Teori Dasar
Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila
hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang
nyata berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai
efektrolit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit
pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi , maka badan
berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4
kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi (Katzung,dkk,2002).
Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi
juga hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh
ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel pankreas. Insulin
umumnya diisolasi dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat
menggantikan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh strain
khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik. mengandung gen untuk insulin
manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin manusia, yang dibedakan
hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping
yang paling umum dan serius dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya
berupa lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes militus ialah suatu keadaan yang
timbul karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul
karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya
diganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Siswandono, 1995).
Kombinasi ini memiliki efek samping yang lebih sedikit, apabila dibandingkan
dengan efek samping apabila menggunakan monoterapi (metformin atau
glibenklamid saja). Metformin dapat menekan potensi glibenklamid dalam
menaikkan berat badan pada pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga cocok untuk
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kelebihan berat badan (80% dari
semua pasien diabetes melitus tipe 2 adalah terlalu gemuk dengan kadar gula
tinggi sampai 17-22 mmol/l) (Yosef, 2007).
Biasanya, penderita diabetes diberi dosis tunggal salah satu preparat insulin
bermasa kerja lama setiap hari, ia meningkatkan seluruh metabolisme
karbohidratnya sepanjang hari, kemudian insulin regular (suatu preparat bermasa
kerja singkat yang berlangsung hanya beberapa jam) tambahan diberikan pada
setiap saat kadar glukosa darah cenderung meningkat terlalu tinggi, seperti waktu
makan. Jadi, setiap penderita diberi pengobatan rutin secara individual (Guyton,
A. C., 1990).
4. Pra diabetes
Pra diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara
kadar normal dan diabetes, lebih tinggi daripada normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk dikategorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pra- diabetes di
perkirakan cukup banyak, kodisi pra- diabetes merupakan factor resiko untuk
diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik,
kondisi pra- diabetes dapat meningkat menjadi diabetes pada tipe 2 dalam kurun
waktu 5- 10 tahun. Namun pengaturan diet an olahraga yang baik dapat mencegah
atau menunda timbulnya diabetes. Ada 2 tipe mencegah atau menunda timbulnya
diabetes, yaitu;
a) Impaired fasting glucose, yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa
seseorang sekitar 100- 125 mg/dL (kadar normal <100 mg/dL)
b) Impaired glucose tolerance (IGT)yaitu keadaan dimana kadar glukosa
darah seseorang pada ujitoleransi glukosa nberada di atas normal tetapi
tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi
diabetes. (Nurachman, 2003)
3.4 Mekanisme Terjadinya Diabetes
Bentuk gangguan diabetic yang paling berat yaitu diabetikum, terdapat gangguan
proses biokimia glukosa dara dalam tubuh, yaitu terjadinya ketoasidosis akibat
embentukan benda keton dalam jumlah besar. Eliminasi glukosa dalam urin
menyebabkan dieresis osmotiik dengan kehilangan air, dengan demikian cerna
diabetic bergantung pada asidosis. (Campbell, 2004)
3.5 Gejala Diabetes
2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala yang
disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
Banyak minum
Banyak kencing
Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)
Mudah lelah
Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan
diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik, gejala
dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama
penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).
Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti yang
disebut dibawah ini :
Kesemutan
Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarumRasa tebal pada kulit
telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur
Kram
Capai, pegal-pegal
Mudah mengantuk
Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
Gigi mudah goyah dan mudah lepas
Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5
kg. (Tjokroprawiro, 1998).
Penolakan insulin adalah kondisi pada jumlah normal insulin yang tidak
mencukupi untuk menanggapi respon insulin normal dari lemak, otot dan sel hati.
Penolakan insulin pada sel lemak merupakan akibat dari hidrolisis. Penolakan
insulin pada otot mengurangi pengambilan glukosa, dan penolakan insulin pada
hati mengurangi stok glukosa, dengan akibat pada penyediaan glukosa darah.
Penolakan insulin dapat disebabkan oleh sindrom metabolisme dan diabetes
melitus tipe 2 (Lopulalan, 2008).
Glukagon merupakan hasil dari sel alfa, yang berperan untuk
meningkatkan derajad glukosa darah ketika kadar glukosa darah turun di bawah
normal. Target dari glukagon adalah hati. Glukagon mempercepat perubahan
glikogen menjadi glukosa (glikogenesis), mendorong pembentukan glukosa dari
asam laktat dan asam amino tertentu (glukoneogenesis) dan mempertinggi
penglepasan glukosa dalam darah. Sebagai hasilnya derajad glukosa darah naik
(Soewolo, 2005).
Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis dalam
mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Hal ini merupakan suatu fungsi
bioenergetik dan homeostasis yang sangat penting, karena glukosa merupakan
bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon
untuk sintesis senyawa organik lainnya. Keseimbangan metabolisme bergantung
pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan titik
pasang, yaitu sekitar 90 mg/ 100 mL pada manusia. Ketika glukosa darah
melebihi kadar tersebut, insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi
glukosa. Ketika glukosa turun dibawah titik pasang, glukagon meningkatkan
konsentrasi glukosa. Melalui umpan balik negatif, konsentrasi glukosa darah
menentukan jumlah relatif insulin dan glukagon (Campbell, 2004).
Pengaturan kadar glukosa darah erat kaitannya dengan hati yang berfungsi
sebagi suatu sistem penyangga glukosa darah yang sangat penting. Pada saat
glukosa darah meningkat melebihi batas normal, glukosa disimpan di dalam hati
dengan bentuk glikogen, jika konsentrasi glukosa darah menurun, maka hati
melepaskan glukosa kembali ke darah maka konsentrasi darah pada nilai normal
(Rujianto, 1997).
Adam, J.M.F. 2000. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin
Dunia Kedokteran No. 127.
Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes melitus.
Pharos Bulletin No.1.
Jones, D.B. and Gill, G.V. 1998. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : An Overview . In
J. Pickup and G. Williams (Eds): Textbook of Diabetes. Vol.1. second Edition.
Blackwell Science. United Kingdom.
Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lopulalan, Christine Rosalina. 2008. Sekitar Tentang Diabetes Melitus. Media Artikel.
Jakarta
Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada pengendalian
glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et al. Jilid ke-3. Edisi ke-
4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Sukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit PT. ISFI Penerbitan.
Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.