Anda di halaman 1dari 17

III.

Teori Dasar

3.1 Pengertian Diabetes


Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan
sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas
sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas
maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro,
1998).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan


hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin
yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut
maupun relatif (Herman, 1993; Adam, 2000; Sukandar, 2008).

Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme


karbohidrat. Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar
glukosa dalam plasma darah (Herman, 1993; Adam, 2000).

Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai


dengan meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari
rendahnya sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes
mellitus bukan merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan
atau gangguan metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia,
poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan
kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan
sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia
kronik menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
metabolisme sel, jaringan dan organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah
macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan
diabetes jantung (Reinauer et al, 2002).

Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila
hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang
nyata berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai
efektrolit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit
pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi , maka badan
berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4
kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi (Katzung,dkk,2002).

Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini


terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B
terdapat 2 jembatan disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19.
Selain iu masih terdapat jembatan disulfide antara asam amino ke-6 dan ke-11
pada rantai AKarena insulin babi lebih mirip insulin insani maka dengan bahan
insulin babi mudah dibuat insulin insani semisintetik. Disamping itu juga dapat
disintesis insulin manusia dengan teknik rekombinan
DNA (Ganiswarna,dkk,1995).

Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi
juga hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh
ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel pankreas. Insulin
umumnya diisolasi dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat
menggantikan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh strain
khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik. mengandung gen untuk insulin
manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin manusia, yang dibedakan
hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping
yang paling umum dan serius dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya
berupa lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes militus ialah suatu keadaan yang
timbul karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul
karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya
diganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Siswandono, 1995).

3.2 Pengujian Antidiabetes Terhadap Hewan Percobaan


Percobaan mengenai diabetes mellitus dengan menggunakan hewan
percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia.
Penelitian menggunakan hewan percobaan yang dibuat secara patologis
menderita diabetes mellitus, telah banyak penemuan mengenai bermacam-
macam diagnosa, terapi maupun obat-obat yang digunakan dalam penanganan
penyakit diabetes mellitus. Meskipun demikian, kondisi patologis hewan
percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara
real pada manusia. Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain :

 Perbedaan kondisi fisiologi.


 Perbedaan patologis dari beberapa model diabetes mellitus.
 Ragamnya penyakit diabetes mellitus.
 Adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut.

Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan


diabetes mellitus dibedakan menjadi dua yaitu : (1) terinduksi (induced), misalnya
melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan
(spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD
(non-obese diabetic).
Prinsip metode toleransi glukosa, mencit atau tikus yang telah dipuasakan 18-
20 jam sebelumnya, diberikan larutan glukosa per oral setangah jam sesudah
pemberian sediaan obat yang diuji. Pada awal percobaan sebelum pemberian obat,
dilakukan pengambilan cuplikan darah dari ekor mencit sebagai kadar glukosa
darah awal yang diukur menggunakan alat glukotest atau CCA (clinical chemistry
analyser) untuk tikus. Pengambilan cuplikan darah vena diulangi setelah
perlakuan pada waktu-waktu tertentu. (Petunjuk praktikum farmakologi,2014)

Kerja samping terpenting adalah hipoglikemia, yang khusus dapat muncul


setelah pemberian sulfonilureum yang bekerja kuat sehingga dapat terjadi
interaksi obat melalui pendesakan sulfonilureum dari pengikatan protein plasma
maupun kompetisi untuk mekanisme sekresi tubulus (Schunak. W., 1990).

Antidiabetika oral kombinasi Metformin dan Glibenklamid, Kombinasi ini


sangat cocok digunakan untuk penderita diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang
hiperglikemianya tidak bisa dikontrol dengan single terapi (metformin atau
glibenklamid saja), diet, dan olahraga. Di samping itu, kombinasi ini saling
memperkuat kerja masing-masing obat, sehingga regulasi gula darah dapat
terkontrol dengan lebih baik (Yosef, 2007).

Kombinasi ini memiliki efek samping yang lebih sedikit, apabila dibandingkan
dengan efek samping apabila menggunakan monoterapi (metformin atau
glibenklamid saja). Metformin dapat menekan potensi glibenklamid dalam
menaikkan berat badan pada pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga cocok untuk
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kelebihan berat badan (80% dari
semua pasien diabetes melitus tipe 2 adalah terlalu gemuk dengan kadar gula
tinggi sampai 17-22 mmol/l) (Yosef, 2007).

DM dapat dicegah dengan menerapkan hidup sehat sedini mungkin yaitu


dengan mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan
meningkatkan konsumsi sayuran, buah dan serat, membatasi makanan yang tinggi
karbohidrat, protein dan lemak, mempertahankan BB yang normal sesuai dengan
umur dan tinggi badan (TB) serta olah raga (OR) teratur sesuai umur &
kemampuan (Anonim, 2008).

Biasanya, penderita diabetes diberi dosis tunggal salah satu preparat insulin
bermasa kerja lama setiap hari, ia meningkatkan seluruh metabolisme
karbohidratnya sepanjang hari, kemudian insulin regular (suatu preparat bermasa
kerja singkat yang berlangsung hanya beberapa jam) tambahan diberikan pada
setiap saat kadar glukosa darah cenderung meningkat terlalu tinggi, seperti waktu
makan. Jadi, setiap penderita diberi pengobatan rutin secara individual (Guyton,
A. C., 1990).

3.3 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

1. Diabetes Mellitus Tipe I


Diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI atau IDDM) merupakan
istilah yang digunakan untuk kelompok pasien diabetes mellitus yang tidak dapat
bertahan hidup tanpa pengobatan insulin. Penyebab yang paling umum dari
IDDM ini adalah terjadinya kerusakan otoimun sel-sel beta (β) dari pulau-pulau
Langerhans (Katzung, 2002).

Kebanyakan penderita IDDM berusia masih muda, dan usia puncak


terjadinya serangan adalah 12 tahun. Namun demikian, 10% pasien diabetes diatas
65 tahun merupakan pengidap IDDM (Katzung, 2002).

IDDM dapat juga disebabkan adanya interaksi antara faktor-faktor


lingkungan dengan kecenderungan sebagai pewaris penyakit diabetes mellitus.
Hal ini menunjukkan bahwa IDDM dapat timbul karena adanya hubungan dengan
gen-gen pasien dan dapat pula dipicu oleh faktor lingkungan yang ada, termasuk
bermacam-macam virus (Jones and Gill, 1998; Tunbridge and Home, 1991).
Secara normal hiperglikemisa akan menurunkan sekresi glukogen, tetapi
pada penderita DM tipe 1 ini tidak terjadi, sekresi glukogen tetap tinggi walaupun
dalam keadaan hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah
cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami keterdosis diabetic apabila tidak
mendapatkan terapi insulin. Apabila diberikan tetapi somastotin untuk menekan
sekresi glukogen, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan gula dan berat
badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada tubuh untuk mensekresi
glukogen sebaai respon terhadap glikemis (Lopulalan, 2008)

2. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI atau NIDDM)


merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok diabetes mellitus yang tidak
memerlukan pengobatan dengan insulin supaya dapat bertahan hidup, meskipun
hampir 20% pasien menerima insulin dengan tujuan untuk membantu mengontrol
kadar glukosa darah. NIDDM biasanya ditunjukkan oleh adanya kombinasi yang
beragam dari tahanan insulin dan kekurangan insulin (Tunbridge and Home,
1991).

Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2 terutama yang


berada pada tahap awal umumnya dpat didetekski jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, di sampiing kadar guula yang juga tinggi. Jadi, awal
potofuidologisnya bahkan bukan disebakan oleh kuangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel- sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin pada
penderita DM tipe 2 hsnys bersifat relative, tidak dabsolut. Oleh sebab itu, dalam
penanganannya tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Sel- sel beta kalenjar
pancreas non sekresi insulin alam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi
segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi dua fase terjadi di sekitar
20 menit sesudahnya. (Ganiswara, 1995).
3. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah kadaan diabetes dan interaksi glukosa


yang terlibat timbul selama masa khamilan,dan biasanya berlangsung hanya
sementara. Sekitar 4- 5 % wanita hamil diketahi menderita GOM dan umunya
terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan,
walaupn umumnya kelak dapat pulih kembali sendiri bebrapa saat setelah
melahirkan, namun dapat berakibat buruk pada bayi yang dikandung. Akibat
buruk yang dapat terjadi antara lain nolfarmasi konguinental, peningkatan berat
badan bayi ketika lahir dan meningkatnya resiko mortalitas prenatal. (Ganiswaera,
1995)

4. Pra diabetes

Pra diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara
kadar normal dan diabetes, lebih tinggi daripada normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk dikategorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pra- diabetes di
perkirakan cukup banyak, kodisi pra- diabetes merupakan factor resiko untuk
diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik,
kondisi pra- diabetes dapat meningkat menjadi diabetes pada tipe 2 dalam kurun
waktu 5- 10 tahun. Namun pengaturan diet an olahraga yang baik dapat mencegah
atau menunda timbulnya diabetes. Ada 2 tipe mencegah atau menunda timbulnya
diabetes, yaitu;
a) Impaired fasting glucose, yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa
seseorang sekitar 100- 125 mg/dL (kadar normal <100 mg/dL)
b) Impaired glucose tolerance (IGT)yaitu keadaan dimana kadar glukosa
darah seseorang pada ujitoleransi glukosa nberada di atas normal tetapi
tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi
diabetes. (Nurachman, 2003)
3.4 Mekanisme Terjadinya Diabetes

Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam


darha atau hiperglikemia. Gejala awal penyakit dibetes mellitus biasanya kan
terjadi poliurea sebagai akibat meningkatnya dieresis yang ditentukan oleh
osmosis, gejala selanjutnya yang timbul adalah glikosuria bila kondisi
hiperglikemia melebihi 180 mg/dL (kadar gula darah normal 80- 100 mg/dL.
Hiperglipidemia terjadi kemudian yang disebabkan oleh mobilisasi cadangan
lemak, khususnya karena konsentrasi asam emak bebas yang meningkat akan
menyebabkan letouriadan asidosis yang parah dan menimbulkan komadiabetik.
Hiperglipidemia timbuk karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta
metabolism terganggu. Pada keadaan normal, kira- kira 50% glukosa yang masuk
ke dalam tubuh mengalamu metabolism sempurna menjadi CO2 dan H2O pada
jaringan adipose melalui proses glikolisis, 15% menjadi glukogen pada jaringan
hepar melaluii proses glikogenesis dan kira- kir 30- 40% diubah menjadi lemak
pada jaringan adipose.

Karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah


meningkat. Insulin beperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap normal
dengan cara mentransfer glukosa darah ke dalam sel- sel yang membentuk
membutuhkan glukosa darah tidak dapat digunakan secara langsung menjadi
energy melaluipross oksidasi(respirasi)

C6H12O6 + 6CO2 --à 6CO2 + 6H2O + energy

Bentuk gangguan diabetic yang paling berat yaitu diabetikum, terdapat gangguan
proses biokimia glukosa dara dalam tubuh, yaitu terjadinya ketoasidosis akibat
embentukan benda keton dalam jumlah besar. Eliminasi glukosa dalam urin
menyebabkan dieresis osmotiik dengan kehilangan air, dengan demikian cerna
diabetic bergantung pada asidosis. (Campbell, 2004)
3.5 Gejala Diabetes

Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya


tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang
umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala
lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai pada saat tertentu (Tjoktoprawiro, 1998).

1. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi “tiga P” yaitu:


 Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
 Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum)
 Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan
ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa dalam darah (Kee dan
Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala yang
disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
 Banyak minum
 Banyak kencing
 Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)
 Mudah lelah
 Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan
diri) dan disebut koma diabetik.

Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik, gejala
dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama
penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).

Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut


(mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal
dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2002).

Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti yang
disebut dibawah ini :
 Kesemutan
 Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarumRasa tebal pada kulit
telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur
 Kram
 Capai, pegal-pegal
 Mudah mengantuk
 Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
 Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
 Gigi mudah goyah dan mudah lepas
 Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
 Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5
kg. (Tjokroprawiro, 1998).

3.6 Hormon Insulin dan Glukagon

Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan


glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila
laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi
daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh
insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa
berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih
tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6
fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas
membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya
glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa
melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk
menjaganya tanpa control (Soewolo, 2000).

Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap


mayoritas karohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula
darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa
gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan
sebagai lemak apabila kelebihan. Orang-orang yang punya kelebihan berat badan
atau mereka yang tidak berolahraga seringkali menderita resistensi insulin.
Konsekuensinya, tingkat gula darah meningkat di atas normal (Anonimous, 2011).

Dalam otot rangka insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam


sel otot yang juga menstimulasi sintesis glikogen. Dengan demikian simpanan
glikogen dalam sel otot meningkat. Penyerapan asam amino ke dalam hati, otot
dan jaringan adipose juga meningkat setelah makan sebagai respon adanya insulin
(Soewolo, 2000).

Penolakan insulin adalah kondisi pada jumlah normal insulin yang tidak
mencukupi untuk menanggapi respon insulin normal dari lemak, otot dan sel hati.
Penolakan insulin pada sel lemak merupakan akibat dari hidrolisis. Penolakan
insulin pada otot mengurangi pengambilan glukosa, dan penolakan insulin pada
hati mengurangi stok glukosa, dengan akibat pada penyediaan glukosa darah.
Penolakan insulin dapat disebabkan oleh sindrom metabolisme dan diabetes
melitus tipe 2 (Lopulalan, 2008).
Glukagon merupakan hasil dari sel alfa, yang berperan untuk
meningkatkan derajad glukosa darah ketika kadar glukosa darah turun di bawah
normal. Target dari glukagon adalah hati. Glukagon mempercepat perubahan
glikogen menjadi glukosa (glikogenesis), mendorong pembentukan glukosa dari
asam laktat dan asam amino tertentu (glukoneogenesis) dan mempertinggi
penglepasan glukosa dalam darah. Sebagai hasilnya derajad glukosa darah naik
(Soewolo, 2005).

Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis dalam
mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Hal ini merupakan suatu fungsi
bioenergetik dan homeostasis yang sangat penting, karena glukosa merupakan
bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon
untuk sintesis senyawa organik lainnya. Keseimbangan metabolisme bergantung
pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan titik
pasang, yaitu sekitar 90 mg/ 100 mL pada manusia. Ketika glukosa darah
melebihi kadar tersebut, insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi
glukosa. Ketika glukosa turun dibawah titik pasang, glukagon meningkatkan
konsentrasi glukosa. Melalui umpan balik negatif, konsentrasi glukosa darah
menentukan jumlah relatif insulin dan glukagon (Campbell, 2004).

3.7 Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Respon sekresi insulin terhadap peningkatan konsentrasi glukosa darah


memberikan mekanisme umpan balik yang sangat penting untuk pengaturan
konsentrasi glukosa darah, yaitu kenaikan glukosa darah, meningkatkan sekresi
insulin dan insulin selanjutnya sebagai transport glukosa kedalam sel (Guyton,
1997).

Kerja insulin di dalam sel menyebabkan berbagai macam respon biologis,


jaringan target untuk pengaturan homeostasis glukosa oleh insulin adalah hati,
otot, dan lemak. Insulin merupakan hormon utama yang bertanggung jawab untuk
pengontrolan, penggunaan, dan penyimpanan nutrisi sel, kerja anabolik insulin
meliputi stimulasi penyimpanan dan pengguanan glukosa, asam amino, dan asam
lemak di intraseluler (Gilman, 2007).

Pengaturan kadar glukosa darah erat kaitannya dengan hati yang berfungsi
sebagi suatu sistem penyangga glukosa darah yang sangat penting. Pada saat
glukosa darah meningkat melebihi batas normal, glukosa disimpan di dalam hati
dengan bentuk glikogen, jika konsentrasi glukosa darah menurun, maka hati
melepaskan glukosa kembali ke darah maka konsentrasi darah pada nilai normal
(Rujianto, 1997).

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa


didalam hati melalui beberapa tahap:

1. Insulin menghambat fosoforilasi enzim yang menyebabkan glikogen hati


menjadi glukosa.
2. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati yang
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang
menyebabkan fosforilase awal glukosa setelah berdifusi ke dalam sel-sel
hati.
3. Insulin meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis
glikogen, termasuk enzim glikogen sintetase yang bertanggung jawab
untuk polymerase dari unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul-
molekul glikogen. Jadi efek akhir dari insulin ini meningkatkan jumlah
glikogen dalam hati (Guyton. 1997).

Insulin memicu pengubahan semua kelebihan glukosa menjadi asam


lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis dengan menurunkan jumlah
dan aktifitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis. Insulin
meningkatkan pemakaian glukosa ke dalam sebagian besar sel tubuh (Guyton,
1997). Baik insulin maupun glukagon mempengaruhi konsentrasi glukosa darah
melalui berbagai mekanisme, insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan
cara merangsang hampir semua sel tubuh kecuali sel-sel otak untuk mengambil
glukosa darah, peningkatan glukosa darah di atas batas normal (sekitar 90/100 mL
pada manusia) merangsang pankreas untuk mensekresi insulin yang memicu sel
sel targetnya untuk mengambil kelebihan glukosa. Dari darah. Ketika konsentrasi
glukosa darah turun di bawah titik batas, maka pankreas akan merespon dengan
cara mensekresikan glukagon yang mempengaruhi hati untuk menaikan kadar
glukosa darah (Campbell, 2004).

3.8 Glukosa Darah Setelah Makan

Peningkatan glukosa darah segera setelah makan menstimulasi sekresi


insulin dan supresi glukagon. Hal itu bersamaan pula dengan pemasukan glukosa
ke dalam hati, stimulasi sintesis glikogen, dan penghambatan degradasi glikogen.
Perubahan ini juga memicu produksi glukokinase (enzim pertama untuk
membakar glukosa menjadi energi melalui proses glikolisis), penyediaan substrat-
substrat untuk sintesis glikogen, dan pengaktifan asetil- CoA karboksilase (enzim
untuk sintesis asam lemak di hati, kemudian asam lemak ditranspor ke jaringan
adiposa dalam bentuk lemak). Sintesis glikogen serupa, juga terjadi di otot
(Nurachman, 2003).

Beberapa jam kemudian, bila kadar glukosa turun, kejadian sebaliknya


berlangsung. Sekresi insulin ditekan dan sekresi glukagon ditingkatkan.
Penurunan insulin mengurangi penggunaan gula oleh otot, hati, dan jaringan
adiposa. Kejadian ini mempromosikan mobilisasi glikogen dalam hati melalui
mekanisme kaskade yang mengaktifkan glikogen fosforilase (enzim pertama
dalam tahapan degradasi glikogen) dan menonaktifkan glikogen sintase (enzim
untuk sintesis glikogen). Degradasi lemak di adiposa juga teraktifkan. Mekanisme
pengaturan kadar gula di atas terjadi secara otomatis sehingga kadar gula darah
konstan dan selalu tersedia untuk menjalankan fungsi otak. Semua ini dapat
berlangsung atas kerja prima pankreas yang memproduksi enzim-enzim
pencernaan dan hormon- hormon pengatur kadar gula darah (Nurachman, 2003)
3.9 Kadar Gula Darah Orang Puasa

Mekanisme kadar gula orang puasa adalah pengurangan konsumsi kalori


secara fisiologis akan mengurangi sirkulasi hormon insulin dan kadar gula darah.
Ini akan meningkatkan sensitivitas hormon insulin dalam menormalkan kadar
gula darah dan menurunkan suhu tubuh. Pengontrolan gula darah yang baik akan
mencegah penyakit diabetes tipe 2, yang disebabkan hormon insulin tidak sensitif
lagi mengontrol gula darah.Puasa sangat bagus dalam menurunkan kadar gula
dalam darah hingga mencapai kadar seimbang. Berdasarkan ini, puasa
sesungguhnya memberikan kesempatan kepada kelenjar pankreas untuk
beristirahat. Maka, pankreas pun mengeluarkan insulin yang menetralkan gula
menjadi zat tepung dan lemak. Sudah banyak dilakukan usaha pengobatan
terhadap diabetes dengan mengikuti "sistem puasa" selama lebih dari 10 jam dan
kurang dari 20 jam. Setiap kelompok mendapatkan pengaruh sesuai keadaan.
Kemudian, para penderita mengonsumsi makanan ringan secara berurutan yang
kurang dari 3 minggu. Metode ini telah mencapai hasil menakjubkan dalam
pengobatan diabetes dan tanpa menggunakan satu pun obat kimiawi (Romdoni,
2007).
Daftar Pustaka

Adam, J.M.F. 2000. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin
Dunia Kedokteran No. 127.

Campbell, Neil A.dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.Jakarta:Erlangga.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit


Diabetes Mellitus. Jakarta: Dirktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

Galacia, E. H.,dkk. 2002. Studies on hypoglycemic activity of mexican medicinal


plants.Proc. West. Pharmacol. Soc. 45: 118-124

Ganiswara,dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: Departemen


Farmakologi dan Teraupetik FK UI.

Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes melitus.
Pharos Bulletin No.1.

Jones, D.B. and Gill, G.V. 1998. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : An Overview . In
J. Pickup and G. Williams (Eds): Textbook of Diabetes. Vol.1. second Edition.
Blackwell Science. United Kingdom.

Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lopulalan, Christine Rosalina. 2008. Sekitar Tentang Diabetes Melitus. Media Artikel.
Jakarta

Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.


Jakarta.

Nurochman, Zeily. 2003. Diabetes. Jakarta: ITB

Reinauer, H., P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck. 2002. Laboratory


Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health Organization.
Geneva.

Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada pengendalian
glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et al. Jilid ke-3. Edisi ke-
4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Sukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit PT. ISFI Penerbitan.

Soewolo,dkk. 2000. Fisiologi Hewan. Pengembangan guru sekolah menengah. Jakarta

Soewolo,dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: UM.

Sukarida,dkk. 2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbit.

Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai