Anda di halaman 1dari 22

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI

PUSKESMAS GANJAR AGUNG


METRO TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan
kepada penyusun, sehingga buku pedoman pelayanan farmasi Puskesmas Ganjar Agung dapat
selesai disusun.
Buku pedoman ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dengan
pelayanan farmasi di Puskesmas Ganjar Agung. Tidak lupa penyusun menyampaikan
terimakasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan pedoman
pelayanan farmasi di Puskesmas Ganjar Agung.

Metro, September 2022


Ka Unit Pelayanan Farmasi
Puskesmas Ganjar Agung
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan upaya kesehatan di Puskesmas dapat ditentukan dari pencapaian
tujuan yang telah direncanakan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan
dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya seperti sarana dan prasana pendukung lainnya.
Pelayanan farmasi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
Mengingat pentingnya hal itu, dalam memperlancar pelayanan maka dibutuhkan
pengelolaan yang baik, terstandar agar mencegah potensi apapun yang terkait dengan
resiko yang mungkin didaptkan oleh pasien maupun pegawai, serta lingkungannya.

B. Tujuan
Pedoman ini bertujuan sebagai acuan dalam penyelenggaran pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Ganjar Agung

C. Sasaran Pedoman
Sasaran dalam pedoman ini meliputi dokter, dokter gigi, apoteker, paramedic yang diberi
kewenangan serta staf farmasi yang menyelenggarakan pelayanan di Puskesmas Ganjar
Agung wajib mengikuti hal-hal yang diatur dalam pedoman ini.

D. Ruang Lingkup
Penyelenggaraan kefarmasian di Puskesmas Ganjar Agung meliputi kegiatan yang
bersifat manajerial. Berupa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai,
dan kegiatan farmasi klinik.
E. Batasan operasional
a. Pelayanan farmasi adalah suatu pelayanan langsung yang bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil dengan
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
b. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
c. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia.
d. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai.
e. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
f. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi.
g. Tenaga medis kefarmasian adalah tenaga yang membantu dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian.
BAB II
STANDAR KETENAGAKERJAAN PELAYANAN FARMASI

A. Kualifikasi dan Distribusi Ketenagaan


1. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus
memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan pelayanan
kefarmasian di UPTD Puskesmas Ganjar Agung.
2. Penanggung jawab penyelenggaraan kefarmasian adalah Apoteker
3. Apoteker dan tenaga kefarmasian harus selalu meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku dalam rangka meningkatkan kompetensi.
4. Petugas yang berhak menyediakan obat adalah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian.
5. Untuk kondisi khusus dan peningkatan aksesibilitas pelayanan kefarmasian,
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Ganjar Agung, poskeskel, dan obat-obat
program, penyediaan obat dapat dilakukan oleh paramedik dengan pelimpahan
khusus.
6. Tenaga kefarmasian yang di butuhkan dalam pelayanan ini adalah minimal satu
orang apoteker dan satu orang tenaga teknis kefarmasian
BAB III
STANDAR FASILITAS UNIT FARMASI

Sarana dan prasarana penunjang pelayanan kefarmasian berupa:


a. Terdapat ruang tunggu dengan pencahayaan dan kenyamanan yang cukup
b. Terdapat ruang pelayanan obat dengan pencahayaan dan kenyamanan yang cukup
c. Terdapat gudang obat yang memadai dan dengan suhu terjaga
d. Meja penerimaan dan penyerahan obat terdapat pada bagian depan dan mudah dilihat oleh
pasien.
e. Ruang pelayanan resep dan peracikan terdapat meja, mortir, stamper, dispenser, dan peralatan
administrasi seperti blangko salinan resep dan alat tulis.
f. Ruang penyimpanan obat dan BMHP dilengkapi dengan pendingin ruangan, lemari
pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengatur suhu dan kartu suhu.
g. Meja atau lemari arsip untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan obat
dan BMHP.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Deskripsi Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang langsung dan
bertanggungjawab yang diberikan kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan dan menjamin kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik yang
dilakukan meliputi:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Dalam pelaksanaan pelayanan terdapat kriteria pasien yang perlu diprioritaskan
untuk pelayanan farmasi klinik di puskesmas Ganjar Agung yaitu pasien geriatri.

B. Tahapan Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan farmasi klinik :
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan termasuk
peracikan obat, dan penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan pengkajian dan
pelayanan resep untuk menganalisa adanya masalah terkait obat. Selain sebagai upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Manfaat Dengan
melakukan pengkajian dan pelayanan resep, risiko klinis, finansial, dan legal dapat
diminimalisir. Pelaksana Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan oleh apoteker dan
dapat dibantu oleh TTK. TTK dapat membantu pengkajian pelayanan resep dengan
kewenangan terbatas dalam persyaratan administrasi dan farmasetik.
Persyaratan administrasi meliputi:
1) Nama, nomor rekam medis, umur/tanggal lahir, jenis kelamin,tanggal
2) Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep narkotika), alamat, serta paraf
3) Ada tidaknya alergi
Persyaratan farmasetik meliputi:
1) nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan jumlah obat
2) stabilitas dan OTT
3) aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
1) ketepatan indikasi, obat, dosis dan waktu/jam penggunaan obat;
2) duplikasi pengobatan atau polifarmasi
3) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
4) kontraindikasi; dan
5) interaksi obat

2. Pelayanan Resep
Pelayanan resep di puskesmas Ganjar Agung meliputi :
a) Menyiapkan obat sesuai dengan resep. Menghitung dan mengambil kebutuhan jumlah
obat sesuai dengan Resep. Mengambil dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. Melakukan double check kebenaran identitas obat
yang diracik, terutama jika termasuk obat high alert/ LASA.
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan. Memberikan etiket sesuai dengan
penggunaan obat yang berisi informasi tentang tanggal, nama pasien, dan aturan pakai.
Beri etiket warna biru untuk obat luar dan etiket warna putih untuk obat dalam.
c) Memberikan keterangan “habiskan” pada antibiotik
d) Memeriksa obat sebelum diserahkan kepada mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep).
e) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien dan memeriksa ulang identitas dan alamat
pasien
f) Memastikan 5 (lima) tepat yakni, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat rute, tepat
waktu pemberian.
g) Menyerahkan dan memberikan informasi obat (nama, sediaan, dosis, cara pakai,
indikasi, efek samping, cara penyimpanan, dan informasi lain yang dibutuhkan) kepada
pasien. Jika diperlukan pasien dapat diberi konseling obat di ruang konseling.
h) Menyimpan dan mengarsip resep sesuai dengan ketentuan.

3. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi dan rekomendasi obat yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Puskesmas.
4. Konseling
Konseling merupakan salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau
wawancara dengan pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman pasien yang membuat terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat.
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Tujuan dari MESO yaitu untuk menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini
mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang. Menentukan
frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.
Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan. Mencegah
terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
BAB V
LOGISTIK

A. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP


Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) di
puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
(TTK) pengelola ruang farmasi. Tahapan perencanaan kebutuhan obat dan BMHP
meliputi :
1. Pemilihan
Proses pemilihan obat di puskesmas dilakukan untuk perencanaan permintaan obat
ke dinas kesehatan kota dan pembuatan formularium puskesmas. Pemilihan obat di
puskesmas Formularium Nasional (FORNAS) dan Formularium Dinas Kesehatan Kota.
Formularium puskesmas ditinjau kembali setahun sekali menyesuaikan kebutuhan obat di
puskesmas. Kriteria obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas:
- Obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas adalah obat yang tercantum
dalam DOEN dan FORNAS untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
- Berdasarkan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.
- Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita.
- Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
- Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung.
- Obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines).
2. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat periode sebelumnya (data
konsumsi), data morbiditas atau pola penyakit, sisa stok dan usulan kebutuhan obat dari
unit ruangan dan poskeskel.
3. Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang ditambah stok penyangga
(buffer stock). Buffer stock ditentukan dengan mempertimbangkan waktu tunggu (lead
time), penerimaan obat serta kemungkinan perubahan pola pernyakit dan kenaikan
jumlah kunjungan
4. Laporan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) puskesmas. Laporan pemakaian berisi jumlah pemakaian obat dalam satu bulan
dan lembar permintaan berisi jumlah kebutuhan obat puskesmas dalam satu bulan.
LPLPO menjadi dasar untuk rencana kebutuhan obat, sebagai data pengajuan kebutuhan
obat ke Dinas Kesehatan Kota.

B. Pengadaan
Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan
permintaan ke Dinas Kesehatan Kota dan pengadaan mandiri (pembelian).
1. Permintaan Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kota.
Obat yang disediakan di Puskesmas harus sesuai dengan Formularium Nasional (FORNAS),
Formularium Kota dan Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan
menggunakan format LPLPO setiap bulan.
Permintaan terbagi atas dua yaitu :
a. Permintaan rutin dilakukan setiap bulan munggunkan format LPLPO
b. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila :
1) Kebutuhan meningkat
2) Terjadi kekosongan obat
3) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya
b. Jumlah kunjungan resep.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kota.
d. Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) adalah : Jumlah untuk periode yang akan
datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT+ SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
2. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas melalui pembelian obat ke distributor.

C. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kota (IFK) dan sumber
lainnya dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) penanggungjawab
ruang farmasi di puskesmas. Apoteker dan TTK penanggungjawab ruang farmasi memeriksa
kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu
meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat yang
diterima harus dicatat pada kartu stok obat dan mengarsipkan surat bukti barang keluar serta
faktur.

D. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Aspek yang diperhatikan dalam penyimpanan obat :
1) Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di gudang obat yang dilengkapi
lemari dan rak –rak penyimpanan obat.
2) Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan obat.
3) Sediaan farmasi dalam jumlah besar disimpan diatas pallet.
4) Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First Expired First Out
(FEFO), high alert dan life saving (obat emergency).
5) Sediaan obat-obat tertentu (oot), psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari
terkunci. Lemari memiliki dua bua kunci, satu kunci dipegang oleh apoteker
penanggung jawab, satu kunci lainnya dipegang oleh tenaga teknis
kefarmasian/tenaga kesehatan lain yang dikuasakan.
6) Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di tempat khusus dan
terpisah dari obat lain. Contoh : alkohol, chlor etil dan lain-lain.
7) Obat High Alert Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome). Obat yang
perlu diwaspadai terdiri atas:
a) Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti insulin, atau obat antidiabetik oral.
b) Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama
(look alike) dan bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut LASA, atau disebut
juga Nama Obat dan Rupa Ucapan Mirip (NORUM). Contohnya tetrasiklin dan
tetrakain.
Obat High Alert Obat High Alert disimpan terpisah dan penandaan yang jelas untuk
menghindari kesalahan pengambilan dan penggunaan. Sedangkan penyimpanan obat
LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas
dapat lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.
8) Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang disertai dengan alat
pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap harinya.
9) Obat yang mendekati kadaluarsa diberikan penandaan khusus merah, kuning, hijau.

E. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan BMHP
dari farmasi puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pada puskesmas dan poskeskel.

F. Pemusnahan dan Penarikan


- Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP yang tidak digunakan
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Penarikan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
menteri
- Pemusnahan dilakukan pada produk yang tidak memenuhi syarat mutu, telah
kadaluarsa, dan dicabut izin edarnya.
- Pemusnahan dilakukan dengan cara membuat daftar sediaan yang akan
dimusnahkan, menyiapkan berita acara pemusnahan.
- Menyerahkan obat dan beriata acara serah terima obat kadaluarsa kepada Dinas
Kesehatan Kota tembusan Seksi Kefarmasian.
-
G. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan ketersediaan obat dan
BMHP. Tujuan pengendalian agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat dan BMHP
di jaringan pelayanan puskesmas. Pengendalian persediaan obat terdiri dari:
• Pengendalian ketersediaan;
• Pengendalian penggunaan;
• Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa

H. Administrasi
Kegiatan administrasi terdiri dari pencatatan dan pelaporan semua kegiatan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
1. Pencatatan (dokumentasi) bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya obat di
Puskesmas. Pencatatan di puskesma Ganjar Agung meliputi pecatatan manual di kartu stok
dan digital pada lembar LPLPO.
Untuk Resep narkotika dan psikotropika dicatat dibuku tersendiri, serta pada resep
narkotika digaris bawahi menggunkan tinta merah. Sedangkan resep psikotropika di garis
bawahi dengan tinta biru.
2. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi sediaan
farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang
berkepentingan. Jenis laporan yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas meliputi:
LPLPO, Laporan Obat Rusak/Kadaluarsa, Laporan pelayanan Kefarmasian (PIO dan
Konseling, Laporan ketersediaan obat essensial dan vaksin, Laporan SIHA HIV.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistemm dimana puskesmas membuat
asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi : assesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. System tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
Untuk memperbaiki keamanan obat yang perlu diwaspadai
C. Tatalaksana Keselamatan Pasien
1. Membuat daftar obata-obatan baik yang aman maupun yang harus diwaspadai
2. Memberi label yang jelas pada obat-obat yang harus diwaspadai.
3. Membatasi akses masuk dimana orang tertentu yang boleh masuk ke dalam tempat
penyimpanan obat yang perlu diwaspadai untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja
atau kurang hati-hati
4. Obat konsentrat tinggi tidak boleh diletakkan diruang pelayanan.
5. Tempat pelayanan obat-obatan yang terlihat mirip tidak boleh diletakkan berdampingan.
Tanggung jawab:
a. Tanggung jawab tahapan proses diatas dipegang oleh koordiator pelayanan farmasi
b. Apabila yang tersebut diatas tidak ada maka tanggung jawab dialihkan ke staf pengganti
yang telah ditunjuk
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pedoman Umum
Unit pelayanan farmasi puskesmas merupakan unit pelaksana fungsional yang
bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian secara menyeluruh di
puskesmas dengan ruang lingkup pengelolaan perbekalan farmasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di unit pelayanan farmasi agar tercapai
pelayanan kefarmasian dan produktiviatas kerja yang optimal.
2. Tujaun Khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, dan pasien
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan bahan berbahaya, kebakaran dan pencemaran
lingkungan
c. Mengamankan peralatan kerja, sediaan farmasi

