EKSRESI URIN
I. Tujuan Percobaan
- Mengukur konsentrasi obat dalam ekskresi urin dan mengetahui
parameter-parameter lain yang dapat dihitung.
- Memahami cara mengukur konsentrasi obat dari sampel urin.
Prinsip Percobaan
Prinsip kerja dari praktikum ini adalah sebelum sukarelawan
meminum obat diambil urin blanko. Selanjtnya diberikan obat dan diambil
urin pada rentang waktu tertentu selama 24 jam. Sampel urin yang diperoleh
diukur menggunakan sistem HPLC kemudian dihitung konsentrasi dan
parameter farmakokinetiknya menggunakan metode laju ekskresi dan
metode sigma minus. Pada metode laju eksresi digunakan persamaan ln
du/dt = ln ke. DBo – ktmid dan pada metode sigma minus digunakan
persamaan ln (Du~-Du) = ln Du~ - kt.
a. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk seperti kacang,
berwarna merah tua, terletak di belakang rongga abdomen. Satu berada
di setiap sisi kolumna vertebralis dekat dengan garis pinggang dan dua
pasang iga terakhir. Ginjal dipasok oleh arteri renalis dan vena renalis.
Ginjal kanan terletak agak di bawah dibanding dengan ginjal kiri. Hal
ini karena pada sisi kanan terdapat hati. Panjang ginjal sekitar 12,5 cm
dan tebal 2,5 cm. Ginjal laki-laki memiliki berat sekitar 125-175 gr dan
pada perempuan sekitar 115-155 g.
b. Ureter
Ureter adalah sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari
batas medial dekat pangkal arteri dan vena renalis. Terdapat dua buah
ureter yang mengalirkan urin dari masing-masing ginjal ke kandung
kemih.
c. Kandung Kemih
d. Uretra
Secara berkala, kandung kemih dikosongkan. Urin dikeluarkan
keluar tubuh melalui uretra. Uretra wanita berbentuk pendek dan lurus
langsung dari leher kandung kemih keluar tubuh. Uretra pria jauh lebih
panjang dan melengkung melewati kelenjar prostat dan penis. Uretra
pria mempunyai dua fungsi, yaitu sebagi saluran untuk mengeluarkan
urin dan saluran untuk semen.
II.2 Urin
Secara umum urin berwarna kuning, Interpretasi warna urin dapat
menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang.(Sheerwood,
2011) :
a. Keruh.
Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin seperti
bakteri, sel epithel, lemak, atau Kristal-kristal mineral.
b. Pink, merah muda dan merah.
Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh efek samping obat-
obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula, warna ini
juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di system urinaria,
seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal, atau pembengkakkan
kelenjar prostat.
c. Coklat muda seperti warna air teh warna ini merupakan indicator adanya
kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
d. Kuning gelap Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B
kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi.
- Ion natrium
Ditranspor pasif melalui difusi terfasilitasi dan ditranspor aktif dengan
pompa natrium kalium.
- Ion klor dan ion negatif lain
- Ditasnpor pasif dengan difusi.
- Glukosa, froktosa, dan asam amino
Melalui kotranspor. Maksimum transporuntuk glukosa adalah jumlah
maksimum yang dapat ditranspor per menit, yaitu sekitar 200 mg
glukosa/100 ml plasma. Jika melebihi, maka glukosa muncul di urin.
- Air
- Urea
50% urea diabsorpsi secara pasif dan 50% diekskresi dalam urin.
- Ion organik lain
Berupa kalium, kalsium, fosfat, sulfat, dan sejumlah ion lain ditranspor
aktif.
(Sheerwood, 2011)
c. Sekresi Tubular
Adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah dalam
kapiler peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk
kemudian keluar bersama urin. Beberapa zat yang disekresikan berupa:
II.4 Larutan
V1.M1 =V2.M2
Keterangan :
V1 = Volume larutan sebelum diencerkan (L atau mL)
M1 = Molaritas larutan sebelum diencerkan
V2 = Voleme larutan setelah diencerkan (L atau mL)
M2 = Molaritas larutan setelah diencerkan
II.5 Analisis Obat dalam Urin
dDᵤ
=Kₑ DB
dt
Dari persamaan tersebut, DB disubstitusi dengan D⁰B e⁻ᵏͭᶵ
dDu
= Kₑ D⁰ B e⁻ᵏᶵ
dt
dDu −kt
log = + log Kₑ D⁰B
dt 2,3
Du
dengan menggambarkan log d terhadap waktu diperoleh suatu
dt
garis lurus, slop = -K/2,3 dan intersep y =log Kₑ D⁰B.
(Sumber : Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. (Ed. Ke-2),
1985)
Laju eksresi obat lewat urin (dDᵤ/dt) tidak dapat ditentukan melalui
percobaan segera setelah pemberian obat. Dalam praktel, urin
dikumpulkan pada jarak waktu tertentu dan konsentrasi obat dianalisis.
Kemudian laju ekskresi urin rata – rata dihitung untuk tiap waktu
pengumpulan. Harga dDᵤ/dt rata – rata gambar pada suatu skala
semilogaritma terhadap waktu merupakan harga tengah (titik tengah)
waktu pengumpuln.
KₑD 0
Dᵤ = (1 - e⁻ᵏ ͭ )
K
−Kt
Log (Dᵤ~ - Dᵤ) = log Dᵤ~
2,3
Faktor – faktor tertentu yang dapat mempersulit untuk
mendapatkan data eksresi urin yang sahih. Beberapa faktor tersebut
adalah:
a. Suatu fraksi yang mengandung obat yang tidak berubah (utuh) harus
diekresikan dalam urin
b. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat yang tidak berubah
(utuh), dan harus tidak dipengaruhi oleh metabolit – metabolit obat
yang mempunyai struktur kimia serupa
c. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan
gambaran kurva yang baik
d. Cuplikan data urin hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai
hampir semua obat dieksresikan.
e. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju
eksresi urin yang bermakna.
(Shargel dan Yu, 2005)
Ciri dari teknik ini adalah penggunaan tekanan yang tinggi untuk
mengirim fase gerak ke dalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi,
laju dan efisiensi pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar.
(Veronika,R.M, 1999)
II.6.2Prinsip KCKT
2. Pompa
Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa.
Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir
0,1–10 ml/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran
fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak
berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
gangguan.Terdapat 2 jenis pompa yaitu pompa volume konstan dan pompa
tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua
pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan
teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari
hasil yang menyimpang pada detektor. (Munson, 1991)
3. Injektor
Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala
kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada
kemasan kolom (Ahmad, M., dan Suherman. 1995). Terdapat tiga jenis
dasar injektor, yaitu:
a. Hentikan aliran/stop flow
Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem
tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena
difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. (Ahmad, M.,
dan Suherman. 1995)
b. Septum
Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama
dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat
digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak
tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu,
partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat
menyebabkan penyumbatan. (Ahmad, M., dan Suherman. 1995)
c. Katup putaran (loop valve)
Ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 2, tipe injektor ini
umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl
dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus,
volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi
LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir.
Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke
dalam kolom. (Ahmad, M., dan Suherman. 1995)
5. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen
cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Suatu kepekaan yang
rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi
tidak selalu dapat diperoleh. (Meyer, F.R,2004)
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:
detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak
bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias
dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik
yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti
detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Meyer,F.R,2004).
Suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut
pada kadar yang sangat kecil.
c. Stabil dalam pengopersiannya.
d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan
pelebaran pita.
e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada
kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).
f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
(Meyer, F.R,2004)
Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan
karakteristik detektor seperti berikut :
Detektor Sensitifitas Kisaran Karakteristik
(g/ml) linier
Absorbansi Uv-vis
Fotometer filter 5 x 10-10 104 Sensitivitas bagus, paling
Spektrofotometer 5 x 10-10 105 sering digunakan, selektif
spektrometer photo- > 2 x 10-10 105 terhadap gugus-gugus
diode array dan struktur-struktur
yang tidak jenuh.
Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus,
selektif, Tidak peka
terhadap perubahan suhu
dan kecepatan alir fase
gerak.
Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal
akan tetapi
sensitivitasnya sedang.
