PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal dan terus
tumbuh di dalam tubuh manusia melalui batas normal (World Health
Organization, 2009). Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas (kondisi yang mengubah kualitas hidup dan kesehatan) dan
mortalitas (kematian). Menurut World Health Organization, (2012) pada
tahun 2012 terdapat 14 juta kasus kanker baru, dan sekitar 8,2 juta
diantaranya dinyatakan meninggal dunia akibat kanker. Jenis kanker yang
banyak menyebabkan kematian diantaranya paru-paru 1,59 juta kasus,
kanker Hati 745 ribu kasus, kanker perut 723 ribu kasus, kanker kolon 694
ribu kasus, kanker payudara 521 ribu kasus, kanker esopagus 400 ribu kasus,
dan kanker lainnya sampai mencapai angka 8,2 juta kasus kematian akibat
kanker (World Health Organization, 2009)
Tidak hanya di dunia, prevalensi penyakit kanker di Indonesia
keseluruhan memiliki persentase 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar
330.000 orang. Dengan perincian menurut provinsi tahun 2013 secara nasional
prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker sebesar 4,1% yaitu di Provinsi
D.I.Yogyakarta, sedangkan berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker
terbanyak yaitu di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu sekitar 68.638
dan 61.230 orang. Daerah Provinsi Riau, estimasi jumlah keseluruhan
penderita penyakit kanker yaitu sebanyak 4.301 orang (Kementerian
Kesehatan, 2015)
Penyakit kanker juga dapat ditinjau menurut jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan pekerjaan. Bila di tinjau dari Jenis kelamin prevalensi penyakit
kanker pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, pada
perempuan persentasenya mencapa jangka 2,2 % sedangkan pada laki-laki
hanya berada pada angka 0,6%. Apabila dilihat tingkat pendidikan seseorang
1
2
Salah satu jenis leukimia adalah Acut Limpoblastic Leukima. Acut limpoblastic
Leukimia (ALL) merupakan kanker tertinggi pada anak di Indonesia, tidak terkecuali juga
merupakan kasus kanker tertinggi di Provinsi Riau, hal di buktikan dengan data dari
Rekam medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Acut lymphoblastic leukimia berada di
tingkat ke sembilan dari sepuluh penyakit rawat inap terbanyak secara keseluruhan pada
tahun 2017 (RSUD Arifin achmad, 2018). Selain itu juga Acut lymphoblastic leukimia
merupakan peringkat pertama dari sepuluh besar penyakit rawat inap anak tahun 2017
(RSUD Arifin Achmad : 2018).
Menurut hasil penelitian (Nurhidayah et al., 2016) tentang kualitas hidup pada anak
dengan kanker yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hasan
sadikin Bandung. Hasil penelitian menunjukkan 32 orang (53,3%) anak kanker memiliki
kualitas hidup buruk, dengan nilai terendah pada fungsi fisik, emosi, sosial, psikologi,
sekolah dan kognitif sehingga tumbuh kembang anak terganggu. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup pada anak. dengan menyediakan kesempatan bagi anak
untuk tetap belajar dan saling berinteraksi dan dukungan dari perawat (Nurhidayah et al.,
2016)
4
BAB ll
A. PENGERTIAN
Leukemia lymphoblastic akut ( ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut ) adalah
kanker darah dan sumsum tulang. Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk dengan cepat
jika tidak diobati .ALL adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak . Pada anak yang
sehat, sumsum tulang membuat sel-sel induk darah ( sel yang belum matang ) yang menjadi sel-
sel darah dewasa dari waktu ke waktu . Sebuah sel induk dapat menjadi sel induk myeloid atau
sel induk limfoid (National Cancer Institute, 2014).
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh
limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering ditemukan
pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering
ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor
risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor
hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid,
yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini
banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih
dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan
pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun,
dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)
Salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah Acut limpoblastic
leukimia. Acut limpoblastic leukimia adalah bentuk akut dari leukimia yang diklasifikasikan
menurut sel limfoblast yang lebih banyak dalam sumsum tulang. Limfosit imatur berpoliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga terjadi gangguan pada perkembangan sel
normal
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya
merah. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari
berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ0organ tidak
sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jatung atau pembuluh darah.
Fungsi darah terdiri atas:
1) Sebagai alat pengangkut
5
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membunuh
tubuh dengan perantaraan leukosit, anti bodi / zat-zat anti racun
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh
Bagian-bagian darah:
1. Air : 91%
2. Protein : 8% (albumin, globulin, protombi dan fibrinogen)
3. Mineral : 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium
dan Asam Amino)
b. Leukosit
Ialah keadaan bentuk dan sifat-sifat leukosit berlainan dengan eritrosit dan apabila kita
periksa dan kita lihat bahwa di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat
berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai
bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya. Warnanya bening
(tidak berwarna), banyaknya dalam 1 mm3 kira-kira 6.000 sampai 9.000
6
Fungsinya:
Sebagai serdadu tubuh yaitu, membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang
masuk ke dalam tubuh jaringan RES (System Retikulo Endotel), tempat pembiakannya di dalam
limpa dan kelenjar limfe.
Sebagai pengangkut yaitu, mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui
limpa uterus ke pembuluh darah.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar
di dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut. Jika
jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000/mm3 disebut leukotosis dan kurang 5.000 /
mm3leukopenia.
Macam-macam leukosit meliputi:
1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
a. Limfosit
Macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada
yang besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar,
banyaknya 20 – 25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam
jaringan tubuh.
b. Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum tulang merah, besarnya lebih besar dari limfosit, fungsinya
sebagai fagosit dan banyaknya 38%.
Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warnanya biru sedikit abu-abu,
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerah-merahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya
lembayung muda.
2. Granulosit
Disebut juga leukosit granular terdiri dari:
a. Neutrofil atau pulmor nuclear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang
seperti terpisahpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / granula, banyaknya 60 – 70%
b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan netrofil tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 2 – 4%
c. Basofil, sel inti kecil dan pada eosinifil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½ %. Dibuat di sum-sum
merah, fungsinya tidak diketahui
d. Trombosit ialah merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal pada
orang dewasa 200.000 – 300.000 mm3.
Fungsinya memegang peranan penting di dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari
normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul pendarahan yang terus-
7
menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari
200.000 disebut trombositopenia.
Terjadinya pembekuan darah di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu
terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
medapat luka.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah
kira-kira 15 gram setiap ml darah, dan ini jumlahnya biasa disebut 100 persen.
Plasma darah ialah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-
kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat lain
yang terlarut di dalamnya.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma
Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi
8
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal :
radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada
leukemia akut, khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada
hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa
bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak,
cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan
penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon,
dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA
9
D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel
darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel
batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam
lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel
yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi
di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal
epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah
hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda
limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B
dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan
menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,
sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002;
Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
10
PATHWAY
11
E. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel
asal yaitu :
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen
darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat
dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA
akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan
hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu
sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50
sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
12
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat fagositik
dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan
bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah,
protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas
sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi
oleh sitoplasma yang berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah
putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan
jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi
ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.
Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah
putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel
darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan
berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran
darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah
intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan
monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel
darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval
yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis
limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk
dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah
bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel
14
yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas
respons kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki
waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-
fragmen sel, dan mikroorganisme.
G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi
utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan
statusmental.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
15
J. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang
16
menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia,
pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter,
untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman
dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk
semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia
di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan
di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten
terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan
dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.
Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup
18
jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang
dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan
daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam
pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi
ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan
adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan
mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-
sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi
seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk
memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis
tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum
tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah
yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi
sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu.
Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati
bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
19
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter capai remisi dan
5 6
jumlah sel leukemia cukup rendah (10 - 10 ), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan
ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk
mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba gai obat tersebut di atas,
baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya
dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal
dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian
diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).
20
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (85%) ,
puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan
malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi
perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang
erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan
kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi
radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan dengan
kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang
ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan
fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus,
stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute
monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen,
dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin
output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu
yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan
kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala,
disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan
tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas,
takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingun.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan
berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
21
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
Retikulosit : menurun/rendah
Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke kanan”)
Serum/urin uric acid : meningkat
Serum zinc : menurun
Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek samping
, agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
22
DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan Immune Status Infection Control (Kontrol
resiko masuknya organisme Knowledge : Infection infeksi)
patogen control Bersihkan lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko : Risk control dipakai pasien lain
- Prosedur Infasif Kriteria Hasil : Pertahankan teknik isolasi
- Ketidakcukupan Klien bebas dari tanda dan Batasi pengunjung bila perlu
pengetahuan untuk gejala infeksi Instruksikan pada
menghindari paparan Mendeskripsikan proses pengunjung untuk mencuci
patogen penularan penyakit, factor tangan saat berkunjung dan
- Trauma yang mempengaruhi setelah berkunjung
- Kerusakan jaringan dan penularan serta meninggalkan pasien
peningkatan paparan penatalaksanaannya, Gunakan sabun antimikrobia
lingkungan Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
- Ruptur membran amnion untuk mencegah timbulnya Cuci tangan setiap sebelum
- Agen farmasi infeksi dan sesudah tindakan kperawtan
(imunosupresan) Jumlah leukosit dalam Gunakan baju, sarung tangan
- Malnutrisi batas normal sebagai alat pelindung
- Peningkatan paparan Menunjukkan perilaku Pertahankan lingkungan
lingkungan patogen hidup sehat aseptik selama pemasangan alat
- Imonusupresi Ganti letak IV perifer dan
- Ketidakadekuatan imum line central dan dressing sesuai
buatan dengan petunjuk umum
- Tidak adekuat Gunakan kateter intermiten
pertahanan sekunder untuk menurunkan infeksi
(penurunan Hb, kandung kencing
Leukopenia, penekanan Tingktkan intake nutrisi
respon inflamasi) Berikan terapi antibiotik bila
- Tidak adekuat perlu
pertahanan tubuh primer Infection Protection (proteksi
(kulit tidak utuh, trauma terhadap infeksi)
jaringan, penurunan kerja Monitor tanda dan gejala
silia, cairan tubuh statis, infeksi sistemik dan lokal
perubahan sekresi pH, Monitor hitung granulosit,
perubahan peristaltik) WBC
- Penyakit Monitor kerentanan terhadap
kronikhiperplasia dinding infeksi
bronkus, alergi jalan nafas, Batasi pengunjung
23
pucat)
Hindari obat-obat yang
mengandung aspirin
Ajarkan orang tua dan anak yang
lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan Fluid balance Fluid management
intravaskuler, interstisial, Hydration Timbang popok/pembalut
dan/atau intrasellular. Ini Nutritional Status : Food jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, and Fluid Intake Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan dengan Kriteria Hasil : dan output yang akurat
pengeluaran sodium Mempertahankan urine Monitor status hidrasi (
output sesuai dengan usia kelembaban membran mukosa,
Batasan Karakteristik : dan BB, BJ urine normal, nadi adekuat, tekanan darah
- Kelemahan HT normal ortostatik ), jika diperlukan
- Haus Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign
- Penurunan turgor tubuh dalam batas normal Monitor masukan makanan /
kulit/lidah Tidak ada tanda tanda cairan dan hitung intake kalori
- Membran mukosa/kulit dehidrasi, Elastisitas turgor harian
kering kulit baik, membran Kolaborasikan pemberian
- Peningkatan denyut nadi, mukosa lembab, tidak ada cairan IV
penurunan tekanan darah, rasa haus yang berlebihan Monitor status nutrisi
penurunan volume/tekanan Berikan cairan IV pada suhu
nadi ruangan
- Pengisian vena menurun Dorong masukan oral
- Perubahan status mental Berikan penggantian
- Konsentrasi urine nesogatrik sesuai output
meningkat Dorong keluarga untuk
- Temperatur tubuh membantu pasien makan
meningkat Tawarkan snack ( jus buah,
- Hematokrit meninggi buah segar )
- Kehilangan berat badan Kolaborasi dokter jika tanda
seketika (kecuali pada third cairan berlebih muncul meburuk
spacing) Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Faktor-faktor yang
berhubungan:
- Kehilangan volume cairan
secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan
5 Perubahan membran Tujuan : pasien tidak Inspeksi mulut setiap hari untuk
mukosa mulut : stomatitis mengalami mukositis oral adanya ulkus oral
yang berhubungan dengan Gunakan sikat gigi berbulu
efek samping agen lembut, aplikator berujung kapas,
26
Internal :
- Perubahan status
metabolik
- Tulang menonjol
30
- Defisit imunologi
- Faktor yang
berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
31
Daftar Pustaka
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based guidelines
for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines
from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin
Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;.2. Tucke