C. Tahapan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Untuk terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja secara optimal maka perlu
dilakukan tahapan sebaga berikut :
1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis : identifikasi, pengukuran dan analisis sumber-
sumber yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
seperti:
a. Kondisi fisik pekerja : hendaklah dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Sebelum dipekerjakan
2) Secara berkala, paling sedikit setahun sekali
3) Secara khusus, yaitu sesuadah pulih dari penyakit infeksi pada saluran pernafasan
(TBC) dan penyakit menular laiinya, terhadap pekerja terpapar di suatu lingkungan
dimana terjadi wabah, apabila dicurigai terkena penyakit akibat kerja.
b. Sifat dan beban kerja adalah fisik dan mental yang harus dipikul oleh pekerja dalam
melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan kerja yang tak mendukung
merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut.
c. Kondisi lingkungan kerja unit pelayanan farmasi puskesmas mempengaruhi kesehatan
kerja seperti terpeleset, tersengat listrik, terjepit pintu. Diruang produksi seperti luka
bakar, ledakan dan kebakaran.
d. Penyakit akibat kerja di unit pelayanan farmasi puskesmas seperti tertular pasien,
alergi obat, keracunan obat dan resistensi obat
D. Pengendalian
1. Legislatif control
2. Administratif control
3. Medikal Kontrol
4. Engineering Kontrol
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu di unit pelayanan farmasi puskesmas dapat dilaksanakan
secara efektif maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan
mutu. Pengendalian mutu dilaksanakan dengan melakukan kegiatan pengawasan, pemeliharaan
dan audit terhadap pelayanan farmasi di puskesmas Gnajar Agung
A. Mutu Pelayanan
1. Pengertian Mutu
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar. Mutu juga dapat diartikan sebagai keahlian
dan keterikatan (komitmen) yang selalu dilaksanakan pada pekrjaan
2. Pihak yang berkepentingan dengan Mutu
a. Pekerja
b. Pasien
c. Masyarakat
d. Ikatan profesi
e. Instansi terkait
f. Pemerintah
3. Dimensi Mutu
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya
4. Mutu terkait dengan input, proses dan output
Menurut Dinadebian, pngukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
meggunakan 3 variabel, yaitu:
a. Input, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, organisasi, infoemasi
dan lain-lain
Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah perencanaan dan
pergerakan pelayanan kesehatan.
b. Proses, interaksi professional antara pemberi pelayanan dengan pasien. Proses ini
merukapan variable mutu yang penting.
c. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
pasien, termasuk kepuasan dari pasien terebut.
B. Upaya peningkatan Mutu
Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan unit farmasi puskesmas secara efektif dan efisen agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal. Upaya ini dilakukan melalui:
a. Optimalisasi tenaga, sarana dan prasarana
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan setiap petugas harus mempunyai kompetensi dibidangnya. Sehingga mutu
pelayanan dapat ditingkatkan, angka kesalahan tindakan dapat diperkecil sesuai
dengan target mutu dan kepuasan pelanggan meningkat.
C. Evaluasi
1. Jenis Evaluasi
2. Berdasarkan waktu pelaksanaan evluasi, dibagi menjadi tiga jenis program evaluasi:
a. Prospektif
Program dijalankan sebelum pelayanann dilaksanakan. Contoh, pembuatan
standar, perijinan.
b. Konkuren
Program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan. Contoh,
memantau kegiatan konseling, peracikan resep.
c. Retrospektif
Program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan. Contoh,
survei pelanggan/ pasien, laporan mutasi barang.
D. Metode Evaluasi
a. Audit
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai dengan standar
b. Review
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumeber daya, penulisan
resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat
BAB IX
PENUTUP
Pedoman penyelenggaraan UPTD Puskesmas Ganjar Agung ditetapkan sebagai acuan
dalam mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian, sehingga tujuan
penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai. Pedoman ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Permenkes RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Peratura Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

Anda mungkin juga menyukai