Sangat sensitif terhadap
suhu, dan tidak dapat
digunakan pada elusi
bergradien
Elektrokimia
Konduktimetri 10-8 104 Peka terhadap perubahan
Amperometri 10-12 105 suhu dan kecepatan alir
fase gerak, tidak dapat
digunakan pada elusi
bergradien. Hanya
mendeteksi solut-solut
ionik. Sensitifitas sangat
bagus, selektif tetapi
timbul masalah dengan
adanya kontaminasi
elektroda.
Tabel 1. Jenis dan karakteristik detektor
II.6.6 Tipe teknik KCKT
a. Berdasarkan sifat kepolaran dari fase diam dan fase gerak
1. Kromatografi fasa normal merupakan kromatografi dimana fase diam
lebih polar dibandingkan fase geraknya. Contoh : campuran pelarut-
pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan
pelarut-pelarut jenis alkohol. (Kasture, et al, 2006)
2. Kromatografi fasa terbalik merupakan kromatografi dengan fase gerak
lebih polar dibandingkan fase diamnya. Contoh : campuran larutan bufer
dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. (Kasture, et al,
2006)
3. Berdasarkan prinsip kerja kromatografi
- Kromatografi absorbsi
Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina,
meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel
sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus
hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada
silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat
terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang
berekor (tailling). Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika
atau alumina berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut
polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan
kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekor puncak,
misalnya n-heksan ditambah dengan metanol (Ganjar, 2007).
- Kromatografi partisi
Teknik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang
tidak dapat bercampur, salah satu diantaranya bertindak sebagai fase
diam dan yang lainnya sebagai fase gerak (Putra, 2007).
- Kromatografi penukar ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar
kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion
yang beredar dipasaran, meskipun demikian yang paling luas
penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan
kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena
sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran
misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik (Ganjar, 2007).
- Kromatografi pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan
sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat
pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang
mempunyai muatan yang berlawanan. (Meyer, F.R,2004)
- Kromatografi ekslusi ukuran
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang
bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara
partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang
mempunyai berat molekul yang jauh lebih besar, akan terelusi lebih
dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium dan
terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan
solut dengan berat molekul yang besar tidak melewati poros, akan
tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian dalam
pemisahan dengan ekslusi ukuran ini terjadi interaksi kimia antara
solut dan fase diam seperti kromatografi yang lain (Ganjar, 2007)
- Kromatografi afinitas
Pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya
dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan
muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai. Kromatografi
jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari
campuran yang sangat kompleks (Meyer, F.R,2004).
3.7 Siprofloksasin
Alat Bahan
Neraca analitik Sampel urin
Spatel Siprofloksasin 500 mg
Ball pipet Dapar amonium asetat
Pipet volume Aquadest
Pipet tetes Asetonitril
Labu takar Trietanolamin
Mikro pipet Kertas perkamen
HPLC
Membran filter PTFE 0,45 mikrometer
Gelas kimia
Vial
IV. Prosedur
Pengambilan sampel
Dilakukan pengambilan urine blangko sebelum sukarelawan meminum
obat.
Urine yang terkumpul ditaruh di dalam botol plastik. Volume dari tiap urin
yang terkumpul pada selang waktu tersebut diukur dan diambil sebanyak
10 mL kemudia disimpan di dalam vial. Sampel urin disimpan di dalam
lemari pendingin dengan suhu – 40C.
Perlakuan sampel
Tiap sampel urin diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu
takar 10 mL
Dihitung luas area dari tiap siprofloksasin di atas dengan sistem HPLC
yang sama. Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan rasio luas area antara
siprofloksasin dan standar.
Berdasarkan data konsentrasi obat dalam sampel urin dibuat kurva ln dXu/
dt terhadap tmid dan ln ( Xu∞- Xu ) terhadap t dan kemudian ditentukan
konstanta laju eliminasi dan waktu paruh eliminasi dari siprofloksasin.
V. Data Pengamatan dan Perhitungan
VI. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan konsentrasi siprofloksasin
dalam ekskresi urin dan parameter farmakokinetika yaitu konstanta laju
eliminasi dan waktu paruh eliminasi. Sampel yang digunakan adalah urin
dari praktikan. Urin tersebut mengandung berbagai komponen senyawa dan
salah satunya adalah senyawa eksogen. Senyawa eksogen merupakan
senyawa yang berasal dari luar tubuh dan sengaja dimasukkan dengan
tujuan tertentu. Senyawa eksogen tersebut adalah siprofloksasin yang
memiliki khasiat antibiotik. Obat akan berinteraksi dengan molekul-molekul
yang penting secara fungsional dalam tubuh (reseptor) sehingga
menghasilkan respon biologis.
Tujuan analisis dengan data urin adalah untuk memeriksa komponen
yang berbeda dari urine sebagai produk buangan dari ginjal dan untuk
menemukan gejala-gejala penyakit. Keuntungan sampel urin jika digunakan
dalam analisis adalah mudah dilakukan karena pengambilan
sampelnya lebih mudah daripada pengambilan sampel darah. Jumlah sampel
yang didapatkan banyak, lama dan selang waktu penampungan urin sesuai
dengan karakteristik obat yang akan diuji, dan umumnya tidak mengandung
lipid dan protein sehingga mudah untuk diekstraksi menggunakan pelarut
organik. Jenis senyawa yang umum terdapat dalam urin adalah larut air,
sedangkan sebagian besar obat larut lemak, sehingga dapat diekstrasi
dengan pelarut yang sesuai. Sedangkan kekurangan analisis dengan urin
adalah pengosongan kandung kemih sulit dilakukan, dekomposisi selama
penyimpanan, dan kemungkinan terhidrolisisnya konjugat metabolit tak
stabil dalam urin.
Pada praktikum ini sukarelawan mengkonsumsi obat siprofloksasin.
Siprofloksasin adalah suatu antibiotik spektrum luas, golongan fluorokinon
yang biasa digunakan dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri
gram positif maupun gram negatif. Senyawa fluorokinon ini bersifat
membunuh bakteri (bakterisid) dengan cara mengikat enzim DNA gyrase
yang diperlukan DNA untuk berubah dari bentuk spiral ganda menjadi
bentuk spiral tunggal pada saat pembelahan sel (Katzung, 2013).
Satu hari sebelum praktikum dilakukan pengumpulan urin dari
sukarelawan. Syarat dari seorang sukarelawan yaitu harus dalam kondisi
yang sehat, tidak boleh mengkomsumsi obat apapun karena urin dapat
mengandung senyawa lain selain siprofloksasin yang akan mempengaruhi
hasil pengukuran, dan sukarelawan tidak boleh minum teh, susu, atau
alkohol selama pengambilan urin karena minuman tersebut akan
mempengaruhi proses ekskresi. Teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat
reabsorpsi ion Na+. Akibatnya ADH berkurang sehingga reabsorpsi air
terhambat dan volume urin meningkat.
Urin dikumpulkan dengan rentang waktu yang telah ditentukan. Hal ini
bertujuan agar jumlah obat yang diekskresikan memiliki kecepatan
eliminasi yang tetap sehingga data urin yang diperoleh menjadi valid. Urin
yang pertama kali ditampung adalah urin blanko dimana urin tersebut belum
mengandung senyawa siprofloksasin. Urin blanko digunakan untuk
membandingkan antara urin yang mengandung siprofloksasin dengan yang
tidak mengandung siprofloksasin. Urin blanko juga menandakan tidak ada
partikel lain yang akan terukur selain urin itu sendiri.
Pada jam 11 siang, praktikan diberikan obat siprofloksasin dengan dosis
500 mg. Dosis tersebut merupakan dosis lazim dimana dapat memberikan
efek farmakologis sesuai dengan terapi (berada diantara MEC/Minimum
Effective Concentration dan MTC/Minimum Toxic Concentration). Obat
tersebut diminum sehari sebelum percobaan, hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat tersebut akan diabsorbsi,
didistribusi, dimetabolisme dan diekskresi melalui urin.
Siprofloksasin diserap dengan baik melalui saluran cerna.
Bioavailabilitas absolut siprofloksasin yaitu sekitar 70%, tanpa kehilangan
jumlah yang bermakna dari proses metabolisme lintas pertama. Setelah
administrasi oral, siprofloksasin didistribusikan ke seluruh tubuh.
Konsentrasi jaringan seringkali melebihi konsentrasi serum, terutama di
jaringan genital, termasuk prostat. Waktu paruh eliminasi serum pada subjek
dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis
yang diberikan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat
yang belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap
setelah 24 jam. Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang
melampaui konsentrasi hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan
kuman patogen selama minimal 12 jam. Klirens ginjal dari siprofloksasin,
yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang sebesar
120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran
penting dalam eliminasi obat ini (Katzung, 2013).
Pada saat pengumpulan urin dilakukan pengukuran volume urin yang
diekskresikan. Pengukuran volume urin tersebut bertujuan agar dapat
ditentukan berapa jumlah obat (siprofloksasin) yang telah diekskresikan
(nilai Du). Berdasarkan hasil pengamatan, volume urin blanko yang
diperoleh adalah 520 ml dan volume urin pada waktu 11.00-14.00 adalah
500 mL, 14.00-17.00 adalah 500 mL, 17.00-20.00 adalah 500 mL, 20.00-
21.30 adalah 500 mL, 04.30-08.00 adalah 500 mL dan 08.00-11.00 adalah
500 mL. Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000
ml (minimum 30 ml per jam) (Sheerwood, 2011). Volume urin yang
diperoleh masuk dalam rentang nilai normal. Hal ini disebabkan karena
jumlah asupan cairan (air) pada tubuh cukup banyak. Dari tiap sampel urin
yang terkumpul pada selang waktu tersebut diambil sebanyak 10 mL dan
dimasukkan ke dalam vial yang disimpan pada lemari pendingin dengan
suhu -4o C. Hal ini disebabkan apabila urin berada dalam suhu ruangan
untuk periode waktu lama maka kristal urin dan sel darah merah akan
lisis/hancur serta berubah menjadi alkalin.
Selanjutnya dilakukan perlakukan sampel urin. Tiap sampel urin diambil
sebanyak 1 mL dan diencerkan dengan dapar amonium asetat hingga
volume 10 mL. Hal ini bertujuan agar siprofloksasin terlarut sempurna
dalam urin dan mendapatkan konsentrasi urin yang lebih encer. Apabila
konsentrasi urin terlalu pekat maka kelarutan siprofloksasin dalam urin akan
berkurang. Pada percobaan ini terlebih dahulu dibuat larutan seri
siprofloksasin dengan konsentrasi 0,1; 0,5; 1; 5; 10; 20; dan 50 µg/mL dari
larutan stok siprofloksasin dengan konsentrasi 100 ppm. Dibuat larutan seri
siprofloksasin bertujuan untuk membuat kurva kalibrasi.
Kemudian masing-masing larutan seri siprofloksasin dan larutan urin
disaring dengan menggunakan membran filter PTFE ukuran 0,45 µm.
Penyaringan ini bertujuan untuk menyaring pengotor dalam pelarut (reagen)
yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya suatu
partikel kecil dapat terkumpul dalam kolom sehingga dapat mengakibatkan
kekosongan pada kolom yang dapat menghambat proses pendeteksian
sampel uji (Ganjar, 2007 : 380).
Untuk mengetahui konstanta laju eliminasi dan waktu paruh eliminasi
siprofloksasin maka sampel akan dideteksi dengan menggunakan instrumen
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kelebihan dari metode KCKT
ini yaitu mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran;
memiliki resolusi yang baik; mudah dilakukan; kecepatan analisis dan
kepekaannya tinggi; dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan
bahan yang dianalisis; dapat digunakan bermacam-macam detektor; kolom
dapat digunakan kembali; tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian
operator dan reprodusibilitasnya lebih baik; instrumennya memungkinkan
untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif; serta waktu analisis
umumnya singkat (Putra, 2007: 88).
Prinsip dasar dari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yaitu
pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, dimana komponen
pada suatu analit akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masing – masing
komponen dan sampel. Jika kepolaran sampel (analit) lebih mirip dengan
fase diam maka sampel (analit) akan tertinggal di fase diam dan bergerak
lebih lambat. Jika kepolaran sampel (analit) lebih mirip dengan fase gerak
maka sampel (analit) akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat.
Dengan bantuan pompa, fase gerak cair dialirkan melalui kolom detektor.
Cuplikan (sampel) dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan cara
penyuntikkan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen
campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap
fase diam. Solut-solut yang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar
lebih lama. Setiap campuran komponen yang keluar kolom dideteksi oleh
detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram (Hendayana, 2006 :
76)
Teknik kromatografi cair yang digunakan dalam percobaan ini yaitu
kromatografi fase balik dimana digunakan fase gerak yang bersifat polar
dan fase diam nya bersifat kurang polar. Sampel yang bersifat sangat polar
akan terelusi lebih awal karena terdapat interaksi yang kuat antara pelarut
polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom pemisahan,
sedangkan sampel yang kurang polar akan lebih lama tertahan dalam fase
diam.
Pada percobaan ini fase diam yang digunakan yaitu ODS (Okta desil
silane). Okta desil silane banyak digunakan dalam kromatografi partisi
karena mampu memisahkan senyawa dari kepolaran yang terendah hingga
tertinggi (Ganjar, 2007 : 379). Pemilihan fase diam ODS ini didasarkan
karena sampel yang akan di analisis yaitu siprofloksasin yang bersifat polar
sehingga dibutuhkan suatu fase diam yang bersifat non polar. Sehingga
sampel (solut) tidak akan tertahan terlalu kuat dalam fase diam dan dapat
ikut terelusi dengan fase gerak yang memiliki kemiripan sifat dengan
sampel (solut) sehingga pelarut yang membawa sampel (solut) dapat keluar
dari kolom dan dapat dideteksi oleh detektor yang akan menghasilkan
respon yang disampaikan pada alat perekam otomatis.
Fase gerak atau eluen berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi
dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat-sifat komponen sampel. Fase gerak yang digunakan adalah
fase gerak yang bersifat polar yaitu asetonitril : aquadest (25 : 75). Pada
aquadest ditambahkan trietanolamin sebanyak 0,1% terhadap air yang
berfungsi untuk menjaga pH (derajat keasaman) larutan agar tetap stabil
pada pH 2,5. pH fase gerak dijaga tetap 2,5 agar tidak merusak kolom fase
balik. Aquadest dan asetonitril ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan
dalam kromatografi cair kinerja tinggi yaitu merupakan senyawa dengan
kemurnian yang tinggi; memiliki viskositas yang rendah; tidak
menginterferensi sinyal detektor, dan fase gerak asetonitril : aquadest ini
dapat saling bercampur dengan baik. Sistem elusi yang digunakan pada
percobaan ini yaitu elusi isokratik dimana komposisi fase gerak tetap selama
elusi. Pemilihan fase gerak asetonitril : aquadest (25:75) ini didasarkan
pada sifat siprofloksasin yang merupakan senyawa yang cenderung bersifat
polar. Sehingga agar analit (siprofloksasin) dapat terelusi dengan baik harus
digunakan fase gerak yang memiliki kemiripan sifat kepolaran dengan analit
yaitu asetonitril dan aquadest.
Siprofloksasin merupakan senyawa yang cenderung bersifat polar.
Ketika larutan seri siprofloksasin dan larutan urin yang mengandung analit
siprofloksasin disuntikkan ke dalam instrumen KCKT menggunakan syringe
maka sampel (siprofloksasin) tidak akan tertahan oleh fase diam (okta desil
silika) yang berada didalam kolom dan akan terdesak oleh fase gerak
(asetonitril : aquadest) yang bersifat polar. Sehingga siprofloksasin akan
keluar dari kolom dan terbawa oleh fase gerak yang akan terdeteksi oleh
detektor.
Detektor yang digunakan pada percobaan ini yaitu detektor UV 280 nm.
Suatu detektor harus memiliki karakteristik yaitu mempunyai respon
terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; mempunyai sensitifitas yang
tinggi; stabil dalam pengoperasiannya; dan tidak peka terhadap perubahan
suhu dan kecepatan alir fase gerak. Pemilihan detektor UV 280 nm ini
disebabkan karena siprofloksasin memiliki gugus kromofor dan ikatan
rangkap terkonjugasi yang dapat menyerap sinar ultraviolet pada panjang
gelombang 280 nm sehingga respon dapat terbaca oleh detektor UV 280
nm. Panjang gelombang 280 nm ini merupakan panjang gelombang
maksimum siprofloksasin. Dengan panjang gelombang yang maksimum
maka akan didapatkan nilai luas area yang maksimum serta kepekaan dan
presisi yang paling baik sehingga dapat diperoleh nilai penetapan kadar
siprofloksasin yang akurat.
Kemudian diinjeksikan masing-masing larutan siprofloksasin dengan
seri pengenceran 0,1; 0,5; 1; 5; 10; 20; dan 50 µg/mL dan larutan urin ke
dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan sistem suntik katup kitar. Larutan seri siprofloksasin yang
pertama kali diinjeksikan adalah larutan standar dengan konsentrasi
terendah sampai yang tertinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah jika ada
larutan yang tertinggal pada saat sedang dielusi. Dimana jika dilakukan
penginjeksian dari konsentrasi yang paling besar terdapat kemungkinan
adanya sisa konsentrasi dari larutan ini lebih besar sehingga dapat
mempengaruhi konsentrasi larutan yang lebih kecil yang akan diukur. Pada
saat penginjeksian larutan seri siprofloksasin dan larutan urin harus
dilakukan dengan hati-hati dan tidak boleh terdapat gelembung pada
syringe, karena dengan adanya gelembung dapat meningkatkan tekanan
pada pompa sehingga waktu retensi akan bergeser dan hasil analisis menjadi
tidak akurat. Pada saat proses penginjeksian sampel, fase gerak akan
melewati katup kitar dan masuk ke dalam kolom. Di dalam kolom,
komponen-komponen sampel akan dipisahkan berdasarkan kepolarannya.
Siprofloksasin yang bersifat polar akan terelusi bersama dengan fase gerak
dan komponen lain yang bersifat non polar akan tertahan di dalam kolom
(fase diam). Komponen sampel yang keluar dari kolom bersama fase gerak
akan terdeteksi oleh detektor UV 280 nm dan direkam dalam bentuk
kromatogram.
Syarat kromatogram yang baik yaitu harus simetris; memiliki resolusi
yang bagus dimana satu puncak dengan puncak lain tidak boleh berdekatan;
dan sebaiknya tidak terdapat tailing factor. Faktor ikutan atau tailing factor
yaitu terjadinya pengekoran pada kromatogram sehingga bentuk
kromatogram menjadi tidak simetris. Seharusnya, puncak kromatogram
akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang
sempurna.
Setelah luas area siprofloksasin yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva
kalibrasi. Kurva kalibrasi merupakan kurva yang menyatakan hubungan
antara luas area kromatogram larutan siprofloksasin dengan konsentrasi
larutan siprofloksasin. Kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu sebagai berikut :
KURVA KALIBRASI
70,000,000
60,000,000
f(x) = 616663.278094687 x + 29985219.5881429
50,000,000 R² = 0.913019185139826
AUC
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
0 10 20 30 40 50 60
KONSENTRASI (PPM)
KURVA
4
3
2
1
ln Du/t
0
-1 0 2f(x) = − 0.106212440191388
4 6 8 x − 0.334694258373206
10 12 14 16 18
-2 R² = 0.031078537642402
-3
-4
-5
tmid (jam)
ln ( Du ∞-Du) = ln Du ∞ - k.t
Jumlah obat tidak berubah dalam urin dapat dinyatakan sebagai fungsi
waktu melalui persamaan berikut :
K e D0
Du = ( 1- e-Kt )
K
Du adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang diekskresi dalam
urin. Jumlah obat tidak berubah yang akhirnya diekskresi dalam urin Du ,
dapat ditentukan dengan membuat waktu t tak terhingga. Jadi e− Kt diabaikan
dan didapat pernyataan sebagai berikut :
∞
K e D0
Du =
K
Du - Du = D u e− Kt
KURVA
7
6 f(x) = − 0.699049295774648 x + 8.89591901408451
R² = 0.816919760654177
5
4
ln ARE
3
2
1
0
-1 2 4 6 8 10 12 14 16
-2
Waktu (jam)