Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. 1 Sirih Hijau (Piper betle L.)


II.1.1 Klasifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Menurut Tjitrosoepomo (1988) kedudukan tanaman sirih dalam sistematika
tumbuhan (taksonomi) diklasifikaiskan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonaea
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.

II.1.2 Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.)

Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) pada dasarnya hidup subur
dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca
tropika dengan air yang mencukupi. Tanaman sirih hijau menyukai tempat yang terbuka
atau sedikit terlindung, tumbuh merambat dan 11 dapat diperbanyak dengan setek batang
yang sudah agak tua yang terdiri dari 4-6 ruas (Ni’mah, 2012).

Morfologi Sirih Hijau (Piper betle L.) Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis
tumbuhan perdu merambat dan bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu,
berbuku-buku, beralur, warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna
hijau, perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan
(Damayanti dkk, 2006). Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter.
Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata,
ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun
tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau
tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berbuku-buku.
Daun sirih yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan panjangya 10-15 cm
(Damayanti dkk, 2006).

Gambar 2.1 Morfologi Daun Sirih (Doc. Pribadi 2017)

Sejak zaman dahulu, tanaman sirih telah dipakai untuk bermacam-macam cara
pemanfaatan. Hampir semua bagian tanaman sirih dapat dimanfaatkan, seperti akar,
batang, tangkai, daun, dan buahnya. (Chakraborty, 2011). Rebusannya dapat digunakan
sebagai obat untuk impetigo, luka dan luka bakar eksim, limfangitis, furunkulosis, dan
dapat pula untuk mengatasi sakit perut. Daunnya dapat digunakan sebagai obat pada
kasus urtikaria, faringitis, dan pembengkakan. Akar dan buahnya dapat mengobati
malaria dan asma (Dwivedi, 2014). Daun sirih mengandung berbagai elemen seperti Si,
Cl, Zn, Mg, Ca, dan K, yang menyebabkan daun sirih dapat digunakan untuk menetralkan
ketidakseimbangan metabolisme asam basa dalam tubuh manusia (Periyanayagam,et al.,
2014). Daun sirih juga kaya akan metabolit seperti minyak volatil (safrol, eugenol,
eugenol metil ester, isoeugenol), komponen fenol (chavicol, hydroxyl chavicol), asam
lemak hidroksil (stearat, palmitat, miristat), dan asam lemak (stearat dan 8 palmitat) yang
memiliki efek antibakterial dan dapat digunakan pada infeksi mikroba (Bangash,et al.,
2012). Efek antimikroba kuat pada daun sirih juga disebabkan oleh adanya kandungan
ester, flavonoid, alkaloid, dan asam benzoat (Foo,et al., 2015).

Flavonoid mampu mempersingkat waktu inflamasi sehingga memungkinkan


proses proliferasi (Indraswari, 2011). Flavonoid juga memiliki peran dalam menurunkan
rekrutmen neutrofil. Senyawa ini juga mampu menghambat oksidasi lipid dengan
berinteraksi dengan membran sel bakteri sehingga mampu untuk melindunginya dari
radikal bebas (Saija, 1995). Flavonoid juga memiliki aktivitas anti bakteri dengan
membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler bakteri sehingga
mengganggu kinerja membran sel bakteri. (Cowan, 1999).

Ekstrak daun sirih Piper betle Linn juga mengandung senyawa tannin. Tannin
merupakan astringen, polifenol pada tanaman yang terasa pahit dan dapat mengikat dan
mengendapkan protein (Subroto, 2006). Tannin dapat mengganggu permeabilitas sel
dengan cara mengerutkan dinding selnya. Hal ini dapat menyebabkan sel bakteri
mengalami gangguan pertumbuhan atau bahkan mati (Ajizah, 2004). Alkaloid merupakan
senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom N (Sesty, 2007). Alkaloid mampu
merusak komponen penyusun peptidoglikan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan
degradasi 9 pertumbuhan membran sel bakteri sehingga menyebabkan kematian sel
(Robinson, 1991).

