Anda di halaman 1dari 12

A.

FORMULA ASLI
R/
Infus Albumin 5%

B. RANCANGAN FORMULA
Tiap 250 ml Limabin® mengandung:
Albumin 5%
Sodium Chloride 0,9 %
Water For Injections ad 100 %

C. MASTER FORMULA
a. Nama Produk : Limabin®
b. Jumlah Produk : 100 @250 ml
c. Tanggal Formula : 01 Juni 2021
d. Tanggal Produksi : 01 Juni 2022
e. No. Registrasi : DKL 2200500149A1
f. No. Batch : C 249001

Keterangan registrasi:
Nomor Registrasi Arti
D Nama dagang
K Golongan Obat Keras
L Produksi dalam negeri / Lokal
22 Tahun persetujuan obat
005 Nomor urut pabrik
001 Nomor urut obat jadi
49 Kode produksi sediaan infus
A Kekuatan obat pertama disetujui
1 Kemasan pertama

Keterangan batch :
Nomor Batch Arti
C Tahun pengemasan
2 Tahun Produksi
49 Kode produksi sediaan infus
001 Urutan produk

D. TABEL FORMULA
Kode
No. Nama bahan Fungsi Konsetrasi Perdosis Perbatch
bahan

1. 001 Albumin Zat aktif 5% 12,5 mL 1250 mL

Agen
2. 002 Sodium Chloride 0,9 % 2,135 gram 213,5 gram
Pengisotonis
Water For
3. 003 Pembawa ad 100 % ad 250 mL 25 Liter
Injections

E. ALASAN PEMILIHAN ZAT AKTIF


Albumin adalah protein yang diproduksi oleh hati yang bersirkulasi dalam plasma
(bagian cair darah Anda yang jernih). Albumin obat terbuat dari protein plasma dari darah
manusia. Obat ini bekerja dengan meningkatkan volume plasma atau kadar albumin dalam
darah . (DIH edisi 20,2011-2012 :52).

Albumin (DIH edisi 20,2011-2012 :52), ( Mims,2019 : 315)

1. Sifat fisiko kimia


Keasaman/kebasaan pH = 6,7–7,3 untuk larutan 1% b/v, dalam 0,9% b/v larutan natrium
klorida, pada 20˚C.
Osmolaritas Larutan berair 4-5% b/v bersifat isosmotik dengan serum.
Kelarutan Bebas larut dalam larutan garam encer dan air. Solusi berair yang mengandung 40%
b/v albumin dapat dengan mudah disiapkan pada pH 7,4. Muatan bersih peptida yang tinggi
berkontribusi pada kelarutannya dalam media air. Tujuh disulfide jembatan berkontribusi pada
konformasi kimiawi dan spasial. Di pH fisiologis, albumin memiliki muatan elektrostatik bersih
sekitar–17. Larutan albumin encer sedikit kental dan berkisar warna dari hampir tidak berwarna
menjadi kuning tergantung pada protein konsentrasi (Rowe, 2009).
2. Indikasi
Kehilangan volume plasma akut atau sub-akut misalnya pada luka bakar, pankreatitis,
trauma, dan komplikasi operasi; pertukaran plasma (BNF, 2009).
Kontra indikasi : gagal jantung; anemia berat
3. Efek Samping
Efek samping reaksi hipersensitivitas (termasuk anafilaksis) dengan mual, muntah,
peningkatan air liur, demam, takikardia, hipotensi, dan kedinginan dilaporkan (BNF, 2009).
4. Dosis lazim dan maksimum
dosis awal untuk orang dewasa adalah 250 hingga 500 mL (drugs.com)
5. Mekanisme
Albumin obat terbuat dari protein plasma dari darah manusia. Obat ini bekerja dengan
meningkatkan volume plasma atau kadar albumin dalam darah.

F. ALASAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN


1. Definisi bentuk sediaan yang dipilih
Larutan injeksi volume besar digunakan untuk intravena dengan dosis tunggal dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml (Ayuhastuti, 2016).
2. Komponen yang perlu ada
Komponen yang perlu ada dalam sediaan LVP adalah zat aktif, pelarut dan agen tonisitas
(Kumar, dkk., 2016).
3. Mengapa memilih bentuk sediaan tersebut
Sediaan ini cocok digunakan untuk pasien dalam kondisi darurat seperti tidak sadar dan
juga untuk pasien yang tidak bisa mentolerir melalui oral (Allen dan Howard, 2014).

