PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan rutin pre anestesi, baik atas dasar indikasi sesuai gambaran klinis pasien
ataupun tidak, telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahun-tahun. Tujuan pemeriksaan
tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi
sebelum operasi atau perubahan dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif;
menilai penyakit yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif yang dapat
mempengaruhi anestesia perioperatif; memperkirakan komplikasi pascabedah; sebagai dasar
pertimbangan untuk referensi berikutnya; pemeriksaan skrining.1
Terminasi kata “rutin” tidak jelas dan memerlukan klarifikasi. Satu pengertian
pemeriksaan rutin adalah semua pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada,
peraturan tersebut tidak pernah diubah oleh para klinisi. Dalam pengkajian tentang pemeriksan rutin
prabedah oleh unit HTA Inggris, pengertian rutin adalah pemeriksaan yang ditujukan bagi individu
yang sehat, asimptomatik, tanpa adanya indikasi klinis spesifik, untuk mengetahui kondisi yang tidak
terdeteksi dengan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan pengertian tersebut, jika
seorang pasien ditemukan memiliki gambaran klinis spesifik dengan pertimbangan bahwa
pemeriksaan mungkin bermanfaat, maka didefinisikan bahwa pemeriksaan tersebut atas dasar
indikasi bukan pemeriksaan rutin.1
Di lain pihak telah disepakati oleh para konsultan dan anggota American Society of
Anesthesiologists (ASA) bahwa pemeriksaan pre anestesi sebaiknya tidak dilakukan secara rutin.
Pemeriksaan prabedah dapat dilakukan secara selektif untuk optimalisasi pelaksanaan perioperatif.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan harus berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari rekam
medik, anamnesis, pemeriksaan fisik, tipe dan tingkat invasif operasi yang direncanakan dan harus
dicatat.2 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanpa adanya indikasi klinis, kemungkinan
menemukan hasil abnormal yang bermakna pada pemeriksaan laboratorium, elektrokardiografi dan
foto toraks kecil. Hasil abnormal yang tidak diharapkan tidak mempengaruhi prosedur operasi.3
Adapun cara untuk menilai kesulitan pada saat melakukan Intubasi yaitu dengan melihat
penampakan Faring posterior pada tes Mallampati.
B. MANFAAT
Dari riwayat klinis dan pemeriksaan fisik dapat ditentukan pasien sehat yang tepat untuk
menjalani operasi, dan memilih pemeriksaan prabedah yang diperlukan. Alasan mengapa para
dokter dan perawat tetap melakukan pemeriksaan pra anestesi tanpa dipilih dengan baik adalah
mereka percaya bahwa riwayat klinis dan pemeriksaan fisik tidak sensitif dan mungkin pemeriksaan
rutin pra anestesi dapat melindungi mereka dari isu medikolegal.
Setiap pemeriksaan pra anestesi harus dilakukan dengan alasan tepat sehingga
membawa keuntungan bagi pasien dan menghindari efek samping potensial. Keuntungan yang
didapat termasuk waktu pelaksanaan anestesia atau pemakaian sumber yang dapat meningkatkan
keamanan dan efektivitas proses anestesia selama dan sesudah operasi. Efek samping potensial yang
dapat terjadi termasuk intervensi yang dapat menyebabkan luka, ketidaknya-manan, keterlambatan
atau biaya pengeluaran yang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.
C. TUJUAN
Tujuan dilakukannya pemeriksaan pre anestesi adalah untuk menilai status kesehatan
pasien dan segala penyulit sebelum dilakukannya tindakan anestesi agar perawat / dokter anestesi
dapat mempersiapkan semua kebutuhan untuk tindakan tersebut.
1. Mahasiswa dapat menilai status kesehatan fisik pasien pre anestesi menurut American Society of
Anesthesiologists (ASA).
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyulit saat dilakukannya tindakan anestesi umum (intubasi)
dengan Skor Mallampati.
II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Skala yang paling luas adalah digunakan untuk memperkirakan resiko yaitu klasifikasi status
fisik menurut ASA. Tujuannya adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi.
Pada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status
lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian ditambahkan.
Kelas Status Fisik
Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang akan
ASA I
dioperasi.
terminal.
Dalam anestesi, skor Mallampati, juga Mallampati klasifikasi, digunakan untuk memprediksi
kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu
didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
III
Sebelum dilakukannya anestesi dalam setiap tindakan operasi sebaiknya dokter dan perawat
anestesi melakukan evaluasi atau penilaian dan persiapan pra anestesi pada pasien-pasien yang
akan melakukan tindakan operasi.
yang merupakan klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai status fisik pasien pra-anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
2. Refrat anestesiologi http://www.google.com/Refrat-anestesiologi.htm
3. Munro J, Booth A, Nicholl J. Routine preoperative testing: a systematic review of the evidence.
Health Technol Assessment 1997;I(12).
5. Stehling L. New concepts in transfusion therapy. International Anaestesia Research Society 1998.
Review Course Lectures.h. 62-5.
ISWANDI di 08.41
Berbagi
Posting Komentar
‹
›
Beranda
ISWANDI
Payakumbuh, Sumatera Barat, Indonesia