
Teh daun 0,521 4,43081
belimbing 100 0,565 4,86261 4,86915 0.441646
wuluh 0,611 5,31403

3. Penetapan Kadar Tanin

Tabel XX. Hasil penetapan Kadar tannin total secara permanganometri

Bobot Sampel Normalitas Vol. Titran Vol. Blanko Kadar (%)

(g) KMnO4 (N) (mL) (mL)

2 1,5 1,4 0,22838

2 0,110063 1,5 1,3 0,22955

2 1,5 1,3 0,22955

Rata-rata 0,22916

SD 0,000675

KV 0,29477

88
Lampiran 1. (Lanjutan)

Penentuan Aktivitas Antioksidan

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH25 μg/mL

Gambar 22. Panjang gelombang maksimum 1,1- Difenil, 2-Pikrilhidrazil (DPPH)

Tabel XXI. Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Panjang gelombang maksimum Absorban

515,5 nm 0,681

89
Lampiran 1. (Lanjutan)

2. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pembanding Asam Galat

Tabel XXII. Hasil Pengukuran absorban DPPH + larutan asam galat pada panjang
gelombang 515,5 nm dan absorban 0,681 dengan spektrofotometer
UV-Vis double beam.

Konsentrasi Larutan Absorban


No Asam Galat % Inhibisi IC50
A1 A2
(μg/mL)
1 40 0,584 14,2437
2 50 0,497 27,0190
3 60 0,681 0,400 41,2628 66,0801 μg/mL
4 70 0,304 55,3597
5 80 0,206 69,7503

Keterangan :

A1= Serapan larutan radikal DPPH 25 µg/mL pada panjang gelombang 515,5 nm.

A2= Serapan larutan radikal DPPH 25 µg/mL + larutan asam galat.

Kurva Kalibrasi
80
y = 1,393539x - 42,08524
60 r = 0,9997
% Inhibisi

40

20

0
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 23. Kurva hubungan antara konsentrasi dengan % inhibisi asam galat

90
Lampiran 1. (Lanjutan)

3. Penentuan Aktivitas Antioksidan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Tabel XXIII. Hasil Pengukuran absorban DPPH + teh herbal daun belimbing
wuluh pada panjang gelombang 515,5 nm dan absorban 0,681
dengan spektrofotometer UV-Vis double beam.

Konsentrasi Teh Absorban


Herbal Daun %
No IC50
Belimbing Wuluh A1 A2 Inhibisi
(μg/mL)

1 100 0,605 11,160

2 300 0,510 25,110

3 500 0,681 0,408 40,088 729,851 μg/mL

4 700 0,304 55,360

5 900 0,205 69,3972

Keterangan :

A1= Serapan larutan radikal DPPH 25 µg/mL pada panjang gelombang 515,5 nm.

A2= Serapan larutan radikal DPPH 25 µg/mL + Teh herbal daun belimbing

wuluh.

91
Lampiran 1. (Lanjutan)

Kurva Kalibrasi
80
70 y = 0.0734x + 3.5419
r = 0,9998
60
% Inhibisi

50
40
30
20
10
0
0 200 400 600 800 1000
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 24. Kurva hubungan antara konsentrasi dengan % inhibisi teh herbal daun
belimbing wuluh

92
Lampiran 2. Perhitungan Data Hasil Penelitian

1. Pola Kromatografi

a. Fase gerak

Butanol-asam asetat-air (4:1:5)

Dibuat untuk 25 ml eluen


4
Butanol = 10 x 25 mL = 10 mL

1
Asam asetat= 10 x 25 mL = 2,5 mL

5
Air = 10 x 25 mL = 12,5 mL

b. Perhitungan Rf

Noda hasil pengujian

Jarak noda pembanding : 4,95 cm

Jarak noda sampel : 5,2 cm

Jarak eluen : 8 cm

jarak noda 4,95


Rf pembanding = jarak eluen = = 0,618
8

jarak noda 5,2


Rf sampel = jarak eluen = = 0,65
8

93
2. Susut Pengeringan Simplisia

(W1 −W0 )−(W2 −W0 )


Susut Pengeringan Simplisia = (W1 −W0 )
X 100 %

Keterangan : W0 = Berat botol timbang kosong (g)

W1 = Berat botol timbang + simplisia (g)

W2 = Berat botol timbang + simplisia sesudah dipanaskan(g)

(14,5549−12,5664)−(14,4904−12,5664
Susut pengeringan simplisa I = × 100%
(14,5549−12,5664)

= 3,2436%

(14,5550−12,5665)−(14,4898−12,5665)
Susut pengeringan simplisia II = × 100%
14,5550−12,5665

= 3,278%

(14,5599−12,5663)−(14,4906−12,5663)
Susut pengeringan simplisia III = × 100%
(14,5599−12,5663

= 3,476%

3,2436 + 3,278 + 3,276


% Susut pengeringan rata − rata = = 3,3325%
3

3. Kadar Abu Total Simplisia


W2 – W0
Kadar Abu Total Simplisia = W × 100%
1– W0

Keterangan : W0 = berat krus kosong

W1 = berat krus + simplisia

W2 = berat krus + hasil pemijaran

sampai

Lampiran 2. (Lanjutan)

sampai
94
sampai

sampai

4. Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia


W −W
Kadar abu tidak larut asam =W2 −W0 x 100 %
1 0

Keterangan : W0 = Berat krus kosong

W1 = Berat krus + abu total

W2 = Berat krus + hasil pemijaran

sampai

sampai

sampai

sampai

= 0,7787%

Lampiran 2. (Lanjutan)

5. Kadar Sari Larut Air Simplisia


W2 - W0 100
Kadar senyawa larut dalam air = x x 100%
W1 - W0 20

Keterangan : W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel yang digunakan

W2 = berat cawan + hasil pengeringan


95
sampai

sampai

sampai

sampai

= 18,073%

6. Kadar Sari Larut Etanol Simplisia


W2 - W0 100
Kadar senyawa larut dalam etanol = x x 100%
W1 - W0 20

Keterangan : W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel yang digunakan

W2 = berat cawan + hasil pengeringan

sampai

sampai

Lampiran 2. (Lanjutan)

sampai

sampai

7. Rendemen Simplisia

Berat Simplisia
% Rendemen = × 100%
Berat sampel

480 g
% Rendemen Daun Belimbing Wuluh = × 100% = 24%
2000 g

8. Perhitungan Kadar Flavonoid

Tabel XXIV. Data Perhitungan Regresi Flavonoid

96
No. X Y X² Y² X.Y
1. 30 0,281 900 0,078961 8,43

2. 40 0,386 1600 0,148996 15,44

3. 50 0,484 2500 0,234256 24,2

4. 60 0,588 3600 0,345744 35,28

5. 70 0,690 4900 0,4761 48,3

 250 2,429 13500 1,284057 131,65

a. Koefisien korelasi (r)

n. x. y − x. y
r=
√(n. x 2 − (x)2 ). (n. y 2 − (y)2 )

Lampiran 2. (Lanjutan)

(5(131,65)) − (250 . 2,429)


r=
√(5. (13500) − 2502 ). (5. (1,284057) − 2,4292 )

658,25 − 607,25
r=
√(67500 − 62500). (6,420285 − 5,900041)

51
r=
√5000 . 0,520244

51
r=
√2601,22

r = 0,99995

b. slope (b)

97
n. x. y − x. y
b=
(n. x 2 ) − (x)²

(5 . 131,65) − (250 . 2,429)


b=
(5 . 13500) − 250²

658,25 − 607,25
b=
67500 − 62500

b = 0,0102

c. intersep (a)

y − b. x
a=
n

2,429 − 0,0102 . 250


a=
5

a = −0,0242

Persamaan regresi ( y = bx – a )

y = 0,0102x – 0,0242

Lampiran 2. (Lanjutan)

d. Kadar flavonoid teh herbal daun belimbing wuluh

Absorban :

1. 0,321

2. 0,313

3. 0,331

1). Kadar

y = 0,0102x – 0,0242 → 0,321 = 0,0102x – 0,0242

0,321 + 0,0242
x=
0,0102

x = 33,8431g/mL

98
sampai

mL

2). Kadar

y = 0,0102x – 0,0242 → 0,313 = 0,0102x – 0,0242

0,313 + 0,0242
x=
0,0102

x = 33,0588g/mL

sampai

mL

Lampiran 2. (Lanjutan)

3). Kadar

y = 0,0102x – 0,0242 →0,331 = 0,0102x – 0,0242

0,331 + 0,0242
x=
0,0102

x = 34,8235g/mL

sampai

mL

sampai

9. Penetapan Kadar Fenol

Tabel XXV. Data Perhitungan Regresi Fenol

No. X Y X² Y² X.Y
1. 30 0,326 900 0,106276 9,78

99
2. 40 0,406 1600 0,164836 16,24
3. 50 0,534 2500 0,285156 26,7
4. 60 0,625 3600 0,390625 37,5
5. 70 0,726 4900 0,527076 50,82
 250 2,617 13500 1,473969 141,04

Lampiran 2. (Lanjutan)

a. Koefisien korelasi (r)

n. x. y − x. y
r=
√(n. x 2 − (x)2 ). (n. y 2 − (y)2 )

(5(141,04)) − (250 . 2,617)


r=
√(5. (13500) − 2502 ). (5. (1,473969) − 2,6172 )

r = r = 0,998

b. slope (b)

n. x. y − x. y
b=
(n. x 2 ) − (x)²

(5(141,04)) − (250 . 2,617)


b=
(5 . 13500) − 250²)

b = 0,01019

c. intersep (a)

100
y − b. x
a=
n

2,617 − 0,01019 . 250


a=
5

a = 0,0695

Persamaan regresi ( y = bx – a )

y = 0,01019x +0,0695

Lampiran 2. (Lanjutan)

d. Kadar fenolikteh herbal daun belimbing wuluh

Absorban :

1. 0,521

2. 0,565

3. 0,611

1). Kadar

y = 0,01019x + 0,0695 → 0,521 = 0,01019x + 0,0695

0,521 − 0,0695
x=
0,01019

x = 44,3081g/mL

sampai

mL

2). Kadar
101
y = 0,01019x + 0,0695 → 0,565 = 0,01019x + 0,0695

0,565 − 0,0695
x=
0,01019

x = 48,6261g/mL

sampai

mL

Lampiran 2. (Lanjutan)

3). Kadar

y = 0,01019x + 0,0695 →0,611 = 0,01019x + 0,0695

0,611 − 0,0695
x=
0,01019

x = 53,1403g/mL

sampai

mL

sampai

10. Perhitungan Kadar Tannin Total

a. Penetapan Normalitas KMnO4

VolumeAsamOksalat × NormalitasAsamOksalat
NormalitasKMnO4 =
VolumeKMnO4

mL

mL

mL

102
mL

mLamLiran 2. (Lanjutan)

b. Penetapan Kadar Tanin pada Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

10 |A − B| × N × 0,0415
%Tanin = × 100%
sampel (g)

10|1,5 − 1,4| × 0,110063 × 0,0415


= × 100% = 0,22838%
2

10|1,5 − 1,3| × 0,11063 × 0,0415


= × 100% = 0,22955%
2

10|1,5 − 1,3| × 0,11063 × 0,0415


= × 100% = 0,22955%
2

sampai

11. Penentuan Aktivitas AntioksidanAktivitas antioksidan asam galat

absorbansi kontrol−absorbansi sampel


% Penangkal radikal bebas = x 100%
absorbansi kontrol

Keterangan : % Penangkal radikal bebas = Persentase daya aktivitas antioksidan

Absorban kontrol = Absorban DPPH 25 μg/mL

Absorban sampel = Absorban Sampel Uji

1) 40 μg/mL

sampai

2) 50 μg/mL

sampai

3) 60 μg/mL

sampai

103
Lampiran 2. (Lanjutan)

4) 70 μg/mL

sampai

5) 80 μg/mL

sampai

104
Lampiran 2. (Lanjutan)

Tabel XXVI. Data Perhitungan Regresi Asam Galat

No X Y X² Y² X.Y
1 40 14,2437 1600 202,8829897 569,748
730,026361 1350,95
2 50 27,0190 2500
1702,618664 2475,768
3 60 41,2628 3600
3064,696384 3875,179
4 70 55,3597 4900
4865,10435 5580,024
5 80 69,7503 6400
10565,32875 13851,669
 300 207,6355 19000

a. Koefisien korelasi (r)

n. x. y − x. y
r=
√(n. x 2 − (x)2 ). (n. y 2 − (y)2 )

(5(13851,669)) − (300 . 207,6355)


r=
√(5. (19000) − 3002 ). (5. (10565,32875) − 207,63552 )

r = 0,9997

b. slope (b)

n. x. y − x. y
b=
(n. x 2 ) − (x)²

(5(13851,669)) − (300 . 207,6355)


b=
(5 . 19000 − 3002 )

b = 1,393539

105
Lampiran 2. (Lanjutan)

c. intersep

y − b. x
a=
n

207,6355 − 1,393539 . 300


a= = −42,08524
5

Perhitungan nilai IC50

y = 1,393539x – 42,08524

Dimana: y = Persen aktivitas penangkal radikal bebas

x = Konsentrasi Larutan sampel

y = 1,393539x – 42,08524

50 = 1,393539x – 42,08524

50 + 42,08524
x=
1,393539

x = 66,0801 g/mL

a. Aktivitas antioksidan teh herbal daun belimbing wuluh

absorbansi kontrol−absorbansi sampel


% Penangkal radikal bebas = x 100%
absorbansi kontrol

Keterangan : % Penangkal radikal bebas = Persentase daya aktivitas antioksidan

Absorban kontrol = Absorban DPPH 25 μg/mL

Absorban sampel = Absorban Sampel Uji

1) 100 μg/mL

sampai

106
Lampiran 2. (Lanjutan)

2) 300 μg/mL

sampai

3) 500 μg/mL

sampai

4) 700 μg/mL

sampai

5) 900 μg/mL

sampai

Tabel XXVII. Data Perhitungan Regresi Teh herbal daun belimbing wuluh

No X Y X² Y² X.Y
1 100 11,160 10000 124,5456 1116
2 300 25,110 90000 630,5121 7533
3 500 40,088 250000 1607,047744 20044
4 700 55,360 490000 3064,7296 38752
5 900 69,8972 810000 4885,61856784 62907,48
 2500 201,6152 1650000 10312,45361184 130352,48

Lampiran 2. (Lanjutan)

a. Koefisien korelasi (r)

107
n. x. y − x. y
r=
√(n. x 2 − (x)2 ). (n. y 2 − (y)2 )

(5(130352,48)) − (2500 . 201,6152)


r=
√(5. (1650000) − 25002 ). (5. (10312,45361184) − 201,61522 )

r = 0,998

b. slope (b)

n. x. y − x. y
b=
(n. x 2 ) − (x)²

(5(130352,48)) − (2500 . 201,6152)


b=
(5 . 1650000 − 25002 )

b = 0,07336

c. intersep (a)

y − b. x
a=
n

201,6152 − 0,07336 . 2500


a=
5

a = 3,54194

Lampiran 2. (Lanjutan)

Perhitungan nilai IC50

108
y = 0,0734x + 3,54194

Dimana: y = Persen aktivitas penangkal radikal bebas

x = Konsentrasi Larutan sampel

y = 0,0734x + 3,54194

50 = 0,0734x + 3,54194

50 − 3,54194
x=
0,0734

x = 729,851g/mL

109
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi,


L.)

2 kg
 Disortasi basah
 Pencucian
 Perjangan dan Pengeringan
 Sortasi kering

Simplisia kering
 Diblender
 Diayak dengan ayakan 60
Serbuk simplisia

Karakterisasi
Simplisia
 Ditimbang 2 gram
 Dibungkus dengan kertas saring
Teh Herbal

Uji Fitokimia Uji aktivitas


antioksidan

Gambar 25. Skema Kerja Pembuatan Teh Daun Belimbing Wuluh


(Averrhoa bilimbi, L.)

110
Lampiran 3. (lanjutan)
Skema Kerja Analisis Kualitatif

1. Flavonoid

500 mg serbuk teh

 seduh dengan air panas

Larutan Teh

 Ditambahkan10 mL metanol P
 Dipanaskan 10 menit, saring
 Diencerkan filtrat 10 mL air, dinginkan.
 Ditambahkan 5 mL eter minyak tanah P,
kocok, diamkan. Larutan metanol
uapkan pada suhu 40oC, sisa + 5 mL
etil asetat p.
Larutan Percobaan

1 mL Larutan Percobaan 1 mL Larutan Percobaan

 Dilarutkan 1 mL etanol (95%) P 1  Dilarutkan dalam 1 mL


 Ditambahkan 0,5 g serbuk seng etanol (95%) P
 Ditambahkan 2 mL asam klorida 2 N
 Diamkan selama 1 menit,  Ditambahkan 0,1 g serbuk
 Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat magnesium P
 Ditambah 10 tetes asam
Positif Flavonoid klorida
Positif Flavon, P
Kalkon
warna merah dan Auron warna
intensif kuning jingga

Gambar 26. Skema Kerja Uji Kualitatif Flavonoid

111
Lampiran 3. (Lanjutan)

2. Fenol

500 mg serbuk Teh

 Seduh dengan air panas

Larutan Teh

 Ditambahkan 4 tetes Besi (III)


Klorida 5 %

Positif fenol warna


hijau kehitaman

Gambar 27. Skema Kerja Uji Kualitatif Fenol

3. Tanin

500 mg serbuk teh


 Seduh dengan air panas

Larutan Teh

 Ditambahkan 3 tetes FeCl3 5 %

Positif tanin warna hijau


sampai biru kehitaman

Gambar 28. Skema Kerja Uji Kualitatif Tanin

112
Lampiran 3. (Lanjutan)

Skema Kerja Analisis KuantitatifFlavonoid

Pembanding Penatapan

ksampaiar
Kuersetin Teh Herbal

- Ditimbang 10 mg - Ditimbang 100 mg


Penentuan panjang - Dilarutkan dengan 100 - Dilarutkan dengan 100mL
gelombang mL etanol 80% etanol 80%
maksimum Larutan kuersetin 100 µg/mL Larutan uji 1000 µg/mL

- Dipipet sebanyak 5 mL,


- Dipipet sebanyak 3, 4, 5, 6,
dimasukkan dalam labu
ukur 10 mL 7 mL dimasukkan dalam
- Ditambahkan etanol 80% labu ukur 10 mL
hingga tanda batas - Ditambahkan etanol 80%
hingga tanda batas
Larutan kuersetin 50 µg/mL

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


30 µg/mL 40 µg/mL 50 µg/mL 60 µg/mL 70 µg/mL

- Dipipet sebanyak 0,5 mL


dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1,5 mL etanol P,
0,1 mL alumunium klorida P
10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M
0,1 mL dan 2,8 mL air suling.
- Dikocok selama 30 menit
psampaia suhu ruang, dan
dimasukkan dalam kuvet.
-
Ukur serapan dengan spektrofotometer UV-Visible
Gambar 29. Skema Kerja Analisis Kuantitatif Flavonoid

113
Lampiran 3. (Lanjutan)

Skema Kerja Analisis Kuantitatif Fenolik Total

Pembanding Penatapan

ksampaiar
Asam galat Teh herbal

- Ditimbang 10 mg - Ditimbang 10 mg
Penentuan panjang - Dilarutkan dengan 100 - Dilarutkan dengan
gelombang mLmetanol p.a 100mLmetanol p.a
maksimum Larutan asam galat 100 µg/mL Larutan uji 100 µg/mL

- Dipipet sebanyak 6mL,


- Dipipet sebanyak 3, 4, 5, 6,
dimasukkan dalam labu
ukur 10 mL 7 mL dimasukkan dalam
- Ditambahkan metanol p.a labu ukur 10 mL
hingga tanda batas - Ditambahkan metanol p.a
hingga tanda batas
Larutan asam galat 60 µg/mL

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


30 µg/mL 40 µg/mL 50 µg/mL 60 µg/mL 70 µg/mL

- Dipipet sebanyak 1 mL
dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 5 mL enceran
Folin-Ciocalteu fenol (75 %
dalam air)
- Didiamkan 8 menit
- Ditambahkan 4 mL NaOH 1%
- Diinkubasi selama 1 jam
- Dimasukkan kedalam kuvet

Ukur serapan dengan spektrofotometer UV-Visible

Gambar 30. Skema Kerja Kuantitatif Fenolik Total

114
Lampiran 3. (Lanjutan)

Skema Kerja Analisis Kuantitatif Tanin

Teh herbal

- Ditimbang 2 garm
- Dipanaskan dengan 50 mL air mendidh di atas
penangas air selama 30 menit sambil disampaiuk
- Didiamkan beberapa menit
- Dituangkan kedalam labu takar 250 mL melalui
segumpal kapas

Filtrat Ampas
- Disari dengan air mendidih
- Diasring kedalam labu takar yang sama

Filtrat Ampas

- Penyarian diulangi
sampai bila direaksikan
dengan besi (III)
amonium sulfat ( ̵ )
tannin

Filtrat Ampas

- Ditambah air sampai 250 mL


- Dipipet 25 mL larutan ke dalam labu
ukur 1000 mL
- Ditambahkan 750 mL air dan 250 mL
asam indigo sulfonat LP
- Dititrasi dengan kalium permanganat
0,1 N
Larutan berwarna kuning emas

(1 mL KMnO4 0,1 N setara dengan 0,004157 gram tannin)


Gambar 31. Skema Kerja Kuantitatif Tanin

115
Lampiran 3. (Lanjutan)

Penentuan Absorbansi dan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

DPPH

- Ditimbang lebih kurang 10 mg


DPPH
- Dilarutkan dengan metanol p.a
hingga 100 mL
Larutan DPPH 250 µM

- Dipipet 10mL, dimasukkan ke


dalam labu ukur 50 mL
- Ditambah metanol sampai tanda
batas larutan DPPH 50 µM
Larutan DPPH 50 µM

- Dipipet 3,8 mL
- Ditambahkan 0,2 mL metanol p.a
- Dihomogenkan
- Diinkubasi selama 30 menit di
tempat gelap
Ukur serapan dengan spektrofotometer UV-
Visible psampaia panjang gelombang 400-800
nm dan tentukan panjang gelombang
maksimum

Gambar 32. Penentuan Absorbansi dan Panjang Gelombang Maksimum

DPPH

116
Lampiran 3. (Lanjutan)

Penentuan Aktivitas Antioksidan Pembanding dengan Metode DPPH

Asam galat
- Ditimbang lebih kurang 50 mg
- Dilarutkan dengan air sampai 50 mL
Larutan induk konsentrasi 1000 µg/mL
- Dipipet sebanyak 5 mL dimasukkan
dalam lab ukur 50 mL
- Ditambahkan dengan air hingga tanda
batas

Larutan konsentrasi 100 µg/mL


- Dipipet sebanyak 0,2, 0,4, 0,6, 0,9, 1,0
mL dimasukkan dalam labu ukur 10
mL
- Ditambahkan methanol hingga tanda
batas

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


2 µg/mL 4 µg/mL 6 µg/mL 8 µg/mL 10 µg/mL

- Dipipet sebanyak 0,2 mL, masukkan ke


dalam vial, ditambahkan 3,8 mL
larutan DPPH 25 µg/mL
- Dihomogenkan, diinkubasi selama 30
menit
- Dimasukkan ke dalam kuvet
Ukur serapan dengan spektrofotometer UV-Visible psampaia

panjang gelombang 400-800 nm


Gambar 33. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pembanding dengan Metode

DPPH

117
Lampiran 3. (Lanjutan)

Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Teh herbal

- Ditimbang lebih kurang 50 mg


- Dilarutkan dengan metanol sampai 50
mL

Larutan induk konsentrasi 1000 µg/mL

- Dipipet sebanyak 0,2, 0,4, 0,6, 0,9, 1,0


mL dimasukkan dalam labu ukur 10
mL
- Ditambahkan methanol hingga tanda
batas

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


20 µg/mL 40 µg/mL 60 µg/mL 80 µg/mL 100 µg/mL

- Dipipet sebanyak 0,2 mL, masukkan ke


dalam vial, ditambahkan 3,8 mL
larutan DPPH 25 µg/mL
- Dihomogenkan, diinkubasi selama 30
menit
- Dimasukkan ke dalam kuvet

Ukur serapan dengan spektrofotometer UV-Visible

psampaia panjang gelombang 400-800 nm

Gambar 34. Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

118
Lampiran 4. Dokumentasi Hasil Penelitian

Gambar 35. Timbangan analitik

Gambar 36. Oven

119
Lampiran 4. (Lanjutan)

Gambar 37. Uji Kualitatif flavonoid daun belimbing wuluh

Gambar 38. Uji Kualitatif tanin daun belimbing wuluh

Gambar 39. Uji Kualitatif fenol daun belimbing wuluh

120
Lampiran 4. (Lanjutan)

Gambar 40. Pembakuan Larutan Baku Primer Asam Oksalat

Gambar 41. Penetapan Kadar Tanin Total dengan KMnO4

121
Lampiran 4.(Lanjutan)

Gambar 42. Pengayakan Nomor 60

Gambar 43. Alat Laminating

122
Lampiran 4. (Lanjutan)

Gambar 44. Kotak Kemasan Teh Herbal Daun Belimbing Wuluh

Gambar 45. Spektrofotometer UV-VisibleDouble Beam

123

Anda mungkin juga menyukai