G. ALASAN PEMILIHAN BAHAN TAMBAHAN


1. Agen tonisitas
a. Alasan pemilihan bahan
Natrium klorida banyak digunakan dalam berbagai formulasi sediaan parenteral dan
nonparenteral dimana penggunaan utama adalah untuk menghasilkan larutan isotonis. Natrium
klorida juga digunakan sebagai agen osmotik (Rowe, 2009).
b. Alasan pemilihan konsentrasi
Larutan NaCl yang umumnya memiliki kisaran konsentrasi 0,9% dan memiliki
kemampuan sebagai pengencer. Larutan ini tidak mempengaruhi kondisi fisik spermatozoa dan
memiliki sifat isotonik. Konsentrasi larutan NaCl yang berbeda akan menimbulkan tekanan
osmosis yang berbeda pula pada larutan tersebut (Fauzya dkk., 2020).
2. Pelarut
a. Alasan pemilihan bahan
Pelarut yang sering digunakan adalah water for injection (WFI) karena kebanyakan
sediaan injeksi cairan cukup encer sehingga komponen yang memiliki proporsi terbesar adalah
pelarut (Akers, 2010).

H. PERHITUNGAN DOSIS

Faktor tetes :
Dewasa : 20 (drip makro)
Anak : 60 (drip mikro)
Anak
 Jumlah tetes per jam :

jumlah keseluruhan cairan × faktor tetes


¿
waktu( jam)

500mL ×60
¿
24 jam

30000mL
¿
24 jam

= 1250 mL/jam

 Jumlah tetes per menit :

jumlah keseluruhan cairan × faktor tetes


¿
waktu ( jam ) ×60 menit

500 mL ×60
¿
24 jam ×60 menit

30000 mL
¿
1440menit
= 20,83 mL/menit

 Jumlah tetes per detik :

jumlah keseluruhan cair an × faktor tetes


¿
waktu ( jam ) × 60 menit ×60 detik

500 mL ×60
¿
24 jam ×60 menit 60 detik

30000 mL
¿
86400 detik

= 0,34 mL/detik

I. PERHITUNGAN BAHAN (TONISITAS DAN OSMOLARITAS)

Rumus catalyne :
C1 MNaCl
W = [F – (
M1
xK¿x
K NaCl
]
5 58,5
W = [0,031 – (
2754,1
x1¿ x
2
]

W = [0,031 – (1,81 x 10-3) x 29,25


W = [(31 x 10-3 - 1,81 x 10-3) x 29,25
W = ( 29,19 x 10-3 ) x 29,25
W = 853, 807 x 10-3
853 , 807
W=
1000
W = 0,85 g/100 mL
250 ml
Jadi NaCl yang dibutuhkan =
100 ml
x 0,85 g = 2,125 g/250 ml
 Perhitungan Osmolaritas
(gram)
M. Osmolaritas = Zat x k x1000
liter
BM
Diketahui:
Albumin : 12,5 gram/250ml (BM: 2754,1)
Sodium Chloride : 2,125 gram/250ml (BM: 58,5)
- Albumin 5 %
(12,5 gram)
M. Albumin = Zat x 1 x 1000
0,25 liter

2754,1
50 x 1 x 1000
=
2754,1
= 18,15 M.Osmo/L
- Sodium Chloride
(2,12 5 gram)
M. Sodium C. = Zat x 2 x 1000
0,25liter
58,5
8,5 x 2 x 1000
=
58,5
= 290,60 M.Osmo/L
Osmolaritas albumin + Osmolaritas Sodium Chloride
= 18,15 M.Osmo/L + 290,60 M.Osmo/L
=308,75 M.Osmo/L (Isotonis)

J. METODE KERJA
1. Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu
2. Tera gelas beaker 100 mL, dengan aquadest 100 mL dan ditandai
3. Aquadest dimasukan ke dalam gelas beaker, kemudian dipanaskan diatas penangas air pada
suhu 60ºC.
4. Timbang bahan-bahan yang digunakan
5. Setelah suhu air 60ºC, masukan dextrose yang telah ditimbang ke dalam aquadest dan diaduk
atau digoyang-goyangkan perlahan selama pemanasan (15 menit)
6. Kemudian tambahkan NaCl ke dalam campuran tersebut dan goyangkan perlahan selama 15
menit.
7. Saring larutan tersebut dengan kertas saring (dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali)
bertujuan memisahkan karbon aktif dari larutan tersebut
8. Filtrat yang didapat dari langkah 8 di tuangkan ke dalam wadah gelas kaca 100 mL yang telah
disterilkan. Kemudian tutup dengan penutup karet.
9. Kemudian bungkus bagian atas botol dengan aluminium foil dan ikat dengan tali kasur (ikat
dalam bentuk simpul)
10. Kemudian sterilisasi akhir sedian dengan autoklaf pada suhu 110o C selama 20 menit.
11. Tempelkan etiket pada sediaan

K. TEKNIK STERILISASI
Sterilisasi terminal adalah proses di mana produk disterilkan dalam wadah terakhirnya.
Sterilisasi terminal adalah metode pilihan untuk produk yang cukup stabil saat menjalani
perawatan mematikan yang kompatibel.
Metode utama untuk sterilisasi terminal adalah panas lembab, dan sebagian besar produk
steril diproses dengan cara ini. Metode sterilisasi berlebihan lebih disukai untuk bahan tahan
panas, dan dapat digunakan untuk sterilisasi terminal di mana formulasinya dapat mentolerir
masukan panas yang substansial. Industri parenteral volume besar (LVP) kadang-kadang
menggunakan sistem pengisian nonaseptik khusus untuk wadahnya sebelum dikenakan
perlakuan terminal (Gad, 2008)

L. EVALUASI SEDIAAN
 Penetapan pH
Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter) yang telah dibakukan
sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai. pH sesuai
dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan yaitu sesuai dengan pH darah (Ditjen
POM, 1995).
 Uji kejernihan
Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar belakang putih dan
hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya partikel viable (Ditjen POM, 1995).
 Uji kebocoran
Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih panas setelah
selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor
maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam
wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna
(b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau
kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah. Sediaan memenuhi
syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas
tidak basah (prosedur b) (Goeswin,A., 2009).
 Uji sterilitas
Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada
inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media yang
digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest. Memenuhi syarat jika tidak
terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak
absah maka dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji aslinya (Ditjen
POM, 1995).
 Uji pirogen
Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara IV dan
ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak
lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit. Setiap penurunan suhu
dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih
lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor
kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas
pyrogen (Ditjen POM, 1995).

M. BROSUR
N. KEMASAN PRIMER

TAMPAK DEPAN

TAMPAK BELAKANG
O. KEMASAN SEKUNDER
DAFTAR PUTASKA
Akers, M.J., 2010, Sterile Drug Products : Formulation, Packaging, Manufacturing and
Quality, Informa Healthcare : New York.
Allen, L.V. dan Howard, C.A., 2014, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery
System Ten Edition, Walters Kluwer : Philadelphia.
Ayuhastuti, Anggreni., 2016, Praktikum Teknologi Sediaan Steril, kemenkes RI : Jakarta.
BNF, 2009, BNF Children: The Essential Resource For Clinical Use Of Medicines In Children,
BMJ Group, Germany.
Ditjen POM RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.

Fauzya, E., Takdir S., Asma B.K., dan Rahim A., 2020. Kondisi membran plasma spermatozoa
sapi bali setelah dipaparkan didalam larutan saline dengan berbagai konsetrasi, Jurna
Ilmiah Peternakan, Vol. 2(4).

Gad, S.C., 2008, Pharmaceutical Manufacturing Handbook, John Wiley & Sons : New York.
Goeswin, A., 2009, Sediaan Farmasi Steril, Penerbit ITB : Bandung.
Kumar, P., Pawon, S. Dan Semimun, A., 2016, Review Article : Study On Pharmaceutical
Development and Quality Control Of Antibiotic Injection Administration by Parenteral
Route For Public Health Care, International Journal of Advanced Research, Vol. 4(9).
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The. Pharmaceutical
Press, London.

Anda mungkin juga menyukai