Anda di halaman 1dari 10

KONSEP ATAU TEORI ASKEP PASIEN DENGAN

KEMOTERAPI

NAMA : Elvina Lia Fatmawati


NIM :181301017
PRODI : Sarjana Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB


JOMBANG JAWA TIMUR
Kata Pengantar

PujidanSyukur kami ucapkankehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa kami haturkan
sholawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan
kita ke zaman yang terang benderang.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh kekurangan.
Maka dari itu, kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat
diperlukan demi menyempurnakan makalah ini.Akhir kata kami berharap makalah ini dapat
menjadi bahan informasi dan penunjang bagi kita semua.

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik
yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun metastatis.
Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik
mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infuse, dan sering menjadi
pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut local (Desen,
2008). Teknik pemberian kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan dan jenis obat yang
diperlukan (Adiwijono, 2006). Obat kemoterapi umumnya berupa kombinasi dari beberapa obat
yang diberikan secara bersamaan dengan jadwal yang telah ditentukan .Selain membunuh sel
kanker, obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat yang normal, terutama yang cepat
membelah atau cepat tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa usus dan sumsum tulang. Beberapa
efek samping yang terjadi pada kemoterapi, gangguan mual dan muntah adalah efek samping
frekuensi terbesar (Yusuf, 2007).

Meskipun sering menjadi alternatif pilihan utama untuk mengatasi kanker, kemoterapi
memiliki efek samping yang cukup serius. Dari beberapa efek kemoterapi, mual dan muntah
adalah yang paling sering dikeluhkan bagi pasien kanker. King (1997, dalam McDonald, 2001)
menyebutkan bahwa lebih dari 60% pasien yang dikemoterapi mengeluh adanya keluhan mual
dan muntah. Mual dan muntah pada pasien kanker yang dikemoterapi diakibatkan oleh adanya
stimulasi pada pusat muntah oleh Chemoreceptor Trigger Zone sebagai efek samping dari obat-
obat yang digunakan pada kemoterapi (Desen, 2008).

Disamping itu juga melalui korteks yang diakibatkan oleh kecemasan yang kemudian
merangsang pusat muntah. Karakteristik mual dan muntah mencakup gejala dan tipe. Keluhan
mual dan muntah setelah kemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu akut, tertunda (Delayed)
dan terantisipasi (Anticipatory). Muntah akut terjadi pada 24 jam pertama setelah kemoterapi.
Muntah yang terjadi setelah periode akut ini kemudian digolongkan dalam muntah tertunda
(Delayed) yang terjadi pada 24-96 jam setelah kemoterapi (Abdulmuthalib, 2006). Muntah
antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi (10-40%)
dimana muntah terjadi sebelum diberikannya kemoterapi/tidak ada hubungannya dengan
pemberian kemoterapi (Ritenburg, 2005).

II. Rumusan Masalah


 Apa pengertian kemoterapi dan bagaiman penjelasannya?
 Mengapa mual saat kemoterapi?
 Bagaimana teori asuhan keperawatan kemoterapi?

III. Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian kemoterapi beserta penjelasannya
 Untuk mengetahui penyebab mual pasien kemoterapi
 Untuk mengetahui teori asuhan keperawatan kemoterapi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kemoterapi
1. Definisi kemoterapi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat


antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan
reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan (2010) juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara
pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika) yang diminum
ataupun diinfuskan ke pembuluh darah.
Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang paling
sering digunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastatis dan sering menjadi satu-
satunya pilihan metode terapi yang efektif. Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi utama,
adjuvant (tambahan), dan neoadjuvant, yaitu kemoterapi adjuvant yang diberikan pada saat pra-
operasi atau pra-radiasi (Sukardja, 2000). Terapi adjuvant mengacu pada perawatan pasien
kanker setelah operasi pengangkatan tumor (Johnson, dkk., 2014).
Menurut Desen (2008) kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi mencapai
lebih dari 10 jenis atau 5% dari seluruh pasien kanker, termasuk kanker derajat keganasan tinggi
seperti kankertrofoblstik, leukemia limfosit akut anak, limfom Hodgkin dan non hodgkin, kanker
sel germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarcoma
Ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa. Kanker dengan jenis yang lain (misalnya kanker
mamae, kanker prostat, neuroblastoma, dan lain-lain) walaupun tidak dapat disembuhkan dengan
kemoterapi, namun lama survivalnya dapat diperpanjang (Desen, 2008; Johnson, dkk., 2014).
Menurut Fasching, dkk. (2011), 52% pasien kanker payudara dengan HER2 positif yang
menerima pengobatan anti-HER2 (Trastuzumab) dalam kemoterapi neoadjuvant mengalami PCR
(Prognosis Complite Response). Menurut Rezkin (2009), diperkirakan sekitar 70% pasien kanker
ovarium stadium III atau IV yang diberikan kemoterapi sitostatika akan memberikan respon
klinik yang komplit.
2. Toksisitas Kemoterapi
Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah terbukti dalam
memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan
hidup, dan kualitas hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai efek samping
dan komplikasi (Susanto, 2006). Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang
normal karena proliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal, terutama pada jaringan
dengan siklus sel yang cepat seperti sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut
(Saleh, 2006). Semeltzer dan Bare (2002) juga menjelaskan bahwa sel-sel dengan kecepatan
pertumbuhan
yang tinggi (misalnya: epithelium, sumsum tulang, foikel rambut, sperma) sangat rentan terhadap
kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi. Menurut Saleh (2006), hal-hal yang mempengaruhi
terjadinya efek samping dan toksisitas dari obat kemoterapi yaitu: jenis obat, dosis, jadwal
pemberian obat, cara pemberian obat, dan faktor predisposisi.
Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang
(Desen, 2008). Efek toksik jangka pendek meliputi: depresi sumsum tulang, reaksi
gastrointestinal (mual, muntah, ulserasi mukosa mulut, diare), trauma fungsi hati (infeksi virus
hepatitis laten memburuk dan nekrosis hati akut), trauma fungsi ginjal (sistitis hemoragik,
oliguria, uremia, nefropati asam urat, hiperurikemia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia),
kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis kronis paru), neurotoksisitas (perineuritis), reaksi
alergi (demam, syok, menggigil, syok nafilaktik, udem), efek
toksik local (tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, melanosis, sindroma tangan-kaki/ eritoderma
palmar-plantar). Sedangkan efek jangka panjang meliputi: karsinogenisitas (meningkatkan
peluang terjadinya tumor primer kedua), dan infertilitas. Menurut Saleh (2006), toksisitas umum
yang diakibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi (seperti anemia, leucopenia,
trombositopenia), mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia (kebotakan).

B. Mual pada pasien kemoterapi


1. Definisi Mual
Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2
masalah yang berbeda (American Cancer Society, 2013). Hal ini juga dijelaskan oleh Glare,
dkk., (2011) bahwa muntah biasanya, tetapi tidak selalu, disebabkan oleh proses mual. Mual
didefinisikan sebagai sebuah sensasi yang tidak enak di sekitaresofagus, di atas areagastrik
(lambung), atau perut, dan biasa dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Muntah dapat
dikatakan sebagai “memuntahkan”, yaitu pengeluaran secara paksa dari isi perut lewat mulut
atau cavitas nasal (rongga hidung) (Garret, dkk., 2003 dalam Lua & Zakaria, 2010; Glare, dkk.,
2011).
Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapi yang paling sering
dikeluhkan oleh pasien kanker (Otto, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), mual dan
muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada kemoterapi dan dapat menetap
hingga 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah (2010) menyatakan bahwa 70-
80% pasien kemoterapi mengalami mual dan muntah. Sebanyak 80% dari pasien yang menerima
kemoterapi berbasis Siklofosfamid dan Anthracycline akan mengalami beberapa derajat mual
dan muntah (Bourdeanu, dkk., 2012). Sedangkan menurut American Cancer Society (2013),
dosis tinggi IV (intravena) Cisplatin dan Cyclophosphamide dapat menyebabkan mual dan
muntah pada>90% pasien, namun di sisi lain, Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan
mual dan muntah pada <10% pasien.

C. Teori asuham keperawatan kemoterapi


1. Pengkajian
Riwayat pasien dan keluarga:
a. Pengetahuan tentang jenis kanker & stadium
b. Pengobatan kanker sebelumnya;
 Perilaku pasien/ keluarga terhadap pengobatan
 Pengalaman efek samping dan tingkat keparahannya
 Cara untuk meminimalkan efek samping
 Efektifitas untuk menurunkan insiden dan keparahan efek samping
c. Diet ( Asupan nutrisi)
d. Pengobatan alternatif /komplementer
e. Pengetahuan tujuan dari pengobatan

2. Pemeriksaan Fisik
 Sistem Pernafasan
 Sistem Kardiovaskuler
 Sistem Persyarafan
 Sistem Perkemihan
 Sistem Pencernaan
 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien kanker paru antara lain (PDPI,2003) :
a. Foto toraks
b. Bronkoskopi
c. CT-Scan toraks
d. Biopsi aspirasi jarum
e. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) didapat bahan untuk sitologi dan informasi
metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
f. 6. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) mendeteksi lesi kecil yang lokasinya agak
diperifer.
g. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)melihat lesi yang terletak di perifer dan
ukuran lebih dari 2cm.
h. Sitologi sputum pengambilan atau pengeluaran sputum

4. Pengkajian Psikososisal
 Respons pasien dan keluarga terkait dengan pengetahuan tentang penyakit &
pengobatannya, misal pengalaman kemoterapi
 Support sistem dan orang-orang terdekat

5. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas, yang berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap destruksi jaringan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif, yang berhubungan dengan obstruksi tumor dan
peningkatan sekresi trakeobronkial.
3. Nyeri, yang berhubungan dengan tekanan tumor pada jaringan penunjang dan
erosi jaringan.

Masalah yang mungkin muncul :


a. Muncul sputum pada jalan nafasnya yang mengganggu pernafasan.
b. Kekurangan nutrisi yang disebabkan batuk yang melelahkan.
c. Aktivitas juga menurun karena nyeri pada dadanya.
d. Koping pada individu tersebut menjadi tidak efektif
e. Pertukaran gas diparu-paru menjadi terganggu karena jalan nafasnya
terhambat.

6. Penatalaksanaan
 Terapi oksigen
 Terapi obat
 Kemoterapi immunoterapi
 Terapi radiasi
 Torakosintesis dan Pleurodesis
 Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma,
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar. Dilakukan pada stadium III secara
individual yang mencakup 3 kriteria :
o Karakteristik biologis tumor
o Letak tumor dan pembagian stadium klinik
o Keadaan fungsional penderita

7. Evaluasi
Respons pasien dan atau keluarga
a. Menjelaskan tentang pemahaman kanker paru
b. Menjelaskan dan melakukan secara mandiri untuk meminim alkan komplikasi
c. Mengetahui dan bertidak bila ada perubahan yang harus dilaporkan atau ditangani
dengan segera
DAFTAR PUSTAKA

https://qibtya777.blogspot.com/2016/12/makalah-kemoterapi.html?m=1
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2940/BAB%20ll.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai