Anda di halaman 1dari 3

I.

Solusi
Kepentingan nasional Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: “Negara melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945”. Dapat dilihat bahwa Indonesia mempunyai kepentingan besar dalam
menjaga stabilitas kemanan negara di Lautan Cina Selatan, terutama dalam kepulauan nasional
Natuna. Dengan demikian Kelompok 2 akan memajukan solusi untuk konflik ini.

1. Optimalisasi Peran TNI Angkatan Laut


TNI AL Indonesia mempunyai tugas penting, yaitu "melindungi warga negara dan kepentingan
nasional di dalam dan di luar negeri". Contoh dari tugas ini dilihat ketika TNI AL membantu
evakuasi TKI di Malaysia yang mendapat ancaman pengusiran paksa, operasi penyelamatan
terhadap KM Kudus yang dibajak oleh perompak Somalia di luar wilayah yurisdiksi nasional.

Amanah UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 3 ayat (2), menyatakan
bahwa pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai
kepulauan. Isu LCS suatu masalah yang sensitif dikarenakan banyaknya negara yang terlibat
dalam konflik ini. Sensitivitas masalah diperparah dengan isu maraknya pelanggaran wilayah
oleh kapal asing dan pesawat udara pada corong- corong s t rat egi s , illegal fishing,
penyelundupan dan jalur trafficking buruh migran.

Tuntutan geoposisi TNI ALmenjadi agenda prioritas sesuai kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan yangharus didukung sarana memadai. Tetapi, 50 persen dari 148 kapal TNI
AL saat ini sudah uzur dimana harus melindungi 5,8 juta km persegi wilayah laut dan ribuan
pulau di seluruh wilayah Indonesia.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kami menyarankan:

a) Pertama, peran militer yang dilaksanakan dalam rangka penegakan kedaulatan negara
di laut dengan cara penangkalan atau pertahanan negara.
b) Kedua,peran polisionil yang dilaksanakan dalam rangka penegakan hukum di laut,
melindungi sumberdaya dan kekayaan laut nasional.
c) Ketiga, peran dukungan diplomasi, merupakan penggunaan kekuatan TNI AL sebagai
sarana diplomasi dalam mendukung kebijaksanaan luar negeri Indonesia.
d) Keempat, TNI AL dalam bentukperan Operasi Lain selain Operasi Militer, seperti tugas
kemanusiaan dan dukungan bantuan ke berbagai wilayah.

2. Arbitrasi melewati Permanent Court Of Arbitration


Sengketa di Laut Cina Selatan, utamanya pada dua gugus kepulauan yaitu Spratly dan Paracell
melibatkan 6 negara yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Dari seluruh
negara tersebut hanya Filipina yang menggugat Cina di Pengadilan Arbitrase Den Haag (PCA)
pada 2013. Filipina menuding Cina mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan
mereklamasi demi membangun pulau buatan. Cina di lain pihak, pada 19 Februari 2013 dan 1
Agustus 2013 menyatakan bahwa dak setuju dengan proses arbitrase dan tidak akan ikut
dalam proses persidangan Mahkamah Arbitrase yang dibentuk. Akan tetapi, proses
persidangan lanjut dalam in absentia.

Pada 12 Juli 2016 Pengadilan Arbitrase di Den Haag mengeluarkan putusan dimana berisi poin
– poin:

1. Klaim Cina atas hak historis atau hak berdaulat lainnya terhadap wilayah laut di Laut Cina
Selatan melipu juga ‘Ninedash line’ adalah bertentangan dengan konvensi dan dinyatakan dak
sah. Klaim historis ini dianggap telah melebihi batasan yang ditentukan oleh Konvensi.

2. Pada Mischief Reef and Second Thomas Shoal dak mampu diperuntukan sebagai Laut
Teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif, ataupun Landas konnen Cina. Lalu untuk Subi Reef, Gaven
Reef (South), and Hughes Reef dak juga dapat dikategorikan sebagai Laut Teritorial, ZEE,
ataupun landas konnen namun dapat digunakan sebagai baseline untuk mengukur lebar dari
laut terotorial. Sedangkan Scarborough Shoal, Gaven Reef (North), McKennan Reef, Johnson
Reef, Cuarteron Reef, and Fiery Cross Reef dalam kondisi alami dinyatakan sebagai batu-
batuan yang dak dapat digunakan untuk kehidupan manusia juga bukan merupakan ZEE
maupun landas konnen

3. Status Mischies Reef dan Second Thomas Shoal adalah Zona Ekonomi Ekslusif Filipina

4. Cina dianggap telah melanggar kedaulatan Filipina dan pasal – pasal pada konvensi dengan
melakukan operasi militer, penyerangan terhadap nelayan, melakukan illegal fishing Cina juga
dinilai telah melakukan perusakan laut dengan melakukan reklamasi pada beberapa k di Laut
Cina Selatan.

Dapat dilihat dari poin 4 seharusnya Cina menghorma kedaulatan Filipina dan putusan ini pun
mementahkan cina dari sengketa Laut Cina Selatan karena klaim mendasar Cina yaitu Nine-
dash line berdasarkan klaim historis dinyatakan dak dapat diterima dan menyalahi konvensi
seperti United Nations Convention on the Laws of the Sea (UNCLOS)

Indonesia memiliki dua kewajiban yaitu mempertahankan kepenngan nasional dan


mempertahankan stabilitas kawasan. Mempertahankan kepentingan nasional dengan
meningkatkan kekuatan militer di wilayah perbatasan untuk meminimalisir pelanggaran –
pelanggaran yang mungkin terjadi pada wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah
sengketa Laut Cina Selatan. Sudah terjadi banyak pelanggaran oleh kapal Cina di wilayah
Natuna karena mereka menganggap wilayah tersebut masih dalam wilayah memancing Cina,
hal semacam ini dak boleh dibiarkan terus menerus. Tetapi dapat dilihat bahwa komunitas
internasional mendukung negara negara yang melawan RCC dalam usaha mereka untuk
merebut LCS. Dapat disarankan bahwa kedepannya, Indonesia harus siap untuk membawa
kasus pelanggaran Cina dalam Kabupaten Natuna kepada PCA.
II. Kesimpulan
Konflik di kawasan LCS, mempertemukan dua kekuatan dunia yaitu Cina dan Amerika Serikat
beserta sekutunya yang memperebutkan pengaruh di kawasan ASEAN. Dari latar belakang isu,
Indonesia tidak merupakan satu dari negara yang mempunyai kepentingan tinggi dalam konflik
LCS tetapi perikanan illegal yang telah dilaksanakan oleh cina dalam Kabupaten Natuna
membahayakan kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini, kelompok 2 menyarankan untuk mengoptimalkan operasi TNI AL dan kerja
sama dengan pihak internasional seperti Permanent Court of Arbitration.

III. Referensi
1. F. Al-Attar, "Sikap Indonesia Terhadap Sengketa Laut Cina Selatan Pasca Putusan
Permanent Court Of Arbitration 12 Juli 2017," Gema Keadilan, vol. 4, no. 1, pp. 143-
156, Oct. 2017. https://doi.org/10.14710/gk.4.1.143-156
2. Arief, Muh. Asri. PERAN TNI ANGKATAN LAUT SEBAGAI WORLD CLASS NAVY DALAM
PERTAHANAN MARITIM GUNA MENJAGA STABILITAS KEAMANAN DI KAWASAN LAUT
CINA SELATAN (LCS). JURNAL MARITIM INDONESIA, Edisi-3 (2015).
http://jurnalmaritim.tnial.mil.id/wp-content/uploads/2018/02/53_2014-Volume-
3Jurnal-Maritim-Edisi-3-Juni-2015-11-files-merged.pdf

Anda mungkin juga menyukai