Anda di halaman 1dari 5

2.

2 Kemoterapi
2.2.1 Definisi Kemoterapi
Istilah kemoterapi diperkenalkan oleh Paul Erlich, berasal dari
bahasa Yunani yaitu chymeia atau chymos atau perasan buah dan therapeia
atau pengobatan. Arti kemoterapi secara umum yaitu pemberian senyawa
kimia untuk mencegah dan mengobati suatu penyakit. Kemoterapi adalah
pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi atau
operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang
berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
Kemoterapi mempunyai karakteristik yaitu antineoplastik dan
sitostatika (Sukardja IDG,2008). Penggunaan sitostatika untuk kemoterapi
bertujuan untuk mengurangi gejala kanker dan meningkatkan kualitas hidup
dengan tingkat survival yang lebih lama. Tujuan pemberian kemoterapi
dibagi menjadi tiga, yaitu penyembuhan, kontrol, dan paliatif (Herqutanto
Utama H,2008) Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk menyembuhkan
kanker, biasanya jarang tercapai dikarenakan pasien membutuhkan waktu
lama untuk sembuh dari penyakit kanker. Kemoterapi bertujuan untuk
mengontrol dalam pertumbuhan proliferasi dan metastasis sel kanker.
Kemoterapi digunakan untuk mengurangi gejalanya agar pasien dapat
meningkatkan kualitas hidup.

2.2.2 Cara Pemberian Kemoterapi


Kemoterapi digunakan sebagai terapi definitif atau sebagai terapi
adjuvan pada kanker terutama stadium lanjut. Pemberian kemoterapi
sebagai terapi adjuvan terbagi dalam tiga kategori, yaitu kemoterapi
adjuvan, kemo terapi neoadjuvan, dan kemoterapi concurrent (Forastiere
AA dan Kies MS, 2005) . Kemoterapi adjuvan yaitu pemberian kemoterapi
setelah pasien dilakukan terapi definitive (radioterapi atau operatif) untuk
mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal.
Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum dilakukan terapi definitive untuk
mengecilkan massa tumor sehingga menjadi lebih sensitif terhadap terapi
definitif. Kemoterapi concurent yaitu apabila kemoterapi diberikan
bersamaan dengan terapi definitif. Dosis kemoterapi yang diberikan
biasanya lebih rendah dan berperan sebagai radiosensitizer (Kentjono WA,
dkk 2011)
Obat kemoterapi dapat diberikan dengan cara per oral, intramulkular,
intravena, dan intra-arteri. Bebrapa jenis kemoterapi yang telah dikemas
dengan peroral yaitu chlorambucil dan etoposide (vp-16). Pemberian secara
intamuskular secara intra muscular relative lebih mudah dan sebaiknya tidak
diberikan pada lokasi yang sama sebanyak dua-tiga kali pemberian antara
lain bleomycin dan methotrexate. Pemberian kemoterapi yang sering
digunakan yaitu secara intravena diberikan denan bolus perlahan atau
secara ifus (drip). Pemberian intraarteri jarang digunakan karena
mebutuhkan sarana yang banyak.

2.2.3 Klasifikasi Obat Kemoterapi


Klasifikasi obat kemoterapi menurut Danielle Gale (2000) ada
enam klasifikasi umum obat terapi natar lain:
a. Agen Pengkelat
Agen pengkelat efektif dalam mengobati limfoma, penyakit
Hodgkin, kanker payudara, dan myeloma multiple. Agen pengekat umur
antara lain carmustine BCNU, lomustine (CCNU), streptozocin, dan
semustine (methyl-CCNU).
b. Antimetabolic
Bertujuan untuk membunug sel-sel kanker dengan memblok
sintesis DNA dan RNA. Agen umum meliputi cytarabine (ARA-C),
Floxuridine (FUDR), 5-fluorourasil (5-FU), dan lain-lain.
c. Antibiotic anti tumor
Obat yang bekerja dengan bebrapa mekanisme yang berbeda untuk
memproduksi efek sitotosik.
d. Tanaman alkalid
Agen siklus sel spesifik yang bekerja dengan kristalisasi microtubular
mitotic kumparan protein selama metaphase dimana mitosis bertenti.
e. Agen hormonal
Bekerja pada tumor berdasatkan pada lingkungan hormonal spesifik untuk
tumbuh
f. Agen lain
Mekanisme kerjanya berbeda dari kelas-kels umum antara lain L-
asparaginase (Elpar), mitoxantrone (Novantrone), procarbazine
(Matulane), Nevelvine dan mitotnane (Lysodren).

2.2.4 Cara Kerja Kemoterapi


Siklus sel berperan penting dalam proses kemoterapi karena obat
kemoterapi mepunyai target dan efek merusak yang berbeda tergantung pada
siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada sel yang sedang bereproduksi, sehingga
sel tumor yang aktof merupakan target utama dari kemoterapi. Namun sel yang
sehat bereproduksi tidak menutup kemungkinan terpengaruh dengan efek samping
obat kemoterapi (Rasjidi, 2007).

2.2.5 Efek Samping Kemoterapi


Efek samping kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi secara
biologis, fisik, psikologis, dan sosial. Faktor risiko dari individu misalnya umur,
kondisi umum, jenis kelamin, factor patologi, faktor alergi, dan faktor genetik.
Faktor risiko dari obat misalnya jenis obat, formulasi, kemurnian, dosis, dan
frekuensi pemberian (Herqutanto, 2008). Kemoterapi memberikan efek samping
pada fisik pasien, setiap orang memiliki variasi yang berbeda dalam merespon
obat kemoterapi, efek fisik yang tidak diberikan penanganan baik dapat
mempengaruhi hidup pasien, adapun dampak fisik kemoterapi antara lain mual
dan muntah, konstipasi, neuropati perifer, toksisitas kulit, kerontokan rambut
(alopecia), penurunan berat badan, kelelahan (fatigue), penurunan nafsu
makan,dan nyeri (Ambarwati, 2014). Beberapa dampak psikologis pasien menurut
Wijayanti (2007) yaitu ketidakberdayaan, kecemasan, rasa malu, harga diri, stress,
amarah, dan depresi.
2.2.6 Peran Perawat
Peran perawat sebagai perawat kanker adalah melauakan
pengakjian dari fisik, status emosional, memberikan edukasi kepada
keluarga tentang perjalannan penyakit dan pengobatannya, riwayat
kesehatan terdahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penyakit kanker
serta rencana tindakan keperawatan sehingga pasien dan keluarga efektif
dalam menyiapkan pendanaan untuk pengobatan. Rencana tindakan
keperawatan bertujuan untuk pasien dan keluarga mengerti tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, serta kemungkinan efek samping
kemoterapi, persiapan fisik dan psikologis untuk terapi, kenyamanan fisisk
dan psikologis pasien, dan perijinan (Rieger &Yarbro,2003). Perawat
berperan dalam meberikan dukungan secar perawatan maupun emosional.
Dukungan emosional dapat meningkatkan manajemen koping perawat.
Perawat berperan sebagai educator yaitu memberikan informasi
terkaitan dengan kanker. Perawat memberikan saran kepada keluarga dan
pasien untuk mengikuti kelompok diskusi kanker untuk meninggkatkan
koping positif (Rieger &Yarbro,2003). Selain itu, perawat berperan sebagai
coordinator dalam perawatan merencanakan tindakan pada pasien, mendidik
pasien dan keluarga tentang kanker, memberikan referensi dalam
pengobatan yang efektif, berkoordinasi dengan tenaga kesehatan kertait.
Pasien sering kali mendapatkan gejala efek samping dari
kemoterapi seperti nyeri, mual, infeksi, dan diare. Perawat berperan sebagai
manajemen gejala untuk mengurangi tingkat keparahan gejala dari kanker
(Rieger &Yarbro,2003). Perawat berperan dalam mendampingi pasien dari
sebelum sampai sesudah kemoterapi.

Daftar Pustaka :
Shinta R., Nindya, Bakti Surarso. 2016. Terapi Mual Muntah Pasca
Kemoterapi. Jurnal THT - KL Vol.9. No.2.
Dinuriah, Syahdah. 2015. Gambaran Ganggaun Mental Emosional Pada
Penderita Kanker dalam Masa Kemoterapi di RSU Kabupaten Tangerang.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah
Damayanti, Nuzulia Azmi. 2018. Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat
Stress pada Pasien Kanker Kolon yang Menjalani Kemoterapi di Ruang
Cendana RSUP Dr. Kariadi. Undergraduathe thesis. Universitas
Muhammadiyah Semarang

Anda mungkin juga menyukai