Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Operasi

2.1.1. Definisi operasi.

Operasi adalah tindakan pembedahan pada satu organ atau tubuh (Smeltzer

and bare, 2008). Operasi adalah sebuah proses invasif karena insisi dilakukan

pada tubuh atau ketika bagian tubuh diangkat (Caroline & Mary, 2014).

Tindakan bedah atau operasi merupakan metode pengobatan khusus yang

menggunakan peralatan bedah dan biasanya dilakukan oleh sebuah tim yang

terdiri dari dokter bedah, asisten dokter bedah, ahli obat bius, perawat bedah,

dan teknisi bedah. Seluruh prosedur bedah bisa diselesaikan dalam hitungan

menit atau jam, tergantung pada jenisnya dan penyakit yang ditangani.

Namun, tindakan bedah bukan tindakan rawat jalan (Janice & Kerry, 2014).

Operasi elektif adalah pembedahan yang terencana dengan persiapan yang

matang dimana operasi dilakukan dengan kondisi umum pasien yang baik,

dan melewati proses penjadwalan terlebih dahulu (Rosdahl & Kowalski,

2012).

8
9

2.1.2. Klasifikasi Operasi.

Klasifikasi operasi menurut Donna D. Ignatavicius (2010), katagori operasi

dibagi berdasarkan:

2.1.2.1.Alasan operasi, terdiri dari :

Diagnostik, yaitu operasi dilakukan untuk mengetahui penyebab utama atau

jenis sel kanker. Contohnya: Biopsi mamae, Laparotomi Eksplorasi,

Atroscopy.

Curative, yaitu operasi dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan

memperbaiki atau menghilangkan penyebab. Contohnya : Kolesistektomi,

Appendiktomi, Histerektomi.

Restorative, yaitu operasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

fungsional pasien. Contohnya: Total Knee Replacement, Finger Reimplantasi.

Palliative, yaitu operasi dilakukan untuk mengurangi gejala penyakit tetapi

tidak menyembuhkan. Contohnya : Kolostomi, Nerve Root Resection,

Debulking Tumor, Ileostomy.

Cosmetic, yaitu operasi dilakukan untuk mengubah atau meningkatkan

penampilan pribadi. Contohnya : Liposuction, Revisi Skar, Rinoplasti,

Bleparoplasti.
10

2.1.2.2.Menurut urgensinya, terdiri dari :

Emergency, yaitu operasi yang tidak direncanakan, dan harus segera

dilakukan untuk menyelematkan nyawa atau bagian tubuh. Indikasi ilakukan

pembedahan tanpa ditunda.

Urgen, yaitu operasi pada pasien tidak direncanakan, memerlukan tindakan

segera agar intervensi tepat waktu untuk menyelamatkan pasien yang

membutuhkan perhatian segera tetapi pembedahan dapat dilakukan dalam

waktu 24-30 jam.

Diperlukan, yaitu operasi diperlukan pada saat tertentu.

Elektif, yaitu operasi yang terencana dengan persiapan yang matang dan

dilakukan dalam kondisi umum pasien yang baik.

2.1.2.3.Menurut tingkat operasinya, terdiri dari :

Operasi Minor, yaitu prosedur operasi tanpa resiko yang besar, sering

dilakukan dengan lokal anastesi. Contohnya: Insisi dan drainase, implantasi

akses vena menggunakan alat, biopsi otot.

Operasi Mayor, yaitu prosedur operasi dengan resiko besar, lebih lama dan

lebih luas dari prosedur minor. Contohnya : Penggantian Katup Mitral,

Transplantasi Pankreas, Diseksi KGB


11

2.1.2.4.Menurut perluasan operasi, terdiri dari :

Simple, yaitu operasi dilakukan pada daerah yang terkena dampak.

Contohnya : Simpel atau Parsial Mastektomi.

Radical, yaitu daerah operasi luas sampai akar penyebabnya. Contohnya :

Radikal Prostatectomi, Radikal Histerektomi.

