Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara dan leher rahim membunuh lebih banyak wanita daripada

bentuk lain dari kanker di negara berkembang. Pada saat ini, kematian akibat kanker

payudara atau kanker serviks lebih banyak dibanding dengan kematian akibat

komplikasi kehamilan. Wanita yang mengalami kehamilan lebih awal, wanita yang

sering hamil dan yang menyusui anak memiliki risiko lebih rendah terkena kanker

payudara. Namun, ada laporan di negara-negara berkembang bahwa muncul pola-

pola epidemiologi baru karena perubahan gaya hidup, keuntungan dalam harapan

hidup dan penyakit tidak menular termasuk kanker, menjadi bagian yang semakin

penting dari kesehatan (Tsu dkk., 2013).

Diperkirakan bahwa di seluruh dunia lebih dari 508.000 wanita meninggal

pada tahun 2011 akibat kanker payudara. Meskipun kanker payudara dianggap

penyakit negara maju, hampir 50% dari kasus kanker payudara dan 58% kematian

terjadi di negara-negara berkembang. Tingkat kelangsungan hidup pasien kanker

payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari 80% atau lebih di Amerika

Utara, Swedia dan Jepang untuk sekitar 60% di negara-negara berpenghasilan

menengah dan di bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah. Tingkat

kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara berkembang dapat dijelaskan

terutama oleh kurangnya program deteksi dini, sehingga perempuan dengan

1
penyakit stadium akhir banyak ditemukan, serta diagnosis yang kurang tepat dan

fasilitas pengobatan yang tidak memadai (WHO, 2014).

Di Indonesia, tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per

100.000 penduduk. Ini berarti dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000

penderita kanker baru setiap tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga

menunjukkan bahwa prevalensi kanker meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Sekitar 2,2‰ kematian semua umur disebabkan oleh kanker ganas. Di

Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 1,4 per 1000 penduduk. Kanker

merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, tuberkulosis,

hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes melitus (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, 2013).

Tingginya tingkat kematian akibat kanker terutama di Indonesia antara lain

disebabkan terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, tanda-

tanda dini dari kanker, faktor-faktor resiko terkena kanker, cara penanggulangannya

secara benar serta membiasakan diri dengan pola hidup sehat. Tidak sedikit dari

masyarakat yang terkena kanker, datang berobat ketempat yang salah dan baru

memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika stadiumnya sudah lanjut

sehingga biaya pengobatan lebih mahal (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, 2013).

Di Sulawesi Selatan kasus kanker payudara menempati peringkat pertama

penyakit kanker yang banyak di derita oleh wanita. Berdasarkan data dari rekam

medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah pasien yang dirawat

sepanjang tahun 2010 ditemukan 132 kasus kanker payudara, pada tahun 2011

2
ditemukan 360 kasus kanker payudara, pada tahun 2012 terjadi peningkatan

menjadi 573 kasus kanker payudara dan pada tahun 2013 sebanyak 592 kasus

kanker payudara.

Tingginya prevalensi kanker payudara menyebabkan biaya yang berkaitan

dengan pengobatan kanker payudara menjadi sangat besar khususnya biaya

perawatan kesehatan pasien. Biaya perawatan kesehatan pasien merupakan

komponen penting dalam penghematan biaya dan efektivitas biaya dalam kaitannya

dengan manfaat intervensi pengobatan. Biaya perawatan kesehatan diperoleh pada

saat pasien didiagnosa pertama kali hingga pasien menjalani terapi terakhir.

Sehingga diperoleh rata-rata biaya sebesar US$ 35.164 dalam penelitian yang

dilakukan di Amerika (Rao dkk., 2004). Penatalaksanaan kanker payudara

dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi,

terapi hormon, terapi radiasi (radioterapi) dan terapi biologi (targeted therapy)

(Gordon dkk., 2010). Penggunaan kemoterapi seringkali menghasilkan efek

samping yang tidak mengenakkan untuk pasien yang menggunakannya serta biaya

yang dikeluarkan sangat besar (Hastuti dan Dwiprahasto, 2012).

Terapi hormon umumnya ditoleransi dengan baik dan karena indeks

terapetik yang menguntungkan, terapi hormon adalah pengobatan adjuvan bagi

perempuan dengan kanker payudara. Bahkan, penelitian menunjukkan kualitas

hidup yang baik bagi pasien yang awalnya diobati dengan terapi hormon daripada

kemoterapi (Massimini dkk., 2003). Penggunaan terapi hormon juga dapat

mengurangi resiko kanker payudara tumbuh kembali atau tumbuh pada bagian lain

dari payudara (Thurlimann dkk, 2007). Lini pertama terapi hormon adalah agent

3
tamoxifen sedangkan lini kedua yaitu meliputi progestin dan inhibitor aromatase

(Massimini dkk., 2003).

Banyaknya pilihan terapi untuk pasien kanker payudara menjadikan faktor

ekonomi sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan terapi. Di dunia

jumlah kematian akibat kanker payudara merupakan terbesar nomor tiga setelah

kanker paru dan kanker kolon, namun biaya produktivitas yang hilang akibat kanker

payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker paru. Biaya untuk terapi

hormon jauh lebih rendah dibandingkan biaya terapi kanker lainnya dengan

menunjukkan perubahan klinis yaitu 50-60% (Hans, 2010). Namun dengan adanya

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang penerapannya melalui

mekanisme asuransi sosial dengan prinsip kendali biaya dan mutu, yakni

integrasinya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.

Masyarakat mendapatkan kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang

berkelanjutan (sustainabilitas) dan biaya yang diperlukan akan dibebankan pada

pihak asuransi (Kementerian Kesehatan, 2014).

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah sakit tipe A yang

mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas.

Pemerintah menetapkan RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai teaching

hospital serta merupakan rumah sakit rujukan untuk bagian Indonesia Timur

khususnya daerah Sulawesi. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan salah

satu rumah sakit yang telah menerapkan konsep INA-CBGs sebagai model untuk

menentukan sistem pembayaran pelayanan kesehatan.

4
Di dalam sistem pembayaran INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups)

masih terdapat variasi dan ketidaksesuaian anatar biaya INA-CBGs dan biaya real,

sehingga untuk menjelaskan variasi biaya tersebut maka dilakukan analisis biaya

terapi pada pasien kanker payudara yang dapat memberikan gambaran kepada

pembuat keputusan dan untuk mengetahui tata laksana biaya real dan diharapkan

dapat membantu dalam menentukan besarnya tarif pada sistem pembayaran INA-

CBGs. INA-CBGs merupakan sistem pengelompokan penyakit berdasarkan ciri

klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan.

Pengelompokan ini ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada penyelenggaraan

jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif (Kementerian

Kesehatan, 2013).

Jenis terapi hormon yang diberikan kepada pasien mempengaruhi besarnya

biaya yang diperlukan pasien (Thompson dkk., 2007), dengan kondisi demikian,

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui biaya terapi pada pasien kanker

payudara dengan terapi hormon, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan

dalam membuat rencana terapi yang lebih baik terkait dengan efektivitas terapi dan

efisiensi biaya bagi pasien.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Apa sajakah komponen biaya terapi dan berapakah besar biaya masing-masing

unit untuk terapi rawat jalan dan rawat inap pasien kanker payudara di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo?

5
2. Apakah terdapat pengaruh karakteristik pasien, faktor terapi dan jenis terapi

hormon terhadap biaya terapi kanker payudara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar biaya terapi pasien

kanker payudara dengan terapi hormon di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui komponen biaya terapi dan besar biaya masing-masing

unit untuk terapi rawat jalan dan rawat inap pasien kanker payudara di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

b. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik pasien, faktor terapi dan jenis

terapi hormon terhadap biaya terapi kanker payudara.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk

memberikan informasi tentang pemilihan jenis terapi hormon dengan biaya

terapi yang efisien sehingga nantinya dapat dijadikan masukan untuk pihak

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dalam meningkatkan kepuasan dan loyalitas

pasien kanker payudara.

2. Bagi Peneliti

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu,

sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam dunia kerja khususnya untuk

pemilihan terapi kanker yang efektif dan efisien.

6
3. Bagi Masyarakat

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi

pada pasien tentang besarnya biaya terapi yang diperlukan dalam menjalani

terapi hormon kanker payudara.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “Analisis biaya terapi pada pasien kanker payudara

dengan terapi hormon” belum pernah dilakukan, ada beberapa penelitian serupa

yang cukup relevan yaitu oleh (Rao dkk., 2004), (Setiawan dan Dwiprahasto, 2011),

dan (Hastuti dan Dwiprahasto, 2012).

Perbedaan penelitian tersebut dari penelitian yang cukup relevan, sebagai

berikut :

1. Rao dkk (2004) mengenai “Cost of illness associated with metastatic breast

cancer”, penelitian mengkaji biaya penyakit kanker payudara metastatic

selama periode waktu tertentu dengan menghitung biaya langsung baik biaya

medis langsung maupun biaya medis tidak langsung pada pasien rawat inap.

Selain itu, penelitian ini juga membandingkan beban ekonomi yang

dikeluarkan antara kanker payudara metastatic kelompok tua dan kanker

payudara metastatic kelompok muda.

2. Setiawan dan Dwiprahasto (2011) mengenai “Biaya Pengobatan Pasien Kanker

Payudara Stadium Awal yang Mendapatkan Kemoterapi Kombinasi 5-

Fluorourasil, Doksurubisin, Siklofosfamid (FAC) dengan Kemoterapi

Kombinasi Berbasis Taxan”, penelitian tersebut hanya dilakukan untuk pasien

7
kanker payudara stadium awal dan hanya membandingkan 2 jenis kemoterapi

yaitu FAC dan golongan Taxan.

3. Hastuti dan Dwiprahasto (2012) mengenai “Analisis Hubungan Jenis

Kemoterapi dengan Outcome dan Biaya Pengobatan pada Pasien Kanker

Payudara di RSUD Dr. Moewardi”, peneltian tersebut menghitung biaya

pengobatan yang menjalani tindakan kemoterapi jenis CAF atau CA atau AT

atau CisT dan Pembedahan.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah

biaya terapi yang dihitung dikhususkan pada pembedahan, kemoterapi dan terapi

hormon pasien kanker payudara dengan melihat komponen biaya terapi pada pasien

rawat inap maupun rawat jalan. Selain itu perbedaan juga terletak pada tempat

penelitian yang akan dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai