Anda di halaman 1dari 93

PENETAPAN KADAR BORAKS PADA MIE BASAH

YANG BEREDAR DI PASAR CIPUTAT


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
MENGGUNAKAN PEREAKSI KURKUMIN

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Farmasi

OLEH :
RAISANI RUSLI
NIM : 105102003340

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : RAISANI RUSLI

NIM : 105102003340

JUDUL : PENETAPAN KADAR BORAKS PADA MIE BASAH YANG

BEREDAR DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS MENGGUNAKAN

PEREAKSI KURKUMIN

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt Zilhadia M.Si, Apt


NIP. 1956010619851010001 NIP. 150408672

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt


NIP. 1956010619851010001

ii
Skripsi dengan judul

PENETAPAN KADAR BORAKS PADA MIE BASAH


YANG BEREDAR DI PASAR CIPUTAT
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
MENGGUNAKAN PEREAKSI KURKUMIN
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan penguji oleh

RAISANI RUSLI
NIM 105102003340

Pembimbing

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt Zilhadia M.Si, Apt


NIP. 1956010619851010001 NIP. 150408672

Penguji

Supandi, M.Si,Apt Azri Fitria, M.Si, Apt Eka Putri, M.Si, Apt
Penguji I Penguji II Penguji III

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And

Tanggal lulus : 07 Januari 2010

iii
LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-


BENAR KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
PADA LAMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.

Jakarta, Desember 2009

Penulis

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena dengan segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan
judul PENETAPAN KADAR BORAKS PADA MIE BASAH YANG
BEREDAR DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS MENGGUNAKAN PEREAKSI
KURKUMIN. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc, Apt, selaku Ketua Program
studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing 1
yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulisan skripsi ini .
3. Ibu Zilhadia M.Si, Apt, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu,
semangat, ilmu, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
4. Kedua orang tua, Ayahanda H.Rusli Gucci dan Ibunda tercinta Hj.Mariah
yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril maupun
materil. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta
dan kasih sayang yang telah engkau berikan.
5. Kakak-kakakku, Dra. Ratnawati Rusli, H. Deny Rusli dan Istri, Letkol Heri
Rusli dan istri, Rasti Rusli, Temy Rusli dan Istri, Rini Rusli, Jimmy Rusli,
Amd.Par dan istri atas doa, dukungan baik moril maupun materil.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga
penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

v
7. Para staf dan karyawan program studi Farmasi. Staf Administrasi Farmasi
yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
8. Kakak Erlis dan Kakak Nurul selaku asisten laboratorium kimia farmasi UIN
Syarif Hidayatullah dan Kakak Prita dan Kakak Pipit selaku asisten
laboratorium pangan PLT UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak
membantu selama penelitian berlangsung.
9. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2005, terimakasih untuk kebersamaan,
dukungan, saran dan kritiknya. Kebersamaan kita didalam suka dan duka akan
selalu terkenang di dalam hati sanubari.
10. Kepada adik-adik Farmasi 2007 dan Tim Saman 02-03 yang telah membantu
dan menemani melewati semua perjuangan ini dengan berbagi tangis dan
tawa, serta semua kisah selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
11. Teman-teman Farmasi UP Lena dan Farmasi UNAIR Ratna terimakasih
untuk bantuan, dukungan, saran dan kritiknya selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi
mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, Desember 2009

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN. iii
LEMBAR PERNYATAAN. iv
KATA PENGANTAR.. v
DAFTAR ISI. vii
DAFTAR TABEL. ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
ABSTRAK. xii
ABSTRACT.. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang. 1
1.2. Perumusan masalah .3
1.3. Hipotesa...3
1.4. Tujuan Penelitian..4
1.5. Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan tambahan makanan... 5
2.1.1. Peranan Bahan Tambahan Makanan. 5
2.1.2. Jenis dan Golongan Bahan Tambahan Makanan..7
2.2. Boraks ... 8
2.2.1. Sifat Kimia Boraks. 8
2.2.2. Sifat Farmakologi . 9
2.3. Spektrofotometer UV-Vis.. 11
2.4. Metode Validasi . 19
2.5. Metode Analisa Boraks 24
2.5.1. Kurkumin 27
2.6. Teknik sampling 29

BAB III KERANGKA KONSEP .......................................................... 33


BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Pengambilan Sampel .. 34
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian . 34
4.3. Alat dan Bahan Penelitian ...34
4.3.1. Alat .. 34
4.3.2. Bahan .. 35
4.4. Prosedur Penelitian . 35
4.4.1. Penyiapan bahan baku dan pereaksi 35
4.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum . 37
4.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan validasi metode 37

vii
4.4.4. Analisa sampel pasar.. 38
A. Uji Kualitatif .. ... 38
B. Uji kuantitatif .. 39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian ... 41
5.2. Pembahasan . 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 51
6.2. Saran .. 51
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 53
LAMPIRAN 55

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengukuran serapan konsentrasi larutan boraks pada panjang


gelombang 545,95 nm..... 66
Tabel 2. Hasil penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi boraks
pada mie basah simulasi............................................................. 67
Tabel 3. Hasil uji perolehan kembali mie basah simulasi..... 68
Tabel 4. Hasil uji presisi mie basah simulasi... 69
Tabel 5. Hasil identifikasi boraks pada empat sampel mie basah
pasar Ciputat .. 70

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Spektrum Elektromagnit. 12


Gambar 2. Skema instrument UV-Vis... 13
Gambar 3. Skema spektrofotometri UV-Vis tipe single beam. 15
Gambar 4. Skema spektrofotometri UV-Vis tipe double beam. 15
Gambar 5. Rumus Bangun Kurkumin 27
Gambar 6. Kurva kalibrasi boraks pada mie basah 41
Gambar 7. Kompleks Rosocyanin.. 45
Gambar 8. Dinatrium tetraborat 56
Gambar 9. Skema pembuatan larutan uji dan pereaksi. 57
Gambar 10. Skema pembuatan mie basah simulasi.... 58
Gambar 11. Skema pembuatan larutan dari 11 mie basah simulasi yang
mengandung boraks dengan kadar 6,25-50 g/ml.. 59
Gambar 12. Skema penetuan panjang gelombang maksimum pada
larutan mie basah simulasi dengan kadar 25 g/ml.... 60
Gambar 13. Skema pembuatan kurva kalibrasi dan validasi metode. 61
Gambar 14. Skema pengujian sampel mie basah pasar secara kualitatif.. 62
Gambar 15. Skema pengujian sampel mie basah pasar secara kuantitatif. 64
Gambar 16. Kurva absorbs boraks dengan pereaksi kurkumin.. 65
Gambar 17. Spektrofotometri UV-Vis 71
Gambar 18. Penggiling adonan mie 71
Gambar 19 Pencetak mie 71
Gambar 20. Sampel mie basah pasar Ciputat..... 72
Gambar 21. Hasil uji kualitatif sampel mie basah dari pasar Ciputat. 73

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 sampel boraks.. 56
Lampiran 2. Skema kerja......................................................................... 57
Lampiran 3. Penentuan panjang gelombang maksimum..... 65
Lampiran 4. Pembuatan kurva kalibrasi...... 66
Lampiran 5. Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi boraks pada
mie basah simulasi .... 67
Lampiran 6. Uji perolehan kembali mie basah simulasi. 68
Lampiran 7. Uji presisi simulasi mie basah..... 69
Lampiran 8. Penetapan kadar boraks pada mie basah yang beredar di
pasar Ciputat ........................................................................ 70
Lampiran 9. Alat yang digunakan dalam penelitian.. 71
Lampiran 10. Sampel mie basah dari pasar Ciputat.................................... 72
Lampiran 11. Hasil uji kualitatif mie basah dari pasar Ciputat.................... 73

xi
ABSTRAK

Judul : Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Pasar
Ciputat Dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis Menggunakan
Pereaksi Kurkumin

Analisa boraks dalam mie basah dilakukan dengan menggunakan


pereaksi kurkuin sebagai pereaksi warna yang menghasilkan kompleks
rosocyanin dan diamati dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis
pada panjang gelombang maksimum 545,95 nm. Sebelum digunakan
terhadap sampel yang diambil dari pasar Ciputat metode ini divalidasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan kurva kalibrasi linier pada rentang
6,25-50 g/ml dengan persamaan regresi y = 0,008 + 0,012x dan
koevisien korelasi (r) = 0,9994. Metode ini memberikan batas deteksi
sebesar 3,1132 g/ml dan batas kuantitasi sebesar 10,3775 g/ml.
Persen perolehan kembali dari larutan mie basah simulasi yang
diperoleh dalam penelitian ini sebesar 99,7671,114 %. Hasil
pemeriksaan sampel mie basah yang beredar di pasar Ciputat empat
diantaranya diantaranya mengandung senyawa boraks 3,761120,0451,
108,5920,02185, 117,94610,01455, dan 6,2750,0221.

Kata kunci : Boraks, mie basah, kurkumin, spektrofotometri UV-Vis

xii
ABSTRACT

Title : Determination of Borax contain in wet noodles which distributed in


Ciputat market by spectrofotometri UV-Vis method using
curcumin reagent.

Determining of borax contain in wet noodles done by curcumin reagent


as color regent which produced rosocyanin complexs and monitor by
using spectrofotometri UV-Vis in maximum wave length in 545,95 nm.
Before it was used in sample which taken from Ciputat market this
method was validated. The result showed that calibration curve in linier
6,25-50 g/ml with regression equal y = 0,008 + 0,012x and corelation
coevision (r) = 0,9994. this method gave detection limit at 3,1132 g/ml
and qualification limit at 10,3775 g/ml. The recovery of wet nodles
simulation was 99,7671,114 %. The result of examination wet noodles
sample which was marketed in Ciputat market that four of five contain
3,761120,0451, 108,5920,02185, 117,94610,01455, and
6,2750,0221 borax.

Key Words : Borax, wet noodle, curcumin, spectrofotometri UV-Vis.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Boraks yang berasal dari bahasa arab yaitu Bouraq pada awal mula

dikenal mempunyai aktivitas sebagai bahan antiseptik yang digunakan sebagai

bahan pembersih, pengawet kayu, dan herbisida. Namun saat ini boraks tidak

digunakan sebagai pembersih, tetapi umum sebagai pengenyal atau pengawet

makanan. Dengan adanya boraks, adonan dapat lebih liat dan elastis, sehingga

tidak cepat molor atau sagging. Boraks banyak digunakan oleh industri kecil

atau industri rumah tangga, dalam pembuatan adonan mie, gendar, atau

kerupuk gendar (kerupuk nasi). Mie merupakan salah satu produk makanan

yang sangat digemari oleh masyarakat, baik anakanak maupun orang dewasa,

terbuat dari tepung gandum, tepung beras, atau tepung tapioka. Pada proses

pembuatannya terutama pada mie basah yang memiliki kadar air 51 % sering

ditambahkan boraks untuk memperpanjang daya tahannya terhadap kerusakan

dan kebasian. (Winarno et al,1994).

Meskipun jumlah yang ditambahkan tidak terlalu banyak, namun boraks

mempunyai efek akumulasi yang berbahaya. Dalam air, boraks merupakan

campuran natrium metaborat dan asam borat. Sedangkan dalam suasana asam

boraks terurai menjadi asam borat. Dengan demikian, baik waktu pengolahan

makanan dengan air maupun karena dimakan dan melalui lambung yang

bersifat asam, didalam tubuh akan ditemukan asam borat setelah

mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks. Gejala keracunan boraks

1
akut meliputi rasa mula, muntah-muntah, diare, kejang perut, bercakbercak

pada kulit, temperatur tubuh menurun, ruam eritema kulit yang menyerupai

campak dan kerusakan pada ginjal, gelisah, dan lemah juga dapat terjadi,

kematian terjadi akibat kolaps pernapasan. Sedangkan pada keracunan kronik

dapat menyebabkan demam, anoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi dan

bingung (Haddad et al,1990; Dreisbach,1974; Gosselin et al).

Kasus keracunan boraks yang bukan dari makanan, dilaporkan pertama

kali pada tahun 1907. Menurut laporan tersebut, banyak anak usia dini

menderita sariawan pada mulut, kemudian dioleskan campuran madu dan

boraks. Ternyata kelainan pasca pengolesan pada kulit, terjadi eritema, dan

wajah tampak keriput. Di Indonesia tepatnya di Palembang Sumatera Selatan

terjadi kasus keracunan boraks yang berasal dari makanan pada pertengahan

tahun 1994. Dilaporkan 5 orang meninggal dunia dan 56 orang terpaksa di

rawat di rumah sakit (Goodman,1975; Akmal,1995). Pada tahun 2009 Dinas

Kesehatan kota Depok mengumumkan hasil pengujian di kantin Sekolah

Dasar yang rata-rata menjajakan jajanan khas sekolah, terbukti 30 persen

mengandung boraks dan 16 persen mengandung formalin.

Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes

RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999 menyatakan bahwa salah satu BTM

yang dilarang digunakan dalam makanan adalah boraks (Depkes,1999).

Karena hal-hal tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan

penetapan kadar boraks pada mie basah yang dijual di pasar Ciputat. Pasar

Ciputat dipilih karena letak pasar yang dekat dengan kampus UIN Syarif

2
Hidayatullah dan merupakan pasar tradisional besar sehingga penelitian ini

dilakukan sebagai dharma UIN terhadap masyarakat sekitar.

Penetapan kadar boraks dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar

tampak, dimana pada metode ini ada dua pereaksi pembentuk kompleks warna

yaitu Quinalizarin dan Kurkumin. Pada penelitianpenelitian sebelumnya,

peraksi yang banyak digunakan adalah kurkumin dimana kompleks warna

yang terjadi adalah rosocyanin yang berwarna rosa. (Dibble,1965)

Berdasarkan hal tersebut, maka identifikasi dan penetapan kadar boraks

dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis

dengan menggunakan pereaksi kurkumin dan perlu dilakukan penelitian

terhadap beberapa mie basah yang dijual dipasar Ciputat, Karena

kemungkinan mie tersebut juga menggunakan boraks pada pembuatannya.

1.2 Perumusan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut :.

1. Apakah validasi metode penetapan kadar boraks menggunakan

spektrofotometer UV-Vis dapat memenuhi persyaratan.

2. Apakah mie basah yang beredar di pasar Ciputat mengandung boraks

sebagai bahan tambahan makanan.

1.3 Hipotesis

1. Validasi metode pada boraks dengan menggunakan Spektrofotometer UV-

Vis dapat memenuhi persyaratan.

3
2. Mie Basah yang dijual di pasar Ciputat mengandung bahan tambahan

makanan boraks sebagai pengenyal

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya boraks pada mie basah

dan mengetahui kadar boraks pada mie basah yang dijual di pasar Ciputat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat

tentang bahaya penggunaan boraks pada makanan.

2. Hasil penelitian diharapkan meningkatkan kewaspadaan mayarakat pada

produk yang mengandung boraks di pasar Ciputat

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Makanan

Pengertian atau definisi bahan tambahan makanan (BTM) cukup

bervariasi. Secara umum yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan

adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama

produksi, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan

tertentu.

2.1.1 Peranan Bahan Tambahan Makanan

Peranan BTM pada dasarnya sebagai senyawa yang ditambahkan

dalam bahan pangan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur,

atau sifat-sifat penyimpanannya serta untuk mempengaruhi kualitas yang

dikehendaki. BTM digunakandi industri-industri makanan untuk

meningkatkan mutu pangan olahanpenggunaan. Bahan tambahan

makanan tersebut hanya dibenarkan jika ditujukan untuk keperluan

berikut:

1. Mempertahankan nilai gizi makanan.

Sebagai contoh, penambahan bahan antioksidan seperti BHA (butyl

hidroksianisol) dalam pengolahan vitamin A akan mempertahankan

potensi vitamin tersebut bila ditambahkan pada makanan.

2. Sebagai konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan

makanan diit.

5
Misalnya penambahan bahan pemanis buatan seperti sakarin ke dalam

makanan atau minuman, sehingga tidak menambah kalori kedalam

makanan tersebut.

3. Mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk

memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya hingga tidak menyimpang dari

sifat alamiahnya, dan dapat membantu mengurangi makanan yang

dibuang. Bahan pengawet memegang peranan penting dalam

memperpanjang daya simpan berbagai jenis makanan, sehingga

memungkinkan bagi makanan-makanan tersebut ditransportasikan

dalam jarak yang jauh, disimpan untuk waktu yang lama, tetapi masih

dapat dikonsumsi secara aman.

4. Sebagai keperluan pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan,

pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau pengangkutan.

Beberapa makanan dalam proses pengolahannya membutuhkan

penggunaan bahan-bahan, seperti bahan penstabil, bahan penjernih, dan

bahan pengikat logam. Penggunaan bahan-bahan tersebut

memungkinkan bagi industri dalam skala besar memproduksi makanan

dengan komposisi dan mutu yang konstan sepanjang tahun.

5. Membuat makanan menjadi lebih menarik Penggunaan bahan

tambahan makanan, seperti pewarna dan bahan pemantap tekstur

memperbaiki bahan baku yang bervariasi sehingga nantinya produk

akhir mempunyai penampakan, rasa, serta penampilan yang selalu sama

setiap waktu (Winarno,Titi,1994; Des Rosier, 1988).

6
2.1.2 Jenis dan Penggolongan Bahan Tambahan Makanan (BMT)

Pada umunya Bahan Tambahan Makanan (BTM) dapat dibagi

menjadi dua golongan besar, yaitu :

1. BTM yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan.

BTM ini dibagi lagi berdasarkan fungsinya dalam pengolahan makanan,

antara lain sebagai anti oksidan; pemanis buatan; pemutih tepung;

pengemulsi dan pengental; pengeras; pewarna serta penyedap rasa dan

aroma.

2. BTM yang tidak sengaja tidak ditambahkan pada makanan.

BTM ini tidak mempunyai fungsi dalam makanan, terdapat secara fisik

sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat

pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja yang

ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya

yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.

Contoh BTM dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk

insektisida, herbisida, dan fungisida), kontaminan radio aktif, logam

berat, residu obat ternak (termasuk hormone dan antibiotic), serta

migrasi komponenkomponen plastik dari pembungkus ke dalam

makanan.

Menurut sumbernya, BTM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a) Alamiah, seperti lesitin dan asam sitrat.

b) Buatan/ sintetik dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa

dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimis maupun

7
sifat metabolismenya, seperti asam askorbat.Pada umunya bahan

sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan

lebih murah. Walaupun demikian terdapat kelemahan yaitu sering

terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zatzat

yang berbahaya bagi kesehatan, kadang bersifat karsinogenik

(Winarno,1988).

2.2 Boraks

2.2.1 Sifat Kimia Boraks

Rumus Molekul : Na2 B4O7. 10H2 O

Nama Kimia : Natrium Tetraborat

Berat Molekul : 381,37

Berat Jenis : 1,68 1,72

Titik Leleh : 750 C

Boraks merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur boron

(B). Boraks merupakan kristal lunak tidak berwarna, terjadi dalam suatu

deposit hasil proses penguapan hot spring (pancuran air panas) atau danau

garam. Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa

kima alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O2). Beberapa

jenis boraks jarang ditemui, dan terjadi pada daerah tertentu saja,

sebaliknya beberapa diantaranya, misalnya boraks, kernite

(Na2B4O74H2O) dan colemanite (Ca2B6O11.5H2O) secara komersil

ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam

boron sintesis (Winarno,Titi,1994).

8
Boraks berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur

putih dan tidak berbau. Larutannya bersifat basa terhadap fenoftalen. Pada

udara kering merapuh. Hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Larut

dalam 20 bagian air, 0,6 bagian air mendidih dan 1 bagian gliserol, praktis

tidak larut dalam etanol (Reynold,1982; Farmakope IV,1995; Farmakope

III,1979).

2.2.2 Sifat Farmakologi

A. Absorbsi

Boraks diabsorpsi secara cepat oleh saluran cerna, kulit yang

terbakar dan pada kulit yang terluka. Namun boraks tidak diabsorpsi

secara baik pada kulit yang utuh. Boraks didistribusikan ke seluruh tubuh

dan memiliki afinitas yang besar terhadap hati, otak dan ginjal, sehingga

dapat terakumulasi pada organ tersebut. (Goodman,1975; Winarno,1994;

Haddad et al,1990)

Pada keadaan normal, konsentrasi boraks didalam serum sebesar 7

mg/l, tetapi pada keracunan berat konsentrasinya 20150 mg/l. Sedangkan

pada kasus kematian dapat terjadi pada konsentrasi 20015000 mg/l

(Flanaga et al,1995).

B. Ekskresi

Boraks diekskresikan sebagian besar melalui ginjal. Lebih dari

50% dosis oral diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal selama 24

jam dan 90% setelah 96 jam. Sebagian kecil dikeluarkan melalui kelenjar

keringat. Waktu paruh boraks dilaporkan bervariasi, antara 521 jam

(Haddad et al,1990).

9
C. Toksisitas.

Keracunan boraks terjadi karena absorpsi yang berlangsung dengan

segera dari saluran pencernaan makanan, kulit yang terluka, lecet, atau

terbakar yang mendapat pengobatan secara berulangulang dengan serbuk

atau larutan asam borat. Selain itu, ekskresi boraks yang lambat juga

memperbesar terjadinya akumulasi akibat penggunaan berulang. Pada bayi

dan anak-anak keracunan lebih mudah terjadi dibanding orang dewasa,

dan kematian dapat terjadi setelah penggunaan topikal dari serbuk boraks

untuk mengobati ruam. Keracunan dapat bersifat akut maupun kronis

dengan manifestasinya yang utama adalah kulit mengelupas, demam, dan

anuria.