Minimal invasif, yaitu Operasi dilakukan pada rongga tubuh melalui

endoskopi, menemukan masalah dengan benar, menghilangkan jaringan yang

rusak, mengambil jaringan untuk biopsi, drainase. Contohnya : Atroscopi,

Ligasi Tuba, Lobektomi Paru, Bypass arteri, Kolesistektomi.

2.1.3. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko pembedahan

Menurut Donna & M. Linda Workman (2010), Faktor-faktor yang dapat

meningkatkan resiko pembedahan serta komplikasi postoperasi antara lain:

a. Usia : Lebih dari 65 tahun

Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut

memiliki resiko lebih besar. Hal ini disebabkan karena cadangan

fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun. Sedangkan pada bayi dan

anak-anak disebabkan karena belum maturnya semua fungsi organ.

b. Nutrisi

Kondisi malnutrisi dan obesitas atau kegemukan lebih beresiko terhadap

pembedahan dibandingkan dengan oang normal dengan gizi baik

terutama pada fase penyembuhan. Pada pasien Malnutrisi mengalami


12

defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk penyembuhan luka,

sedangkan pada pasien yang mengalami obesitas mudah mengalami

hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operasi. selain itu distensi

abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit

biliari.

c. Penyakit kronis

Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, Penyakit

Paru Obstruksi Menahun (PPOM), dan insufiensi ginjal menjadi lebih

sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan

primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang

mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca bedah

sangat tinggi.

d. Medikasi

Antihipertensi, Antidepresan, Antikoagulan, Non-steroid dan Obat-obat

Anti Inflamasi.

e. Riwayat Medis

Penurunan Kekebalan, Diabetes, Penyakit Paru, Penyakit Jantung,

Hemodinamik Tidak Stabil, Penyakit Multisistem, Gangguan Koagulasi,

Anemia, Dehidrasi, Infeksi, Hipertensi, Hipotensi, penyakit kronik.

f. Pengalaman Operasi Sebelumnya

Reaksi emosi yang tidak optimal, reaksi anstesi atau komplikasi,

komplikasi postoperasi.
13

g. Riwayat kesehatan

Malnutrisi atau obesitas, Obat-obatan, rokok, alkohol, penyalahgunaan

zat terlarang, kemampuan koping.Riwayat Keluarga : hypertermi

malignan, kanker, gangguan perdarahan.

h. Tipe pembedahan yang direncanakan

Leher, mulut, prosedur wajah (komplikasi jalan nafas), thorax atau

abdomen atas (komplikasi paru), Operasi abdomen (Ileus paralitik,

trombosis vena).

2.1.4. Persiapan praoperasi

2.1.4.1.Persiapan pasien

Persiapan pasien meliputi :

a. Persiapan fisik.

Persiapan fisik praoperasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2

tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan di ruang operasi.

berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum

operasi menurut Brunner & Suddart (2014), antara lain :

1. Status kesehatan fisik secara umum.

Sebelum dilakukan pembedahan penting dilakukan pemeriksaan

status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat

penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,

pemeriksaan fisik lengkap antara lain status hemodinamik, status


14

kardiovaskuler, status pernafasan, status ginjal dan hepatik, fungsi

endokrin, fungsi immunologi, dan status menarche bagi pasien

perempuan.

2. Status nutrisi.

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan

beratbadan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar

protein dalam darah (Albumin dan globulin) dan keseimbangan

nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum

pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk

perbaikan jaringan.

Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami

berbagai komplikasi pasca operasi, dehisiensi ( terlepasnya jahitan

operasi sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan

penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien

dapat mengalami sepsis yang dapat mengakibatkan kematian.

3. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input

dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum yang

berada dalam rentang normal. Kadar elektolit yang biasanya

diilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum


15

(normal : 135-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal: 3,5-5

mmol/l), kadar kalium serum (0,70-1,50mg/dl).

Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi

ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan

ekresi metabolik obat-obat anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka

operasi dapat dilakukan dengan baik . Namun jika fungsi ginjal

mengalami gangguan seperti oliguria/anuria, insufiensi renal akut,

dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan

fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

4. Kebersihan lambung dan kolon.

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi

keperawatan yang bisa dilakukan diantaranya dipuasakan dan

dilakukan tindakan pengosongan lambung dalam kolon dengan

tindakan enema. Lamanya puasa berkisar antara 7-8 jam sebelum

operasi. Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk

menghindrari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan

menghindari kontaminasi feses ke area operasi sehingga

menghindarkan terjadinya infeksi pasca operasi.


16

5. Pencukuran daerah operasi.

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari

terjadinya infeksi pada daerah yang akan dilakukan operasi karena

rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyinya

kuman dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan

dan perawatan luka.

Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak

memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien

luka insisi pada lengan. Tindakan pencukuran harus dilakukan hati-

hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.

Seringkali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri

agar pasien merasa lebih nyaman.

Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi

dan daerah yang akan dioperasi. Pencukuran daerah operasi kalau

diperlukan saja, dan pencukuran dilakukan sedekat mungkin dengan

waktu operasi.

6. Personal Hygiene.

Kebersihan tubuh sangat penting untuk persiapan pasien operasi

karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan


17

mengakibatkan infeksi pada daerah operasi. pada pasien yang

kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan

membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya

jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene

secara mandiri perawat akan memberikan bantuan pemenuhan

kebutuhan personal hygiene.

7. Pengosongan kandung kemih.

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan cara melakukan

pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan

kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

8. Latihan yang dilakukan pada fase praoperasi.

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal

ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi

kondisi pasca operasi latihan itu meliputi latihan nafas dalam,

latihan batuk efektif dan latihan gerak sendi.

b. Persiapan Penunjang.

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka

dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
18

dilakukan terhadap pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah

berbagai pemeriksaan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah: hemoglobin,

angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), humlah trombosit,

protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan

chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan

pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan

darah. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan untuk mengetahui

apakah kadar gula darah dilakukan dengan puasa 10 jam sebelum

pemeriksaan (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya pada jam 8

pagi), dan juga dilakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 jam Post

Pandrial (PP).

2. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti Foto Thoraks,

abdomen, foto tulang pada fraktur, USG (ultrasonografi), CT Scan,

MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,

Cystoscopy, Mamografi, Colon In Loop, EKG, Echo, EEG (Electro

Encephalo Grafi), dll.

3. Biopsi, yaitu dilakukan sebelum operasi berupa pengambilan bahan

jaringan tubuh, untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.


19

Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor

ganas/jinak atau hanya berupa i nfeksi kronis saja.

4. Konsultasi Medis, yaitu konsultasi dengan dokter anastesi, dokter

bedah spesialisasi lainnya, dokter penyakit dalam dan dokter

kardiologi terkait dengan toleransi operasi dan resiko terhadap

pembiusan.

5. Pemeriksaan status anastesi, yaitu Pemeriksaan status fisik untuk

dilakukan pembiusan dilakukan untuk keselamatan selama

pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan

pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang

perlu untuk menilai sejauh mana resikopembiusan terhadap diri pasien.

Pemeriksaan yang digunakan adalah pemeriksaan dengan

menggunakan metode ASA (American Society Of Anasthesiologist).

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan tehnik anastesi pada

umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan

sistem saraf.

6. Informed consent, yaitu sebagai wujud dari upaya rumah sakit

menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang

bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat


20

pernyataan surat pernyataan persetujuan operasi. artinya apapun

tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan ,

keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan

konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani

surat pernyataan ttersebut akan mendapatkan informasi yang detail

terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan,

serta pembiusan yang akan dijalani.

c. Persiapan mental / psikis.

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses

persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul

pada pasien preoperasi adalah kecemasan, ketakutan dan stress. Perawat

harus dapat mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien.

d. Persiapan spiritual.

Persiapan spiritual merupakan penyerahan diri pasien terhadap kekuasaan

Sang Pencipta, bahwa hidup mati, sehat sakit, kecacatan, hanya Tuhan

yang berkuasa untuk menyembuhkannya. Baik Dokter, atau yang terlibat

dalam proses operasi hanya merupakan sarana.


21

e. Obat-obatan premedikasi.

Adakah obat-obat premedikasi yang diberikan sebelum operasi misalnya

obat anti hipertensi yang diminum harus walau pasien sudah puasa, atau

obat-obat yang harus disiapkan dan dibawa ke kamar operasi.

2.1.4.2. Persiapan fasilitas dan sarana operasi.

Persiapan fasilitas dan sarana operasi meliputi :

a. Persiapan kamar operasi dan ruang perawatan post operasi.

Yang dimaksud dengan persiapan kamar operasi adalah persiapan

ruangan dimana dilakukan tindakan pembedahan (Buku Panduan

Dasar-dasar keterampilan perawat kamar bedah, Hipkabi 2005).

Persiapan kamar operasi ini meliputi : sistem ventilasi, sistem

penerangan, sistem listrik, sistem gas medik. Termasuk ketersediaan

ruang ruang ICU, ataupun HCU untuk postoperasi.

b. Persiapan peralatan / instrumen operasi.

Yang dimaksud dengan persiapan peralatan operasi adalah semua

peralatan yang digunakan untuk tindakan operasi. persiapan

peralatan medis meliputi mesin anastesi, meja operasi, lampu operasi,

film viewer, dan persiapan instrumen operasi yang terdiri dari

instrumen dasar operasi (Intrumen set dasar yang steril), instrumen

tambahan (mesin kauter, mesin suction), linen set, dan barang medis
22

habis pakai. (Buku Panduan Dasar-Dasar keterampilan perawat

kamar bedah, Hipkabi 2005).

c. Persiapan implant.

Yang dimaksud dengan persiapan implant adalah peralatan medis

implant yang diperlukan untuk tindakan operasi. Dimana definisi

implant adalah suatu peralatan medis yang dibuat untuk

menggantikan struktur dan fungsi suatu bagian tubuh terbuat dari

bahan biomedis

seperti titanium, silikon, ataupun bahan lain tergantung fungsinya.

d. Persiapan produk darah

Yang dimaksud dengan persiapan produk darah adalah persediaan

darah yang diperlukan oleh pasien sesuai dengan golongan darah

pasien yang telah dimintakan dan mengalami proses pemeriksaan di

unit bank darah.

2.1.4.3. Persiapan petugas atau personil kamar operasi.

Petugas / personil kamar operasi terdiri dari tim bedah yang terdiri dari

dokter bedah, dokter anastesi, perawat instrumen, perawat sirkuler,

perawat anastesi (Buku Panduan Dasar-Dasar Keterampilan Perawat kamar

Bedah, Hipkabi 2005).


23

2.1.4.4. Persiapan Administrasi.

Persiapan administrasi meliputi kelengkapan status pasien (informed consen,

hasil-hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan radiologi), pasien

sudah dijadwalkan untuk operasi sehari sebelumnya.

2.2. Konsep Pembatalan Operasi

2.2.1. Pengertian.

Pembatalan operasi elektif adalah merupakan parameter untuk menilai

kualitas perawatan pasien dan kualitas sistim manajemen. Makin tinggi

jumlah kasus pembatalan makin menggambarkan kualitas perawatan dan

kualitas manajemen yang rendah. Penggunaan ruang OK yang belum

maksimal dapat dilihat dengan masih tingginya waktu OK yang terbuang, ini

menggambarkan utilisasi kamar operasi belum maksimal.

Penjadwalan operasi dimaksudkan untuk mengatur alur proses yang terjadi

di kamar operasi. Tidak semua operasi yang direncanakan atau dijadwalkan

dapat terlaksana sesuai waktu yang telah ditentukan dimana bisa terjadi

penundaan, percepatan maupun pembatalan operasi (Rajender Kumar &

Ritika Gandhi, 2012).


24

2.2.2. Akibat pembatalan operasi.

Weinbroun et al (2003), melaporkan bahwa terdapat bermacam perbedaan

penyebab pembatalan baik yang berhubungan dengan manajemen rumah sakit

maupun dari pihak pasien dan ini semua mengakibatkan kerugian materil

maupun moril, dilaporkan bahwa 70 jam waktu yang terbuang selama periode

30 hari penelitian yang menunjukkan inefisiensi kamar operasi.

Garg et al (2009) dalam Penelitiannya melaporkan bahwa terjadi pembatalan

operasi 30,3% pasien dari 1590 pasien yang telah dijadwalkan Pembatalan dan

penundaan selain membuang waktu sumber daya yang telah disiapkan dan

berdampak pada penurunkan utilisasi kamar operasi yang mengakibatkan

kerugian rumah sakit.

Pembatalan operasi juga berdampak pada gangguan psikologis pasien yaitu

gangguan cemas hingga depresi sehingga memerlukan perawatan tambahan

yang berdampak terjadi peningkatan biaya yang dikeluarkan, pada akhirnya

akan menurunkan kepuasan pasien (P.A. Dimitriadis, 2013).

2.2.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya pembatalan operasi.

Dalam penelitiannya Rajender Kumar & Ritika gandhi (2012),

mengklasifikasikan pembatalan operasi menjadi dua yaitu :


25

1. Pembatalan yang potensial dapat diperbaiki.

Pembatalan operasi yang potensial dapat diperbaiki seperti : Tidak ada

waktu operasi, tidak ada ruangan postoperasi, kesalahan persiapan, masalah

administrasi, perlengkapan atau masalah transport pasien, kegagalan dalam

komunikasi, pasien tidak siap, dan tidak adanya dokter bedah.

2. Pembatalan yang tidak dapat diperbaiki.

Pembatalan operasi yang tidak dapat diperbaiki diantaranya yaitu:

Perubahan klinis pasien, memerlukan tindakan emergency, pasien tidak

siap, tidak ada dokter bedah.

P.A. Dimitriadis (2013) melaporkan bahwa pembatalan operasi di hari

operasi pada tahun 2012 berjumlah 5,19% dengan alasan pembatalan :

pasien tidak layak untuk operasi 33,73% , karena kurangnya tempat tidur

21,79%, kurangnya waktu kamar operasi 17,31%, karena pasien tidak

datang 6,87%, dan karena operasi sudah tidak diperlukan lagi 4,08%.

Adapun Faktor-faktor Penyebab pembatalan operasi menurut Nurhayati

Mertosono (2015), digolongkan menjadi beberapa faktor yaitu :

1. Faktor pasien meliputi keadaan umum dari faktor pasien meliputi :

keadaan umum pasien memberat, pasien tidak datang, hb <6, terdiri

dari pasien tidak datang.


26

2. Faktor administrasi 11,1% yang terdiri dari toleransi belum ada,

hasil laboratorium belum ada, jaminan pembayaran belum lengkap.

3. Faktor petugas 13,9% yaitu kegagalan dalam anastesi dan operasi

tidak diperlukan.

4. Faktor fasilitas 5,6% yaitu tidak ada ruang ICU atau PICU.

Pembatalan ditinjau dari kode diagnosis tertinggi pada bagian bedah 4,5%

kemudian bagian paru 2,5% dan mata 2%. Faktor-faktor penyebab

pembatalan yang dapat dihindari dalam penelitian ini antara lain dari faktor

pasien adalah Hb <6 mg, faktor fasilitas dan faktor administrasi serta faktor

petugas yaitu keputusan operasi tidaknya pada saat sudah dijadwalkan

operasi sedangkan faktor pembatalan yang tidak dapat dicegah dalam

penelitian ini adalah perburukan keadaan pasien, pasien tidak datang serta

kegagalan dalam anastesi.

Anda mungkin juga menyukai