Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN

KEPENATAAN
PERI
ANESTESI
PADA LANSIA

PART 2
Implikasi anestesi pada lansia

Terdapat dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-operatif
pasien geriatric:
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi penyakit yang berhubungan
dengan penuaan. Penyakit-penyakit biasa pada pasien dengan usia lanjut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penanganan anestesi dan memerlukan
perawatan khusus serta diagnosis. Penyakit kardiovaskuler dan diabetes umumnya
sering ditemukan pada populasi ini. Komlikasi pulmoner mempunyai insiden sebesar
5,5% dan merupakan penyebab mordibitas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut
yang akan menjalani pembedahan non cardiac.
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional system organ yang spesifik
dan pasien secara keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan
laboratorium dan diagnostic, riwayat pemeriksaan fisik dan determinasi
kapasitas fungsional harus dilakukan untuk mengevaluasi fisiologis pasien.
Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan riwayat pasien,
pemeriksaan fisik dan prosedur pembedahan yang akan dilakukan dan bukan
hanya berdasarkan atas usia pasien saja.
Evaluasi dan Manajemen Preoperatif:

1. Evaluasi praoperatif
Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi
pasca operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan memberikan panduan
terhadap penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahanya, jenis
monitoring yang diperlukan, optimasi pra operasi dan prediksi akan timbulnya
komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat penyakit yang mendetail,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko tindakan
pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.
2. Inform Consent

Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah
dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan
prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien
usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan,
sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang
terperinci. Stasus mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan di
dokumentasikan.
3. Riwayat Penjakit dan Status Gizi

Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatet karena
pasien usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan. Defisiensi
nutrisi yang sering dialami oleh pasien usia lanjut harus dinilai secara akurat.
Hitung darah lengkap yang menunjukan anemia, kadar albumin serum yang
kurang dari 3,2 g/dl dan kolestrol kurang dari 160 mg/dl telah terbukti sebagai
penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan. Indeks massa tubuh yang
kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin mengarahkan peningkatan
mordibitas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga suplemen gizi pra
operatif harus dipertimbangakan.
4. Pemeriksaan Fisik

Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka
biasanya tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi
yang tidak dapat dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencangkup
informasi yang mendetail tentang status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan
kondisi sistemik. Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena
biasanya mencerminkan status kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi
merupakan prediktor yang penting dari outcome bedah yang buruk.
5. Pemeriksaan Penunjang Pra-operatif

Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan
parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk
diantaranya yaitu:
– Hitung darah lengkap: HB, jumlah limfosit
– Ureum, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi ginjal karena akan mengalami
perubahan secara bertahap dengan pertambahan usia. Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.
– Gula darah dan kolestrol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes mellitus dan ateroskleorsis
– Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah
– Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien yang berusia diatas 60 tahun,
terlepas dari ada riwayat penyakit jantung atau tidak
– Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
– Pemeriksaan jantung
Manajemen Perioperatif

Tidak ada istilah “TERLALU TUA” untuk tindakan operasi. Pada


umumnya hal yang harus dipikirkan adalah bahwa komordibitas
meningkat dengan pertambahan usia lebih penting dari usia pasien
itu sendiri. Penelitian “forrest” terhadap 17.201 pasien menunjukan
bahwa, risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi 2% dari
umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat secara linear
setelahnya (dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada umur 80-an).
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak signifikan
terhdap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehingga
penting untuk menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan
fisiologis dalam evaluasi pre-anestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum
operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan operasi
yang lama dapat meningkatkan mordibitas. Diabetes mellitus dan penyakit
kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh pasien geriatric.
Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama mordibitas pasca bedah
pada pasien usia lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan
diagnostic sangat penting. Masalah yang harus selalu dipikirkan pada pasien
geriatric adalah kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi, imobilitas dan
dehidrasi. Sehingga penting untuk menentukan status kognitif seorang pasien
usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk dan
mordibitas perioperative yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial
apakah anestesi umum dapat mempercepat perkembangan demensia senilis.
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti yang ada
menunjukan bahwa risiko kardiovaskular dapat dicegah dengan
mencari ada tidaknya beta-blockade perioperative pada pasien
dengan penyakit arteri koroner yang diketahui, terutama bila muncul
beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada pasien usia lanjut
yang menggunakan terapi beta-blocker jangka panjang, tampaknya
beta-blocker shrot-acting
Manajemen Intraoperatif

Manajemen intra operatif diarahkan untuk membatasi stress


akibat pembedahan dan menghindari kejadian yang lebih
memperburuk cadangan fisiologis pasien. Tidak ada teknik
universal khusus yang disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi
beberapa intervensi dapat meningkatkan outcome.
1. Induksi Anestesi