Gejala keracunan boraks akut meliputi rasa mula, muntah-muntah,

diare, kejang perut, bercakbercak pada kulit, temperatur tubuh menurun,

ruam eritema kulit yang menyerupai campak dan kerusakan pada ginjal,

gelisah, dan lemah juga dapat terjadi, kematian terjadi akibat kolaps

pernapasan. Sedangkan pada keracunan kronik dapat menyebabkan

demam, anoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi dan bingung (Haddad

et al,1990; Dreisbach,1974; Gosselin et al).

Untuk boraks nilai LD50 (Letal Death 50 ) pada tikus melalui

penggunaan oral adalah 3,0 g/kg berat badan. Uji yang dilakukan terhadap

10 orang dewasa menunjukkan bahwa dengan penyuntikan 20 g boraks

tidak menimbulkan kematian, tetapi, mengakibatkan mual, muntah

muntah, diare, atau gangguan mental selama beberapa hari. Anak kecil

lebih rentan dari orang dewasa, berdasarkan pengujian terhadap 11 bayi

10
yang baru lahir yang diberi asam borat pada makanannya, karena 5 anak

yang mendapatkan 4,514 g meninggal dalam waktu 2-3 hari, sedangkan 6

bayi lainnya mendapat 24,5 g dapat bertahan (Winarno,Titi,1994).

2.3 Spektrofotometer UV Vis

Pada awalnya, spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang

radiasi sinar tampak yang berinteraksi dengan molekul pada panjang

gelombang tertentu dan menghasilkan suatu spektra, yang merupakan hasil

interaksi antara energi radian dengan panjang gelombang atau frekuensi.

Kemudian pengertian ini dikembangkan tidak hanya untuk radiasi sinar

tampak, tapi juga jenis radiasi elektromagnetik yang lain seperti sinar X,

ultraviolet, inframerah, gelombang mikro, dan radiasi frekuensi radio.

Ilmu yang berhubungan dengan pengukuran spektra tersebut dinamakan

spektrofotometer (Skoog,West,Holler,1996). Spektrofotometri UV-Vis

adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari

interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom

dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).

Jangkauan panjang gelombang yang tersedia untuk pengukuran

membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke garis

inframerah.

11
Gambar 1. Spektrum elektromagnit

Untuk kemudahan pengacuan, daerah spektrum secara garis

besarnya dibagi dalam :

1. Daerah ultraviolet jauH : 100 nm 190 nm

2. Daerah ultraviolet dekat : 190 nm 380 nm

3. Daerah cahaya tampak : 380 nm 780 nm

4. Daerah inframerah dekat : 780 nm 3000 nm

5. Daerah inframerah : 2,5 m 40 m atau 4000 cm-1

250 cm-1

Spektrofotometer UV-Vis adalah anggota teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet

(190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument

spektrofotometer.

Spektrofotometer UVVis merupakan metoda analisa yang

penggunaannya cukup luas, baik untuk analisa kualitatif maupun

kuantitatif. Untuk analisa kuantitatif yang diperhatikan adalah :

a) Membandingkan maksimum.

12
b) Membandingkan serapan (A), daya serap (a), .

c) Membandingkan spektrum serapannya

Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah mengukur jumlah

cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di

dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui

larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap (diabsorpsi).

Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi

cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi

(A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang

berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke

suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau

diabsorbsi diukur dengan phototube.

Gambar 2. Skema instrument UV-Vis

Spektrofotometri sederhana terdiri dari :

1. Sumber radiasi

Sumber radiasi monokromator kuvet detektor amplifier rekorder 21

Sumber cahaya berasal dari lampu Deutrium (H0) untuk UV

dengan panjang gelombang 180 400 nm dan lampu Tungsten

(wolfram) untuk Vis dengan panjang gelombang 400 800 nm.

13
2. Monokromator

Monokromator merupakan alat yang berfungsi sebagai penyeleksi

cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator akan

memisahkan radiasi cahaya putih yang polikromatis menjadi

cahaya monokromatis (mendekati monokromatis).

3. Kuvet

Pada umumnya spektrofotometri melibatkan larutan, dengan

demikian diperlukan wadah/ sell untuk menempatkan larutan.

4. Detektor

Fungsinya mengubah energi radiasi yang jatuh mengenainya

menjadi suatu besaran yang dapat diukur.

5. Amplifier

Fungsinya untuk memperkuat sinyal listrik.

6. Recorder

Alat untuk mencatat, dapat berupa gambar/angka-angka.

Tipe instrumentasi dari spektrofotometri UV-Vis (Harmita, 2006) :

1. Single Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbsi

berdasarkan pada sinar tunggal dimana sampel akan ditentukan

jumlahnya pada satu panjang gelombang atau fix wave lenght.

Hasil biasanya dibandingkan dengan blangko (biasanya pelarut).

14
Gambar 3 . Skema spektrofotometri tipe single beam

Keterangan gambar:

1). Dari celah mengeluarkan satu sinar monokromotis

2). Wadah atau kuvet yang dapat dilalui sinar hanya satu.

3). Setiap perubahan panjang gelombang, alat harus dinolkan

2. Double Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam absorbsi biasanya

mempunyai variabel panjang gelombang atau multi wave length.

Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blangko.

Gambar 4 . Skema spektrofotometri tipe double beam.

Keterangan gambar:

1). Dari celah mengeluarkan dua sinar monokromotis.

2). Sinar melaui 2 wadah atau kuvet yang sekaligus.

3). Alat hanya di auto zero satu kali dengan cara mengisi kedua kuvet

dengan larutan blanko

15
Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan Spektrofotometri

UV Vis adalah :

1. Bahan mempunyai gugus kromofor

2. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna

3. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka

ditambahkan pereaksi warna (Vis)

4. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang

mempunyai gugus kromofor (UV).

Dasar dari metoda ini karena adanya perubahan sifat fisikokimia

dari bahan yang diperiksa dengan jalan mengamati sifat serapannya

terhadap energi cahaya atau radiasi elektromagnetik. Spectrum UV-Vis

merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan

molekul. REM merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat

gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang maka

beberapa parameter perlu diketahui, misalnya panjang gelombang (),

frekuensi (v), bilangan gelombang (v), dan serapan (A).

REM mempunyai vektor listrik dan vektor magnet yang bergetar

dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain dan masing-masing

tegak lurus pada arah perambatan radiasi.

Bila suatu cahaya monokromatis atau bukan monokromatis jatuh

pada medium homogen, maka sebagian dari cahaya ini akan dipantulkan,

sebagian akan diabsorbsi dan sisanya akan diteruskan, sehingga dalam hal

ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

IO = Ir + Ia + It

16
Dimana :

I0 = intensitas cahaya yang datang

Ir = intensitas cahaya yang dipantulkan

Ia = intensitas cahaya yang diserap

It = intensitas cahaya yang diteruskan

Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan

blanko/kontrol, sehingga :

I0 = Ia + It

Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan.

Hokum Lambert telah menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak

bergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer mengatakan

bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap

(Sudjadi, 1983)

Gabungan dari hukum Lambert-Beer menurunkan secara empiris

hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya

larutan, dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat

(Depkes,1995).

Rumus :

A = log (Io/It) = . b . c = a.b.c

Dimana : A = Serapan

Io = Intensitas sinar yang datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

= Absorptivitas molekuler ( L.mol-1.cm-1) = a x BM

a = Daya serap (L.g-1.cm-1)

17
b = Tebal larutan / kuvet (cm)

c = Konsentrasi zat (g/L, mg/mL)

Sampel yang sering dianalisis dengan metode spektrofotometer

UV-Vis adalah senyawa organik. Senyawa organik yang dapat

memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan

auksokrom. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang

memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir

semua kromofor mempunyai ikatan rangkap seperti alkena (C=C), C=O, -

NO2, benzene, dan lain-lain.

Sedangkan auksokrom adalah gugus fungsional seperti OH, -NH2,

-X, yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding dan tidak

mengabsorbsi radiasi pada diatas 200 nm, akan tetapi mengabsorbsi

radiasi UV jauh (Harmita, 2006).

Ruang lingkup spektroskopi serapan dapat diperluas dengan

menggunakan reaksi warna, yang seringkali diiringi dengan peningkatan

sensitivitas atau selektivitas. Reaksi warna digunakan untuk memodifikasi

spektrum dari molekul pengabsorbsi sehingga dapat dideteksi pada daerah

visible, dan terpisah dari senyawa pengganggu lain yang memiki serapan

di daerah UV. Selain itu, modifikasi kimia ini dapat digunakan untuk

mengubah molekul yang tidak mengabsorbsi menjadi senyawa turunan

yang stabil yang memiliki serapan yang bermakna.

Panjang gelombang dimana absorbsi spektrum maksimum disebut

panjang gelombang maksimum ( maks). Pengukuran ditunjukkan untuk

18
menghitung jumlah senyawa dalam sampel. Jika konsentrasi senyawa

semakin tinggi maka lebih banyak cahaya yang diabsorbsi oleh sampel.

2.4 Metode Validasi

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaanya.

Parameter tersebut adalah :

1. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh

dengan hasil sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil

perolehan kembali dari analit yang ditambahkan.

Cara penentuan akurasi dapat dilakukan dengan cara absolute dan cara

audisi. Syarat akurasi yang baik : 98 102 %, untuk sampel hayati

(biologis atau nabati) : 10 %. Beberapa pendapat mangatakan antara

95-105 %, dan beberapa berpendapat antara 80-120 %. Hal ini

dikarenakan semakin kompleks penyiapan sampel dan semakin sulit

metode analisis yang digunakan, maka recovery yang diperbolehkan

semakin rendah atau kisarannya semakin lebar. Perhitungannya sebagai

berikut :

% Perolehan kembali = Kadar hasil analisis x 100%

Kadar sesungguhnya

19
Dianjurkan untuk melakukan penentuan akurasi dengan 5

konsentrasi berbeda. ( (Harmita, 2006 ; Snyder, dkk, 1988 ; Gandjar,

2009)

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan

diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien

variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Kriteria seksama

diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau

koefisien variasi 2% atau kurang.

Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

a. Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,.xn

maka simpangan bakunya adalah :

SD = ( (x x )2 )
n1
b. Simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) adalah :

KV = SD x 100 % (Harmita, 2006)


x

3. Selektivitas (specificity)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan

adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

20
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan

(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap

hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang

ditambahkan. Pada metode analisa yang melibatkan kromatografi,

selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

Pemisahan kromatogram yang baik diperoleh bila nilai resolusinya

lebih besar dari 1,5 (Harmita, 2006).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik

yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit

yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,

keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Penentuan linearitas

dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya

antara 50 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering

ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 200%.

Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah

sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan

koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Untuk

memperoleh nilai a dan b digunakan metode kuadrat terkecil (least

square):

21
a =
(y
i) (xi)2
(xi) (yi)
N (xi2) (yi2)
b = N(xi.yi) - (xi) (yi)
N (xi2) (xi) 2

Linieritas ditentukan berdasarkan nilai koefisien (r)

r = N(xy) - (x) (y)

[ (N (x2) (x) 2) (N (y2) (y)2) ]1/2

Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1

bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan

analisis terutama instrument yang digunakan. Parameter lain yang harus

dihitung adalah simpangan baku residual (Sy).

Sy = (y1 1)2 di mana 1 = a + bx

N2
Sx0 = Sy Sx0 = standar deviasi dari fungsi
b
Vx0 = Sx0 X 100% Vx0 = koefisien variasi dari fungsi
x

Syarat kelinearan garis :

a) Koefisien korelasi (r)

r 0,9990

b) Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri) mendekati nol (0)

(ri)2 sekecil mungkin 0

ri = yi (b x i + a)

c) Koefisien fungsi regresi

Vx0 2,0% (sediaan farmasi)

22
5,0% (sediaan biologi)

d) Kepekaan analisis (y/x)

y/x = y2 y1 y3 y2 y4 y5 yn yn-1
X2 x1 X3 x2 x4 x5 xn xn-1 (Harmita, 2006)

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat

dikuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik

menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas

kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama. Pada analisis instrument batas

deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali

lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini

dapat digunakan untuk perhitungan

Q= 1

Keterangan :

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)

k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko

S1 = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap

konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

23
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan

nilai b pada persamaan garis linier y = a+bx, sedangkan simpangan

baku blangko sama dengan simpangan baku residual(Sy/x)

a. Batas deteksi (Q)

karena k = 3 atau 10

Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka

3 /
Q= 1

b. Batas kuantitasi (Q)

10 /
Q= 1
(Harmita, 2006; Gandjar, 2009;Snyder, dkk, 1988)

2.5 Metoda Analisa Boraks

1. Kualitatif

Metoda analisa boraks/asam borat secara kualitatif dapat dilakukan

dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :

a. Penambahan asam sulfat pekat dengan bantuan panas. Ketika

dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan. Reaksi yang

terjadi :

Na2B4O7 + H2SO4 + 5 H2 O 4 H3 BO3 + 2 Na+ + SO42-

(Setiono, et al 1985)

b. Uji nyala api. Uji nyala api dilakukan dengan penambahan

asam sulfat pekat dan alkohol. Alkohol akan terbakar dengan

24
nyala hijau, disebabkan oleh pembentukan etil borat atau

metal borat. (Setiono, et al 1985; Basir, 1992)

c. Uji kertas kunyit (Turmeri). Menggunakan sehelai kertas

kunyit yang dicelup ke dalam larutan suatu borat yang

diasamkan dengan asam klorida encer kemudian dikeringkan.

Apabila suatu sample mengandung boraks dan diidentfikasi

menggunakan kertas kurkumin dilihat melalui perubahan

warna kertas dari kuning menjadi hijau biru gelap setelah

ditambah amonia encer. (Wiliam,2002)

d. Menggunakan natrium karbonat dan penambahan asam

klorida dengan bantuan pemanasan akan mengidentifikasi

adanya boraks melalui perubahan residu dari berwarna merah

ceri berubah menjadi hijau kehitaman.

e. Metoda Titrasi (Wisnu 2008; Slamet,2007).

1) Titrasi langsung basa kuat

Di dalam larutan air boraks merupakan campuran natrium

metaborat dan asam borat. Asam borat adalah asam sangat

lemah sehingga tidak dapat dititrasi langsung. Dengan adanya

senyawa poli-ol seperti gliserol dan manitol asam borat dapat

membentuk kompleks yang mempunyai keasaman yang lebih

tinggi. Oleh karena itu, boraks dapat dititrasi dengan adanya

gliserol atau manitol menggunakan fenolftalen sebagai

indikator. Reaksi yang terbentuk :

25
Na2B4O7 + 10H2 2NaBO2 + 2 H3 BO3 + 7 H2 O

2H3 BO3 + 2 NaOH 2NaBO2 + 4H2O

2) Titrasi dengan asam.

Penetapan kadar dilakukan dengan menggunkana HCL untuk

membentuk asam borat dan mengunakan merah metal

sebagai indicator. Reaksi yang terbentuk :

Na2B4O7 + 10H2 + 2HCL 4 H3 BO3 + 2 NaCl + H2O

2. Kuantitatif

Penentuan kadar boraks dapat dilakukan dengan metode asam-

basa. Spektrofotometri dan AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometric ). Pada metode asam-basa dapat dikerjakan

dengan cepat namun terbatas untuk sampel dengan kadar yang

relatif cukup besar, pada metode AAS dapat digunakan untuk

menetapkan sample dengan kadar yang sangat kecil namun jarang

laboratorium yang memiliki alat tersebut. Sedangkan pada metode

spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk penetapan sample

dengan kadar yang sangat kecil dan beberapa laboratorium banyak

yang memiliki alat tersebut.

Pada penetapan kadar boraks (secara spektrofotometri)

dilakukan dengan metoda spektrofotometri sinar tampak, dimana

pada metoda ini ada dua pereaksi pembentuk kompleks warna yaitu

Quinalizarin dan Kurkumin. Pereaksi quinalizarin jarang

26
digunakan karena bentuk kompleks warna yang terjadi harus

dilarutkan terlebih dahulu dalam asam sulfat yang pekat yang

memberikan kesulitan pada saat pengamatannya. Yang sering

digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya adalah kurkumin

dimana kompleks warna yang terjadi yaitu rosocyanin yang

berwarna rosa. Rosocyanin ini pada penetapan secara

spektrofotometri sinar tampak dilakukan dengan melarutkannya

dalam alkohol 96% dan diamati pada panjang gelombang 548 nm

(Dibble,1965).

2.5.1 Kurkumin

Nama Kimia : 1,7 Bis ( 4 hydroxyl 3 methoxyphenyl )

1,6 diene 3,5 dione

Rumus molekul : C21 H20O6

Berat molekul : 368,39

Titik leleh : 179 0 C 1820 C

Rumus bangun :

Gambar 5. Rumus bangun Kurkumin

Kurkumin merupakan senyawa alam yang terdapat di dalam

umbi tanaman Curcuma longa L, nama lain tanaman ini adalah

27
Curcuma domestica Val, sedangkan nama daerahnya adalah kunir,

kunyit, atau temu kuning (Anonim,1992).

Dalam keadaan murni dapat berupa Kristal berbentuk batang

atau prisma, berwarna kuning jingga. Larut dalam etanol dan asam

asetat glacial, tidak larut dalam air dan dietil eter. Dalam alkali

berwarna merah kecoklatan, dan dalam asam berwarna kuning

(Windholz et al,1983).

Kurkumin merupakan zat warna alam, digunakan untuk

pewarna makanan dan kosmetik, juga sebagai penunjuk boraks.

Dimana kurkumin akan bereaksi dengan asam borat atau boraks

membentuk kompleks kelat rosasianin yang berwarna merah

(Roth,1978).

Kurkumin atau diferuloyl methane pertama kali diisolasi pada

tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan

berbentuk Kristal dan bisa dilarutkan dengan pelarut alkohol.

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan

tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang

aman dikonsumsi manusia adalah 100 mg/hari.

Kunyit merupakan salah satu tanaman obat potensial penghasil

kurkumin. Selain sebagai bahan baku obat dapat juga dipakai

sebagai bumbu dapur dan zat pewarna alami. Rimpangnya sangat

bermanfaat sebagai anti koagulan, menurunkan tekanan darah, obat

cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut,

penyakit hati, karminatif, stimulant, gatal-gatal, gigitan serangga,

28
diare dan reumatik. Kandungan kurkumin didalam kunyit berkisar

34% (Joe et al; 2004; Eighner dan Schulz, 1999).

2.6 Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian

(sampel sendiri secara harfiah berarti contoh). Alasan perlunya

pengambilan sampel adalah sebagai berikut : keterbatasan waktu, tenaga

dan biaya; lebih cepat dan lebih mudah; memberi informasi yang lebih

banyak dan dalam; dapat ditangani lebih teliti (Nasution R, 2003).

Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran.

Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan

populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data.

Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian

untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat

menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi

atas 3 kelompok besar, yaitu :

1. Sampel Acak atau Random Sampling / Probability Sampling : pada

pengambilan sampel secara random, setiap unit populasinya

mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.

Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah

sebagai berikut :

- Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan.

- Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat

diperkirakan.

- Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.

29
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu

sebagai berikut :

a. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling) :

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi

kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi

anggota sampel.

Keuntungan : prosedur mudah dan sederhana

Kerugian : membutuhkan daftar seluruh anggota populasi,

biaya transportasi besar.

b. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling) :

Proses pengambilan sampel, setiap urutan dari titik awal yang

dipilih secara random.

Keuntungan : perencanaan dan penggunaannya mudah, sampel

tersebar di daerah populasi.

Kerugian : membutuhkan daftar populasi.

c. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling) :

Populasi dibagi strata-strata (sub populasi), kemudian pengambilan

sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random

sampling,maupun secara systematik random sampling.

Keuntungan : taksiran mengenai karakteristik populasi lebih

tepat.

Kerugian : daftar populasi setiap strata diperlukan.

d. Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling) :

30
Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana

sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item

(individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai

sampel.

Keuntungan : tidak memerlukan daftar populasi

Kerugian : prosedur sulit

e. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling) : Proses pengambilan

sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih.

Keuntungan : biaya transportasi kurang

Kerugian :prosedur sulit,prosedur pengambilan sampel

memerlukan perencanaan yang lebih cermat.

2. Non Probability Sample (Selected Sample) : pemilihan sampel tidak

secara random. Cara ini dipergunakan : bila biaya sangat sedikit, hasil

yang diminta segera, tidak memerlukan ketepatan yang tinggi.

Ada 3 cara yang dikenal :

a. Pusposive Sampling : Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar

pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

b. Accidental Sampling : Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa

direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehenadaki

tidak berdasarkan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan,

asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat

kasar dan sementara saja.

31
c. Quota Sampling : Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti

saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu.

Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi

daerah dimana penelitian akan dilakukan.

3. Investigatif Sampel : pemilihan sampel diambil secara acak dan dilihat dari

nomor registrasi yang berbeda untuk setiap sampel serta

peminatan masyakarakat yang cukup tinggi terhadap produk

tersebut.

32
BAB III

KERANGKA KONSEP

Boraks bukan merupakan senyawa yang digunakan


pada makanan atau sebagai bahan tambahan

Boraks memilik efek akumulasi yang berbahaya jika


dikonsumsi karena menimbulkan keracunan akut maupun
kronis bahkan kematian

Berdasarka penelitian-penelitian masih banyak


ditemukan produk mie yang mengandung boraks

Boraks tidak boleh digunakan


sebagai BTM (Permenkes RI
1168/MENKES/PER/X/1999

Perlu diteliti kandungan


boraks pada mie yang beredar
di pasar Ciputat

Larutan Kurkumin 0,125%


Penyiapan Alat dan
Bahan
Pembuatan Kurva Larutan Asam Sulfat Pekat
Kalibrasi Pembuatan Larutan Asetat 1 : 1
Uji dan Pereaksi Larutan NaOH 10%
Uji Linearitas

Uji Akurasi Uji Validasi Pembuatan Mie Basah


dengan kadar boraks 6,25-
Uji Presisi 50 g/ml
Penetapan Kadar
dengan Sampel Uji
Uji LOD dan LOQ

Uji Kualitatif Uji Kuantitatif dengan


Spektrofotometer UVVis
Tes Nyala Api Tes Warna dengan
Peraksi
Kurkumin

3
3
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan terdiri dari 5 Mie basah yang beredar di pasar Ciputat.

Mie basah yang diambil berdasarkan teknik sampling investigativ, yaitu mencari

tahu secara langsung asal pabrik pembuat mie basah yang dijual para pedagang

tersebut. Dari hasil investigasi seluruh pedagang mie basah yang berjumlah 20

pedagang didapatkan 5 pabrik utama yaitu pabrik di daerah Bandung, pabrik di

daerah Parung, pabrik dari Tangerang, dan 2 sampel dari pabrik di Ciputat

dengan bentuk dan warna yang berbeda.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Penelitian ini

berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan November 2009.

4.3 Alat dan Bahan

4.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

Alat gelas yang umum terdapat dilaboratorium, timbangan listrik, mesin

penggiling mie sederhana, oven, tanur, alat refluks, kertas saring, Bunsen,

waterbath, hot plate dan instrument spektrofotometer UV-Vis.


34
4.3.2 Bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

Boraks proanalisa (Merck), Kurkumin proanalisa (Merck), tepung terigu merk cakra

kembar, telur, garam dapur, soda kue (natrium karbonat), Alkohol 96%, asam asetat

pekat, asam sulfat pekat, NaOH 10%, H2 O2 30%, Ca(OH)2, asam oksalat, mie basah,

aquades,

4.4 Prosedur Penelitian

4.4.1 Penyiapan Bahan Baku dan Pereaksi

1. Pembuatan Larutan kurkumin 0,125%

Ditimbang kurkumin sebanyak 125 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur

100 ml, ditambahkan asam asetat pekat sampai larut dan ditambahkan

asam asetat tersebut sampai larut dan sampai garis tanda.

2. Pembuatan larutan asam sulfat pekat-asam asetat (1 : 1)

Diukur 100 ml larutan asam asetat pekat, dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer 250 ml. diukur asam sulfat pekat 100 ml, dicampurkan

sedikitsedikit pada asam asetat pekat sampai homogen.

3. Pembuatan larutan NaOH 10%

Ditimbang NaOH 10 gram dilarutkan dengan air suling sampai larut

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan aquadest sampai

garis tanda.

4. Pembuatan mie basah dengan penambahan boraks

Ditimbang 250 gram tepung terigu, 1 buah telur ayam (62,5 gram),

garam 0,5 gram, soda kue (natrium bikarbonat) 0,4 gram dan air suling

15 ml. campurkan semua bahan dalam wadah plastik, dan aduk hingga

35
tercampr rata. Timbang adonan 20 gram sebanyak 12 buah. Kemudian

setiap 20 gram adonan mie ditambahkan dengan boraks sesuai dengan

kadar (2.5 mg boraks untuk 6,25 g/ml, 4 mg boraks untuk 10 g/ml, 5

mg boraks untuk 12,5 g/ml, 7mg boraks untuk 18,75 g/ml, 8mg

boraks untuk 20 g/ml, 10 mg boraks untuk 25 g/ml, 12 mg boraks

untuk 30 g/ml, 12,5 mg boraks untuk 31,25 g/ml, 15 mg boraks untuk

37 g/ml, 17,5 mg boraks untuk 43,75 g/ml, 20 mg boraks untuk 50

g/ml. Kemudian masing-masing adonan dihaluska dan di cetak seperti

mie.

5. Pembuatan larutan Mie basah yang sudah ditambahkan boraks

Ditimbang mie yang sudah dicampur boraks dengan kadar 6,25 g/ml

sebanyak 5 gram Dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 ml,

kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Labu ditutup dengan alat

refluks sederhana dan dipanaskan selama 5 menit untuk meratakan

larutan asam, sampai permukaan larutan mulai bergerak dan larutan akan

menjadi hitam dan licin kemudian labu tersebut didinginkan dalam air es

dan bila terdapat asap dibiarkan terbuka beberapa saat. Kemudian larutan

dengan cepat ditambahkan 20 ml H2O2 30 %, larutan akan bergolak

sehingga mie yang padat berubah menjadi cairan, dan akan keluar asap

keunguan, dibiarkan hingga asap berkurang, kemudian di refluks kembali

selama 15 detik, dinginkan didalam air es, didiamkan pada suhu ruangan.

Kemudian di masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan

dengan aquadest pada suhu ruangan. Lakukan cara yang sama pada mie

36
dengan boraks pada kadar 10 g/ml, 12,5 g/ml, 18,75 g/ml, 20 g/ml,

25 g/ml, 30 g/ml, 31,25 g/ml, 37 g/ml, 43,75 g/ml, 50 g/ml.

4.4.2 Penentuan panjang gelombang maksimum.

Dari larutan mie dengan kadar 25 g/ml dipipet 1 ml kemudian

dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10%,

dipanaskan di atas penangas air sampai kering, kemudian pemanasan dilanjutkan

dengan oven pada suhu 1000 50 C selama 5 menit, didinginkan. Ditambahkan

3 ml larutan kurkumin 0,125% dipanaskan sambil diaduk selama 5 menit,

didinginkan lagi. Kemudian ditambahkan 3 ml larutan asam sulfatasetat (1:1)

dipanaskan sambil diaduk sampai tidak ada warna kuning, baik pada cawan

maupun pada pengaduk, didiamkan selama 15 menit.

Ditambahkan sedikit alkohol kemudian dimasukkan ke dalam labu kur

100 ml, diencerkan dengan alkohol sampai garis tanda. Kemudian larutan

disaring dengan kertas penyaring. Hasil saringan dikumpulkan dan diamati

serapannya pada panjang gelombang antara 400 sampai 600 nm.

4.4.3 Pembuatan kurva kalibrasi dan validasi metoda

Dari larutan 6,25 g/ml dipipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam

cawan porselin dan ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10%, dipanaskan di atas

penangas air sampai kering, kemudian pemanasan dilanjutkan dengan oven pada

suhu 1000 50 C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruangan.

Ditambahkan 3 ml larutan kurkumin 0,125% dipanaskan sambil diaduk

selama 5 menit, didinginkan lagi. Kemudian ditambahkan 3 ml larutan asam

sulfatasetat (1:1) dipanaskan sambil diaduk sampai tidak ada warna kuning,

baik pada cawan maupun pada pengaduk, didiamkan selama 15 menit.

37
Ditambahkan sedikit alkohol kemudian dimasukkan ke dalam labu kur

100 ml, diencerkan dengan alkohol sampai garis tanda. Disaring dengan kertas

saring. Hasil saringan dikumpulkan dan diamati serapannya pada panjang

gelombang 545,95 nm. Lakukan hal yang sama pada, 12,5 g/ml, 18,75 g/ml, ,

25 g/ml, , 31,25 g/ml, 37 g/ml, 43,75 g/ml, 50 g/ml untuk kurva kalibrasi

dan 10 g/ml, 20 g/ml, 30 g/ml untuk validasi metoda.

4.4.4 Analisa sampel pasar secara kualitatif dan kuantitatif

a. Analisa kualitatif

1. Uji nyala api

Ditimbang 5gram sampel dan masukkan dalam cawan porselen

ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, kemudian ditambah 2 ml

methanol dan dibakar. Bila timbul nyala hijau akan terdapat senyawa

boron sebagai metal borat atau etil borat.

2. Uji kurkumin

Lebih kurang 20 gram sampel dibubuhi hablur natrium karbonat

secukupnya. Arangkan di atas nyala api Bunsen dan abukan didalam

tanur listrik. Dinginkan, lalu tambahkan air dan beberapa tetes asam

klorida 5 N, saring. Tambahkan 4 tetes asam oksalat jenuh dan1 ml

ekstak etil alkohol dan kurkumin. Uapkan di atas penangas air, bila

residu berwarna merah ceri dan berubah menjadi hijau kehitaman setelah

diberi ammonium/natrium hidroksida encer, boraks/asam borat positif .

38
b. Analisa Kuantitatif dengan Spektrofotometri Uv-Vis

Ditimbang sampel mie basah dari pasar sebanyak 5 gram

Dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 ml, kemudian ditambahkan 20

ml H2SO4 pekat. Labu ditutup dengan alat refluks sederhana dan

dipanaskan selama 5 menit untuk meratakan larutan asam, sampai

permukaan larutan mulai bergerak dan larutan akan menjadi hitam dan

licin kemudian labu tersebut didinginkan dalam air es dan bila terdapat

asap dibiarkan terbuka beberapa saat.

Kemudian larutan dengan cepat ditambahkan 20 ml H2O2 30 %,

larutan akan bergolak sehingga mie yang padat berubah menjadi cairan,

dan akan keluar asap keunguan, dibiarkan hingga asap berkurang,

kemudian di refluks kembali selama 15 detik, dinginkan didalam air es,

didiamkan pada suhu ruangan. Kemudian di masukkan ke dalam labu

ukur 100 ml, dan diencerkan dengan aquadest pada suhu ruangan.

Dari larutan tersebut dipipet 1 ml kemudian dimasukkan ke

dalam cawan porselin dan ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10%,

dipanaskan di atas penangas air sampai kering, kemudian pemanasan

dilanjutkan dengan oven pada suhu 100 0 50 C selama 5 menit,

didinginkan.

Ditambahkan 3 ml larutan kurkumin 0,125% dipanaskan sambil

diaduk selama 5 menit, didinginkan lagi. Kemudian ditambahkan 3 ml

larutan asam sulfatasetat (1:1) dipanaskan sambil diaduk sampai tidak

ada warna kuning, baik pada cawan maupun pada pengaduk, didiamkan

selama 15 menit.

39
Ditambahkan sedikit alkohol kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 ml, diencerkan dengan alkohol sampai garis tanda.

Disaring dengan kertas saring. Hasil saringan dikumpulkan dan diamati

serapannya pada panjang gelombang 545,95 nm

40
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Pada penentuan panjang gelombang didapatkan panjang gelombang

serapan maksimum boraks sebesar 545,9 nm. Data selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 3.

2. Hasil uji liniearitas dan pembuatan kurva kalibrasi

Pada pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan menggunakan deret

konsentrasi pada kisaran 6,25-50 g/ml, dan didapatkan kurva

kalibrasi boraks sebagai berikut :

kurva Kalibrasi
0.6
y = 0.012x + 0.008
0.5
R = 0.999
0.4

0.3

0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50
konsentrasi (g/ml)

Gambar 6. Kurva kalibrasi boraks pada mie basah

Persamaan garis : y = 0,008 + 0,012x

Koefisien korelasi (r) : 0,9994

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.


41
3. Pada Pengujian batas deteksi boraks dengan mie basah simulasi pada

percobaan ini adalah sebesar 3,1132 g/ml sedangkan untuk batas

kuantitasi sebesar 10,3775 g/ml. Data selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 5.

4. Hasil Uji Perolehan Kembali (Akurasi) dari 3 konsentrasi boraks

dalam mie basah simulasi yaitu 99,7671,114 %. Data selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 6.

5. Hasil uji keseksamaan (presisi) pada 3 konsentrasi boraks dalam mie

basah simulasi yang diuji pada percobaan ini memberikan nilai

koefisien variasi dibawah 2%. Data selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 7.

6. Pada 2 uji kualitatif sampel mie basah yang beredar di pasar Ciputat

dari lima sampel yang beredar, pada penelitian ini negativ

mengandung boraks. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

11.

7. Penetuan kadar sampel mie basah yang beredar di pasar Ciputat dari

lima sampel yang beredar, terdapat empat mie basah yang

mengandung boraks. Mie tersebut memiliki kadar boraks yang

berbeda-beda. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8.

5.2 Pembahasan

Boraks pada awal mula dikenal sebagai bahan antiseptik yang

digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet kayu, dan herbisida namun

sekarang banyak digunakan sebagai bahan tambahan makanan pada mie,

gendar, atau kerupuk gendar (kerupuk nasi) sebagai pengenyal dan

42
pengawet. Pada penelitian ini menggunakan sampel mie basah yaitu mie

yang mengandung kadar air 51 % dan sering ditambahkan boraks sebagai

pengenyal. Absorbsi boraks secara berulang atau absorpsi berlebihan dapat

mengakibatkan toksik (keracunan). Dalam air, boraks merupakan

campuran natrium metaborat dan asam borat. Sedangkan dalam suasana

asam boraks terurai menjadi asam borat. Dengan demikian, baik waktu

pengolahan makanan dengan air maupun karena dimakan dan melalui

lambung yang bersifat asam, didalam tubuh akan ditemukan asam borat

setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks. Gejala dapat

berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala,

rash erythematus, bahkan dapat menimbulkan shock.

Metode pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap sehingga

sampel yang berupa padatan dapat dijadikan larutan yang dapat dibaca

pada alat spektrofotometri UV-Vis. Tahap awal yaitu mendestruksi sampel

mie basah menggunakan larutan H2SO4 pekat yang ditutup dengan refluks

dan dipanaskan dengan suhu kecil 500-700 C untuk meratakan larutan asam

selama 30 menit atau sampai larutan menjadi hitam dan licin. Kemudian

ditambahkan oksidator H2O2 30 % yang berguna untuk mereduksi

senyawa organik menjadi C0 2 dan H2O sehingga larutan akan menjadi

jernih. Penggunaan H2SO4 dan H2 O2 30 % dilakukan dengan perbandingan

1:1. Selanjutnya di encerkan dengan aquadest.

Dari larutan tersebut dipipet 1 ml dan ditambahkan NaOH sebagai

pengikat unsur boron. Kemudian dipanaskan dengan water bath selama 90

menit dan dikeringkan dengan oven pada suhu 1005 0 C selama 30 menit.

43
Hal ini dilakukan karena senyawa kompleks ini mudah terhidrolisis oleh

adannya air, sehingga diusahakan untuk menghilangkan air yang ada

dengan jalan pemanasan.

Larutan boraks merupakan larutan yang tidak berwarna, hal ini

menjadi kendala karena larutan yang akan digunakan dengan

spektrofotometri UV-Vis harus memiliki gugus kromofor yang ditandai

dengan warna. Sehingga pada penelitian ini boraks direaksikan dengan

dengan kurkumin sebagai pembentuk kompleks warna rosocyanin yang

menghasilkan warna rosa.

Kurkumin merupakan zat warna alam, selain digunakan untuk

pewarna makanan dan kosmetik, juga dapat digunakan sebagai penunjuk

adanya boraks pada makanan. Oleh asam kuat, boraks terurai dari ikatan-

ikatannya menjadi asam borat dan diikat oleh kurkumin membentuk

kompleks warna rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau senyawa

Boron Cyano Kurkumin Kompleks. yaitu suatu zat yang berwarna merah,

dengan reaksi sebagai berikut

44
O OH
O O

C C
C C C
C H
H2 CH CH
CH CH

CH CH
CH CH

H 3 CO OCH3
OCH3
H 3 CO
OH OH
OH OH

+ H3 BO 3
Kurkumin

(OH)3
B
O O

HC CH
C
H2
CH CH

CH CH

H 3 CO OCH3

OH OH

Gambar 7. Kompleks Rosocyanin

Konsentrasi kurkumin yang digunakan adalah 0,125 % berdasarkan

penelitian terdahulu, bahwa pada kisaran 0,100%-0,150% kurkumin dapat

larut sempurna dalam asam asetat tanpa proses penyaringan. Stabilitas

kompleks warna yaitu 2 jam setelah kompleks warna yang terjadi

dilarutkan dalam alkohol dalam keadaan asam, sehingga dalam percobaan

ini pengamatan pada spektrofotometer tidak lebih dari 2 jam setelah

kompleks tersebut dilarutkan dalam alkohol.

Penentuan nilai serapan suatu sampel harus berada pada panjang

gelombang maksimum sehingga didapatkan nilai yang maksimal. Pada

penelitian sebelumnya panjang gelombang maksimum boraks yaitu 548

nm. Namun dikarenakan kondisi preparasi sampel yang berbeda sehingga

perlu dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum pada penelitian

ini. Penetapan dilakukan dengan menggunakan simulasi mie basah dengan

45
kadar boraks sebesar 25 g/ml. Dari hasil pengukuran panjang gelombang

serapan maksimum boraks tersebut adalah sebesar 545,95 nm berdasarkan

nilai tertinggi dari data serapan.

Suatu metode penelitian perlu dilakukan validasi untuk

membuktikan bahwa hasil yang diperoleh merupakan hasil yang akurat

dan memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode

analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu

yang bertujuan untuk menjamin bahwa metode analisa yang digunakan

akurat, spesifik, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis dan

sesuai dengan . Dalam penelitian ini, parameter- parameter validasi yang

dilakukan yaitu liniearitas, batas deteksi dan batas kuantisasi, kecermatan,

dan keseksamaan. Menggunakan sampel mie yang dibuat sendiri dengan

penambahan boraks pada kadar tertentu, hal ini dimaksudkan agar tidak

terjadi penyimpangan yang terlalu jauh.

Tahap pertama yaitu pembuatan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi

dihitung berdasarkan persamaan yang diperoleh dari nilai absorban pada

berbagai deret konsentrasi. Deret konsentrasi yang dibuat yaitu 6,25-50

g/ml dan kurva kalibrasi ini untuk memperoleh hasil-hasil uji secara

langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

diberikan. Dari kurva kalibrasi tersebut didapat persamaan regresi y =

0.012x + 0.008 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9994. Kriteria

penerimaan dari koefisien korelasi adalah (r) sebesar 0,9995 yang berarti

bahwa hasil kurva antara absorban dan konsentrasi tersebut linier, yaitu

46
apabila terjadi peningkatan pada nilai konsentrasi, nilai absorban juga

meningkat. (Ibrahim,2009; Harmita,2006)

Berdasarkan data kurva kalibrasi, dapat dilakukan validasi metode

yaitu linieritas, batas kuantitasi, dan batas deteksi. Linieritas adalah

kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara

langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Sebagai parameter

adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi

linier Y = a + bx. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r

0,9995 dan nilai a yang menunjukkan kepekaan analisis terutama

instrument yang digunakan (Harmita, 2006). Hasil yang didapat yaitu Y =

0.012x + 0.008 dengan r = 0,9994, sehingga disimpulkan hasil yang

didapat memenuhi persyaratan dari parameter linieritas.

Parameter selanjutnya yang menggunakan data kurva kalibrasi

yaitu parameter batas deteksi dan batas kuantitas. Batas deteksi adalah

jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih

memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan

parameter pada analisa sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita,2006). Batas

deteksi dan kuantitasi dihitung secara statistik melalui garis linier dari

kurva kalibrasi. Pada penelitian ini didapatkan nilai batas deteksi sebesar

3,1132 g/mldan batas kuantitasi sebesar 10,3775 g/ml. Hasil tersebut

menyatakan bahwa nilai terkecil yang dapat dideteksi dan masih

memberikan respon signifikan yaitu sebesar 3,1132 g/ml dan kuantitas

47
terkecil yaitu sebesar 10,3775 g/ml yang masih dapat memenuhi kriteria

cermat dan seksam.

Selanjutnya dilakukan uji kecermatan yang merupakan derajat

kedekatan hasil yang diperoleh dengan kadar analit yang sebenarnya.

Parameter kecermatan ditentukan dengan cara mengukur absorban dari

tiga konsentrasi larutan mie buatan yang mengndung boraks. Kecermatan

metode dapat dilihat dari persen perolehan kembali boraks pada mie.

Persen perolehan kembali yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar

99,7671,114 %. Hasil yang dapat memenuhi syarat dari uji perolehan

kembali yaitu sebesar 98-102% (Harmita,2006). Pada penetapan kembali

kadar boraks dengan metode spektrofotometri Uv-Vis ini, banyak faktor

yang menyebabkan hilangnya kadar boraks yaitu mulai saat proses

pembuatan mie sampai pengamatannya pada spketrofotemer, yang mana

kehilangan kadar tersebut tidak dapat dihindari sehingga untuk mengatasi

hal tersebut, dalam analisa ini dibuat keseragaman proses antara lain

wadah yang digunakan untuk membuat mie adalah sama, proses

penggilingan mie dilakukan tiga kali dengan alat penggiling mie, waktu

pemanasan pada penangas air sama yaitu 1 jam dan pengeringan dengan

oven sama yaitu selama 30 menit dan setelah terbentuk kompleks warna

dalam larutan alkohol diamati pada waktu tidak kurang dari 2 jam.

Uji yang dilakukan selanjutnya adalah uji keseksamaan, yaitu

derajat keterulangan dari suatu metode analisis. Parameter keseksamaan

ditentukan dengan cara mengukur absorban dari tiga konsentrasi boraks

dalam mie sebanyak tiga kali dalam satu hari. Keseksamaan metode dapat

48
diukur dari nilai keofisien variansi dari data tersebut. Nilai koefisien

variasi yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 1,12 %. Nilai yang

didapat memenuhi kriteria dari uji keseksamaan yaitu sebesar 2 %

(Harmita,2006).

Setelah didapat nilai validasi yang dapat memenuhi kriteria,

kemudian dilakukan identifikasi boraks pada mie yang beredar di pasar

Ciputat. Metode pengambilan sampel yaitu metode investigasi dan acak.

Di dapatkan lima penjual besar di pasar tersebut. Sehingga sampel yang

diambil sebanyak lima sampel mie basah dari pasar Ciputat. Identifikasi

pertama dilakukan secara kualitatif dengan dua pengujian, yaitu uji nyala

api dan uji kurkumin. Pada uji nyala api, sampel ditambahkan asam sulfaft

pekat 1ml dan methanol 5ml yang kemudian dibakar. Indikasi adanya

boraks pada sampel adalah dengan adanya nyala hijau pada saat pertama

dibakar. Hasil pada kelima sampel pasaran tersebut negatif atau tidak

dihasilkan nyala hijau pada saat dibakar. Methanol akan terbakar dengan

nyala hijau disebabkan oleh pembentukan etil borat atau metal borat

(soetiono,1985;Basir,1992).

Pada uji kedua dilakukan dengan penambahan kurkumin dengan

perubahan warna sebagai indikator. 20 gram sampel pasaran ditambahkan

natrium karbonat kemudian diarangkan dengan api Bunsen kemudian

diabukan dalam tanur. Tambahkan asam klorida5 N, dan disaring.

Tambahkan asam oksalat jenuh dan kurkumin yang dilarutkan dengan etil

alkohol kemudian diuapkan diatas penangas air. Perubahan warna sebagai

indikator posistif yang terjadi yaitu merah ceri yang akan berubah warna

49
menjadi hijau kehitaman setelah diberi natrium hidroksida encer. Pada

sampel pasaran warna yang timbul yaitu merah ceri, namun ketika

ditambahkan natrium hidroksida encer tidak berubah warna atau tetap

berwarna merah ceri. Sehingga disimpulkan tidak ada boraks pada sampel

mie pasar tersebut.

Setelah dilakukan uji kualitatif, kemudian dilanjutkan dengan

pengujian secara kuantitatif. Untuk analisa kuantitatif, pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan

menggunakan pereaksi kurkumin, dimana boron dari senyawa boraks

diikat oleh kurkkumin membentuk kompleks warna rosa. Dari lima sampel

yang diuji didapatkan empat sampel mengandung boraks sebesar

3,761120,0451 pada sampel yang berasal dari produksi di Ciputat.1,

108,5920,02185 pada sampel yang berasal dari produksi di Ciputat 2,

117,94610,01455 pada sampel yang berasal dari produksi di Parung, dan

6,2750,0221 pada sampel yang berasal dari produksi di Tangerang.

50
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Validasi metode yang telah dilakukan dapat memenuhi syarat dilihat

dari hasil-hasil antara lain : hasil Uji linieritas pada rentang konsentrasi

6,25-50 g/mL dengan nilai koefiesien korelasi (r) 0,9994. Batas

deteksi dari larutan mie boraks sebesar 3,1132 g/mL dan batas

kuantitasi sebesar 10,3775 g/mL. Persen perolehan kembali dari 3

larutan mie simulasi yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 101,09

%, 98,88 %, dan 99,33%

2. Berdsarkan hasil uji kualitatif pada lima sampel mie basah yang beredar

di pasar Ciputat tidak ditemukan adanya boraks namun hasil uji

kuantitatif positif empat sampel mengandung boraks dengan kadar

boraks 3,76112 g/mL , 108,592 g/mL, 117,9461 g/mL, dan 6,275

g/mL

6.2 Saran

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disarankan sebagai berikut:

1. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut pada produk mie basah atau mie

lainnya dengan menggunakan metode atau alat lain.

51
2. Agar dilakukan penetapan kadar pada sampel selain mie, seperti

lontong, tahu, otak-otak atau kerupuk yang diketahui sering

ditambahkan boraks pada pembuatannya di pasar-pasar besar lainnya.

3. Agar adanya penertiban dan kerja sama dari berbagai pihak dalam

memberikan informasi tentang penggunaan bahan tambahan makanan

yang tidak boleh digunakan pada makanan agar masyarakat dapat

mengerti.

52
DAFTAR PUSTAKA

Basir. Keberadaan Asam Borat pada Bahan Makanan . Buletin penelitian dan
pengembangan Industri.1992; 15,39-40

Cahyadi, wisnu. Analisa dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan pangan.Bumi


Aksara.Jakarta.2008; 4, 252 253, 266 267

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 49 -50,427-428

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 1979; 605,1061-1063

Departemen Kesehatan R.I. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.


1168/MENKES/PER/X/1999. Tentang Bahan Tambahan Makanan
.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.1999

Des Rosier, N.W. Teknologi Pengawetan Pangan,edisi III.UI


Press.Jakarta.1988;76-77

Dibble,W.T,Analytical Chemistry vol.26.1965;418-421

Dit. Jen. POM. Penggunaan pengawet, Pewarna dan Pemanis pada Produk Mie,
Bakso, Kerupuk, dan Minuman Ringan. Buletin Direktorat Jendral POM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994; 16, 22, 26, 29

Dreisbach, R.H.Handbook of Poisoning, 8th ed. Lange Medical Publication,Los


Altos, Calirornia.1974; 314-315

Flanaga, R.J.,Braithwaite,R.A.,Brown,S.S.,Widdop,B.,de Wolff,F.A.Basic


Analytical Toxicology, World Healt Organization. Geneva1995; 85

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 18-19;199;456-474

Goodman, LS,, Gilman, A. The Pharmacological Basis of Therapeutics 5 th ed.


Macmillan Publishing Co.,Inc,NY.1975; 994 995.

Gosselin, R.E.,Smith,Robert P.,Hodge,H.C.,Clinical Toxicology of Commercial


Products, 5th ed London.66-68.

Haddad, L.M.,Winchester,J.F.Borats on Clinical Management of Poisoning and


Drug Overdose.WB Saunders Co. Philadelphia-London-Montreal-
Toronto-Sydney-Tokyo.1990; 1447-1449.

Harmita,APT. Analisa Fisikokimia.UI Press. Jakarta. 2006;17,144-152.


53
Horwitz, Wiliam. Official Method of Analysis of the Association of official
Analytical Chemist International,17th ed.AOAC Inc, USA. 2002; 11-12.

http://dapurvie.multiply.com/journal/item/46/Mie_aYAm. 12 Juni 2009. pukul


17.25.

Ibrahim, slamet.,Sriwoelan S.Seri Farmakokimia Metode Volumetri.ITB


press.2007

Mulya, Muhammad., Syahrani,Ahmad.Aplikasi Analisis Spektrofotometri Uv-


Vis..Mechipso Grafika.Surabaya.1987; 3 -44.

Mujamil, jejen. Boraks pada Beberapa Jenis Makanan di Kotamadya Palembang


. Cermin Dunia Kedokteran.1997 ; No. 120 hal 17-21.

Reynold, J. E. F. Martindale The Extra Pharmacopoeia, 28th ed. The


Pharmaceutical Press. London. 1982; 337, 432.

Roth, H.J.Pharmaeutische Analytic.George thime Verlag.Sutgart.1978;22-23.

Soetanto.1992.Penetapan Kadar Boraks Dlam Bakso Dengan Metode


Spektrofotometri Sinar Tampak Menggunakan Pereaksi Kurkumin.skripsi
Proram Sarjana Farmasi.FMIPA-UNAIR.Surabaya.

Setiono, L.,Pudjaatmaka, A.H. Vogel, Buku Teks Analisa Anorganik Kualitatif


Makro dan Semimakro,ed 5. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.1985;368.

Winarno, F.G.,Sulistyowati, Titi. Bahan Tambahan untuk Makanan dan


Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994; 104-105, 108.

Winarno, F.G.,Sulistyowati, Titi. Bahan Tambahan untuk Makanan dan


Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994; 6-10.

Winarno, F.G.Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia Press.Jakarta.1988; 224 225.

Windholz, Martha, et el.The Merck Index,10 th ed.Merck & Co,Inc.New York,


USA.1983; 255 257.

Zulharmita, Akmal. Kandungan Boraks pada Makanan Jenis Mie yang Beredar
di Kotamadya Padang. Cermin Duni
Kedokteran. Grup PT Kalbe
Farma,1995; 27

5
4
55
Lampiran 1. Sampel Boraks

Gambar 8. Dinatrium Tetraborat (Boraks)

56
Lampiran 2. Skema Kerja

a. Pembuatan larutan uji dan pereaksi.

Larutan Uji

NaOH 10 % Kurkumin 0,125% Asam Sulfat Pekat : Asam


asetat (1 : 1)

Timbang 100 gr Siapkan 50 ml asam asetat


NaOH Timbang 125 mg
Kurkumin pekat dan 50 ml asam sulfat
pekat
Larutkan dengan
Aquadest hingga larut
Dilarutkan dengan Masukan 50 ml asam asetat
asam asetat pekat 100 Pekat ke dalam labu ukur 100

Masukan ke labu
ukur 100 ml dan ad Tambahkan 50 ml asam sulfat
kan dengan Aquadest
pekat sedikit demi sedikit
sampai garis tanda

Kocok pelan-pelan hingga


homogen

Gambar 9. Skema Pembuatan larutan uji dan pereaksi

57
b. Pembuatan mie basah simulasi

Timbang tepung terigu 250 gr,


garam 0,5 gr soda kue 0,4 gr dan 1
buah telur ayam

Campurkan semua bahan diatas


aduk hingga homogen

Tambahkan air suling 15 ml

Aduk Kembali hingga homogen

Giling dengan alat penggiling mie

Ambil 20 gr dari adonan sebanyak 2.5 mg boraks untuk 6,25 g/M


11 buah
4 mg boraks untuk 10 g/mL
5 mg boraks untuk 12,5 g/mL
Tambahkan boraks pada 20 gr adonan 7mg boraks untuk 18,75 g/mL
sehingga didapatkan deret boraks
dalam mie basah 8mg boraks untuk 20 g/mL
10 mg boraks untuk 25 g/mL
12 mg boraks untuk 30 g/mL
Aduk hingga tercampur rata
12,5 mg boraks untuk 31,25 g/mL
15 mg boraks untuk 37g/mL
Giling dengan alat penggiling mie
17,5 mg boraks untuk 43,75 g/mL
20 mg boraks untuk 50 g/mL
Cetak mie dengan alat pencetak mie

Gambar 10. Skema pembuatan mie basah simulasi

58
c. Pembuatan larutan dari 11 mie basah simulasi yang mengandung boraks dengan
kadar 6,25-50 g/ml
Timbang 5 gr mie basah yang
sudah terdapat boraks

Masukkan ke dalam labu alas


bulat kemudian tambahkan 20
ml H2SO4 pekat

Kemudian di refluks agar


tercampur selama 5 menit
sampai larutan bergerak dan

Labu didinginkan ke dalam air


es 1 menit (jika ada asap
dibiarkan sebentar)

Tambahkan 20 ml H2O2 30%

Biarkan hingga bergulak dan


timbul asap dan larutan menjadi
jernih

Dinginkan dalam air es,


diamkan pada suhu ruangan

Pindahkan ke dalam labu ukur


100 ml dan ditambahkan
Aquadest sampai garis tanda

Gambar 11. Skema pembuatan larutan dari 11 mie basah simulasi


yang mengandung boraks dengan kadar 6,25-50 g/ml

59
d. Penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan mie basah simulasi
dengan kadar 25 g/ml
Pipet 1 ml Larutan mie basah dengan kadar 25 g/ml masukkan
dalam cawan penguap

Tambahkan NaOH 10% 1 ml

Panaskan dalam water bath hingga kering (1,5 )

Masukkan Cawan dalam oven suhu 1000C 5 0C 30 menit

Pindahkan dan dinginkan pada suhu ruangan

Tambahkan 3 ml larutan kurkumin 0,125% aduk hingga


homogen 5 menit

Tambahkan 3 ml asam asetat asam pekat (1 : 1) aduk hingga


warna kuning tidak terihat

Diamkan selama 15 menit

Larutkan dengan alkohol 96% kemudian dimasukkan ke labu


ukur 100 ml dan tambahkan alkohol sampai garis tanda

Kemudian baca pada spektrofotometri Uv-Vis pada panjang


gelombang 400 600 nm

Gambar 12. Skema Penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan mie basah
simulasi dengan kadar 25 g/ml

60
e. Pembuatan kurva kalibrasi dan validasi metode

Pipet masing-masing 1 ml Larutan mie basah dengan kadar ,25


g/ml,10 g/ml, 12,5 g/ml, 18,75 g/ml, 20 g/ml, 25 g/ml,30
g/ml, 31,25 g/ml, 37,5 g/ml, 43,75 g/ml, 50 g/ml dan
masing-masing dimasukkan dalam cawan penguap

Tambahkan NaOH 10% 1 ml

Panaskan dalam water bath hingga kering (2,5 3 jam)

0 0
Masukkan Cawan dalam oven suhu 100 C 5 C 30 menit

Pindahkan dan dinginkan pada suhu ruangan

Tambahkan 3 ml larutan kurkumin 0,125% aduk hingga


homogen 5 menit

Tambahkan 3 ml asam asetat asam pekat (1 : 1) aduk hingga


warna kuning tidak terihat

Diamkan selama 15 menit

Larutkan dengan alkohol 96% kemudian dimasukkan ke labu


ukur 100 ml dan tambahkan alkohol sampai garis tanda

Kemudian baca pada spektrofotometri Uv-Vis pada panjang


gelombang 545,95 nm

Gambar 13. Skema pembuatan kurva kalibrasi dan validasi metode

61
f. Pengujian Sampel mie basah pasar
1. Uji Kualitatif

Uji Kualitatif

Uji nyala api Uji Kurkumi

Timbang sampel 5 gr masukkan 20 gr sampel di bubuhi hablur


pada cawan penguap Natrium Karbonat

Tambahkan H2SO4 10 tetes Arangkan diatas nyala api


bunsen

Abukan didalam tanur listrik


Tambahkan 2 ml metanol

Dinginkan
Bakar
Tambahkan beberapa tetes asam
Indikator positif jika nyala api klorida 5 N
berwarna hijau

Tambahkan 4 tetes asam oksalat


jenuh dan 1 ml ekstrak etil
alkohol kurkumin

Uapkan di Water Bath

Indikator positif jika warna


merahceri berubah jadi hijau
kehitaman saat ditambahkan
NaOH encer

Gambar 14. Skema pengujian sampel mie basah pasar secara kualitatif

62
2. Uji Kuantitatif

Timbang 5 gr sampel mie basah

Masukkan ke dalam labu alas


bulat kemudian tambahkan 20
ml H2SO4 pekat

Kemudian di refluks agar


tercampur selama 5 menit
sampai larutan bergerak dan
licin

Labu didinginkan ke dalam air


es 1 menit (jika ada asap
dibiarkan sebentar)

Tambahkan 20 ml H2O2 30%

Biarkan hingga bergulak dan


timbul asap dan larutan menjadi
jernih

Dinginkan dalam air es,


diamkan pada suhu ruangan

Pindahkan ke dalam labu ukur


100 ml dan ditambahkan
Aquadest sampai garis tanda

63
Lanjutan

Pipet 1 ml Larutan sampel mie basah masukkan dalam cawan

Tambahkan NaOH 10% 1 ml

Panaskan dalam water bath hingga kering (2,5 3 jam)

Masukkan Cawan dalam oven suhu 1000C 5 0C 30 menit

Pindahkan dan dinginkan pada suhu ruangan

Tambahkan 3 ml larutan kurkumin 0,125% aduk hingga


homogen 5 menit

Tambahkan 3 ml asam asetat asam pekat (1 : 1) aduk hingga


warna kuning tidak terihat

Diamkan selama 15 menit

Larutkan dengan alkohol 96% kemudian dimasukkan ke labu


ukur 100 ml dan tambahkan alkohol sampai garis tanda

Kemudian baca pada spektrofotometri Uv-Vis pada panjang


gelombang 545,95 nm

Gambar 15. Skema pengujian sampel mie basah pasar secara kuantitatif

64
Lampiran 3. Penentuan panjang gelombang maksimum

2.00

1.8

1.6 5 45.9 5

1.4

1.2

1.0

A
0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0. 20
450.0 500 550 600 650 700 750.0
nm

Gambar 16. Kurva absorpsi boraks dengan pereaksi kurkumin

Keterangan : Panjang gelombang 545,95 nm

65
Lampiran 4. Pembuatan kurva kalibrasi
Tabel 1. Pengukuran serapan konsentrasi larutan boraks pada panjang geombang

545,95 nm

Konsentrasi Serapan
(g/mL) (A)
6,25 0,0934
12,5 0,1623
31,25 0,3862
37,5 0,4752
43,75 0,5387

66
Lampiran 5. Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi boraks pada mie basah
simulasi

Tabel 2. Hasil penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi boraks pada mie basah
simulasi
Konsentrasi Serapan

(g/mL) (A) y' y-y' (y-y')2

6,25 0,0934 0,083 0,0104 0,00010816

12,5 0.1623 0,158 0,0043 0,00001849

31,25 0,3862 0,383 0,0032 0,00001024

37,5 0,4752 0,458 0,0172 0,00029584

43,75 0,5387 0,533 0,0057 0,00003249

Jumlah 0,00046522

yy
S (y / x)2 =
2
= 0,000155073

S (y / x) = 0,000155073
= 0,01245284439
= 0,012453
a. LOD
LOD = 3. S(y / x ) = 3 x 0,012453 = 3,1132 g/mL
b 0,012

b. LOQ
LOQ = 10. S(y / x ) = 10 x 0,012453 = 10,3775 g/mL
b 0,01

67
Lampiran 6. Uji perolehan kembali mie basah simulasi
Tabel 3. Hasil uji perolehan kembali mie basah simulasi

Rata-rata Rata-rata
C sbnrnya Absorban C yang diperoleh UPK UPK UPKSD
(g/mL) (A) (g/mL) (%) (%) (%)
10 10,125 101,25 101,09
0,1295
10,117 101,01
0,1294
10,117 101,01
0,1294
20 0,2454 19,78 98,9 98,88 99,7671,114
0,2454 19,78 98,9
0,2453 19,77 98,85
30 0,3656 29,8 99,33 99,33
0,3656 29,8 99,33
0,3655 29,79 99,33

X = 99,767

UPK = nilai yang diperoleh x 100 %


Nilai yang sebenarnya

68
Lampiran 7. Uji Presisis mie basah simulasi
Tabel 4. Hasil Uji Presisi mie basah simulasi

Rata-rata (x-x) ( (x-x) )2


C sbnrnya Absorban C yang diperoleh UPK UPK
(g/mL) (A) (g/mL) (%) (%)
10 0,1295 10,125 101,25 101,09 1,323 1,750329
0,1294 10,117 101,01
0,1294 10,117 101,01
20 0,2454 19,78 98,9 98,88 -0,887 0,786769
0,2454 19,78 98,9
0,2453 19,77 98,85
30 0,3656 29,8 99,33 99,33 -0,437 0,190969
0,3656 29,8 99,33
0,3655 29,79 99,33

X = 99,767 = 2,481028

( ( ) 2,481028
a. SD = =
1 2

= 1,113783641

= 1,114

b. KV = 100 %

1,114
= 100 %
99,767

= 1,116601682 %

= 1,12 %

69
Lampiran 8. Penetapan kadar boraks pada mie basah yang beredar di pasar Ciputat
Tabel 5. Hasil Identifikasi boraks pada empat sampel mie basah pasar Ciputat.

Sampel Berats absorban Kadar Kadar rata- Kadar rata-rata


ampel (gr) (ppm) rata SD (%)
Sampel 1 5,0004 0.0538 3,8167 3,76112 3,761120,0451
5,0004 0,0529 3,74167
5,0004 0,0527 3,725
Sampel 2 5,0004 1,3112 108,6 108,592 108,5920,02185
5,0004 1,3113 108,6083
5,0004 1,3108 1008,567
Sampel 3 5,0004 1,4232 117,93 117,9461 117,94610,01455
5,0004 1,4234 117,95
5,0004 1,4235 117,9583
Sampel 4 5,0004 0,0835 6,2917 6,275 6,2750,0221
5,0004 0,0834 6,2833
5,0004 0,0830 6,25

70
Lampiran 9. Alat yang digunakan dalam penelitian

Gambar 17. Spektrofotometer Uv Vis

Gambar 18. Penggiling adonan mie

Gambar 19. Pencetak

71
Lampiran 10. Sampel mie basah dari pasar Ciputat .

Gambar 20. Sampel mie basah pasar Ciputat.

72
Lampiran 11. Hasil uji kualitatif mie basah dari pasar Ciputat
Sumber Sampel Mie Uji nyala api Uji Warna dengan

basah Kurkumin
Bandung

Ciputat 1

Ciputat 2

Parung

Tangerang

Gambar 21. Hasil Uji Kualitatif sampel mie basah dari pasar Ciputat

7
3
xiv

Anda mungkin juga menyukai