Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAGEMENT PATIENT SAFETY

(TENTANG ZAT-ZAT KEMOTERAPIK)

Dosen Pengampuh:Umbu Putal Abselian Skep.Ns

DISUSUN OLEH :

 MARSELIN Y.S.WATTI

 NIM :PO5303203191136

TINGKAT 1B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikantugas
makalah management patient safety yang berjudul “ ZAT-ZAT KEMOTERAPIK” tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat

Waingapu,3 april 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..(i)

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….(ii)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….… …(1)

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….…… …(2)

1.3 Tujuan ……………………………………………………………….……. …(3)

1.4 Manfaat ………………………………………………………………….…….(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian……………………………………………………………………………...(5)

2.2 Manfaat kemoterapi…………………………………………………………………….(6)

2.3 Macam-Macam Kemoterapi…………………………………………………………...(7)

2.4 Dosis Dan Cara Pembetukan Obat Kemoterapii……………………………………….(8)

2.5 Indikasi Dan Kontradiksi Kemoterapi…………………………………………………(9)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………….. (13)

3.2 Saran……………………………………………………………………………………..(14)

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh
yang tumbuh dan berkembang abnormal di luar batas kewajaran (Junaidi, 2007). Kanker
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik
di dunia maupun di Indonesia. Didunia, 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker dan
pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskuler. Badan Kesehatan dunia (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan
2015, dengan perkiraan setiap tahunnya 12 juta diseluruh dunia orang akan menderita kanker dan
7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Kejadian kanker terjadi lebih cepat di negara miskin dan
berkembang. Dari data tersebut saat ini hanya 15 persen dari 190-200 ribu penderita kanker baru
di Indonesia setiap tahunnya (International Union Against Cancer/UICC, 2009).

Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik yang
sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun metastatis.
Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik
mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infuse, dan sering menjadi
pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut local (Desen,
2008). Teknik pemberian kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan dan jenis obat yang
diperlukan (Adiwijono, 2006). Obat kemoterapi umumnya berupa kombinasi dari beberapa obat
yang diberikan secara bersamaan dengan jadwal yang telah ditentukan .Selain membunuh sel
kanker, obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat yang normal, terutama yang cepat
membelah atau cepat tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa usus dan sumsum tulang. Beberapa
efek samping yang terjadi pada kemoterapi, gangguan mual dan muntah adalah efek samping
frekuensi terbesar (Yusuf, 2007).

Meskipun sering menjadi alternatif pilihan utama untuk mengatasi kanker, kemoterapi memiliki
efek samping yang cukup serius. Dari beberapa efek kemoterapi, mual dan muntah adalah yang
paling sering dikeluhkan bagi pasien kanker. King (1997, dalam McDonald, 2001) menyebutkan
bahwa lebih dari 60% pasien yang dikemoterapi mengeluh adanya keluhan mual dan muntah.
Mual dan muntah pada pasien kanker yang dikemoterapi diakibatkan oleh adanya stimulasi pada
pusat muntah oleh Chemoreceptor Trigger Zone sebagai efek samping dari obat-obat yang
digunakan pada kemoterapi (Desen, 2008).

Disamping itu juga melalui korteks yang diakibatkan oleh kecemasan yang kemudian
merangsang pusat muntah. Karakteristik mual dan muntah mencakup gejala dan tipe. Keluhan
mual dan muntah setelah kemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu akut, tertunda (Delayed)
dan terantisipasi (Anticipatory). Muntah akut terjadi pada 24 jam pertama setelah kemoterapi.
Muntah yang terjadi setelah periode akut ini kemudian digolongkan dalam muntah tertunda
(Delayed) yang terjadi pada 24-96 jam setelah kemoterapi (Abdulmuthalib, 2006). Muntah
antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi (10-40%)
dimana muntah terjadi sebelum diberikannya kemoterapi/tidak ada hubungannya dengan
pemberian kemoterapi (Ritenburg, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian dari kemoterapi?

b. Apa saja manfaat dari kemoterapi?

c. Sebutkan macam-macam obat kemoterapi!

d. Bagaimanakah dosis dan cara pemberian obat kemoterapi?

e. Apa saja indikasi dan kontra indikasi kemoterapi?

f. Apa saja efek samping yang dapat timbul dari pengobatan kemoterapi dan cara
mengatasinya!

1.3 Tujuan Penulisan

a. Mengetahui pengertian dari kemoterapi;

b. Mengetahui manfaat dari kemoterapi;

c. Mengetahui macam-macam obat kemoterapi;

d. Mengetahui dosis dan cara pemberian obat kemoterapi;

e. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi kemoterapi;

f. Mengetahui efek samping yang dapat timbul dari pengobatan kemoterapi dan cara
mengatasinya.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis berharap makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang kemoterapi, manfaat
kemoterapi, macam-macam obat kemoterapi beserta cara pemberian dan dosisnya, serta efek
samping yang dapat timbul dari pengobatan kemoterapi dan cara mengatasinya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker
(disebut sitostatika) yang diminum ataupun yang diinfuskan ke pembuluh darah. Jadi, obat
kemoterapi menyebar ke seluruh jaringan tubuh, dapat membasmi sel-sel kanker yang sudah
menyebar luas di seluruh tubuh. Karena penyebaran obat kemoterapi luas, maka daya bunuhnya
luas, efek sampingnya biasanya lebih berat dibandingkan dua modalitas pengobatan terdahulu
(Hendry,dkk 2007).

Obat kemoterapi secara umum disebut sitostatika, berefek menghambat atau membunuh semua
sel yang sedang aktif membelah diri.Jadi, sel normal yang aktif membelah atau berkembang biak
juga terkena dampaknya, seperti sel akar rambut, sel darah, sel selaput lendir mulut,dll.Sel tubuh
tersebut adalah yang paling parah terkena efek samping kemoterapi, sehingga dapat timbul
kebotakan, kurang darah, sariawan, dll (Hendry,dkk 2007).

Oleh karena itu, pemberian obat sitostatik (berupa obat medis ataupun obat herbal) harus
dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman untuk mencegah timbulnya efek samping yang
serius, dan bila terjadi efek samping dapat segera diatasi atau diobati. Agar sel tubuh normal
mempunyai kesempatan untuk memulihkan dirinya, maka pemberian kemoterapi biasanya harus
diberi jedah (selang waktu) 2-3 minggu sebelum dimulai lagi pemberian kemoterapi berikutnya
(Hendry,dkk 2007).

2.2 Manfaat Kemoterapi

Adapun manfaat kemoterapi adalah sebagai berikut:

a. Pengobatan.

Beberapa jenis kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis Kemoterapi atau
beberapa jenis Kemoterapi.

b. Kontrol.

Kemoterapi ada yang bertujuan untuk menghambat perkembangan Kanker agar tidak bertambah
besar atau menyebar ke jaringan lain.

c. Mengurangi Gejala
Bila kemotarapi tidak dapat menghilangkan Kanker, maka Kemoterapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi gejala yang timbul pada penderita, seperti meringankan rasa sakit dan
memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran Kanker pada daerah yang diserang.

Mengingat keterbatasan manfaat kemoterapi, maka digunakan kombinasi dengan cara


pengobatan lain untuk mengambil masing-masing manfaat, yaitu: Kemoterapi adjuvant, ialah
kemoterapi yang diberikan sesudah operasi. Manfaatnya mengurangi kekambuhan local dan
mengurangi penyebaran yang akan timbul.

Kemoterapi neo adjuvant ialah kemoterapi yang diberikan sebelum operasi. Manfaatnya adalah
mengurangi ukuran tumor sehingga mudah dioperasi. Kemoterapi paliatif diberikan hanya untuk
mengurangi besarnya tumor yang dalam hal ini karena atau lokasinya menggangu pasien karena
nyeri ataupun sulit bernafas. Kemoterapi adalah suatu cara pengobatan kanker yang sudah teruji,
meski pun tidak dapat dihindari adanya efek samping. Penelitian-penelitian yang professional
tentang kemoterapi dapat dimanfaatkan untuk pengobatan kanker dan mengeliminasi efek
samping yang terjadi.

2.3 Macam-macam Kemoterapi

Menurut mekanisme kerjanya, maka obat kemoterapi dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Alkylating Agent

Alkylating memengaruhi molekul DNA, yaitu mengubah struktur atau fungsinya sehingga tidak
dapat berkembang biak. Contoh lain obat golongan ini adalah busolvon dan cisplatin. Obat ini
biasanya digunakan dengan kasus leukemia, limfoma non-Hodgkin, myeloma multiple dan
melanoma malignan. Efek sampingnya adalah mual; muntah; rambut rontok; iritasi kandung
kemih (sistitis) disertai terdapatnya darah dalam dalam air kemih; jumlah sel darah put ih, sel
darah merah, dan trombosit menurun; jumlah sperma berkurang (pada pria mungkin terjadi
kemandulan yang menetap) (Indrawati, 2009).

b. Antibiotik

Golongan anti tumor antibiotik umumnya obat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme, yang
umumnya bersifat sel non spesifik, terutama berguna untuk tumor yang tumbuh lambat.
Mekanisme kerja terutama dengan jalan menghambat sintesa DNA dan RNA. Yang termasuk
golongan ini adalah: Actinomicin D, Mithramicin, Bleomicin, Mitomicyn, Daunorubicin,
Mitoxantron, Doxorubicin, Epirubicin, Idarubicin.
c. Antimetabolit

Antimetabolit adalah zat yang bisa menghambat enzim-enzim yang diperlukan untuk
memproduksi basa yang menjadi bahan penyusun DNA. Antimetabolit dan juga asam folat dapat
mencegah terjadinya pembelahan pada sel kanker. Contoh dari obat ini antara lain adalah:
Methotrexate, Floxuridine, Plicamycin, Mercaptopurine, Cytarabine dan Flourouracil (Indrawati,
2009).

Antimetabolit adalah sekumpulan obat yang memengaruhi sintesis (pembuatan) DNA atau RNA
dan mencegah perkembangbiakan sel. Obat golongan ini menimbulkan efek yang sama dengan
alkylating agents. Efek samping tambahan terjadinya ruam kulit, warna kulit menjadi lebih gelap
(meningkatkan pigmentasi), atau gagal ginjal. Contoh obat ini adalah methotrexate dan
gemcitabine yang digunakan pada kanker leukimia serta tumor payudara, ovarium dan saluran
pencernaan (Iskandar, 2007).

d. Mitotic Spindle

Golongan obat ini berikatan dengan protein mikrotubuler sehingga menyebabkan disolusi
struktur mitotic spindle pada fase mitosis. Antara lain: Plakitaxel (Taxol), Vinorelbin, Docetaxel,
Vindesine, Vinblastine, Vincristine.

e. Topoisomerase Inhibitor

Obat ini mengganggu fungsi enzim topoisomerase sehingga menghambat proses transkripsi dan
replikasi. Macam-macamnya antara lain: Irinotecan, Topotecan, Etoposit.

f. Hormonal

Beberapa hormonal yang dapat digunakan dalam kemoterapi antara lain: Adrenokortikosteroid
(Prednison, Metilprednisolon, Dexametason), Adrenal inhibitor (Aminoglutethimide,
Anastrozole, Letrozole, Mitotane), Androgen, Antiandrogen, LHRH, Progestin.

g. Cytoprotektive Agents

Macam-macamnya antara lain: Amifostin, Dexrazoxan.

h. Monocronal Antibodies

Obat ini memiliki selektifitas relatif untuk jaringan tumor dan toksisitasnya relatif rendah. Obat
ini dapat menyerang sel tertentu secara langsung, dan dapat pula digabungkan dengan zat
radioaktif atau kemoterapi tertentu. Macam-macamnya antara lain: Rituximab, Trastuzumab.

i. Hematopoietic Growth Factors


Obat-obat ini sering digunakan dalam kemoterapi tetapi tidak satupun yang menunjukan
peningkatan survival secara nyata. Macam-macamnya antara lain: Eritropoitin, Coloni
stimulating factors (CSFs), Platelet growth Factors.

2.4 Dosis dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi

2.4.1 Dosis obat kemoterapi

Dihitung berdasar Luas Permukaan Tubuh (LPB). Sedangkan LPB dihitung dengan table
berdasarkan tinggi badan dan berat badan. Apabila tubuh pasien makin kurus selama pemberian
kemoterapi seri I dan II maka untuk pemberian seri selanjutnya harus diukur lagi LPB-nya, mis:
BB = 56 kg, TB = 150 cm, LPT = 1,5m2. Dosis obat X : 50 mg/m2, berarti penderita harus
mendapat obat 50 x 1,5 mg = 75 mg.

2.4.2 Cara pemberian obat kemoterapi

a. Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2
menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam
dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.

b. Intra tekal (IT)

Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak
(liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

c. Radiosensitizer

Yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek
radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere,
Hydrea.

d. Oral

Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-
netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

e. Subkutan dan intramuskular

Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini
sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan,
biasanya pemberian Bleomycin.
f. Topikal

g. Intra arterial

h. Intracavity

i. Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas
intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum
pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan
produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Kemoterapi

2.5.1 Indikasi

Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi ialah pasien dengan keganasan memiliki
kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable
side effect. Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut :

a. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status


penampilan ≤ 2.

b. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml.

c. Jumlah trombosit ≥ 120.0000/ul.

d. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10.

e. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal ).

f. Bilirubin < 2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal (Tes Faal Hepar).

g. Elektrolit tubuh berada dalam batas normal.

h. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70
tahun.

Status Penampilan Penderita Ca ( Performance Status ) Status penampilan ini mengambil


indikator kemampuan pasien, dimana penyait kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi
penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan
terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai status penampilannya.

2.5.2 Kontra Indikasi


a. Kontra indkasi absolut:

1. pada stadium terminal

2. Kehamilan trimester pertama

3. Kondisi septikemia dan koma

b. Kontra indikasi relatif :

1. Bayi < >8g/dl, leukosit > 3000/mm3

2.6 Efek Samping Kemoterapi dan Cara Mengatasinya

Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain:

a. Lemas

Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung
menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung terus hingga akhir pengobatan.

b. Mual dan Muntah

Ada beberapa obat Kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa
orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti
mual yang diberikan sebelum,selama, atau sesudah pengobatan Kemoterapi. Mual muntah dapat
berlangsung singkat ataupun lama. (Pazdur, 2001).

c. Gangguan Pencernaan

Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi
berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi. Bila diare: kurangi makanan berserat,
sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang. Bila susah BAB,
maka sebaiknya perbanyak makanan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan. (Pazdur,
2001).

d. Sariawan

Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi
mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi.

e. Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi
dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah
beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.

f. Otot dan Saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki
serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.

g. Efek Pada Darah

Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan
pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah
penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes
darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah
telah kembali normal (Pazdur, 2001). Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:

1. Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit turun, karena leokosit adalah sel darah yang
berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi. Ada beberapa obat yang bisa meningkatkan
jumlah leokosit.

2. Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit
mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di kulit.

3. Anemia

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh penurunan Hb
(hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seorang
menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.

4. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

5. Produksi Hormon

6. Menurunkan nafsu seks dan kesuburan. Setiap obat memiliki efek samping yang berbeda!
Reaksi tiap orang pada tiap siklus juga berbeda! Tetapi Anda tidak perlu takut. Bersamaan
dengan kemoterapi, biasanya dokter memberikan juga obat-obat untuk menekan efek
sampingnya seminimal mungkin. Lagi pula semua efek samping itu bersifat sementara. Begitu
kemoterapi dihentikan, kondisi pasien akan pulih seperti semula.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu
suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Tujuan pemberian kemoterapi
ialah untuk pengobatan, mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi, meningkatkan
kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup, mengurangi komplikasi akibat metastase.

Kemoterapi dapat diberikan dengan cara Infus, Suntikan langsung (pada otot, bawah kulit,
rongga tubuh) dan cara Diminum (tablet/kapsul). Efek samping yang bisa timbul adalah lemas,
mual dan muntah, gangguan pencernaan, sariawan, efek pada darah, otot dan saraf, kulit dapat
menjadi kering dan berubah warna, dan produksi hormon.

Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah kematian penderita kanker tahap
dini, namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase, tindakan kemoterapi hanya mampu
menunda kematian atau memperpanjang usia hidup pasien untuk sementara waktu.
Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap sedangkan kejadian akhir hanyalah Tuhan yang
menentukan.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca terutama pembaca yang mengalami kanker
agar dapat memahami bahwa kemoterapi tidak terlalu membahayakan jika mengikuti prosedur
yang telah ditentukan sehingga dapat membasmi seluruh sel-sel Kanker sampai ke akar-akarnya,
sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak untuk mengontrol sel-sel
Kanker agar tidak menyebar lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuthalib. (2006). Prinsip dasar terapi sistemik pada kanker, dalam Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., & Setiati, S. (2006). Bukuajar ilmu penyakit dalam.
(3rd Ed.). (hlm 1879-1881). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI

Adiwijono. (2006). Teknik-teknik pemberian kemoterapi, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M.K., & Setiati, S. (2006). Buku ajar ilmupenyakit dalam. (3rd Ed.). (hlm
1900-1902). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI

Bulechek, Gloria M., et al. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. 2013

Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI

Gunawan, Rianto Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi (Edisi 5). Jakarta: FK UI.

Herdman, T.H., Kamitsuru, Shigemi. Diagnosa Keperawatan 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Indrawati , Maya (2009). Bahaya kanker Bagi Wanita dan Pria. Jakarta: AV Publisher

Junaidi, Iskandar. (2007). Kanker. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer

Keperawatan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian

Moorhead, Sue, et al. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th edition. 2013

Pazdur. (2001). Mual dan Muntah Pada Pasien dengan Kemoterapi. Diunduh di

http//www.cribd.com/doc/35152956/Evaluasi-Mual-Muntah-Paienkemoterapi.ht

ml, pada tanggal 21 Mei 2012

Subagian Onkologi Ginekologi, 1998, Penuntun Pelayanan-Pendidikan-Penelitian, Bagian


obstetriginekologi, FKUI, Jakarta.

WHO. (2003). Mual dan Muntah Pada Pasien dengan Kemoterapi. Diunduh di
http//www.google.co.id/search?q=mual+dan+muntah+pada+pasien+kemoterapi&ie=utf-
8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-a, pada tanggal 21 Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai