Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT

TERHADAP PENURUNAN MUAL DAN MUNTAH PADA


PASIEN KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI
DI RUANG RAWAT INAP CEMPAKA
RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
PROVINSI DKI JAKARTA
TAHUN 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Program Studi Ilmu Keperawatan Program Sarjana

DISUSUN OLEH:
SITI MAHDIAH
NIM: 19216276

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Kanker menurut Union for International Cancer Control
(UICC) merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia maupun di Indonesia (Kemenkes, 2013). Menurut data
World Health Organization (WHO) tahun 2013, insiden kanker meningkat dari
12,7 juta kasus pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus di tahun 2012. Jumlah
kematian meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun
2012. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar 13%
setelah penyakit kardiovaskular. Diperkirakan pada tahun 2030 insiden kanker
dapat mencapai 26 juta orang dan 17 juta diantaranya meninggal akibat kanker,
terlebih pada negara miskin dan berkembang kejadiannya akan lebih cepat
(Kemenkes, 2014).

Laporan International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun


2013 diperkirakan pada tahun 2012 terdapat 14,1 juta kasus kanker baru 8,2
juta kasus kematian terkait kanker. Kasus kanker yang paling banyak
ditemukan di seluruh dunia adalah kanker paru (1,8 juta, 13.0%), kanker
payudara (1,7 juta, 11,9%), dan kanker colorectum (1,4 juta, 9,7%), angka
mortalitas tertinggi dari proporsi prognosis buruk pada kanker lebih banyak
terjadi di Negara berkembang, dan proporsi ini akan meningkat pada tahun
2025. Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi tumor/kanker di
Indonesia adalah 14 per 10.000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang. Kanker
tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker
leher rahim, sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru dan kanker kolorektal
(Kemenkes, 2014).

Salah satu penatalaksanaan medis pada pasien kanker adalah kemoterapi.


Sampai sekarang kemoterapi tetap menjadi pilihan utama bagi perawatan bagi
penderita kanker (Nindya and Surarso, 2016). Kemoterapi adalah pemberian

1
2

obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi atau operasi yang
bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007 dalam Risdayanti,
2020).

Kemoterapi memiliki banyak efek samping, selain dapat membunuh sel


yang bermutasi, obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat dan normal.
Efek samping kemoterapi yang paling umum adalah mual muntah. Sebanyak
75 pasien (83,3%) mengalami mual dan 71 pasien (78,9%) mengalami muntah
dari total 90 pasien yang menjalani (Hamdani & Anggorowati, 2019). Efek
mual dan muntah ini disebabkan adanya stimulus dari zat sitotastika dalam
kemoterapi yang dapat mengaktifkan chemoreseptor trigger zone (CTZ) di
medulla dimana CTZ berperan sebagai reseptor yang menimbulkan mual
muntah. Penanganan mual muntah yang tidak tepat dapat menurunkan tingkat
kepatuhan pasien dan menimbulkan gangguan aktifitas fungsional pasien.
Kemoterapi adalah terapi yang berkelanjutan, mual muntah yang
berkepanjangan membuat pasien mengalami kekurangan cairan dan nutrisi.
Dengan kondisi tubuh seperti itu dikhawatirkan tubuh tidak akan siap saat
menerima kemoterapi selanjutnya (Gupta et al., 2021).

Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum dan tidak
menyenangkan pada pasien setelah menjalani pengobatan kemoterapi. Insiden
mual dan muntah karena efek samping kemoterapi adalah 70-80 %, beberapa
kondisi gejala-gejala yang berhubungan dengan pemberian kemoterapi dapat
menurunkan aktivitas sehari-hari pasien kanker dan menyebabkan mereka
hanya dapat terbaring ditempat tidur dan tidak bisa memenuhi kebutuhan
mereka dalam beraktivitas. Salah satu tindakan keperawatan mandiri seorang
perawat yaitu memberikan rasa nyaman untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan akibat efek samping kemoterapi dengan pemberian terapi
komplementer (Lee, 2008).
3

Selama ini pasien yang mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi
hanya diberi penanganan dengan terapi farmakologis berupa pemberian
antiemetik. Untuk itu perlu adanya terapi tambahan yang efektif dalam
membantu menurunkan gejala mual dan muntah akibat kemoterapi, salah
satunya adalah pemberian aromaterapi. Aromaterapi mengacu pada
penggunaan minyak esensial yang diekstrak dari akar, bunga, daun dan batang
tanaman, serta dari pohon tertentu. Minyak tumbuhan dapat dipecah menjadi
bahan kimia seperti alkohol, keton dan fenol, yang dianggap memiliki sifat
terapeutik. Tehnik aromaterapi inhalasi dapat digunakan untuk meningkatkan
relaksasi dan kenyamanan (Jaelani, 2009 dalam Yundha, 2020).

Salah satu jenis aromaterapi yang sering digunakan dalam penanganan


mual dan muntah adalah aromaterapi peppermint. Aromaterapi peppermint
mengandung menthol (35-45%) dan menthon (10-30%) yang memiliki manfaat
sebagai antiemetik dan antispasmodik pada lapisan lambung dan usus yaitu
dengan menghambat kontraksi otot yang disebabkan oleh serotonin dan
substansi P (Stea, Beraudi & Pasquale, 2014). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa terdapat pengaruh aromaterapi peppermint terhadap
penurunan rasa mual dan muntah, seperti hasil penelitian Rinda (2015) yang
menunjukan bahwa jumlah responden sebelum dan sesudah diberikan
aromaterapi peppermint pada skala mual ringan mengalami peningkatan yaitu
dari 8 pasien (53,3%) menjadi 13 pasien (86,7%) dan pada skala mual sedang
mengalami penurunan yaitu dari 7 pasien (46,7%) menjadi 2 pasien (13,3%),
hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh aromaterapi
peppermint terhadap penurunan mual muntah akut pada pasien yang menjalani
kemoterapi di SMC RS Telogorejo dengan p value (0,000).

Selain aromaterapi peppermint, aromaterapi jenis lain seperti aromaterapi


jahe memiliki pengaruh dalam penuruan mual dan muntah pasien, seperti
penelitian Friska (2016) yang menyatakan bahwa sebelum pemberian aromaterapi
jahe pada pasien paska kemoterapi di RS Telogorejo Semarang sebagian besar mual
sedang sebanyak 28 (87,5%) responden sedangkan sesudah pemberian aromaterapi
4

jahe sebagian besar mual ringan sebanyak 28 (87,5%) responden. Ada pengaruh
sangat signifikan aromaterapi jahe terhadap penurunan mual muntah pada pasien
paska kemoterapi di RS Telogorejo Semarang (p value 0,000).

Sebagai rumah sakit rujukan nasional, Rumah Sakit Kanker Dharmais

secara khusus menangani kasus - kasus kanker. Berdasarkan data yang

diperoleh kasus kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada bulan Agustus

sampai Oktober tahun 2022 sebanyak 8279 orang (Rekam Medis RS Kanker
Dharmais, 2022). Dari hasil studi pendahuluan dan observasi peneliti
didapatkan bahwa dari 10 orang pasien yang menjalani kemoterapi 8 orang
diantaranya mengeluh mual dalam kategori sedang dan 2 orang sisanya
mengalami mual dalam kategori ringan. Selain itu, penatalaksanaan pasien
dengan mual dan muntah akibat kemoterapi hanya terbatas pada pemberian
terapi farmakologi berupa pemberian obat antiemetik, untuk pemberian terapi
nonfarmakologi berupa aromaterapi belum terlaksana, sehingga belum
diketahui secara pasti efektifitas penggunaan terapi ini. Oleh sebab itu peniliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul pengaruh pemberian
aromatherapi terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian
dalam bentuk pernyataan yaitu:
“Bagaimanakah pengaruh pemberian aromaterapi peppermint terhadap
penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
5

Mengetahui pengaruh pemberian aromatherapi peppermint terhadap


penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui kondisi mual muntah pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi sebelum pemberian aromaterapi peppermint.
2) Mengetahui kondisi mual muntah pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi setelah pemberian aromaterapi peppermint.
3) Mengetahui karakteristik pasien kanker (usia, jenis kelamin, diagnose,
stadium kanker).
4) Mengetahui apakah ada pengaruh pemberian aromatherapi terhadap
penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diuraikan secara terperinci dan spesifik, yang mencakup
tiga aspek, yakni:
1. Instansi Pelayanan Kesehatan
Dapat dijadikan sebagai saran dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien kanker dengan melakukan pemberian terapi tambahan
(aromaterapi) dalam membantu mengurangi efek mual dan muntah
akibat kemoterapi.
2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai saran untuk perkembangan ilmu keperawatan
tentang efektifitas pemberian aromaterapi terhadap penurunan mual
muntah pasien kanker post kemoterapi.
3. Profesi Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai saran untuk perkembangan ilmu keperawatan
dalam meningkatkan pengetahuan perawat maupun pasien kanker yang
menjalani kemoterapi mengenai efektifitas pemberian aromaterapi.
4. Penelitian Selanjutnya
6

Dapat digunakan sebagai saran dalam pengembangan penelitian sejenis,


baik penelitian secara kuantitatif atau pun kualitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Kanker
a. Pengertian
Kanker merupakan segolongan penyakit yang ditandai dengan
pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut
untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel
ke tempat yang jauh (metastasis) (Archie, Bruera, & Cohen, 2013).
Kanker adalah sel yang tubuh mengalami mutasi (perubahan) dan
tumbuh tidak terkendali serta membelah lebih cepat dibandingkan
dengan sel normal. Sel kanker tidak mati setelah usianya cukup,
melainkan tumbuh terus dan bersifat invasif sehingga sel normal tubuh
dapat terdesak atau malah mati (Bott, 2014). Kanker adalah suatu
penyakit yang timbul akibat pertumbuhan secara tidak normal sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Kemenkes RI, 2015).
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel
abnormal diluar batas normal yang kemudian dapat menyerang bagian
tubuh yang berdampingan dan / atau menyebar ke organ lain. (WHO,
2018).

b. Patofisiologi Kanker
Sel abnormal membentuk sebuah kelompok dan mulai berpoliferasi
secara abnormal, membiarkan sinyal pengatur pertumbuhan dilingkungan
sekitar. Sel mendapatkan karakteristik invasif sehingga terjadi perubahan
jaringan sekitar. Sel menginfiltrasi jaringan dan memperoleh akses ke
limfa dan pembuluh darah, yang membawa sel karena tubuh yang lain.
Kejadian ini di namakan metastasis (kanker menyebar kebagian tubuh
yang lain). Sel - sel kanker juga sering disebut neoplasma ganas /

7
8

maligna dan diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan tempat


jaringan yang tumbuhnya sel akar tersebut menyebabkan sel - sel tumbuh
menjadi besar untuk dapat ditangani dengan menggunakan imun yang
normal. Kategori agens atau faktor tertentu yang berperan dalam
karsinomagenesis (trasnpormasi, maligna) mencakup virus dan bakteri
agen fisik, agen kimia faktor genetik atau familial, faktor diet, dan agens
hormonal (Suddart, 2016). Neoplasma merupakan pertumbuhan baru,
menurut seorang ankolog dari inggris menamakan neoplasma sebagai
massa jaringan yang abnormal, tumbuhan berlebih, dan tidak terkordinasi
dengan jaringan yang normal, dan selalu tumbuh meskipun ransangan
yang menimbulkan sudah hilang. Proliferasi neoplastik menimbulkan
massa neoplasma sehingga menimbulkan pembengkakan atau benjolan
pada jaringan tubuh (Padilla, 2013).

c. Manifestasi Klinis
1) Sel - sel kanker menyebar dari satu organ atau bagian tubuh ke organ
atau bagian tubuh yang lain melalui invasi dan bermetastase, sehingga
manifestasinya sesuai dengan organ atau tubuh yang terkena
2) Kanker menyebabkan anemia, kelemahan, penurunan berat badan,
disfalgia anoreksia dan nyeri (sering kali distadium akhir).
3) Gejala disebabkan oleh penghancuran jaringan dan penggantian oleh
jaringan yang sangat produktif (misalnya gangguan susum tulang dan
anemai atau kelebihan produksi steroid adrenal).

d. Jenis Kanker

Beberapa jenis kanker yang banyak ditemukan dan mematikan


menurut National Cancer Institute, 2012, yaitu:
1) Kanker Paru - paru dan Bronkial
Penyebab utama terjadinya kanker jenis ini adalah kebiasaan
merokok dan penggunaan produk tembakau. Ada dua jenis utama
9

kanker ini yaitu kanker paru - paru non sel kecil (paling umum) dan
kanker paru - paru sel kecil (menyebar lebih cepat).
2) Kanker Colon dan Rektum
Kanker usus besar tumbuh di jaringan usus besar, sedangkan
kanker rectum tumbuh beberapa inci dari usus besar dekat dengan
anus.
3) Kanker Payudara
Kanker ini biasanya terbentuk di dalam saluran yang membawa
susu ke kelenjar susu yang menghasilkan air susu pada wanita.
4) Kanker Pankreas
Kanker pancreas dimulai dari jaringan - jaringan pancreas yang
membantu pencernaan.
5) Kanker Prostat
Kanker prostat biasanya mulai tumbuh perlahan – lahan di kelenjar
prostat yang memproduksi air mani untuk mengangkut sperma.
6) Leukemia (Kanker Darah)
Ada banyak jenis leukemia, tetapi semua mempengaruhi darah
terutama jaringan pembentukan tubuh seperti sumsum tulang dan
sistme limfatik. Leukemia mengakibatkan kelebihan produksi sel
darah putih yang abnormal.
7) Non-Hodgkin Lymphoma
Kanker ini mempengaruhi limfosit (sejenis sel darah putih) dan
ditandai oleh kelenjar getah bening yang membesar, demam dan
penurunan berat badan.
8) Kanker Hati dan Saluran Empedu Intraheptic
Sebagian besar kanker hati dimulai di tempat lain dan kemudian
menyebar ke hati. Kanker hati berkaitan erat terkait dengan kanker
saluran empedu intrahepatik yang terjadi disaluran yang membawa
empedu dari liver ke usus kecil.
9) Kanker Ovarium
10

Kanker ini lebih mudah untuk diobati tapi sulit didekteksi pada
tahap awal. Gejala – gejalanya adalah ketidaknyamanan perut,
desakan untuk buang air kecil dan nyeri panggul.

10) Kanker Esophageal


Kanker ini dimulai pada sel yang melapisi esofagus (saluran yang
membawa makanan dari tenggorokan ke perut) dan biasanya terjadi
di bagian bawah kerongkongan.
11) Kanker Kandung Kemih
Kanker yang terbentuk di jaringan kandung kemih (organ yang
menyimpan urin). Sebagian besar kanker kandung kemih adalah
karsinoma sel transisional (kanker yang dimulai di sel – sel yag
biasanya membetuk lapisan dalam kankdung kemih).
12) Kanker Endometrium
Kanker yang terbentuk di jaringan lapisan rahim (kecil, berongga,
organ terbentuk buah pir di panggul waita dimana janin
berkembang). Sebagian besar kanker endometrium adalah
adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel yang membuat dan
melepaskan lender dan cairan lainnya).
13) Kanker Ginjal
Adalah kanker yang terbentuk di jaringan ginjal dan termasuk
karsinoma sel ginjal (kanker yang terbentuk di lapisan tabung yang
sangat kecil dalam ginjal yang menyaring darah dan mengeluarkan
produk sisa) dan ginjal yang menyaring darah dan mengeluarkan
produk sisa) dan ginjal pelvis karsinoma (kanker yang terbentuk di
pusat ginjal dimana urin dikumpulkan).
14) Melanoma
Suatu bentuk kanker yang dimulai di melanosit (sel yang membuat
pigmen melanin). Hal ini memungkinkan dimulai pada tahi lalat
(melanoma kulit), tetapi juga dapat dimulai pada jaringan pigmen
lain seperti pada mata atau di dalam usus.
11

15) Kanker Tiroid


Kanker yang terbentuk di kelenjar tiroid (organ di dasar
tenggorokan yang membuat hormone yang membantu mengontrol
detak jantung, tekanan darah, suhu tubuhm dan berat). Empat jenis
utama kanker tiroid yaitu papilar, folikulaar, meduler, dan kanker
tiroid anaplastic. Keempat jenis tersebut didasarkan pada bagiaman
sel – sel kanker terlihat di bawah mikroskop.

16 ) Kanker Nasofaring

Karsinoma atau kanker nasofaring adalah kondisi medis berupa


munculnya pertumbuhan sel secara tidak normal, cepat dan ganas
diarea sekitar belakang hidung dan bagian atas tenggorokan.
Kanker Nasofaring termasuk ke dalam salah satu jenis kanker
ganas yang cukup umum terjadi di Indonesia. Sayangnya gejala
awal kanler nasofaring sulit terdeteksi, sehingga sering kali
penderita menyadari penyakit ini Ketika sudah memasuki stadium
lanjut.

e. Stadium Kanker

Beberapa jenis kanker memang memiliki stadium tertentu yang


berbeda dengan yang lain. Namun secara umum, dokter biasanya
menggunakan dasar sistem TNM dalam menentukan stadium pada
kanker. TNM (tumor formation, lymph node involvement, dan
metastasis) mempermudah dokter dalam mendiagnosis stadium kanker
pada pasien. Meskipun demikian, pasien biasanya perlu melakukan tes
lebih lanjut untuk mengetahui kondisi stadium yang dideritanya.

Berikut adalah tingkatan stadium kanker menurut Cancer Fast and


Figures (2009) :

1. Stadium 0 : Gejala awal dari stadium 0 pada kanker biasanya


ditunjukkan dengan adanya ketidaknormalan sel pada bagian tubuh
tertentu.
12

2. Stadium I : Sel-sel yang tidak normal mulai berkumpul membentuk


jaringan yang bersifat kanker. Hal tersebut merupakan tanda dari
stadium I pada kanker yang biasanya masih bisa disembuhkan.
3. Stadium II : Kanker stadium II ditandai dengan adanya jaringan yang
berkembang menjadi tumor kecil. Meskipun demikian, biasanya
stadium II pada kanker belum terlalu menyebar pada organ di tubuh
pasien.
4. Stadium III : Setelah tumor berkembang dan bersifat ganas, maka
pasien didiagnosis telah terserang kanker stadium III.
5. Stadium IV : Stadium akhir pada kanker ini ditandai dengan beberapa
bagian organ dalam tubuh yang telah terserang sel kanker. Selain itu,
kanker stadium IV biasanya paling susah disembuhkan.

f. Pengobatan Kanker
1) Pembedahan
Sangat efektif bila dilakukan pada penderita kanker stadium awal
sehingga mempunyai peluang sembuh
2) Kombinasi
Pengobatan kombinasi memadukan antara kemoterapi radioterapi dan
pembedahan
3) Radiasi
Radiasi (penyinaran) bertujuan untuk menghancurkan jaringan yang
terkena kanker
4) Kemoterapi
Pengobatan kemoterapi bertujuan menjangkau sel – sel kanker yang
menyebar ke bagian tubuh lain dengan menghambat dan mengontrol
pertumbuhan sel kanker (Ariani, 2015).

2. Konsep Kemoterapi
a. Pengertian
13

Kemoterapi (terkadang hanya disebut "kemo") adalah penggunaan obat


untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Obat
tersebut disebut juga sitotoksik, yang artinya toksik bagi sel (cyto).
Beberapa obat berasal dari sumber alami seperti tumbuhan, sedangkan
sebagian lainnya dibuat secara lengkap di laboratorium (Sheard, 2020).
b. Tujuan Kemoterapi
Menurut Sheard (2020) kemoterapi dapat digunakan untuk berbagai
alasan:
1) Mencapai remisi atau penyembuhan (kemoterapi kuratif).
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pengobatan utama dengan tujuan
mengurangi atau menghilangkan tanda dan gejala kanker (sering
disebut sebagai remisi atau respons lengkap)
2) Membantu perawatan lain.
Kemoterapi dapat diberikan sebelum atau sesudah perawatan lain
seperti pembedahan atau terapi radiasi. Jika digunakan sebelumnya
(terapi neoadjuvan), tujuannya adalah untuk mengecilkan kanker
sehingga pengobatan lain (biasanya pembedahan) lebih efektif. Jika
diberikan setelah (terapi adjuvan), tujuannya adalah untuk membuang
sel kanker yang tersisa. Kemoterapi sering diberikan dengan terapi
radiasi agar terapi radiasi lebih efektif (kemoradiasi).
3) Mengontrol kanker
Bahkan jika kemoterapi tidak dapat mencapai remisi atau respons
lengkap (lihat di atas), kemoterapi dapat digunakan untuk mengontrol
bagaimana kanker tumbuh dan menghentikan penyebarannya untuk
jangka waktu tertentu. Ini dikenal sebagai kemoterapi paliatif.
4) Meredakan gejala
Dengan mengecilkan kanker yang menyebabkan rasa sakit dan gejala
lainnya, kemoterapi dapat meningkatkan kualitas hidup. Ini juga
disebut kemoterapi paliatif.
5) Menghentikan kanker datang kembali
14

Kemoterapi mungkin berlanjut selama berbulan-bulan atau bertahun-


tahun setelah remisi. Ini disebut kemoterapi pemeliharaan dan dapat
diberikan dengan terapi obat lain. Ini bertujuan untuk mencegah atau
menunda kembalinya kanker.

c. Cara Pemberian Kemoterapi


1) Pemberian peroral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral
dintaranya adalah chlorambucil dan etoposide (VT-16).
2) Pemberian secara intramusculus
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya
suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian 2-
3× berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intramusculus antara
lain bleomicin dan methotreaxate.
3) Pemberian secara intravena
Dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau diberikan secara
infus/drip. Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang
paling umum dan banyak digunakan.
4) Pemberian secara intraarteri
Pemberian ini jarang dilakukan karena butuh sarana yang cukup
banyak, antara lain: alat radiologi diagnostic, mesin, atau alat filter
serta keterampilan sendiri.
5) Pemberian secara intraperitonial
Cara ini jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus atau
kateter intraperitoneal serta kelengkapan kamar operasi karena
pemasangan perlu narkose. Kemoterapi biasanya diberikan dalam
siklus dalam interval 3-4 minggu dalam periode 4-6 bulan (Ariani,
2015).

d. Efek Samping Kemoterapi


15

Kemoterapi merusak sel yang membelah dengan cepat, seperti


kanker sel, namun beberapa sel normal seperti sel darah, folikel rambut,
dan sel di dalam mulut,usus, dan organ reproduksi juga membelah
dengan cepat. Efek samping terjadi ketika kemoterapi merusak sel-sel
normal ini. Karena tubuh terus-menerus membuat sel-sel baru, sebagian
besar efek samping bersifat sementara (Sheard, 2020). Secara umum,
menurut Sheard (2020) para pasien akan mengalami efek samping
berupa:
1) Kelelahan dan kurang energy.
Merasa sangat lelah dan kurang energi (kelelahan) adalah efek
samping paling umum dari kemoterapi. Pasien mungkin mengalami
nyeri otot dan nyeri, cepat lelah, sulit berkonsentrasi atau sulit
melakukan aktivitas sehari-hari. Kelelahan bisa muncul tiba-tiba
dan tidak selalu hilang dengan istirahat atau tidur. Kelelahan dapat
berlangsung selama beberapa minggu atau bulan setelah siklus
pengobatan berakhir. Tingkat energi biasanya meningkat seiring
waktu.Walaupun kelelahan adalah efek samping umum dari
kemoterapi, kelelahan jugabisa menjadi gejala depresi.
2) Perubahan nafsu makan, mual atau muntah.
Nafsu makan biasanya berubah selam akemoterapi. Terkadang
pasien mungkin tidak merasa lapar atau lebih menyukai jenis
makanan yang berbeda. Obat-obatan juga dapat mengubah rasa
makanan untuk sementara. Kemoterapi bisa membuat mual atau
menyebabkan muntah (Sheard, 2020). Mual dan muntah dialami
oleh lebih dari dua pertiga pasien setelah siklus terakhir
kemoterapi. CINV telah digolongkan sebagai dua dari efek
samping yang paling ditakuti dan menyusahkan sejak tiga dekade
terakhir (Farrell et al., 2013).
3) Sembelit atau diare.
Beberapa obat kemoterapi, obat pereda nyeri, dan obat antimual
dapat menyebabkan sembelit atau diare.
16

4) Rambut rontok.
Banyak orang yang menjalani kemoterapi khawatir tentang
kerontokan rambut (alopecia). Beberapa orang kehilangan semua
rambutnyadengan cepat, sementara yang lain mungkin hanya
kehilangan sedikit rambut atau tidak sama sekali. Meskipun rambut
rontok dari kepala adalah yang paling umum,pasien mungkin
menemukan alis dan bulu mata rontok, dan juga mungkin
kehilangan rambut dari ketiak, kaki, dada, dan area kemaluan.
5) Pemikiran dan ingatan berubah.
Beberapa orang mengatakan mereka mengalami kesulitan
berkonsentrasi, fokus dan mengingat sesuatu setelah mereka
menjalani kemoterapi. Ini disebut gangguan kognitif terkait kanker.
Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan hal ini termasuk
"otak kemo", "kabut kanker"dan "kabut otak".
6) Sariawan.
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sariawan, seperti
sariawan, atau infeksi. Ini lebih mungkin terjadi jika pasien pernah
atau sedang menjalani terapi radiasi ke area kepala, leher atau dada,
kemoterapi dosis tinggi atau transplantasi sel induk, atau jika
memiliki masalah gigi atau gusi atau memerlukan antibiotic
7) Perubahan kulit dan kuku.
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan kulit mengelupas,
menggelap atau menjadi kering dan gatal. Selama perawatan dan
beberapa bulan setelahnya, kulit cenderung lebih sensitif terhadap
sinar matahari.- Anemia. Jika jumlah sel darah merah turun di
bawah normal, ini disebut anemia.Jumlah oksigen yang berkurang
beredar ke seluruh tubuh yang dapat membuat merasa lelah, lesu,
pusing atau sesak napas.
8) Infeksi.
Kemoterapi dapat menurunkan kadar sel darah putih, sehingga
tubuh lebihsulit melawan infeksi. Virus seperti pilek, flu, dan
17

COVID-19 mungkin lebih mudah tertular dan lebih sulit


dihilangkan, dan goresan atau luka mungkin lebih mudah
terinfeksi- Masalah pendarahan. Tingkat trombosit yang rendah
(trombositopenia) dapat menyebabkan masalah. Pasien mungkin
mengalami pendarahan lebih lama daribiasanya setelah luka kecil
atau goresan, mimisan atau gusi berdarah, atau mudah memar.
Periode mungkin lebih lama atau lebih berat.
9) Efek saraf dan otot.
Beberapa obat kemoterapi dapat merusak saraf yang mengirimkan
sinyal antara sistem saraf pusat dan lengan serta kaki. Ini disebut
neuropati perifer. Gejala berupa kesemutan ("kesemutan"), mati
rasa atau nyeri ditangan dan kaki, dan kelemahan otot di kaki.
10) Masalah seksualitas dan kesuburan.
Kemoterapi dapat mempengaruhi seksualitas dan kesuburan secara
emosional dan cara fisik. Perubahan ini biasa terjadi. Beberapa
perubahan mungkin hanya sementara dan yang lainnya bersifat
permanen.
11) Perubahan pendengaran.
Beberapa obat kemoterapi dapat mempengaruhi pendengaran.
12) Mata berair.
Ini bisa menjadi gejala saluran air mata yang tersumbat, yang
bisadisebabkan oleh beberapa obat kemoterapi.
13) Bau badan.
Kemoterapi dapat memengaruhi indra penciuman dan mungkin
lebih merasakan bau yang tidak sedap.

Efek samping kemoterapi yang paling umum adalah mual muntah.


Sebanyak 75 pasien (83,3%) mengalami mual dan 71 pasien (78,9%)
mengalami muntah dari total 90 pasien yang menjalani (Hamdani &
Anggorowati, 2019).
18

3. Mual dan muntah

a. Pengertian

Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan


di tenggorokan atau daerah epigastrium yang memperingatkan seorang
individu bahwa muntah akan segera terjadi. Mual sering disertai dengan
peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis termasuk diaphoresis, air
liur, bradikardia, pucat dan penurunan tingkat pernapasan. Muntah
didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut,
seringkali membutuhkan dorongan yang kuat (Dipiro et al., 2015)

b. Mekanisme mual dan muntah


1) Mekanisme sentral

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) adalah bagian otak yang terlibat


dalam penginderaan obat-obatan, pengobatan dan hormone. Sebagai
akibat dari koneksi ke pusat muntah, obat yang bekerja pada mediator
kimia ( neurotransmitter ) di sini akan memicu sensasi mual atau
muntah. Neurotransmitter yang terlibat termasuk dopamine, histamin (
reseptor H1), substansi P( reseptor NK-1), asetilkolin dan serotonin ( 5
reseptor HT3).

2) Mekanisme perifer
Obat-obatan kemoterapi dapat menyebabkan iritasi pada lambung atau
lapisan gastrointestinal yang menghasilkan pelepasan neurotransmitter.
Hal ini dapat mengirim sinyal ke pusat muntah di otak. Pasien mungkin
akan mengalami nyeri ulu hati atau mual.
3) Mekanisme gabungan
Beberapa obat bekerja melalui system pusat dan perifer menyebabkan
mual dan muntah
c. Faktor Yang Mempengaruhi Mual Muntah
Efek mual muntah pada pasien kanker setelah pemberian
kemoterapi dapat dikelompokan dalam beberapa kategori, mulai dari derjat
19

ringan, sedang, berat sampai muntah, hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut:
1) Jenis agen kemoterapi yang digunakan
Jenis obat tertentu yang digunakan dalam kemoterapi memiliki efek
timbulnya mual muntah yang lebih hebat, dibandingkan dengan obat
jenis lainnya, yang disebabkan oleh komposisi obat yang terkandung
di dalamnya.
2) Dosis kemoterapi yang digunakan
Semakin besar dosis obat yang diberikan maka akan menyebabkan
mual dan muntah yang lebih hebat.
3) Waktu atau frekuensi pemberian kemoterapi
Pemberian kemoterapi dengan frekuensi yang lebih sering dengan
interval yang lebih pendek menimbulkan efek mual dan muntah yang
lebih hebat, akibat waktu pemulihan diri dari mual dan muntah yang
lebih pendek.
4) Rute pemberian obat
Obat kemoterapi yang diberikan secara intravena dapat menyebabkan
mual dan muntah lebih cepat jika dibandingkan dengan pemberian
obat secara oral karena obat kemoterapi lebih cepat diabsorbsi tubuh.
5) Faktor Individu
Mual dan muntah dapat juga dipengaruhi oleh faktor usia, jenis
kelamin, dan konsumsi alcohol

4. Aromaterapi
a. Pengertian
Aromaterapi adalah terapi untuk pengobatan dengan menggunakan
bau - bauan yang berasal dari tumbuh - tumbuhan, bunga, pohon yang
berbau harum dan enak. Minyak astiri digunakan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, sering digabungkan untuk
menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat terapeutik dari minyak
astiri (Craig Hospital, 2013). Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan
minyak essensial atau sari minyak murni untuk membantu memperbaiki
20

atau menjaga kesehatan , membangkitkan semangat , menyegarkan serta


menenangkan jiwa dan raga ( Astusi , 2015)

b. Manfaat Aromaterapi
Beberapa manfaat minyak aromaterapi (esensial oil) sesuai jenisnya,
diantaranya:
1) Lavender
Dianggap paling bermanfaat dari semua minyak astiri. Lavender dikenal
untuk membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan
dan stres (depresi) melawan kelelahan dan mendapatkan untuk relaksasi,
merawat agar tidak infeksi paru – paru, sinus, termasuk jamur vaginal,
radang tenggorokan, asma, kista dan peradangan lain. Meningkatkan
daya tahan tubuh, regenerasi sel, luka terbuka, infeksi kulit dan sangat
nyaman untuk kulit bayi dll.
2) Jasmine
Pembangkit gairah cinta, baik untuk kesuburan wanita, mengobati
impotensi, anti depresi, pegal linu, sakit menstruasi dan radang selaput
lender.
3) Orange
Baik untuk kulit berminyak, kelenjar getah bening tak lancar, debar
jantung tak teratur dan tekanan darah tinggi.
4) Peppermint
Membasmi bakteri, virus dan parasit yang bersarang di pencernaan.
melancarkan penyumbatan sinus dan paru, mengaktifkan produksi
minyak di kulit, menyembuhkan gatal – gatal karena kadas / kurap,
herpes, kudis, karena tumbuhan beracun.
5) Rosemary
Salah satu aroma yang manjur memperlancar peredaran darah,
menurunkan kolesterol, kerontokan rambut, membantu mengatasi kulit
21

kusam sampai lapisan terbawah. Mencegah kulit kering, berkerut yang


menampakan urat – urat kemerahan.
6) Sandalwood
Menyembuhkan infekdi saluran kencing dan alat kelmain, mengobati
radang dan luka bakar, masalah tenggorokan, membantu mengatasi sulit
tidur dan menciptakan ketenangan hati.
7) Green tea
Berperan sebagai tonik kekebalan yang baik mengobati penyakit paru –
paru, alat kelamin, vagina, sinus, inveksi mulut, inveksi jamur, cacar air,
ruam saraf serta melindungi kulit karna radiasi bakar selama terapi
kanker.
8) Ylang – ylang / Kenanga
Bersifat menenangkan, melegakan sesak nafas, berfungsi sebagai tonik
rambut sekaligus sebagai pembangkit rasa cinta.
9) Lemon
Selain baik untuk kulit berminyak, berguna pula sebagai zat antioksidan,
antiseptic, melawan virus dan infeksi bakteri, mencegah hipertensi,
kelenjar hati dan limpa yang tersumbat, memperbaiki metabolisme,
menunjang sistem kekebalan tubuh serta memperlambat kenaikan berat
badan.
10) Frangipani / Kamboja
Bermanfaat untuk pengobatan, antara lain, bisa untuk mencegah
pingsan, radang usus, disentri, basiler, gangguan pencernaan, gangguan
penyerapan makanan pada anak, radang hati, radang saluran napas,
jantung berdebar, TBC, cacingan, sembelit, kencing nanah, beri – beri,
kapalan, kaki pecah – pecah, sakit gigi, tertusuk duri atau beling, bisul
dan petakan. Aromaterapi dari wangiwangian ini melambangkan
kesempurnaan. Ini dapat digunakan untuk mediasi dan memberikan
suasana hening yang mendalam.
11) Strawberry
22

Dapat meningkatkan selera makan, mengurangi penyakit jantung,


tekanan darah tinggi dan kanker
12) Lotus
Meningkatkan vitalitas, konsentrasi, mengurangi panas dalam,
meningkatkan fungsi limpa dan ginjal
13) Apel
Dapat menyembuhkan mabuk, diare, menguatkan system pencernaan,
menjernihkan pikiran, mengurangi gejala panas dalam.

14) Vanilla
Dengan aroma yang lembut dan hangat mampu menenangkan pikiran
15) Night Queen
Membuat rasa nyaman dan rileks
16) Opium
Menggemberikan, memberi energy dan semangat tertentu
17) Coconut
Memberikan efek ketenangan, menghilangkan stress, mampu
mempertahankan keremajaan kulit wajah
18) Sakura
Diantaranya disentri, demam, muntah, batuk darah, keputihan, tumor,
insomnia, mimisan, sakit kepala, hipertensi (Craig Hospital, 2013).

c. Teknik pemberian Aromaterapi


Teknik pemberian aromaterapi bisa digunakan dengan cara:
1) Inhalasi
Biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan dan dapat
dilakukan dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam
mangkuk air mengepul. Uap tersebut kemudian dihirup selama beberapa
saat, dengan efek yang ditingkatkan dengan menempatkan handuk diatas
kepala dan mangkuk sehingga membentuk tenda untuk menangkap udara
yang dilembabkan dan bau.
2) Massage / pijat
23

Menggunakan minyak esensial aromatik dikombinasikan dengan minyak


yang digunakan. Pijat minyak esensial dapat diterapkan ke area masalah
tertentu atau ke seluruh tubuh.
3) Difusi
Biasanya digunakan untuk menenangkan saraf atau mengobati beberapa
masalah pernafasan dan dapat dilakukan dengan penyemprotan senyawa
yang mengandung minyak ke udara dengan cara yang sama dengan udara
freshener. Hal ini juga dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa
tetes minyak esensial dalam diffuser dan menyalakan sumber panas.
Duduk dalam jarak tiga kaki dari difusser, pengobatan biasanya
berlangsung sekitar 30 menit.
4) Kompres
Kompres panas atau dingin yang mengandung minyak esensial dapat
digunakan untuk nyeri otot dan segala nyeri, memar dan sakit kepala
5) Perendaman
Mandi dengan menggunakan aromaterapi yang mengandung minyak
esensial dan berlangsung selama 10 – 20 menit yang direkomendasikan
untuk masalah kulit dan menenangkan saraf (Craig Hospital, 2013).
d. Prosedur Pemberian Aromaterapi
Menurut Flaviana (2018) pemberian aromaterapi secara umum memiliki
prosedur sebagai berikut:
a. Fase Orientasi
1. Memberikan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
b. Fase Kerja
1. Menjaga privasi pasien
2. Mempersiapkan alat dan instrument
3. Mengkaji intensitas mual pasien
24

4. Meneteskan minyak esensial pada difuser (3 tetes)


5. Meletakan diffuser tepat disebelah bantal pasien (jarak 20-30 cm dari
hidung pasien)
6. Menganjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi selama 15 menit
c. Fase Terminasi
1. Merapikan dan membereskan alat
2. Mengevaluasi tindakan yang diberikan
3. Memberikan salam
4. Mencuci tangan
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Lailatus (2021) tentang perbandingan efektivitas aromaterapi
peppermint dan lavender terhadap penurunan efek mual muntah post
kemoterapi, yang menunjukan bahwa sebelum dilakuan intervensi
pemberian aromaterpai sebagian besar responden mengalami mual muntah
post kemoterapi pada skala mual muntah sedang sebanyak 27 responden
(71%), sedangkan setelah diberikan intervensi aromaterapi terjadi
penurunan hampir sebagian menjadi mual muntah ringan sebesar 22
responden (41,5 %), dan 14 responen (36,8%) tidak lagi merasakan mual
muntah.
2. Penelitian Karolin (2019) tentang pengaruh inhalasi aromatherapi citrus
terhadap efek nausea dan vomitus pasca kemoterapi pasien kanker serviks di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai median pada kelompok intervensi yang diberikan
aromaterapi citrus yakni sebesar 2.00 dengan selisih max-min sebesar 21.
Sedangkan beda median pada kelompok kontrol yakni sebesar 1.00 dengan
selisih max-min sebesar 29. Melihat perbandingan ini, dapat disimpulkan
bahwa ada perubahan yang terlihat pada responden terhadap mual-muntah
yang terjadi. Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p-value 0,000
(<0,05) yang artinya secara statistic terdapat perbedaan rata-rata skor mual
muntah antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan selisih
2,41 poin
25

3. Peneltian Rinda (2015) tentang Pengaruh Aromaterapi Peppermint Terhadap


Penurunan Mual Muntah Akut Pada Pasien Yang Menjalani Kemoterapi di
SMC RS Telogorejo. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh yang
bermakna pemberian aromaterapi peppermint terhadap penurunan mual
muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi (p value=0,000). Selain itu
dapat diketahui pula bahwa perempuan (80%) yang paling banyak
mengalami kanker dengan rentang usia 46-55 tahun (46,7%). Stadium
kanker yang paling banyak yaitu stadium III (46,7%), semua responden
diberikan kemoterapi adjuvan dan kanker payudara yang paling banyak
dialami responden (53,3%). Jumlah responden sebelum dan sesudah
diberikan aromaterapi peppermint pada skala mual ringan mengalami
peningkatan yaitu dari 8 pasien (53,3%) menjadi 13 pasien (86,7%) dan
pada skala mual sedang mengalami penurunan yaitu dari 7 pasien (46,7%)
menjadi 2 pasien (13,3%).
4. Penelitian Friska (2016) tentang Pengaruh Aromaterapi Jahe Terhadap
Penurunan Mual Muntah Pada Pasien Paska Kemoterapi di RS Telogorejo.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum pemberian aromaterapi jahe pada
pasien paska kemoterapi di RS Telogorejo Semarang sebagian besar mual
sedang sebanyak 28 (87,5%) responden sedangkan sesudah pemberian
aromaterapi jahe sebagian besar mual ringan sebanyak 28 (87,5%)
responden. Ada pengaruh sangat signifikan aromaterapi jahe terhadap
penurunan mual muntah pada pasien paska kemoterapi di RS Telogorejo
Semarang (p value 0,000).
5. Penelitian Lailatus (2021) tentang Perbandingan Efektivitas Aromaterapi
Peppermint dan Lavender Terhadap Penurunan Efek Mual Muntah Post
Kemoterapi. Hasil penelitian didapatkan aromaterapi Lavender
mendapatkan rank tertinggi dalam menurunkan mual muntah. Namun, uji
beda Mann-Whitney menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,546 lebih
besar dari 0,05 sehingga diartikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dari kedua kategori aromaterapi peppermint dan lavender terhadap
penurunan mual muntah post kemoterapi. Aromaterapi peppermint dan
26

lavender dapat digunakan sebagai antimual dalam penatalaksananaan mual


muntah post kemoterapi karena kandungan menthol didalam aromaterapi
peppermint sebagai antimual dan linalool pada lavender yang bersifat
anticemas mampu menurunkan mual muntah 1-2 skala mual mulai dari
mual-muntah berat ke ringan.
6. Penelitian Rostinah (2017) tentang Pengaruh Pemberian Aromatherapi Jahe
Terhadap Penurunan Mual Dan Muntah Pada Pasien Kanker Yang
Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
Medan tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh
pemberian aromtherapi jahe di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia Medan mayoritas dengan kategori baik sebanyak 23 responden
(76,6 %) dan kategori minoritas atau kurang sebanyak 4 responden (13,3
%), kesimpulan hasil penelitian adalah responden yang menjalani
kemoterapi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan
mengalami penurunan mual dan muntah sekitar 76,6 % , hal ini disebabkan
karena aromaterapi jahe yang dapat memblok serotonin yaitu suatu
neurotransmitter yang disintesiskan pada neuro-neuro serotonergis dalam
sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin yang dapat memberikan
perasaan nyaman sehingga dapat mengatasi mual dan muntah.

C. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian merupakan suatu proses dalam membentuk suatu
teori yang menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti maupun variabel
yang tidak diteliti (Nursalam, 2016). Dari hasil tinjauan dan kerangka teori
yang telah dibahas maka dapat dikembangkan kerangka penelitian sebagai
berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Derajat mual dan


Pemberian Aromaterapi
muntah
27

Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

: Variabel yang diteliti


: Hubungan / pengaruh yang diteliti

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmojo, 2015). Adapun hipotesis pada penelitian yaitu:

1. H0: Tidak ada pengaruh pemberian aromatherapi terhadap penurunan


mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
2. Ha: Ada pengaruh pemberian aromatherapi terhadap penurunan mual dan
muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen semu (quasi
experiment). Sugiyono (2017) mendefinisikan bahwa penelitian eksperimen
yaitu penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Desain quasi experiment
yang digunakan adalah Pre and Post Test Without Control yaitu desain ini
peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding.
Efektivitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai pre-test dan
post-test (Dharma, 2015).
Tabel 3.1 Rancangan penelitian

Pre test Perlakuan Post test


O1 X O2

Keterangan:
O1: Pengukuran derajat mual dan muntah sebelum diberikan aromaterapi
peppermint.
O2: Pengukuran derajat mual dan muntah setelah diberikan aromaterapi
peppermint.
X: Tindakan pemberian aromaterapi

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Cempaka RS Kanker Dharmais.
dari bulan November tahun 2022 sampai Januari tahun 2023, yang terdiri
dari persiapan, pelaksanaan dan penyusunan dan penyerahan laporan

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Nursalam (2017) populasi adalah subjek yang telah memenuhi
kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Peneliti mendapatkan data populasi

29
30

pasien kanker yang menjalani kemoterapi pada bulan Desember 2022 di


Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais sebanyak 60 orang.
2. Sampel
Menurut Nursalam (2017) sampel penelitian adalah responden yang terdiri
dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Untuk penelitian eksperimen dengan rancangan
acak lengkap, acak kelompok atau faktorial menggunakan rumus Federer.
Rumus Federer adalah rumus jumlah subjek untuk penelitian eksperimental
(Dahlan, 2016). Secara sederhana dapat dirumuskan:
(t-1) (n-1) >15
Keterangan:
t = banyaknya kelompok perlakuan (pada penelitian ini hanya
terdapat satu kelompok perlakuan karena menggunakan
desain penelirian Pre and Post Test Without Control / tanpa
kelompok kontrol). = 1
n = jumlah sampel (yang dicari)
1 = ketetapan nilai baku
5

Pada satu kelompok perlakuan maka di dapatkan sempel

(t-1) (n-1) > 15


(1-1) (n-1) >15
(0) (n-1) >15
n > 15 + 0
n > 15
Jadi total sampel yang digunakan sebanyak 15 responden, Untuk
menghindari dropout sampel maka peneliti mengambil 10 % dari
perhitungan jumlah sampel
Dropout sampel = 10% x n
= 10% x 15
= 1,5 = 2
31

Jadi total sampel yang digunakan sebanyak 15 + 2 = 17 orang pada


kelompok eksperimen (Dahlan, 2016).

a. Teknik Pengambilan Sampel


Penelitian ini menggunakan teknik Non-Probability Sampling lebih
tepatnya penulis menggunakan Teknik accidental sampling yaitu suatu
metode pemilihan sampel dengan mengambil responden yang kebetulan
ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian
(Notoatmojo,2010)
Dengan kriteria sampel sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi
a) Pasien yang dirawat di ruang Cempaka RS Kanker Dharmais
b) Pasien dengan diagnosis kanker
c) Pasien yang menjalani kemoterapi
d) Pasien yang mengalami mual atau muntah
e) Pasien dengan kondisi sadar
f) Pasien yang bersedia menjadi responden
2) Kriteria Eksklusi
a) Pasien yang tidak kooperatif
b) Pasien yang mengalami perburukan
c) Pasien memiliki alergi terhadap aromaterapi
d) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

D. Definisi Operasional Variabel


Merupakan sebuah cara mengartikan variabel secara operasional untuk
membuat variabel menjadi lebih nyata dan dapat diukur dengan menjabarkan
tantangan apa yang harus diukur, bagaimana cara mengukurnya, apa saja
kriteria pengukurannya, instrument yang digunakan serta skala untuk
mengukurnya (Dharma, 2015). Berikut adalah tabel definisi operasional:
32

Tabel 3.2 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Oprasional Alat & Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
1 Pemberian Pemberian wewangian Peneliti Responden -
aromaterapi menggunakan bahan- melakukan yang
bahan alami sebagai intervensi mengikuti
terapi tambahan untuk dengan pre dan post
mengatasi efek mual memberikan test
muntah akibat essential oil pemberian
kemoterapi sebanyak 3 aromaterapi
tetes pada
difuser yang
diletakan
dengan jarak
20-30 cm dari
hidung, selama
15 menit

Sumber :
menurut
Flaviana(2018)

Variabel Dependen
2 Derajat Tingkatan keparahan Melakukan 1. Skor 0 Ordinal
mual mual dan muntah yang observasi dan dikategorikan
muntah dirasakan oleh pasien penilaian mual tidak mual
akibat efek kemoterapi muntah muntah
menggunakan 2. Skor 1 - 3
NRS (Numeric dikategorikan
Rating Scale) ringan
yang terdiri dari 3. Skor 4 – 6
skala 0-10 dikategorikan
sedang
Menurut 4. Skor 7 – 9
Rhodes dan dikategorikan
Mc Daniel berat
5. Skor 10
(2004),
berarti
muntah.
Karakteristik

3 Umur Umur yang Kuesioner masa dewasa Rasio


dihitung awal (20-40
berdasarkan tanggal tahun), masa
kelahiran dewasa madya
(41-60 tahun)
dan masa
dewasa akhir
33

(>61 tahun).

Menurut
Hurlock (2013)
4 Jenis Jenis kelamin laki- Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
Kelamin laki atau 2. Perempuan
perempuan
5 Diagnosa Penyakit yang Kuesioner / Data 1. Kanker Nominal
Medis disebabkan oleh Rekamedis Pasien payudara
(Kanker) pertumbuhan sel 2. Kanker serviks
abnormal yang 3. Leukemia
tidak terkendali di 4. Kanker paru
dalam tubuh

6 Stadium Istilah yang Kuesioner / Data 1. Stadium 0 Nominal


Kanker digunakan untuk Rekamedis Pasien 2. Stadium I
menjelaskan ukuran 3. Stadium II
tumor dan seberapa 4. Stadium III
jauh penyebarannya 5. Stadium IV
dari tempat awal
kemunculannya.

E. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data


1. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2012). Menurut Rhodes dan Mc Daniel (2004), salah satu
alat untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan
reabilitasnya yaitu Numerik Rating Scale (NRS) yang terdiri dari skala 0-10,
dengan penjelasan skor 0 berati non atau tidak mual muntah, skor 1 - 3
dikategorikan ringan, skor 4 – 6 dikategorikan sedang, skor 7 – 9
dikategorikan berat dan skor 10 berarti muntah.
2. Cara pengumpulan data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
dibagi menjadi dua, yaitu prosedur administratif dan prosedur teknis yang
dijelaskan sebagai berikut:
a. Prosedur Administratif
1) Peneliti mengajukan surat permohonan kepada rektor universitas
untuk dibuatkan surat izin melakukan penelitian.
34

2) Peneliti mengajukan surat permohonan penelitian kepada Direktur


RS Kanker Dharmais
3) Peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada kepala ruangan
untuk dilakukan penelitian
b. Prosedur Teknis
1) Sebelum melaksanakan pengumpulan data, responden ditentukan sesuai
kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
2) Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada responden
3) Memberikan penjelasan kepada responden tentang mekanisme jalannya
penelitian.
4) Menandatangani informed consent oleh orangtua responden yang
bersedia mengikuti penelitian.
5) Peneliti melakukan penilaian skor mual muntah menggunakan
instrumen NRS (Numeric Rating Scale) pada responden yang menjalani
kemoterapi.
6) Peneliti memberikan aromaterapi peppermint dengan meneteskan
minyak esensial pada Difuser sebanyak 3 tetes, kemudian diletakkan
dekat pasien dengan jarak 20-30 cm dari hidung pasien.
7) Peneliti menganjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi selama 15
menit. Penggunaan minyak esensial sebanyak 3 tetes yang diberikan
selama 15 menit merujuk pada penelitian Flaviana (2018) dan Nur
Anisa (2020) yang terbukti efektif dan aman dalam pemberian
aromaterapi.
8) Peneliti melakukan pengkajian ulang skor mual muntah menggunakan
instrument NRS (Numeric Rating Scale) setelah diberikan aromaterapi.

F. Pengolahan Data
Pengolahan data terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
1. Editing
35

Tahap editing dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh


merupakan data lengkap, artinya bahwa data tersebut telah terisi semua,
dan dapat dibaca dengan baik sehingga dapat dimengerti.
2. Coding
Data yang sudah diedit diberi identitas berupa kode sehingga memiliki
arti tertentu pada saat dianalisis. Pemberian kode terhadap data yang
semula berupa huruf, diubah menjadi angka untuk mempermudah proses
pengolahan data.
3. Entry
Entry berguna untuk menghitung frekuensi data dan dianalisis dengan
menggunakan bantuan aplikasi perangkat lunak komputer program
Statistical Program for Social Science (SPSS). Entry data merupakan
kegiatan memasukkan semua data isian yang telah diberi kode terlebih
dahulu melalui program pengolahan komputer untuk dapat diproses dan
dianalisa.
4. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan ulang terhadap data yang
sudah dimasukkan kedalam program pengolahan data untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan dalam pemberian kode dan
adanya ketidaklengkapan untuk selanjutnya dilakukan pembetulan atau
koreksi sehingga sudah siap untuk dianalisa.

G. Uji Coba Instrumen


1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat (Arikunto, 2016). Uji validitas dapat menggunakan rumus
Pearson Product Moment.
36

R hitung : Koefisien korelasi


N : Jumlah responden
∑Xi : Jumlah skor item
∑Yi : Skor total jumlah

Untuk mengetahui suatu kevalidan yaitu dengan cara membandingkan


membandingkan antara r hitung dengan r tabel, dapat diketahui:
Valid : r hitung ≥ r table
Tidak valid : r hitung ≤ r tabel (Arikunto, 2016).

Dalam penelitian menggunakan alat ukur yang baku Menurut Rhodes dan Mc
Daniel (2004) untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan
reabilitasnya yaitu Numerik Rating Scale (NRS),

2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan
sejauhmana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Dalam
menguji reabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach diukur berdasarkan
skala Alpha 0-1.

rɪɪ= [ ][
K
K −1
1−∑ σb ²
σt ² ]
Keterangan :
rɪɪ : Reliabilitas Instrument
K : Jumlah Item Pertanyaan
∑ σb ² : Jumlah varians skor tiap item
37

σt ² : Varians total
Kriteria suatu instrument penelitian dikatakan reliable dengan menggunakan
teknik ini, bila koefisien reabilitas (r11) > 0,6. Teknik uji reabilitas yang
digunakan dengan koefisien reliabilitas alpha cronbach dengan nilai
reliabilitas sebagai (Sugiyono, 2017).
a. 0,80 – 1,00 : Sangat reriable
b. 0,60 - 0,80 : Reliable
c. 0,40 - 0,60 : Cukup reliable
d. 0,20 - 0,40 : Agak reliable
e. 0,00 - 0,20 : Kurang reliable
H. Analisa Data
1. Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah metode pengujian statistika yang digunakan
untuk menilai sebaran data pada sampel kelompok data(variabel)
apakah berdistribusi normal ataukah tidak. Uji normalitas memiliki
fungsi sebagai media uji dalam menentukan apakah model
regresi,variabel pengganggu maupun residual terdistribusi normal atau
tidak. Teori menurut Widarjono (2010) menyatakan bahwa uji T untuk
melihat signifikansi variabel independent terhadap variabel dependen
tidak bisa diaplikasikan jika residual tidak mempunyai distribusi
normal. Dalam melakukan uji normalitas peneliti menggunakan
program SPSS dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah
responden penelitian kurang dari 50 orang yaitu sebanyak 17 orang.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai signifikasi
Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,000 (<0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa data tidak berdistribusi normal. Berdsarkan hasil tersbut
peneliti menggunakan metode statistic non parametrtik uji Wilcoxon.

2. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada tiap variabel dari
hasil penelitian dan digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi
38

frekuensi dan persentase dari variabel bebas dan variabel terikat


(Notoatmodjo, 2010). Berikut adalah perhitungan yang digunakan untuk
mengetahui persentase dari masing-masing variabel adalah sebagai
berikut:

f
P x 100 %
n

Keterangan:
P = Persentase (%)
ƒ = Jumlah jawaban
n = Jumlah skor maksimal

Dalam penelitian ini variabel yang dilakukan analisa univariate adalah


usia, jenis kelamin, diagnose medis, stadium kanker, derajat mual muntah
sebelum dan setelah dilakukan intervensi.

3. Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan atau perbedaan
yang bermakna antara dua variabel. Data pada penelitian ini berdistribusi
normal sehingga menggunakan uji/statistik non parametrik yaitu uji
Wilcoxon. Adapun rumus uji Wilcoxon Sign Rank Test menurut Cooper
& Schindler (2014) adalah sebagai berikut:

Keterangan: T adalah jumlah rank dengan tanda paling kecil

Dan
39

Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis


pada uji Wilcoxon Sign Rank Test sebagai berikut:
a. Jika probabilitas (Asymp.Sig) <0,05 maka Ho ditolak artinya
terdapat perbedaan.
b. Jika probabilitas (Asymp.Sig) >0,05 maka Ho diterima artinya tidak
terdapat perbedaan.
I. Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012) etika penelitian terdiri dari:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampak bagi dirinya. Jika
subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan,
jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak
responden.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode berupa nomor sesuai urutan responden pada lembar
pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah etika penelitian ini dengan maksud memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
40

J. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian peneliti menyadari masih terdapat beberapa
kekurangan dan keterbatasan diantaranya adalah:
1. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan di tempat lain.
2. Peneliti kekurangan waktu dalam pengumpulan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti menguraikan data statistik hasil penelitian berupa analisis
univariat dan analisis bivariat yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi, serta
pembahasan penelitian.

A. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data

Tabel 4.1
Hasiil Uji Normalitas Menggunakan Uji Shapiro-
Wilk

Shapiro-Wilk

Intervensi Statistic df Sig.


Skor Derajat Mual Pre Intervensi
.611 17 .000
Muntah
Post Intervensi
.678 17 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 4.1 menunjukan signifikasi Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,000


(<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

2. Hasil Analisis Univariat


Analisis univariat menjelaskan variabel-variabel penelitian secara deskripsi
dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi beserta presentasenya.

a. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Ruang
Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais (n=17)
Usia Frekuensi Persentase (%)
20-40 tahun 3 17,6

39
42

41-60 tahun 11 64,7


≥61 tahun 3 17,6
Total 17 100

Tabel 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar responden di Ruang


Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, berusia antara 41-60 tahun
yaitu sebanyak 11 orang (64,7%).

b. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais (n=17)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 9 52,9
Perempuan 8 47,1
Total 17 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Ruang


Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 9 orang (52,9%), sedangkan 8 orang (47,1%) lainnya
berjenis kelamin perempuan.

c. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Stadium


Kanker
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Stadium Kanker
di Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais (n=17)
Stadium Kanker Frekuensi Persentase (%)
Stadium I 1 5,9
Stadium II 3 17,6
Stadium III 12 70,6
Stadium IV 1 5,9
Total 17 100

Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar responden di Ruang


Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, menderita kanker Stadium III
43

sebanyak 12 orang (70,6%), 3 orang (17,6%) menderita kanker Stadium


II, dan 2 orang lainnya (11,8%) menderita kanker Stadium I danV.

d. Distribusi Frekuensi Derajat Mual Dan Muntah Responden Sebelum


Intervensi Pemberian Aromaterapi
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Derajat Mual Dan Muntah Responde Sebelum
Intervensi Pemberian Aromaterapi di Ruang Cempaka Rumah
Sakit Kanker Dharmais, (n=17)

Derajat Mual Muntah Frekuensi Persentase (%)


Tidak Mual dan Muntah 0 0
Ringan 0 0
Sedang 17 100
Berat 0 0
Muntah 0 0
Total 17 100

Tabel 4.4 menunjukan bahwa semua responden di Ruang Cempaka


Rumah Sakit Kanker Dharmais mengalami mual muntah derajat sedang
yaitu sebanyak 17 orang (100%), sebelum diberikan intervensi
aromaterapi.

e. Distribusi Frekuensi Derajat Mual Dan Muntah Responden Setelah


Intervensi Pemberian Aromaterapi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Derajat Mual Dan Muntah Responde Setelah
Intervensi Pemberian Aromaterapi di Ruang Cempaka Rumah
Sakit Kanker Dharmais, (n=17)

Derajat Mual Muntah Frekuensi Persentase (%)


Tidak Mual dan Muntah 0 0
Ringan 11 64,7
Sedang 6 35,3
Berat 0 0
Muntah 0 0
Total 17 100

Tabel 4.5 menunjukan bahwa sebagian besar responden di Ruang


Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais setelah diberikan intervensi
aromaterapi, mengalami mual muntah derajat ringan yaitu sebanyak 11
44

orang (64,7%), sedangkan sebanyak 6 orang (35,3%) mengalami mual


muntah derajat sedang.
3. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
aromatherapi terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker
yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Analisis data
pada penelitian menggunakan Uji Wilcoxon, hasil analisis penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6
Pengaruh Pemberian Aromatherapi Terhadap Penurunan Mual Dan
Muntah Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi
di Rumah Sakit Kanker Dharmais (n=17).

Derajat Mual Mean SD P value


Muntah
Sebelum 4,35 0,493
0,000
Sesudah 3,41 0,618

Berdasarkan tabel 4.6 hasil analisis perbedaan derajat mual muntah


menunjukan bahwa sebelum dilakukan pemberian aromaterapi (pre-test)
diperoleh rata-rata derajat mual muntah responden sebesar 4,35 namun
setelah dilakukan pemberian aromaterapi (post-test) terjadi penurunan
rata-rata derajat mual muntah menjadi sebesar 3,41. Hasil uji statistik
diperoleh p value sebesar 0,000 (<0,05) artinya ada pengaruh pemberian
aromatherapi peppermint terhadap penurunan mual dan muntah pada
pasien kanker yang menjalani kemoterapi diruang rawat inap cempaka
Rumah Sakit Kanker Dharmais.

B. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian diuraikan mulai dari analisa univariat sampai
analisa bivariate mengenai pengaruh pemberian aromatherapi peppermint
terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi di ruang rawat inap cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais.

1. Analisa Univariat
45

a. Variabel Karakteristik Berdasarkan Usia Responden


Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa sebagian besar
responden atau pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit
Kanker Dharmais, berusia antara 41-60 tahun yaitu sebanyak 11 orang
(64,7%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rostinah (2018) tentang Pengaruh Pemberian Aromatherapi Jahe
Terhadap Penurunan Mual Dan Muntah Pada Pasien Kanker Yang
Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
Medan Tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
responden mayoritas berusia antara 40-49 tahun yaitu sebanyak 15 orang
(50,0%).

Menurut Hurlock (2013) masa dewasa dibagi menjadi 3 periode


yaitu masa dewasa awal (20-40 tahun), masa dewasa madya (41-60
tahun) dan masa dewasa akhir (>61 tahun). Masa dewasa madya (41-60
tahun) adalah Masa dewasa pertengahan (madya) atau yang disebut juga
usia setengah baya dalam terminologi kronologis yaitu pada umumnya
berkisar antara usia 40 - 60 tahun, merupakan periode yang panjang
dalam rentang kehidupan manusia. Dimana pada usia ini ditandai dengan
berbagai perubahan fisik maupun mental (Hurlock, 2013). usia madya
merupakan periode yang sangat ditakuti, diantaranya adalah banyaknya
stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu
kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik (Hurlock,
2013). Dimana individu merasa takut akan terjadinya perubahan-
perubahan yang terjadi dalam dirinya terutama fisiknya. Perubahan-
perubahan itu akan berpengaruh terhadap penyesuaian yang harus
dilakukan oleh individu dewasa madya, dimana ia harus menerima
bahwa kini kulitnya mulai keriput, timbulnya uban, terjadinya
menopause pada wanita, menurunnya fungsi pendengaran dan
penglihatan serta kondisi kesehatan yang semakin rentang akan
timbulnya penyakit. (Hurlock, 2013).
46

Sementara itu menurut Kemenkes (2016) seseorang yang berusia


antara 40-60 tahun ini termasuk ke dalam kategori lansia awal.
Perubahan fisiologis pada seseorang terutama pada lansia beberapa
diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran,
penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung
dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat
membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Peningkatan
usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan. Usia
lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap
penyakit, hal ini dapat terjadi karena sehubungan daya tahan dan hormon
yang diproduksi oleh tubuh mengalami penurunan, semakin
bertambahnya usia maka semakin terjadi penurunan biologis maupun
psikologis (Abelma, 2013).

b. Variabel Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden


Hasil analisis data diperoleh bahwa sebagian besar responden di
Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, berjenis kelamin laki-
laki yaitu sebanyak 9 orang (52,9%), sedangkan 8 orang (47,1%) lainnya
berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sari (2018) yang menunjukan bahwa sebagian besar
jenis kelamin penderita kanker nasofaring di Poliklinik Telinga Hidung
Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat
adalah laki-laki yaitu sebanyak 29 orang (65,90%).

Hal ini sesuai dengan banyak studi yang telah melaporkan bahwa
karsinoma nasofaring lebih sering didapatkan pada laki-laki dibanding
perempuan, dengan perbandingan 2-3:1. Responden laki-laki mempunyai
resiko lebih besar mengalami karsinoma nasofaring karena pada jenis
kelamin laki-laki mempunyai perilaku yang lebih berisiko mengalami
karsinoma nasofaring seperti merokok. Karsinoma nasofaring sering
terjadi pada laki-laki, dimana 90% adalah karsinoma dan sisanya yang
terbayak adalah limfoma. Angka Insiden kanker nasofaring pada populasi
47

pria dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi kanker
nasofaring karena wanita memiliki kekebalan yang lebih baik. Namun,
terdapat sebuah penelitian yang menghubungkan efek proteksi dari
esterogen sebagai penyebab angka insiden kanker nasofaring lebih
rendah pada wanita (Faisal, 2016).

c. Variabel Karakteristik Berdasarkan Stadium Kanker Responden


Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa sebagian besar
responden di Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, menderita
kanker stadium III sebanyak 12 orang (70,6%), 3 orang (17,6%)
menderita kanker stadium II, dan 2 orang lainnya (11,8%) menderita
kanker stadium I danV.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Karolin (2019) tentang pengaruh inhalasi aromatherapi citrus terhadap
efek nausea dan vomitus pasca kemoterapi pasien kanker serviks di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa mayoritas responden sudah masuk ke stadium kanker
tingkat III (41,2%).

Stadium kanker menggambarkan seberapa jauh kanker tersebut


mengenai tubuh seseorang, Secara umum, stadium kanker yang
digunakan, ditentukan berdasarkan sistem TNM. Dalam sistem TNM,
tahap keseluruhan ditentukan setelah kanker diberi huruf atau angka
untuk menggambarkan kategori tumor (T), node (N), dan metastasis (M).
Pada kanker stadium 3, kanker sudah lebih besar dan mulai menyebar ke
jaringan sekitarnya. Selain itu, biasanya juga ditemukan sel kanker di
kelenjar getah bening di dekatnya (American Cancer Society, 2016).
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gaya
hidup sehat untuk mengurangi risiko kanker serta melakukan deteksi dini
kanker menjadi masalah utama dalam penanggulangan kanker di
48

masyarakat. Akibatnya banyak pasien yang datang dengan kondisi yang


terlambat atau bahkan menghindari pemeriksaan karena takut terdiagnosa
kanker yang ganas (Permata Harapan Cancer Clinic/PHCC, 2015).
Penderita kanker seringkali tidak menyadari akan penyakit yang dihadapi
karena kanker pada stadium awal tidak menimbulkan gejala-gejala yang
berarti sehingga pasien kurang menyadari perubahan tubuh sebelum
kanker menyebar atau pada stadium lanjut (Erfan, 2012).

d. Variabel Derajat Mual Muntah Pasien Kanker


Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa semua responden
di Ruang Cempaka Rumah Sakit Kanker Dharmais, sebelum diberikan
intervensi aromaterapi mengalami mual muntah derajat sedang yaitu
sebanyak 17 orang (100%), sedangkan setelah diberikan intervensi
aromaterapi, mengalami mual muntah derajat ringan yaitu sebanyak 11
orang (64,7%), sedangkan sebanyak 6 orang (35,3%) mengalami mual
muntah derajat sedang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Lailatus (2021) tentang perbandingan efektivitas aromaterapi peppermint
dan lavender terhadap penurunan efek mual muntah post kemoterapi,
yang menunjukan bahwa sebelum dilakuan intervensi pemberian
aromaterpai sebagian besar responden mengalami mual muntah post
kemoterapi pada skala mual muntah sedang sebanyak 27 responden
(71%), sedangkan setelah diberikan intervensi aromaterapi terjadi
penurunan hampir sebagian menjadi mual muntah ringan sebesar 22
responden (41,5 %), dan 14 responen (36,8%) tidak lagi merasakan mual
muntah.

Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum dan
tidak menyenangkan pada pasien setelah menjalani pengobatan
kemoterapi. Insiden mual dan muntah karena efek samping kemoterapi
adalah 70-80 %, beberapa kondisi gejala-gejala yang berhubungan
dengan pemberian kemoterapi dapat menurunkan aktivitas sehari-hari
49

pasien kanker dan menyebabkan mereka hanya dapat terbaring ditempat


tidur dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka dalam beraktivitas.
Salah satu tindakan keperawatan mandiri seorang perawat yaitu
memberikan rasa nyaman untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan akibat efek samping kemoterapi dengan pemberian
terapi komplementer (Lee, 2008).

Tindakan intervensi nonfarmakologi yaitu dengan pemberian


aromaterapi merupakan bagian dari intervensi yang bertujuan untuk
memberikan kenyamanan secara fisik pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi dengan mengurangi atau menghilangkan mual muntah akibat
kemoterapi (Rastinah, 2018). Aromaterapi merupakan metode terapi
pelengkap nonfarmakologi bersifat nonistruktif, noninvasif, murah,
sederhana, efektif, dan tanpa efek samping yang merugikan, mencegah
dan mengurangi mualmuntah (Price & Shirley,2007).

Pada penelitian ini aromaterapi diberikan melalui inhalasi, hal


memberikan efek lebih cepat daripada mekanisme lain. Mekanisme
tindakan aromaterapi adalah melalui sistem sirkulasi tubuh dan sistem
penciuman (Sriningsih dkk, 2017). Melalui inhalasi ataupun diterapkan
pada permukaan kulit, minyak eterik akan diserap ke dalam tubuh
melalui kapiler, yang selanjutnya akan dilakukan oleh sistem peredaran
darah baik sirkulasi darah atau sirkulasi limfatik. Pembuluh kapiler
kemudian akan mengedarkan zat ke sistem saraf pusat dan otak akan
menyampaikan pesan ke target organ. Minyak eterik dapat diberikan
melalui intervensi berupa pijatan yang akan merangsang sistem
peredaran darah untuk bekerja penuh semangat. Selain itu aromaterapi
juga dapat menimbulkan rangsangan saraf penciuman oleh kehadiran
aroma tertentu dan kemudian terhubung langsung ke hipotalamus.
Hipotalamus adalah bagian dari otak yang mengontrol sistem kelenjar,
mengatur hormon, dan mempengaruhi pertumbuhan, dan aktivitas tubuh
(Kushariyadi, 2011).
50

2. Analisa Bivariat

Hasil analisis perbedaan derajat mual muntah menunjukkan bahwa


sebelum dilakukan pemberian aromaterapi (pre-test) diperoleh rata-rata
derajat mual muntah responden sebesar 4,35 namun setelah dilakukan
pemberian aromaterapi (post-test) terjadi penurunan rata-rata derajat
mual muntah menjadi sebesar 3,41. Hasil uji statistik diperoleh p value
sebesar 0,000 (<0,05) artinya ada pengaruh pemberian aromaterapi
peppermint terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker
yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lailatus (2021) tentang perbandingan efektivitas aromaterapi peppermint
dan lavender terhadap penurunan efek mual muntah post kemoterapi.
Penelitian ini menguji pengaruh setiap aromaterapi dengan uji Wilcoxon
kemudian membandingkan efektivitasnya menggunakan uji statistik
Mann-Whitney, hasil uji pengaruh ditemukan hasil p value 0,001 (<0,05)
artinya baik aromaterapi Peppermint dan lavender memiliki pengaruh
terhadap penurunan mual muntah post kemoterapi. Berdasarkan hasil
rank statistic didapatkan aromaterapi Lavender mendapatkan Rank
tertinggi dalam menurunkan mual muntah. Namun, uji beda Mann-
Whitney menunjukkan nilai Signifikansi sebesar 0,546 lebih besar dari
0,05 sehingga diartikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari
kedua kategori aromaterapi peppermint dan lavender terhadap penurunan
mual muntah post kemoterapi. Aromaterapi peppermint dan lavender
dapat digunakan sebagai antimual dalam penatalaksananaan mual
muntah post kemoterapi karena kandungan menthol didalam aromaterapi
peppermint sebagai antimual dan linalool pada lavender yang bersifat
anticemas mampu menurunkan mual muntah 1-2 skala mual mulai dari
mual-muntah berat ke ringan.
Didukung pula oleh penelirian Karolin (2019) tentang pengaruh
inhalasi aromatherapi citrus terhadap efek nausea dan vomitus pasca
51

kemoterapi pasien kanker serviks di RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai median pada
kelompok intervensi yang diberikan romatherapy citrus yakni sebesar
2.00 dengan selisih max-min sebesar 21. Sedangkan beda median pada
kelompok kontrol yakni sebesar 1.00 dengan selisih max-min sebesar 29.
Melihat perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa ada perubahan yang
terlihat pada responden terhadap mual-muntah yang terjadi. Hasil uji
statistik dengan menggunakan uji mann whitney menunjukan bahwa
nilai p-value <0,000 yang artinya secara statistic terdapat perbedaan rata-
rata skor mual muntah antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol dengan selisih 2,41 poin.
Salah satu jenis aromaterapi yang sering digunakan dalam
penanganan mual dan muntah adalah aromaterapi peppermint.
Aromaterapi peppermint mengandung menthol (35-45%) dan menthon
(10-30%) yang memiliki manfaat sebagai antiemetik dan antispasmodik
pada lapisan lambung dan usus yaitu dengan menghambat kontraksi otot
yang disebabkan oleh serotonin dan substansi P (Stea, Beraudi &
Pasquale, 2014). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat
pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan rasa mual dan
muntah, seperti hasil penelitian Rinda (2015) yang menunjukan bahwa
jumlah responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi
peppermint pada skala mual ringan mengalami peningkatan yaitu dari 8
pasien (53,3%) menjadi 13 pasien (86,7%) dan pada skala mual sedang
mengalami penurunan yaitu dari 7 pasien (46,7%) menjadi 2 pasien
(13,3%), hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh
aromaterapi peppermint terhadap penurunan mual muntah akut pada
pasien yang menjalani kemoterapi di SMC RS Telogorejo dengan p
value (0,000).

Efek mual dan muntah pada pasien post kemoterapi disebabkan


adanya stimulus dari zat sitotastika dalam kemoterapi yang dapat
mengaktifkan chemoreseptor trigger zone (CTZ) di medulla dimana
52

CTZ berperan sebagai reseptor yang menimbulkan mual muntah (Gupta


et al., 2021). Selain itu menurut Hesketh (2008) menyebutkan bahwa
mekanisme mual muntah akibat kemoterapi yang paling umum
disebabkan oleh pengaruh obat kemoterapi pada usus kecil bagian atas.
Suatu zat yang dibentuk oleh agen kemoterapi bergerak menuju
sel-sel enterokromafin, sehingga sel-sel tersebut mengeluarkan 5-
hidroksitriptamin (5HT). Selanjutnya 5HT berinteraksi dengan reseptor
5HT3 pada aferen terminal vagus di dinding usus. Serabut aferen
melanjutkan stimulasi ke dorsal brain steam yang berlokasi di komplek
vagal dorsal. Komplek vagal dorsal merupakan tempat reseptor untuk
neurotransmitter yang memiliki peran potensial pada respon muntah,
diantaranya neurokinin-1, 5HT3 dan reseptor dopamin 2, yang berikatan
dengan substansi P, 5HT dan dopamin. Serabut eferen melanjutkan
impuls tersebut ke efekter final dari refleks muntah yaitu the sentral
pattern generator (CPG).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aromaterapi Peppermint
dan Lavender memiliki pengaruh terhadap penurunan mual muntah post
kemoterapi. Peppermint sendiri memiliki kandungan mentol yang
lumayan tinggi. Minyak atsiri ini mengandung mentol (7-48%),
hidroksitriptamin (5HT). Selanjutnya 5HT berinteraksi dengan reseptor
5HT3 pada aferen terminal vagus di dinding usus. Serabut aferen
melanjutkan stimulasi ke dorsal brain steam yang berlokasi di komplek
vagal dorsal. Komplek vagal dorsal merupakan tempat pusat reseptor
untuk neurotransmitter yang memiliki peran potensial pada respon
muntah, diantaranya neurokinin-1, 5HT3 dan reseptor dopamin 2, yang
berikatan dengan substansi P, 5HT dan dopamin. Serabut eferen
melanjutkan impuls tersebut ke efekter final dari refleks muntah yaitu
pada sentral pattern generator (CPG) (Currlisa, 2020). Dan lavender
memiliki sejarah panjang sebagai anticonvulsant, antidepressive,
anxiolytic, sedative, dan penenang. Kandungan lavender oil terdiri dari:
linalool, linalyl acetate, á- dan â- pinene dan 1,8- cineole. Dimana,
53

linalyl acetat dan linalool adalah kandungan aktif utama pada lavender
yang berperan sebagai efek anti cemas (relaksasi) dan meredakan nausea
juga menghambat muntah (Ain et al., 2019).
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan aromaterapi sebagai terapi
komplementer untuk menurunkan skor mual muntah pada pasien yang
telah menjalani kemoterapi. Pemberian aromaterapi menggunakan
difuser melalui inhalasi sangat efektif dan cepat dirasakan oleh tubuh,
sebab molekul - molekul aromaterapi yang telah dihirup dapat diserap
dengan cepat melalui sistem pernapasan yang kemudian masuk ke aliran
darah. Aroma yang keluar tersebut merangsang sistem limbik untuk
melepaskan neurokimia otak, sehingga dapat menimbulkan efek tenang,
meningkatkan relaksasi tubuh, memperbaiki kondisi psikologis sehingga
menurunkan tingkat stress dan intensitas mual dan muntah pada pasien
yang menjalani kemoterapi. Oleh sebab itu penggunaan aromaterapi
dianjurkan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien
54
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semua responden atau pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Rumah
Sakit Kanker Dharmais, sebelum diberikan intervensi aromaterapi
mengalami mual muntah derajat sedang.
2. Sebagian besar responden atau pasien kanker yang menjalani kemoterapi di
Rumah Sakit Kanker Dharmais, setelah diberikan intervensi aromaterapi
mengalami mual muntah derjat ringan.
3.
4. Ada pengaruh pemberian aromatherapi terhadap penurunan mual dan
muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit
Kanker Dharmais, dengan p value sebesar 0,000 (<0,05).

B. Saran
1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien kanker dengan melakukan pemberian
terapi tambahan (aromaterapi) dalam membantu mengurangi efek mual
dan muntah akibat kemoterapi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai saran untuk perkembangan ilmu keperawatan
tentang efektifitas pemberian aromaterapi terhadap penurunan mual
muntah pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
3. Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran untuk perkembangan
ilmu keperawatan dalam meningkatkan pengetahuan perawat maupun
pasien kanker yang menjalani kemoterapi mengenai efektifitas pemberian
aromaterapi.

55
56

4. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai saran dalam
pengembangan penelitian sejenis, baik penelitian secara kuantitatif
ataupun kualitatif. dengan menggunakan metode pemberian dan jenis
aromaterpi yang berbeda seperti aromaterapi jenis tertentu selain
peppermint atau lavender
57
DAFTAR PUSTAKA

Abelma. (2013). Usia Lanjut Lebih Rentan Terhadap Resiko Kanker Payudara.


Dari http://artikelkesehatanwanita.com/usialanjut-lebih-rentan-terhadap-
resikokanker-payudara.html diakses pada bulan Januari 2023.
Adhisty, K., Rizona, F., & Hudiyati, M. (2019). Pengaruh Inhalasi Aromatherapi
Citrus Terhadap Efek Nausea dan Vomitus Pasca Kemoterapi Pasien
Kanker Serviks di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, 6(1), 41-49.
Ain, A., Agung, D. G., & Yunitasari, E. (2019). Aromaterapi Lavender dalam
Upaya menurunkan Nausea dan Vomiting Pasien Kanker Payudara yang
Menjalani Kemoterapi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Ners Dan
Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 6(3), 401–407.
American Cancer Society  (ACS). (2016). Cancer Facts and Figures.  INC.
Archie, P., Bruera, E., & Cohen, L. (2013). Music-based interventions in
palliative cancer care: a review of quantitative studies and neurobiological
literature. Supportive Care in Cancer, 21(9), 2609-2624.
Ariani, S., (2015). STOP! KANKER. Yogyakarta. Istana Media
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Astrilita, F., Hartoyo, M., & Wulandari, M. (2016). Pengaruh Aromaterapi Jahe
Terhadap Penurunan Mual Muntah Pada Pasien Paska Kemoterapi Di RS
Telogorejo. Karya Ilmiah.
Bott, R. (2014). Data dan Informasi Kesehatan Situasi Penyakit Kanker. Igarss
2014, (1), 1– 5. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Craig Hospital (2013). Aromatherapy. Diakses dari
http://www.craighospital.org/repository/documents/heathinfo/PDFs/801.CA
M.Aromatherapy.pdf diakses pada bulan Desember 2022.
Currlisa. (2020). Peppermint Oil Evaluating Efficacy On Nausea In Patients
Receiving Chemotherapy In The Ambulatory Setting. Peppermint Oil
Evaluating Efficacy On Nausea In Patients Receiving Chemotherapy In The
Ambulatory Setting, 24(2).

58
59

Dharma, K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta timur: CV.


Trans Info Media.
Erfan, C. (2012). Buka mata pada kanker. Dari
http://m.kompasiana.com/post/read/470 561/2/buka-mata-pada-kanker.html
diakses Januari 2023.
Faisal, H. H. (2015). Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prognosis. Universitas Indonesia, 1-24.
Grunberg, S.M. & Ireland A (2005). Epidemiology of chemotherapy induced
nausea and vomiting. Advanced studies in nursing. 3(1), 9 – 15
Gupta, K., Walton, R., & Kataria, S. P. (2021). Chemotherapy-Induced Nausea
and Vomiting: Pathogenesis, Recommendations, and New Trends. Cancer
Treatment and Research Communications, 26 (December 2020), 100278.
Hamdani, D., & Anggorowati, A. (2019). Intervensi Untuk Mengatasi Mual
Antisipatori Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi: a Litelatur
Review. Jurnal Smart Keperawatan, 6(1), 65.
Hastono, Sutanto Priyo. 2016. Analisa Data Pada Bidang Kesehatan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Perkasa
Hurlock, E. (2013). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Jaelani. 2009. “Aroma Terapi”. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Jika Tidak Dikendalikan 26
Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker.
http://www.depkes.go.id/article/print/10 60/jika-tidak-dikendalikan-26-juta-
ora ng-di-dunia-menderita-kanker-.html diakses pada tanggal 28 November
2022
Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN
2442-7659.
Kushariyadi, Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Penerbit: Salemba Medika.
Lee, J, et al., (2008). Review of acupressure for chemotherapy induced nausea
and vomiting control. Journal of pain and symptom management, 36 (5),
529-544.
National Cancer Institute, National Institutions of Health. What Is Cancer? -
National Cancer Institute [Internet]. Available from
https://www.cancer.gov/aboutcancer/understanding/what-is-cancer
60

Notoatmodjo S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nurrohmi, L. S., Lumadi, S. A., & Mumpuni, R. Y. (2021). Perbandingan
Efektivitas Aromaterapi Peppermint dan Lavender Terhadap Penurunan
Efek Mual Muntah Post Kemoterapi. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 6(12), 6214-6225.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
(P. P. Lestari, Ed.) (4th ed.). Jakarta: Salemba Medika
Manurung, R., & Adriani, T. U. (2017). Pengaruh Pemberian Aromatherapi Jahe
terhadap Penurunan Mual dan Muntah pada Pasien Kanker yang
Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
Medan Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 4(1), 373-382.
Padilla. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Permata Harapan Cancer Center (HPCC) (2014). Solo Cancer Society. Dari:
http://permataharapancancercenter.com/index.php/component/content/
category/88-fasilitas diakses pada bulan Januari 2023
Price, Shirley., 2007, Aromatherapy for Health Professional, Elsevier Sciene,
Philladelphia, hal. 176 – 179.
Rasjidi. (2007). Kemoterapi Kanker Ginekologi Dalam Praktik Sehari-Hari.
Jakarta: CV. Sagung Set
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf diakses pada tanggal 28 November 2022
Sari, R. I., & Hartoyo, M. (2017). Pengaruh Aromaterapi Peppermint Terhadap
Penurunan Mual Muntah Akut Pada Pasien yang Menjalani Kemoterapi di
SMC RS Telogorejo. Karya Ilmiah.
Sari, Y. A. (2018). Hubungan Jenis Kelamin Dengan Ekspresi Lmp1 Pada Pasien
Kanker Nasofaring (Doctoral dissertation, Universitas Mataram).
Sheard, R. (2020). Understanding chemotherapy: A guide for people with cancer,
their families and friends. Cancer Council Australia.
Sriningsih, Iis., Elisa., Lestari, Puji, Kurniati. (2017). Aromatherapy Ginger Use
In Patients With Nausea & Vomiting On Post Cervical Cancer
Chemotherapy. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Kesmas 13 (1) (2017). 13.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, CV
61

Anda mungkin juga menyukai