Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
bergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang menjadi
landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan
pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara
integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Fase pra operasi dari peran keperawatan dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan dikamar operasi oleh perawat perioperatf. Asuhan
keperawatan praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat
beberapa masalah pasien yang belum teratasi diruang rawat inap, poliklinik, bedah
sehari, atau unit gawat darurat, akan tetapi dilanjutkan oleh perawat peri operatif di
kamar oprasi.
B. Tujuan
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan preoperatif

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
and Bare, 2002).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
( Smeltzer and Bare, 2002 ).
Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik
yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth
(2002), antara lain :
2. Identitas pasien
Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien
sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis
pembedahan. Perawat perioperatif harus mengetahui bahwa faktor usia, baik anak-
anak dan lansia dapat meningkatkan risiko pembedahan. Untuk menentukan
tindakan pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencana
asuhan keperawatan.
Pada bayi dan anak-anak dengan status fisiologis yang masih imatur atau
mengalami penurunan, pertahanan suhunya masih belum optimal. Refleks

2
menggigil pada bayi belum berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu.
Anestesi menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan napas. Bayi juga mengalami
kesulitan untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Kehilangan darah
walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius dikarenakan penurunan
volume sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespon terhadap kebutuhan untuk
meningkatkan oksigen selama pembedahan sehingga bayi rentan mengalami
dehidrasi.
Pada lansia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi dengan stres
pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa fungsi tubuh tertentu.
Secara umum lansia dianggap memiliki risiko pembedahan yang lebih buruk
dibandingkan pasien yang lebih muda, hal ini dikarenakan menurunnya fungsi
tubuh.
3. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik awal adalah pemeriksaan tanda-tanda vital, untuk menentukan
status kesehatan atau untuk menilai respon pasien terhadap stres terhadap intervensi
pembedahan. Pengukuran TTV memberi data untuk menentukan status kesehatan
pasien yang lazim, seperti respon terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis
dan keperawatan, atau menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan TTV
menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan medis praoperatif.
Pengkajian TTV praoperatif memberikan data dasar yang penting untuk
dibandingkan dengan perubahan TTV yang terjadi selama dan setelah pembedahan.
Peningkatan denyut jantung dapat disebabkan karena adanya kekurangan volume
cairan plasma, kekurangan kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyut nadi
kuat dan keras, hal tersebut mungkin disebabkan karena kelebihan volume cairan.
Disritmia jantung biasanya disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

3
Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan penyebab yang harus
diperhatikan. Apabila pasien mengalami infeksi maka dokter bedah dapat menunda
pembedahan sampai infeksi teratasi. Peningkatan suhu tubuh meningkatkan risiko
ketidakseimbangan elektrolit setelah pembedahan. Pengkajian TTV memungkinkan
perawat untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan, mengimplementasikan
rencana intervensi, dan mengevaluasi keberhasilan TTV dikembalikan pada batas
nilai yang diterima.
4. Pengkajian tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respon kesadaran secara mum dapat mempersingkat
pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi pasien dan waktu pengumpulan data
penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma
Scale/GCS dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut
memungkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respon utama pasien
terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan kata, dan gerakan.
5. Riwayat penyakit
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM
( Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebihsukar
terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer.Dan juga pada
penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangattinggi. Ketidaksempurnaan respon
neuroendokrin pada pasien yangmengalami gangguan fungsi endokrin, seperti
diabetes mellitus yang tidakterkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi
selama pembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang
tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain
yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi

4
kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan obat obatan
kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anestesi dan dokter bedah.
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam
menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyelurh.

6. Operasi sebelumnya
Pengalaman bedah sebelumnya dapat memengaruhi respon fisik dan psikologis
pasien terhadap prosedur pembedahan. Perawat mengkaji semua komplikasi yang
pernah dialami pasien. Infomasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi
kebutuhan pasien selama pra dan pascaoperatif. Pembedahan sebelumnya juga dapat
memengaruhi tingkat perawatan fisik yang dibutuhan pasien setelah menjalani
prosedur pembedahan, misalnya: pasien yang pernah menjalani torakotomi untuk
reseksi lobus paru mempunyai risiko komplikasi paru-paru yang lebih besar
daripada pasien dengan paru-paru yang masih utuh dan normal.
7. Alergi
Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien
dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-
obatan, . Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan
tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius., termasuk reaksi
terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab
tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan
antihistamin, atau kortikosteroid.
a. Pemeriksaan Hemoglobin darah (HB)
Dokter bedah akan berani mengoperasi seseorang jika kadar Hb dalam darah
dalam kondisi normal adalahdi atas 10%  sedang untuk operasi darurat HB

5
minimal 8 %. Jika memang di bawah 7%, harus dilakukan tranfusi darah untuk
menormalkannya.
Mengapa kondisi Hb penting diketahui? Hb akan dilakukan untuk mengukur
resiko perdarahan. Operasi ada kalanya menimbulkan perdarahan. Jika terjadi
banyak perdarahan maka resiko HB terkuras sangat mungkin terjadi. Jadi jika
HB seseorang sudah rendah dan terjadi perdarahan yang cukup banyak maka
akan membahayakan pada pasien tersebut karena kadar Hb akan semakin
terkuras.
Pasien yang sehat yang akan menjalani pembedahan elektif dengan
perkiraan kehilangan darah < 10% dari total volume darah tidak memerlukan
penilaian hemoglobin.
Penilaian Hemoglobin diperlukan pada :
1) Neonatus < 6 bulan
2) Wanita > 50 tahun
3) Pria > 65 tahun
4) Penyakit Sickle Cell
5) Malignansi
6) Kelainan hematologis
7) Kehilangan darah preoperative
8) Trauma
9) Malnutrisi
10) Penyakit sistemik lainnya dan ASA 3 atau di atasnya
b. Pemeriksaan Cloting time ( CT ) - Bleeding Time (BT)
Waktu pembekuan ( Cloting time ) dan waktu perdarahan ( Bleeding time)
ini harus di periksa karena sering dijumpai dalam operasi pasien mengalami
perdarahan yang tiada henti atau lama berhenti. Ini disebabkan waktu
pembekuan dan  waktu perdarahannya panjang sehingga perdarahan juga

6
berlangsung lama. Ini juga akan mempengaruhi kadar trombosit dan Hb pasien
yang sedang dioperasi. Tentu kadar kedua item darah itu akan ikut terkuras.
Jika di jumpai waktu perdarahan yang memanjang dan waktu pembekuan
yang lama, maka operasi akan berjalan lama karena dokter juga sibuk untuk
mengontrol perdarahan yang terjadi.
8. Hasil laboratorium
a. Urine
Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah
kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal :
3,5 – 5mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan
cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obatobatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika
ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan
nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal,
kecuali pada kasus kasus yang mengancam jiwa.
b. Pemeriksaan Sel darah putih atau leukosit
Laboratorium sel darah putih selalu diperiksa oleh ahli bedah untuk
mengetahui apakah kondisi pasien sedang mengalami infeksi atau tidak. Kadar
leukosit juga bisa mengetahui pasien tersebut sedang mengalami sepsis (infeksi
hebat dan menyeluruh) atau tidak.
Kadar atau jumlah leukosit normal berada diantara 6000 s/d 10.000 /lpb.
Jika leukosit berada di antara 10.000 - 20.000 /lpb, tentu dokter meski
mencurigai sedang terjadi infeksi ditubuh pasien. jika leukosit pasien diatas
20.000 /lpb, kondisi ini tergolong infeksi berat dan sangat mungkin menjadi
sepsis.

7
kadang juga dokter akan menelusuri dari mana sumber infeksi tersebut.
Terlebih jika infeksi tersebut menular, sehingga dokter dan operator operasi
akan lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan.
c. Pemeriksaan kadar trombosit / faktor pembeku darah
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam faktor pembeku
darah. Karena itu seperti halnya Hb, kadar trombosit juga sangat diperhatikan
bagi pasien yang akan dilakukan operasi. Trombosit pasien harus dipastikan di
atas 150.000 . jika kurang dari itu ( kekurangan trombosit atau
thrombositopenia) diperlukan  optimalisasi terlebih dahulu dengan
penambahan atau tranfusi thrombosit.
d. Elektrokardiogram (EKG)
Indikasi :
1) Pria > 40
2) Wanita > 50
3) Penyakit kardiovaskuler
4) Penyakit ginjal
5) Diabetes
6) Ketidakseimbangan Elektrolit
7) Aritmia
8) Pasien yang diterapi dengan antihipertensi, antiaritmia, dan antiangina.
Perubahan pada EKG terkini ( dalam waktu 3 bulan) harus dianggap
signifikan dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
e. Foto Rontgen Thoraks
Indikasi :
1) Penyakit dada
2) Penyakit kardiovaskuler yang membatasi aktivitas
3) Perokok lama dengan gejala penyakit dada

8
4) Penyakit keganasan
Pada sebagian besar kondisi tersebut (dalam waktu kurang dari 3 bulan)
foto rontgen thoraks cukup memuaskan kecuali jika ada perubahan gejala.
f. Ureum dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan eksresi metabolit obat-
obatan anstesi. Jika fungsi ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
infusiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
Tidak diindikasikan pada pasien sehat yang akan menjalani operasi elektif.
Diindikasikan pada :
1) Pasien > 65 tahun
2) Penyakit Ginjal
3) Diabetes
4) Hipertensi
5) Penyakit jantung iskemik/vaskuler
6) Penyakit liver
7) Pasien yang dalam pengobatan digoksin, diuretik, steroid, ACE
inhibitor,dan agen antiaritmia.
Koreksi kelainan elektrolit yang cepat sebaliknya dapat membuat pasien
yang stabil menjadi bermasalah, seperti demielinisasi pontin sentral saat
koreksi hiponatremi, dan aritmia pada saat koreksi hipokalemia. Bila
mungkin, operasi seharusnya ditunda dan kelainan elektrolit dikoreksi
secara perlahan-lahan (kurang lebih 2-3 hari untuk hiponatremia)
g. Pemeriksaan Fungsi hati ( LFT )
Pemeriksaan fungsi hati atau Liver fungsi test ini sebagai antisipasi
kesehatan fungsi hati pasien itu sendiri. Jika terdapat parameter enzim hati di

9
atas normal,  pasti sedang terjadi sesuatu di hati penderita. Adanya suatu
peradangan atau kondisi fungsi hati yang turun akan membuat fungsi hati
semkain jelek saat dilakukan operasi. Karena obat injeksi  operasi terutama
anastesi sebagian besar akan disaring di dalam hati. sehingga jika tindakan
operasi diteruskan padahal kondisi hati sedang tidak fit, dikhawatirkan akan
semakin memperburuk kondisi hati pasien yang bersangkutan.
Bermacam pemeriksaan liver fungsi test ( LFT ) terdiri dari SGOT, SGPT
dan alkali phosphatase. Ketiga enzim ini menjadi parameter normal atau
tidaknya fungsi hati seseorang.
h. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
pemeriksaan fungsi ginjal juga sangat penting dilakukan. karena setelah di
saring di hati, obat-obatan operasi terutama anastesi juga disaring di ginjal dan
ampasnya pun akan dibuang lewat ginjal. Jika kondisi fungsi ginjal dalam
keadaan buruk, ditakutkan akan terjadi kerusakan ginjal karena kerja ginjal
akan terlalu berat dalam  menyaring obatan-obatan tersebut.
Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal sederhana meliputi pemeriksaan
urea darah ( BUN ) dan serum creatinin ( SC ). Peningkatan kadar BUN diatas
40 gr dan angka SC diatas 1,6 maka dokter mesti waspada  pasien sudah mulai
mengalami gangguan pada ginjal. walau dalam kondisi tertentu seperti
kekurangna air kadar dari dua indikator itu bisa saja mengalami kenaikan
i. Pemeriksaan Kadar gula Darah
Bukan penderita Diabetes melitus saja yang mesti memeriksakan kondisi
kadar gula darahnya karena pasien yang akan menjalani operasipun diwajibkan
melakukan hal yang sama. Kadar Gula Darah sangat mempengaruhi
penyembuhan luka setelah operasi. Jika kadarnya meninggi, otomatis
penyembuhan luka akan berlangsung lama dan bisa saja akan membahayakan

10
pasien yang bersangkutan. Apalagi jika operasi yang akan dilakukan adalah
operasi besar yang lebih beresiko. 
Untuk kasus operasi yang terencana sebaiknya kada gula darah ada di bawah
150 gr % untuk gua darah sewaktu ( Gula darah tanpa persiapan puasa ). Jika
memang dalam kondisi darurat, dokter bedah perlu berkonsultasi dengan dokter
penyakit dalam lebih dahulu sebelum melakukan tindakan

9. Inform consent
Hak pasien untuk menentukan intervensi pembedahan yang akan dilaksanakan
dilindungi oleh proses informed consent. Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan
sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan, izin ini untuk
melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah
terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan semua pihak yang
terkait, perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik. Tanggung jawab perawat
adalah untuk memastikan bahwa informed consent telah didapat secara sukarela dari
pasien oleh dokter. Sebelum pasien menandatangani formulir consent, ahli bedah
harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang akan
diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien
tentang alternatif-alternatif yang ada, kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan
bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian
tubuh, juga tentang apa yang diperkirakan terjadi pada periode pascaoperasi awal
dan lanjut. (Brunner & Suddart, 2001).
Klien yang menolak pembedahan atau tindakan medis lainnya harus
diinformasikan tentang apapun konsekuensi bahayanya. Jika klien terus menolak,
penolakan harus ditulis, ditandatangani, dan disaksikan. Orang tua biasanya wali
legal dari klien anak-anak dan dengan demikian ada orang yang menandatangani
format persetujuannya. Dalam beberapa hal, misalnya jika klien tidak sadar,

11
persetujuan tindakan diperolah dari seseorang yang secara legal disahkan untuk
memberikan persetujuan atas nama klien. Jika orang yang cedera telah diumumkan
secara legal tidak mampu, persetujuan harus diperoleh dari wali legal orang tersebut
(Potter & Perry, 2005).
10. Kelengkapan persetujuan anatesi
Pasien mungkin takut, cemas atau khawatir terhadap tindakan bedah dan
pembiusan sehingga informasi dan keterangan yang diberikan jangan tentang
pembedahannya (seperti prognosis bedah, luka operasi, bekas luka, cacat,
keterbatasan pola hidup). Anestesi berhubungan dengan kecemasan meliputi
kematian, kesadaran, nyeri selama operasi, nyeri setelah operasi, kehilangan
kontrol, mual muntah.
11. Puasa
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke
area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
12. Prothesa luar dilepaskan (gigi palsu, lensa kontak)
Gigi palsu dan sejenisnya bisa menghambat waktu melakukan intubasi
(memasang pipa melalui tenggorokan, gigi palsu juga bisa menyebabkan obstruksi
(hambatan) jalan nafas jika masuk kedalam tenggorokan
13. penjepit rambut/cat kuku/perhiasan dilepaskan

12
Mencegah infeksi bakteri atau mencegah kontaminasi dari partikel-partikel
asing selama operasi berlangsung. Penggunaan cat kuku juga menghalangi saat
pemantaaun Capillary Refil Time (CRT) saat operasi berlangsung.
14. Persiapan kulit/ cukur
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan
hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.
Hindari mencukur daerah operasi lama sebelum operasi tersebut dilakukan
untuk mencegah poliferasi kuman, bila perlu dilakukan pencukuran (clipping of
hair) gunaka guntik/ pencukur listrik. Penelitian yang oleh Seropian dan Reynolds
tahun 1971 menemukan angka infeksi bila dicukur 5.6%, menggunakan depilatory
0.6%, dan bila tidak dicukur 0.6%. sedangkan Alexander dkk tahun 1983meneliti
angka infeksi setelah 30 hari post operasi dengan melakukan pencukuran malam
8.8%, dengan clipping malam 10%, pencukuran pagi 7.5%, dan clipping pagi 3.2%.
waktu yang tepat untuk mencukur pasien adalah segera sebelum operasi dimulai
15. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
16. Memastikan persediaan darah

13
Adanya persediaan darah merupakan hal yang vital didalam ruang operasi.
Persediaan darah ini dimaksudkan untuk menjadi cadangan apabila saat
pembedahan terjadi komplikasi atau pendarahan sekunder, sehingga pasien dapat
ditangani dengan dengan efektif dan efisien.
17. Riwayat penggunaan obat
Hal ini harus diperoleh pada semua pasien terutama populasi geriatri yang yang
mengkonsumsi obat-obatan sistemik lebih banyak dibanding kelompok lain.
Beberapa interaksi obat dan komplikasi timbul pada populasi ini dan perhatian
khusus harus diberikan pada mereka yang termasuk dalam kelompok tersebut.
Umumnya, pemberian kebanyakan obat harus dilanjutkan sampai dengan pagi hari
sebelum operasi, meskipun dibutuhkan beberapa penyesuaian dosis (misalnya
antihipertesi dan insulin). Beberapa jenis obat harus dihentikan sebelum operasi.
Inhibitor monamine oxidase harus dihentikan 2-3 minggu sebelum operasi karea
resiko dari interaksi dengan obat yang digunakan selama anestesi. Pil kontrasepsi
oral harus dihentikan setidaknya 6 minggu sebelum operasi elektif karena resiko
trombosis vena. Baru-baru ini, American Society of Anestheseiologist (ASA)
meneliti penggunaan suplemen herbal dan potensi bahaya interaksi obat yang
mungkin terjadi pada pemakaian produk-produk tersebut sebelum operasi.
Penggunaan obat-obatan yang yang mempotensiasi pendarahan harus dievaluasi
secara ketat, dengan sebuah analisa resiko-keuntungan pada setiap obat dan dengan
batas waktu yang direkomendasikan untuk penghentian penggunaan obat
berdasarkan pada karakteristik waktu luruh dan waktu paruh. Aspirin harus
dihentikan 7-10 hari sebelum operasi untuk menghindari perdarahan yang
berlebihan dan Thienopyridines (seperti : Clopidogrel) 2 minggu sebelum operasi.
Selektif cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor tidak mempotensiasi perdarahan dan
dapat dilanjutkan sampai waktu operasi. Antikoagulan oral harus dihentikan 4-5

14
hari sebelum prosedur invasif, sehingga INR dapat mencapai level 1,5 sebelum
operasi
18. Site marking
Memberi tanda pada pasien yang akan menjalani operasi, umumnya
menggunakan tinta permanen yang aman untuk kulit, yang akan memberikan
informasi lokasi sayatan/ pembedahan, jenis pembedahan, sisi pembedahan.

Daftar pustaka

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia. 2008. Buku Panduan Dasar-Dasar


Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta : HIPKABI

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2009, Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses, dan Aplikasi, Salemba Medika, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005

15

Anda mungkin juga menyukai