Daun Piper betle Linn juga mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri (fenol)
diketahui terdiri dari gugus hidroksil (-OH) dan karbonil. Minyak atsiri ini akan
berinteraksi dengan sel bakteri dengan cara adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen.
Pada kadar rendah, terbentuk kompleks protein fenol denga ikatan lemah dan segera
mengalami penguraian. Hal ini akan diikuti masuknya fenol ke dalam sel dan
menyebabkan denaturasi dan presipitasi protein. Pada kadar tinggi, fenol dapat
menyebabkan koagulasi protein sehingga sel membran mengalami lisis (Parwata, 2008).
Selain itu, daun sirih Piper betle Linndiketahui juga memiliki senyawa lain turunan fenol
yaitu kavikol. Kavikol memiliki sifat antiseptik lima kali lebih efektif dibandingkan fenol
biasa (Atni, 2010).
Molekul bioaktif pada tanaman sirih lain yang jugaberperan penting dalam efek
antibakterial adalah sterol. Molekul sterol mampu berinteraksi dengan dinding sel dan
membran sel bakteri yang menyebabkan perubahan struktur primer dinding sel. Hal ini
menyebabkan degradasi komponen bakteri. Sterol juga mempu merusak barier
permeabilitas pada struktur membran mikroba (Chakraborty, et al., 2011). Ekstrak Piper
betle Linn memiliki zona hambat yang cukup luas dengan konsentrasi hambat minimal
pada Staphylococcus aureus, 10 Streptococcus pyogenes, Candida albicans dan
Trichophyton mentagrophyte (Caburian & Osi, 2010). Ekstrak Piper betle Linn juga
bekerja efektif pada bakteri Streptococcus mutans dengan menghancurkan nukleoid dan
membran sel plasma sehingga sitoplasma tereksitasi, meskipun selnya masih utuh (Nalina
& Rahim, 2007).

II.3 DEFINISI SIMPLISIA

Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai obat, tetapi belum
mengalami pengolahan apapun atau telah diolah secara sederhana. Simplisia dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.Eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau
bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari
tanamannya.

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).

c. Simplisia Pelikan atau Mineral


Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia,
tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman
budidaya.Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di
hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain,
misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk
memproduksi simplisia.Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam
untuk tujuan produksi simplisia.Tanaman simplisia dapat di perkebunan yang
luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang
sari atau Tanaman Obat Keluarga.Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan
pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.

II.4 DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,


tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan
mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan
suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan
perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan
yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak


berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.


Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada
prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan
persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam
berat dan lain-lain.

II.5 TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain


tergantung pada :

a. Bagian tanaman yang digunakan.


b. Umur tanaman yang digunakan.
c. Waktu panen.
d. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman
tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara
maksimal didalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Penentuan bagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian.
Disamping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen
dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi
hari, dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif didalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung,
pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan pula
pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan
biji terlempar jauh, misal jarak.
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan
dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti
perubahantingkat kekeraan, missal labu merah. Perubahan warna, misalnya asam, kadar air
buah, misalnya belimbing wuluh, jeruk nipis. Perubahan bentuk buah, misalnya mentimun,
pare.
3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu
penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik.
Contoh tanaman yang diambil daun pucuk adalah kumis kucing.
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih
yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima
sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna.
Contoh panenan ini misal sembung.
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan,
sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang
musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis,pengambilan dilakukan pada saat umbi
mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian atas tanah berhenti, misalnya
bawang merah.
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim
kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang
dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan
alat atau menggunakan mesin. Dalam hal ini keterampilan pemetik diperlukan, agar
diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai.
Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak
senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.

A. SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing


lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat,
bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta
pengotor lainnya harus dibuang.Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah
yang tinggi.Oleh Karena itu, pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi
jumlah mikroba awal.

B. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat
pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air
sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air
yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian
sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.

Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia.
Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan
bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah
Pseudomonas, Proteus Micrococcus Bacillus, Streptococcus Enterobacter dan Escherishia.
Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat
pada permukaan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

C. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang, tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau dengan alat mesin perajang
khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi
komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu, bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.Pengeringan dilakukan dengan sinar
matahari selama 1 hari.

D. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,sehingga
dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan
reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa
dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik
lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah
sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.

Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak
itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses
sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia
tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi
enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70
% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi
enzimatik tidak berlangsung bila kadar air simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan


suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.
Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama
proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan.

Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian
luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh
irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu
keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada
difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan
menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau
kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak
melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau
mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C,
atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada
bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan
menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal
dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara
alamiah dan buatan.
1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan,
dapat dilakukan dua cara pengeringan :

1.1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan
rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang
banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang
dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka
di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat
memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau
mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food
Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada
permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan
keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan
untuk mengeringkan simplisia.
1.2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin
pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan
buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu,
kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau
lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak
pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan
murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang
lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2
sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering
dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh
simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia,
kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama dalam
penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin
masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

E. SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak
diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada sirnplisia kering.
Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya
pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia
bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus
dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

F. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam,
antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia
pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi, dan sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi
oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat,
berbutir-butir dan sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh
reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil
(kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam
wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau
mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber,
misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik
oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa
kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas
kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang.
Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai