atau lebih formulasi yang mengandung bahan aktif yang sama. Obat-obat tersebut
bioekivalen jika laju dan tingkat penyerapannya sama. Ketika formulasi baru obat yang
standar pencetusnya. Untuk obat generik yang dianggap bioekivalen dengan obat
pembanding, area di bawah kurva waktu terhadap konsentrasi plasma (AUC) dari obat
Amiodaron adalah obat aritmia yang saat ini banyak digunakan pada keadaan
aritmia mulai dari atrial fibrilasi paroksismal sampai takiaritmia ventrikuler yang
mengancam hidup. Potensi dan kegunaan amiodaron sudah diteliti dalam beberapa uji
klinis besar. Hasil studi European Myocardial Infarction Amiodarone Trial (EMIAT)
dan ventrikular fibrilasi (VF) yang diresusitasi setelah kejadian infark jantung.
GESICA dan CHF-STAT, uji klinis yang meneliti pemberian amiodaron pada pasien
gagal jantung menunjukkan bahwa obat ini aman diberikan pada pasien gagal jantung.
Dengan berbagai bukti dari uji klinis ini, penggunaan amiodaron makin meningkat
dalam mengatasi aritmia. Penggunaan amiodaron ternyata juga dikaitkan dengan efek
samping yang bisa berakibat fatal. Amiodaron dan metabolitnya yang bersifat lipofilik
1
didistribusikan ke berbagai jaringan. Karena ini, efek samping amiodaron dapat
melibatkan berbagai organ seperti kulit, mata, hati, paru, saraf dan tiroid (DiMarco et.
al, 2005).
Amiodaron bersifat larut dalam lemak, memiliki afinitas yang tinggi terhadap
protein, dan didistribusikan pada berbagai organ, termasuk kelenjar tiroid, jaringan
lemak, saluran pencernaan, saluran genitourinaria, hati, paru, otot sistem saraf, dan
kulit. Waktu eliminasi yang lambat menyebabkan konsentrasi kadar amiodaron yang
tinggi dan lama pada berbagai organ, meskipun terapi sudah dihentikan. Berbagai efek
samping yang mungkin terjadi adalah gangguan fungsi tiroid (hipotiroid dan
sama telah menjadi penting selama beberapa tahun terakhir karena meningkatnya
substitusi generik (Hasan, 2007). Telah disarankan bahwa ketika setara generik yang
manfaat ekonomi (Van Wijk, 2006). Namun, kita harus mengharapkan kualitas yang
sama dan hampir identik dengan merek asli, karena pengembangan obat generik
Amiodarone uji dengan Amiodarone yang diproduksi oleh market leader di Indonesia
yaitu Lamda yang diproduksi oleh PHAROS Indonesia dengan nomor registrasi BPOM
DKL1021639143A1.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bioavailabilitas
Bioavailabilitas merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu dari ekskresinya dalam urin (BPOM, 2004). Sirkulasi sistemik disini mencakup
vena (kecuali vena porta) dan arteri selama fase absorpsi setelah rute per oral. Banyak
proses dilalui oleh obat sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik seperti disolusi,
difusi, proses pengosongan pada lambung, waktu transit di usus dan absorpsi intrinsik
obat di tempatnya yang berbeda setelah obat melarut (Shargel et.al, 2012).
2.2. Bioekivalen
Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi
biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan
obat mengandung jumlah bahan obat aktif yang sama, maka dokter, farmasis dan orang
lain yang menulis resep, menyalurkan atau membeli obat harus memilih produk yang
tersebut, suatu pedoman telah dikembangkan oleh US Food and Drug Administration
3
(FDA), dimana setiap produk harus memenuhi uji secara iv vivo dan in vitro untuk
produk produk tertentu untuk memastikan produk tersebut bioekivalen dan siap
atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang
sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama,
dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria
bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen. Istilah-istilah lain
jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk
sedian yang sama. Sedangkan dua produk obat merupakan alternatif farmasetik jika
keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam,
ester) atau bentuk sediaan atau kekuatan. Dua produk obat mempunyai ekivalensi
farmasetik dan pada pemberian dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi
4
2.3. Amiodarone HCl
Amiodaron merupakan obat anti aritmia kelas III, yang merupakan derivat dari
bekerja dengan memperpanjang waktu potensial aksi sel myocardium dengan cara
menghambat aktivitas kanal Na+ K+ -ATPase, sehingga periode refrakter dari ventrikel
memanjang. Obat ini juga bekerja dengan cara menghambat reseptor adrenergik,
sehingga menurunkan kecepatan dari nodus sinaoatrial (SA) dan atrioventrikular (AV)
2.3.1. Monografi
diiodophenoxy}ethyl)diethylamine hydrochloride.
5
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam metilen
pH : 3,2 - 3,8
kardiak dan non kardiak. Amiodaron dapat menyebabkan blok pada nodus SA atau AV
sehingga dapat menyebabkan bradikardia berat dan membutuhkan alat pacu jantung
permanen. Bradikardia ini jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien dengan
disfungsi nodus SA atau blok AV. Dari satu meta-analisa, amiodaron hanya dihentikan
pada 1,6% pasien karena bradikardia. Pemberian amiodaron juga dapat menyebabkan
Torsade de Pointes, namun dari beberapa studi amiodaron insidens komplikasi ini
cukup rendah (< 0,5%). Insidens komplikasi ini dihubungkan dengan keadaan
pemanjangan interval QT, hipokalemia atau toksisitas digitalis. Pada organ non
hipotiroidisme. Pada dosis yang besar (> 400mg/hari), pneumonitis dan fibrosis paru
dapat terjadi pada 10-17% pasien. Efek pada paru ini mungkin tergantung dosis dan
jarang sekali terjadi pada dosis < 200 mg/hari. Uji klinis Amiodarone Trials Meta-
dengan penggunaan amiodaron selama satu tahun. Studi ini juga melaporkan
6
persentase efek samping lain yaitu 0,6% untuk toksisitas hati, 0,3% untuk neuropati
perifer, dan 0,9% untuk tirotoksikosis. Hipotiroidisme ternyata lebih sering terjadi,
2.3.3. Interaksi
anestesi.
- Syok kardiogenik
2.3.5. Farmakokinetika
Ketersediaan hayati sistemik sangat bervariasi dan berkisar antara 20 hingga 89%
7
(Shukla, 1994; Rotmensch & Belhassen, 1988; Holt, 1983) terutama karena
penyerapan yang buruk dan kemungkinan metabolisme lulus pertama yang tinggi.
Waktu paruh plasma amiodaron setelah pemberian dosis tunggal dilaporkan berada
dalam kisaran 3,2 hingga 79,7 jam. Namun, dengan penggunaan jangka panjang, waktu
paruh amiodaron berkisar antara 50 hingga 100 hari (Zhang, 1996; Latini, 1984).
otot dan lemak, melintasi plasenta dan memasuki ASI, pengikatan protein 96%.
melalui urin (sejumlah kecil amiodarone dan metabolitnya). Waktu paruh eliminasi
terminal: Sekitar 50 hari; dapat berkisar dari 20-100 hari karena distribusi jaringan yang
luas.
2.3.6. Indikasi
berdasarkan mekanisme ionik dan reseptor obat pada proses potensial aksi di sistem
konduksi jantung. Amiodaron termasuk golongan III, yaitu obat aritimia yang terutama
bekerja di saluran K+ sehingga memperpanjang durasi potensial aksi dan interval QT.
Mekanisme kerja amiodaron juga meliputi aktivitas obat aritmia kelas I, II, dan IV
sehingga disebut sebagai obat aritmia dengan spektrum luas dan cukup efektif
8
supraventrikuler aritmia sebagai agen pilihan kedua setelah adenosin dan calcium
channel blocker nondihidropiridin, sebagai obat kardioversi untuk fibrilasi atrium, dan
sebagai pilihan utama untuk takiaritmia ventrikuler. (DiMarco et. Al, 2005).
tanpa nadi atau VF yang refrakter terhadap defibrilasi; terapi VT polimorfik atau
takikardia dengan QRS kompleks yang lebar yang tidak diketahui sebabnya; kontrol
terutama bila fungsi ventrikel kiri menurun; sebagai obat tambahan pada kardioversi
digunakan untuk terminasi takikardia atrial multifokal atau ektopik dengan fungsi
ventrikel kiri yang masih baik; dapat digunakan untuk kontrol denyut jantung pada
atrial fibrilasi atau atrial flutter bila terapi lain tidak efektif (Hazinski, 2000).
2.3.7. Dosis
Pada keadaan di mana efek antiaritmia amiodaron dibutuhkan cepat, dosis awal
oral (loading dose) dapat sebesar 800-1600 mg/hari dalam 3-4 dosis sedangkan secara
intravena dalam satu hari dapat diberikan sampai 1000 mg. Pada keadaan yang lebih
ringan amiodaron oral diberikan dengan dosis awal 600 mg per hari. Loading dose ini
dapat diberikan selama 7-14 hari sampai aritmia dapat dikontrol lalu diturunkan lagi
menjadi 400-800 mg/hari untuk satu sampai tiga minggu berikutnya. Besar dosis
pemeliharaan yang diberikan untuk jangka panjang tergantung dari aritmianya; pada
atrial flutter atau fibrilasi atrial dosisnya dapat lebih kecil yaitu 100 mg/hari
9
dibandingkan dengan 200-400 mg/hari untuk kontrol aritmia ventrikuler (DiMarco et.
Al, 2005).
10
BAB III
DESAIN PERCOBAAN
Penelitian ini didesain dengan Label terbuka, Acak, Dua periode, Dua
Perlakuan, Design parallel yang dilakukan pada 24 sukarelawan dewasa yang sakit.
Diujikan pada subyek sakit karena amiodarone merupakan obat aritmia yang berefek
diberikan pada subyek yang sehat. Subyek dipuasakan sebelum dilakukan pengujian.
Pemberian dosis dilakukan secara acak. Subjek menerima dosis oral tunggal dari
oleh market leader di Indonesia yaitu Lamda yang diproduksi oleh PHAROS Indonesia
11
BAB IV
SUBJEK UJI
Subjek uji dalam pengujian ini sebanyak 36 subjek yang sehat dan memenuhi
kriteria inklusi dan eklusi. Dan subjek menandatangani informed consent dilibatkan
dalam penelitian tersebut. Studi akan dilakukan sesuai good clinical practice (GLP) dan
A. Kriteria Inklusi
1. Pria berumur 18-45 tahun sesuai dengan indikasi penyakit yaitu aritmia.
2. Berat badan normal (47 – 75 kg) sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (Body
Mass Index).
5. Subjek telah melewati pemeriksaan fisik, ECG, dan tes laboratorium klinik
yang meliputi: Tes biokimia, serology, pemeriksaan urin secara rutin, dan
B. Kriteria Eklusi
1. Berpartisipasi dalam uji obat ataupun donor darah tiga bulan sebelum uji BE.
12
4. Menggunakan alkohol (lebih dari 2 unit per hari), kafein (lebih dari 5 cangkir
teh atau kopi per hari), merokok (lebih dari 10 batang per hari), atau narkoba.
7. Memiliki nilai uji klinis yang abnormal: EKG, X-Ray dada, serum kreatinin,
blood urea nitrogen (BUN), AST, ALT, serum alkalin fosfatase, serum
C. Jumlah Subjek
jumlah subjek
15,0 12
17,5 16
20,0 20
22,5 24
25,0 28
27,5 34
30,0 40
13
Berdasarkan kepada koefisien variasi intrasubjek. Berdasarkan
sehingga apabila mengacu kepada tabel di bawah ini, diperoleh jumlah subjek
Good Clinical Practice (GCP). Protokol akan diajukan ke Komisi Etik untuk
a. Puasa
1) Lama Puasa
Maka terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam sebelum obat diberikan. Puasa
ini bertujuan agar konsentrasi obat dalam plasma tidak terganggu oleh adanya
Makanan standar yang diberikan sebanyak 200 g terdiri dari nasi, tahu,
tempe, dengan minuman (air putih) sebanyak 200 ml. Sedangkan selama 12 jam
berpuasa, masih diperbolehkan untuk minum air putih maksimal 500 ml, kecuali
1 jam sebelum dan sesudah pemberian obat. Air yang diminum selama berpuasa
14
tidak boleh terlalu banyak dikarenakan dapat mempengaruhi kecepatan
pengosongan lambung.
Subjek juga diberikan penjelasan mengenai makanan dan obat yang tidak
boleh dikonsumsi 24 jam sebelum datang ke lokasi pengambilan sampel dan juga
berat yang dapat mempengaruhi waktu transit dalam saluran cerna dan aliran
darah ke usus. Pasien hanya diperbolehkan untuk duduk normal dan berdiri tanpa
melakukan aktivitas berat. Duduk normal, dalam hal ini ialah dalam ruangan
khusus yang diperuntukkan bagi subjek selama menunggu waktu pemberian obat
dan selama periode pengambilan sampel. Selama duduk, subjek dapat melakukan
c. Karantina subjek
dilakukan. Terdapat masa karantina umum dan masa karantina khusus. Pada masa
15
dilarang melakukan kegiatan berat (seperti: lari, angkat beban, olahraga
tempat karantina selama dua hari. Selama masa karantina khusus, subjek
menerima asupan makanan yang telah diatur jumlah kalorinya. Masa karantina
khusus pertama dilakukan selama dua hari (waktu pengambilan darah pertama)
dan masa karantina khusus kedua dilakukan satu minggu setelah masa karantina
16
BAB V
CARA PENGUJIAN
Subjek diminta untuk berpuasa semalaman kecuali minum air mineral dimulai
dari pukul 18.00 sore. Dimana sampel darah diambil sebanyak 17 kali, dimulai dari
pengambilan sampel darah sebelum pemberian obat pagi hari setelah puasa semalaman.
Kemudian diberikan Obat (satu tablet obat uji atau obat pembanding) dengan 200 mL
dalam posisi duduk. Setelah pemberian obat, dilakukan pengambilan sampel darah
pada interval waktu selama 96 jam dan dianalisis dengan metode analisis HPLC dengan
detector UV.
Pasang ikatan (tourniquet) pada tangan bagian atas. Beri label identitas subjek pada
tabung. Tegangkan kulit di atas vena dengan jari tangan kiri supaya vena tidak dapat
bergerak lalu tusuk vena dengan jarum IV canula. Setelah darah terlihat mengalir dari
pembuluh darah vena ke dalam jarum tarik jarum keluar, tinggalkan plastic IV canula
di dalam pembuluh darah dan masukan pelan-pelan sampai batas yang ditentukan.
Masukan luer adapter yang sudah terpasang dengan holdernya ke dalam IV canula.
Ambil darah dengan menggunakan blood collection sampai volume yang dikehendaki.
Tutup IV canula dengan instopper. Plester IV canula dengan micropore. Catat waktu
17
saat subjek minum obat dan catat pengambilan darah. Kemudian darah dianalisis
18
BAB VI
Sampel yang digunakan adalah darah yang diambil berupa plasma atau serum.
Sampel darah diambil pada waktu tertentu untuk menggambarkan fase absorbsi,
distribusi, dan eliminasi obat. Pengumpulan sampel dilakukan pada jam 0:00 (sebelum
obat diberikan), jam 1:00, jam 2:00, jam 3:00, jam 4:00, jam 5:00, jam 6:00, jam 7:00,
jam 8:00, jam 10:00, jam 12:00, jam 18:00, jam 24:00, jam 36:00, jam 48:00, jam
72:00, jam 96:00 mengikuti waktu administrasi obat. Sebelum pemberian dosis,
cannula iv dimasukan ke dalam vena pada lengan subjek. Sampel darah yang
digunakan :
- 5-8 sampel setelah (Cmax) sampai setidaknya 3 kali atau lebih waktu paruh eliminasi
EDTA sebagai antikoagulan. Sampel plasma dari darah sampel dipisahkan dengan
menggunakan sentifuga dengan kecepatan 2500 sampai 3000 rpm selama 5 menit.
Plasma yang terdapat pada tabung sentrifuga kemudian dipindahkan kedalam pre
labeled screw cap vials. Kemudian dilakukan pengulangan (satu set digunakan untuk
19
analisis dan set lainnya disimpan sebagai sampel replikasi, untuk digunakan pada
pengulangan analisis apabila dibutuhkan). Setiap vial mengandung kurang lebih 1mL
20
BAB VII
pada kadar senyawa induk kerena Cmax senyawa induk lebih sensitif untuk mendeteksi
perbedaan laju absorbsi antara formulasi amiodaron uji dan amiodaron innovator dari
0.5 mL plasma blako diambil dari pre-labeled vials, sebelum pengujian dilakukan
pengukuran terhadap larutan Spiking dengan cara kurva kalibrasi dan kualiti kontrol
pada sampel dengan menggunakan plasma blank. Obat innovator amiodaron Lamda
yang diproduksi oleh PHAROS Indonesia 100 μL dalam 10 ppm dimasukan kedalam
setiap vial. Vial kemudian di vortex untuk memastikan bahwa larutan tercampur merata
kemudian dicampur dan ditambah 1mL asam hidroklorat 0.1N. Selanjutnya, kedalam
semua vial ditambahkan etil asetat dan di vortex selama 3 menit. Semua vial kemudian
kedalam pre-labeled vials kemudian dievaporasi sampai kering dibawah uap nitrogen
dengan suhu 50˚C. Residu kering dilarutkan dalam 0.1 mL fase gerak (mM KH2PO4:
MeOH (20:80) v/ v 0.05% TEA, pH dari fase gerak di adjust sampai 4.5 dengan
21
4.5 mm i.d. 5µm) dengan laju aliran 1.5 mL/menit. Panjang gelombang detektor yang
Data yang diperoleh dari HPLC berupa nilai AUC (luas area di bawah kurva
kadar obat terhadap waktu) sedikitnya 80% dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak
terhingga. Selain dilihat data AUC dilihat pula estimasi waktu paruh eliminasi dari 3-
Metode Bioanalitik
Practice (GLP). Metode ini digunakan untuk menetapkan kadar obat amiodaron dan
- Stabilitas dalam sampel biologic pada kondisi analisis dan selama waktu penyimpanan
- Spesifisitas untuk obat yang diteliti sehingga hasilnya valid (sah) dan dapat dipercaya
- Akurasi (ketetapan)
- Presisi (ketelitian)
- Reprodusibilitas.
22
BAB VIII
antara obat uji dan obat komparator, dan untuk menunjukan bahwa tidak ada perbedaan
Semua data subjek harus dimasukan dalam analisis statistik kecuali jika kadar
obat komparator tidak terukur atau sangat rendah. Subjek dinyatakan mempunyai kadar
obat dalam plasma sangat rendah jika AUC nya kurang dari 5% geometric mean AUC
Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuang jika tidak ada alasan
yang kuat bahwa telah terjadi kesalahan teknis. Analisis data harus dilakukan dengan
dan tanpa nilai-nilai tersebut dan harus dikaji dampaknya terhadap kesimpulan studi.
Harus dicari penjelasan medis atau farmakokinetik untuk observasi demikian (BPOM,
2015).
AUC0-t dan Cmax. Obat uji (test = T) dan obat komparator (reference = R) dikatakan
23
Rasio nilai rata-rata geometrk (AUC)T / (AUC)R = 1,00 dengan 90% CI = 80,00
– 125,00%. Untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit, interval ini
Rasio nilai rata – rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga = 1,00 dengan 90% CI =
sedangkan variabilitas Cmax dinilai tidak begitu relevan secara klinik, maka
Ketentuan ini berlaku untuk obat dengan variabilitas tinggi (High Variable
Drug Product), yaitu obat dengan CV intrasubyek Cmax dan/atau AUC >30%.
30 80,00 125,00
35 77,23 129,48
40 74,62 134,02
45 72,15 138,59
≥ 50 69,84 143,19
2
*CV (%) = 100 √𝑒 𝑆𝑊𝑅 − 1
2
√𝑒 𝑆𝑊𝑅 = MS residual dari within reference
24
Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klim yang relevan secara klinik
mengenai pelepasan zat aktif dari formulasinya atau kerja yang cepat atau
Nilai 90% confidence interval (CI) dari perbedaan tmax harus terletak dalam
Catatan:
Nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan, maka untuk CI 80,00 –
125,00 nilainya harus minimal 80,00 dan tidak lebih dari 125,00.
- Data yang bergantung pada kadar yakni AUC dan Cmax, harus ditransformasi
logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan analisis statistik karena kinetik obat
mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi
yang normal dan varians yang homogen. Selanjutnya nilai- nilai ln AUC ke-2 produk
25
produk obat yang dibandingkan (Test dan Reference),periode pemberian obat (I dan
II). Demikian juga nilai-nilai ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara yang
sama
26
27
Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistik deskriptif. Jika perlu dibandingkan,
digunakan statistik non-parametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi), dengan
α = 5% ;
- Untuk ke-3 parameter tersebut di atas, selain dihitung 90% confidence intervals (90%
CI) untuk perbandingan ke-2 produk, juga dihitung statistik ringkasan seperti nilai rata-
rata arithmetic & geometrik, untuk AUC dan Cmax) atau median (untuk tmax), serta
28
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Pedoman Uji Bioekivalensi. Badan
Circulation. 1999;100:2025-34.
DiMarco JP, Gersh BJ, Opie LH. 2005. Antiarrhythmic drugs and strategy. In
Hazinski, M.F., Berg, R.A., Hemphill, R., Abella, B.S., Aufderheide, T.P.,
29
Cave, D.M., Lerner, E.B., Rea, T.D., Sayre, M.R., Swor, R.A., 2010, Part 5
Mali P, Salzman MM, Vidaillet HJ. 2014. Amiodaron Therapy for cardiac
thyroid dysfunction – clinical picture, study on 215 cases. Rev Med Chir Soc
Liquisolid System with Varying Amounts of Liquid Phase Prepared Using Two
30