Pada pasien usia lanjut, pre oksigenasi agresif yang setara untuk anestesi
inhalasi menurun secara linear dengan pertambahan usia, oleh karena itu
dosis obat yang mempengaruhi SSP perlu dikurangi untuk mengantisipasi
efek sinergi obat. Penggunaan bersama propofol, midazolam, opioid dapat
meningkatkan kedalaman anestesi. Hipotensi adalah kejadian yang umum
didapatkan sehingga dosis obat-obatan ini harus ditirasi. Dipilih obat yang
bekerja singkat. Simulasi intubasi trakea tidak memberikan efek hipotensi
pada pasien usia lanjut.
Efek puncak obat mengalami penundaan, diantaranya: midazolam
5 menit, fentanyl 6-8 menit dan propofol 10 menit. Untuk
meminimalkan kedalaman dan durasi hipotensi, dosisi propofol
tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan cara dikurangi 1,0 –
1,5 mg/kg lean body weight (LBW) dan 0,5 – 1,0 mg/kg jika
diberikan opioid secara bersamaan khususnya jika disertai juga
dengan pemberian ketamin dosis rendag dan midazolam.
Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus
dilakukan secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau
penyakit refluks dan prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat
neuromuscular yang bersifat organ based klirens. Seiring pertambahan usia, obat-
obatan intermediate acting bekerja lebih lama (kecuali atrakutium dan
kisatrakurium), dapat menurunkan suhu tubuh, menyebabkan diabetes dan
obesitas (jika dihitung dosisnya berdasarkan berat badan total) dan peningkatan
blok neuromuscular. Dosis antikolinesterase inhibitor juga harus dikurangi dan
pasien dipantau dengan ketat di unit perawatan pasca-anestesi (PACU) untuk
tanda-tanda rekurarisasi
Obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID)
untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi harus diberikan
dengan dosis dikurangi untuk menghindari komplikasi seperti
gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus dihindari pada pasien
usia lanjut dengan gangguan fungsi ginjal pre operatif
(peningkatan kadar urea/ kreatinin) atau jika pasien
mengalami hypovolemia.
2. Anestesi umum dan regional

Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan


anestesi umum, termasuk jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan
kesadaran dan pernafasan pasca-bedah, asestesi dengan blok tungkai dan
pleksus ideal untuk operasi perifer. Hernia dan katarak pada umumnya
dilakukan dengan anestesi local. Hipotensi lebih sering ditemukan pada pasien
usia lanjut yang menjalani anestesi spinal/ epidural karena terjadi
gangguanfungsi ototnom dan penurunan penyesuaian arteri.
Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan control
tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Tinjauan
Cochrane terhadap 17 penelitian anestesi untuk operasi fraktur tulang
pinggul (melibatkan lebih dari 2.800 pasien) membandingkan anestesi
umum dan regional. Peulis menyimpulkan bahwa anestesi regional
dapat mengurangi mortalitas pada satu bulan pasca operasi, tetapi baik
anestesi regional dan umum menghasilkan outcome yang sama untuk
mortalitas jangka panjang.
Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien geriatrik
diantaranya: peningkatan kepekaan terhadap anestesi lokal, risiko
mati rasa, nerve palsy, komplikasi neuralgia, pemanjangan durasi
blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan brakikardi. Terdapat
penurunan dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok
neuraxial.
Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi dan
normothermia. Teknik ini juga dapat mengurangi sensitisasi sentral
sehingga mengurangi kebutuhan analgesic opioid pasca operasi dan
meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan ginjal
sekaligus mengurangi insiden komplikasi tromboemboli. Tinjauan
oleh Rodgers dkk menyimpulkan bahwa terdapat penurunan
mortalitas dalam 30 hari dan thrombosis vein thrombosis (DVT)
pada kelompok anestesi regional.
3. Hipotermia

Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor lingkungan dan


tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal. Pasien
usia lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi yang mengubah
mekanisme termogulator dan tingkat metabolisme berasal yang rendah. Hipotermia
intra operatif dapat menjadi factor risiko jantung independen untuk penyakit jantung
pasca operasi pada usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus dilakukan
upaya untuk mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah untuk mencegah
hipotermia adalah pembersihan pasca operasi ndengan cairan yang hangat,
menggunakan system pernapasan, menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan
tetap hangat, menutupi pasien dengan selimut sebelum dan setelah operasi.
4. Manajemen Cairan

Mengelola volme intravascular yang tepat sangat penting dengan menghindari


kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropic atau chronotoropic serta gangguan respon
vasokontriksi menyebabkan pasien usia lanjut sangat tergantung pada perload yang
memadai. Pasien usia lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit,
penggunaan diuretic, puasa pasca operasi dan penurunan respon haus.
Asupan carian oral hingga 2-3 jam sebelum operasi dan terapi
pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretic sebelum
operasi dapat menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah
induksi anesthesia. Hidrasi yang berlebihan juga harus dihindari pada usia
lanjut dengan gangguan jantung karena mereka lebih rentan untuk
terjadinya kegagalan sistolik, perfisi organ yang jelek dan penurunan GFR.
Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau
arteri pulmonalis intraoperative untuk mengukur volume darah sentral
khusus pada pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan
volume darah dalam jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting
untuk menjaga tekanan vena sentral pada kisaran 8 – 10 mmHg dan
tekanan arteri pulmonalis 4 -18 mmHg untuk mempertahankan output
jantung yang memadai.
Manajemen pasca operasi

1. Manajemen Jalan Nafas

Perubahan fungsi faring, reflex batuk, dapat diperburuk oleh efek dari anestesi,
instrumentasi faring dan operasi yang dapat meningkatkan kemungkinan aspirasi
pascaoperasi pada usia lanjut. Pembalikan efek blok neuromuskuler, penggunaan
pipa nasogastric, mengembalikan reflex faring dan laring, motilitas
gastrointestinal dan ambulasi dini dengan konversi intake oral setelah operasi
dapat meminimalkan insiden aspirasi pasca operasi.
2. Terapi Oksigen

Dianjurkan untuk memberikan terapi oksigen pasca operasi


untuk semua pasien usia lanjut, terutama setelah
pembedahan abdomen atau dada, penyakit kardiovaskuler
atau pernapasan, kondisi kehilangan darah yang signifikan
atau bila telah diberikan analgetik opoid. Nasal kanul sering
ditoleransi lebih baik dari pada masker.
3. Perawatan intensif

Jika pasien sangat tergantung pada perawatan tingkat tinggi atau


tersedia fasilitas perawatan intensif, hal ini dapat meningkatkan outcome
jangka panjang dari pasien usia lanjut, khususnya mereka yang menjalani
operasi darurat.
4. Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut,
dimana nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya.
Kontrol nyeri yang kurang optimal dapat meningkatkan mordibitas dan
mortalitas pada usia lanjut karena komordibitas terkait seperti penyakit
jantung iskemik, penurunan cadangan ventilasi, perubahan metabolisme
Pertimbangkan pemberian analgetik sederhana seperti
parasetamol dan NSAID dengan hati-hati. Titrasi morfin IV
menggunakan protocol usia lanjut (>70 Tahun) yang sama dengan
pasien yang lebih muda tampaknya aman. Dua sampai tiga
milligram morfin IV setiap 5 menit untuk skor analog visual lebih
dari 30 dilaporkan dapat memberikan control nyeri yang
memadai.
Opoid kerja singkat seperti fentanil atau sufentanil dan strategi
manajemen nyeri intensif dengan bolus intermitmen atau patient
controlled analgesia (PCA) secara parenteral atau dengan blok
neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia lanjut
beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan resiko rendah yang
menjalani operasi beresiko tinggi dengan mengurangi respon
stress terhadap pembedahan dan ambulasi dini.
Komplikasi post OP Delirium, Disfungsi kognitif

Perubahan jangka pendek dalam kinerja tas kognitif selama hari pertama
sampai beberapa minggu setelah operasi dicatat dengan baik dan
biasanya mencangkup beberapa kognitif seperti perhatian, memori dan
kecepatan psikomotorik. Penurunan kognitif awal setelah pembedahan
sebagian besar akan membaik dalam waktu 3 bulan. Pembedahan jantung
berhubungan dengan 36% insidens terjadinya penurunan kognitif dalam
waktu 6 minggu setelah operasi. Insiden disfungsi kognitif setelah
pembedahan non-jantung pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun
adalah 26% pada minggu pertama dan 10% pada bulan ketiga.
Risiko-risiko terjadinya penurunan kognitif postoperative adalah
usia, tingkat pendidikan rendah, gangguan kognitif
preoperative, depresi dan prosedur pembedahan. Disfungsi
kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat disebabkan
karena berbagai etiologi, termasuk mikroemboli (terutama pada
pembedahan jantung), anestesi, depresi dan factor-faktor
genetic (alelE4).
Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif post-
operative jangka panjang masih kontroversi dan memerlukan
penelitian yang intensif. Pada prosedur non-cardiac, anestesi
mempunyai pengaruh yang paling ringan terhadap terjadinya
penurunan kognitif jangka panjang, walaupun efek ini mungkin
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan
kognitif post-operatif setelah pembedahan non-cardiac akan
kembali normal apabila pada kebanyakan kasus, tetapi bisa juga
menetap pada kurang lebih 1% pasien.

Anda mungkin juga menyukai