Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE, INTRA DAN POST OPERASI

Disusun Oleh :

Maria Oliva Klise 17061113

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

PRE OPERATIF

A. PENGERTIAN

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and Bare,
2015).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer and
Bare, 2015).
Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika klien dikirim ke meja operasi. Keperawatan pre operatif merupakan
tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Tahap ini merupakan awalan yang menjadi
kesuksesan tahap-tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat
fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).

B. TIPE PEMBEDAHAN
a. Menurut fungsinya (berdasarkan tujuan) :
 Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi
 Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi
 Reparatif (constructive) : memperbaiki luka multiple
 Rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah
 Paliatif : menghilangkan nyeri, memperbaiki masalah (gastrostomi
ketidakmampuan menelan)
 Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh
yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Menurut luas atau tingkat resiko :
 Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang
tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
Contoh: Bypass arteri koroner, total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll
 Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan dengan operasi mayor.
Contoh : Operasi katarak, operasi plastik pada wajah, incisi dan drainage
kandung kemih, sirkumsisi.

c. Menurut urgensi:
 Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkan diperkirakan
dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), dan tidak dapat ditunda.
Contoh : Perdarahan hebat, luka tembak atau tusuk, luka bakar luas, obstruksi kandung
kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak.
 Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam. Contoh :
Infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
 Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
Contoh : Katarak, gangguan tiroid, hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih
 Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
Contoh : Hernia simpel, perbaikan vagina, perbaikan skar/cikatrik/ jaringan parut.
 Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
Contoh : Bedah kosmetik.

C. FAKTOR RESIKO
Menurut Potter & Perry ( 2005 ) :
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko
lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun,
sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi
organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan
untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk
sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama
sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes
sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat
berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas.
c. Penyakit kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM ( Penyakit Paru
Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian
energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan
sangat tinggi.
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam
hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang
tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang
mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid
beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan obat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anestesi dan dokter bedah.
d. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemik.
e. Alcohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-
masalah sistemik, seperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan.

D. GAMBARAN PASIEN PRE OPERATIF


Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long
B.C (2001), pasien preoperasi akan mengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai
alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan
antara lain :
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit
yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon
fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti :
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit
tidur, dan sering berkemih.
Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan
meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan preoperasi dimaksudkan
untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :
a) Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan secara
verbal maupun ekspresi muka.)
b) Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah tindakan
operasi.
c) Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d) Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anestesi.
e) Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan operasi.
f) Mendapatkan istirahat yang cukup.
g) Menjelaskan tentang prosedur operasi , jadwal operasi serta menanda tangani inform
consent.

h) Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

E. PRINSIP-PRINSIP OPERATIF

a. Prinsip kesehatan dan baju operasi

 Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga
keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik
yang harus dilaporkan.
 Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan,
tidak dapat dipakai di luar ruang operasi.
 Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi
melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan,
bicara atau penglihatan.
 Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut.
 Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak
diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan.
 Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi
analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan
dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.
b. Prinsip Asepsis Perioperatif
 Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi.
 Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti partikel,
debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan.
 Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang
peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik.

F.TINDAKAN KEPERAWATAN PRE OPERATIF


1. Pengertian
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat
untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat
berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan
diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang tidak dapat
melakukannya ( Mc. Closkey dan Bulechek 1992 ) yang dikutip Barbara J. G ( 2008 ).
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan
untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan
karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan
yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan
preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu
diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk
menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna
(Rothrock, 1999). Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
2. Persiapan klien di Unit Perawatan
a) Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik
yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth
( 2002 ), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah
sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami
sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium
serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l)
dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit
terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus
yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada
daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk
mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya
jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri
maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain
itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah
setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas
dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi
duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak
boleh tegang. Letakkan tangan di atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya
dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas
beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan
sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan
terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien
nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa
terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan,
namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika
selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh
saat batuk.
c. Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan
untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali
mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi.
Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan
operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini
jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien
akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi
dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi
ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka
pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan.
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum
dilakukan pembedahan/operasi.

b) Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk
menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi
juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan
masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung
pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan kadar gula darah
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).

c) Pemeriksaan status anastesi


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan,
pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

Kelas Status Fisik


ASA I Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang
akan dioperasi.
ASA II Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang belum
ASA III
mengancam jiwa.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang
ASA IV
mengancam jiwa.
Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24
jam dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini
ASA V meliputi penderita yang sebelumnya sehat, disertai dengan
perdarahan yang tidak terkontrol, begitu juga penderita usia
lanjut dengan penyakit terminal.

Menurut dr. Anna Surgean Veterini, SpAn KIC dari Rumah Sakit Bedah
Surabaya (RSBS), menjelang dilakukan anestesi, dokter anestesi yang dibantu perawat
selalu menanyakan tentang riwayat pasien diantaranya, apakah pasien pernah
mengidap suatu penyakit, apakah alergi terhadap jenis obat-obatan tertentu, apakah
menjelang operasi tersebut juga tengah mengkonsumsi obat-obat jenis tertentu pula,
operasi itu sendiri karena akibat kecelakaan atau tidak. Ini adalah standar yang harus
dilalui sebelum dilakukan anestesi menjelang masuk kamar operasi. Pemeriksaan
standar tersebut sangat penting sebab itu sesuai dengan treatment sekaligus jenis obat
anestesi yang akan dimasukkan ke dalam tubuh pasien,”

d) Informed consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari
bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan
yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal
ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami
oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai
dengan gambaran keluarga.

e) Persiapan mental/psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka
perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi
stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk
membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi,
seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal
yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya,
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang,
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi., Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi), Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi
dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM,
dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari
kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran
dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya
perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien
dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien
untuk menjalani operasi.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor ( 1997 ), dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal
yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar
operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien
mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk
berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.
6. Obat-obatan premedikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat
yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali ( Sjamsuhidayat dan
Dejong, 2004 ).

3. Jenis-jenis Tindakan Keperawatan Preoperatif


Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain
mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji
kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama
masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ). Menurut Chitty Kay. K ( 1997), Peran perawat
dalam perawatan klien adalah pemberi pelayanan, pendidik, konselor, manager, peneliti,
dan kolaborator. Adapun implementasi ( tindakan) keperawatan yang diselenggarakan dapat
berupa melakukan tindakan, mendelegasikan tindakan, melakukan pengajaran, memberikan
konseling, melakukan pencatatan dan pelaporan serta tetap menjalankan pengkajian
berkelanjutan.
Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien
penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola
koping, support system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut
merupakan hal yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional
ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor, 1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa
takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.
Sehari sebelum operasi :
i. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan memberikan dukungan
spiritual bila diperlukan
j. Melakukan pembatasan diet pre operasi
k. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan
l. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari pembedahan :
m. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
n. Mengecek tanda – tanda vital
o. Mengecek inform consent
p. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
q. Melepaskan protese dan kosmetik
r. Melakukan perawatan mulut
s. Mengosongkan blas dan bowel
t. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
u. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order dokter)

Sedangkan tindakan preoperasi menurut Kozier dan Erb ( 2009 ), diantaranya:


1) Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan preoperasi (misalnya laboratorium, sinar –X,
dan elektrokardiogram)

2) Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan.

3) Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang akan dilakukan operasi dan mandi
( shower preoperasi ).

4) Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila diprogramkan.

5) Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti terapi intravena,
pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik, penggunaan spirometer, atau stoking anti
emboli.

6) Menjelaskan kunjungan ahli anestesi


7) Menjelaskan perlunya pembatasan makanan atau minuman oral minimal 8 jam sebelum
pembedahan.

8) Menyediakan table waktu yang umum untuk periode preoperasi termasuk periode
pembedahan.

9) Mendiskusikan perlunya melepas perhiasan, menghapus make up dan melepas semua


prosthesis ( misalnya kaca mata,gigi palsu, wig ) segera sebelum pembedahan.

10) Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu lokasi ruang tunggu
bagi individu pendukung.

11) Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan tungkai, cara mengubah posisi dan
gerak.
12) Melengkapi daftar tilik preoperasi.

Adapun tindakan keperawatan yang perlu diberikan pada pasien preoperatif menurut Potter &
Perry ( 2005 ), pada hari pembedahan diantaranya:

a. Memeriksa isi rekam medis dan melengkapi pencatatan, seperti pemeriksaan penunjang
dan inform consent

b. Melakukan pengukuran tanda – tanda vital

c. Melakukan pembersihan pasien

d. Melakukan pemeriksaan rambut dan kosmetik

e. Melakukan pemeriksaan prostese

f. Mempersiapkan usus dan kandung kemih

g. Melakukan pemasangan stoking anti emboli atau alat kompresi sekuensial

h. Meningkatkan martabat pasien dengan memberikan privasi terhadap klien

i. Melakukan prosedur khusus seperti pemasangan NGT


j. Menyimpan barang – barang berharga pasien

k. Memberikan obat preoperatif

G. SERAH TERIMA PASIEN DI RUANG OPERASI (HANDOVER)


Pengertian :
Tata cara serah terima pasien yang akan dioperasi antara perawat ruangan atau bangsal
dan staf kamar operasi.

Tujuan :
- Diketahui program pengobatan dan pelaksanaan operasi oleh petugas ruangan dan
kamar operasi agar pelaksanaan operasi bias berhasil dengan baik dan
mengutamakan keselamatan pasien
- Menyiapkan obat-obatan, alat-alat, darah dan persiapan khusus lainnya yang
dibutuhkan untuk penunjang pelaksanaan operasi tersebut.

Kebijakan :

Petugas ruangan dan petugas kamar operasi bertanggung jawab atas persiapan pasien
calon operasi ini.

Prosedur:

1. Petugas ruangan mengetahui jadwal operasi


2. Petugas ruangan mempersiapkan area operasi sesuai prosedur yang berlaku
3. Petugas ruangan mengisi berita acara
4. Petugas ruangan mempersiapkan semua catatac medic pasien termasuk surat izin
operasi untuk dibawah bersama pasien keruangan operasi
5. Petugas ruangan mengalungkan label identitas yang meliputi : nama, umur, no.RM,
alamat, dokter operator, diagnosis, rencana jenis operasi pasien pada pergelangan
tangan kanan pasien atau bila tidak memungkinkan pada pergelangan tangan kiri,
kemudian pergelangan kaki kanan, kemudian kiri, kemudian leher.
6. Petugas ruangan menyertakan perlengkapan penunjang operasi misalnya :
persediaan obat-obatan atau persedian darah yang diperlukan saat operasi dilakukan
yang akan dibawah bersama pasien kekamar operasi
7. Setengah jam sebelum jadwal operasi atau setelah ada panggilan dari petugas kamar
operasi, pasien dibawah kekamar operasi dengan memakai tempat tidur yang
dipakai diruangan.
8. Serah terima pasien pra-operasi dilakukan diruangan transfer
9. Petugas ruangan menyerahkan pasien disertai berita acara serah terima yang
ditandatangani oleh petugas ruangan dan petugas kamar operasi dan ditulis dalam
buku register kamar operasi.
10. Petugas kamar operasi memeriksa kelengkapan berita acara, kelengkapan identitas,
catatan medic pasien, keadaan umum, surat izin tidakan dan kelengkapan
penunjang lainnya seperti obat-obatan dan persedian darah.
11. Kejadian khusus dan pengobatan selama operasi berlangsung dicatat dalam berita
acara oleh asisten operasi atau omloop.
12. Setelah operasi selesai, asisten menyiapkan berita acara, catatan medic pasien.
13. Pasien dipersiapkan untuk serah terima dengan petugas ruangan.
14. Serah terima dilakukan diruangan transfer, petugas kamar operasi menyerahkan
pasien beserta semua kelengkapannya yang ditandai dengan penandatanganan
berita acara serah terima pasien pasca operasi.

Evaluasi : Catat dan dokumentasikan dengan rapih.

Kesimpulan
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang di m,ulai sejak pasien diterimah masuk diruangan terima pasien dan berakir ketika
pasien dipindakan kemejah operasi untuk dilakukan tidakan pembedahan. Tindakan
keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka
mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk
menjamin keselamatan pasien intraoperatif.

Persiapan pasien preoperasi meliputi : status kesehatan fisik, status nutrisi,


keseimbangan cairan dan elektrolit , kebersihan lambung dan kolon, pencukuran daera
operasi, personal hygine, pengosongan kandungan kemih, latihan pra operasi,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan status anastesi, informed concent, persiapan
mental, dan obat obat premidikasi. Dengan persiapan yang baik selama periode
preoperasi diharapkan dapat membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan
pemulihan pasca bedah.
ASUHAN KEPERAWATAN
PRE OPERATIF

A. Pengkajian
Pengkajian pasien pada fase pre operatif secara umum dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan
kondisi pasien. Pengkajian praoperatif secara umum meliputi
a. Identitas pasien
Pengkajian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien
sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan.
Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
b. Usia
Perawat harus mengetahui bahwa factor usia, baik anak-anak dan lansia, dapat
meningkatkan resiko pembedahan.  Pengetahuan tersebut akan membantu perawat untuk
menentukan tindakan pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencan
asuhan keperawatan.
c. Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan
Pengkajian jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan diperlukan sebagai persiapan umum.
Pengkajian seperti persiapan financial sangat bergantung pada kemampuan pasien dan
kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani proses pembedahan. Beberapa jenis
pembedahan membutuhkan biaya yang lebih mahal, misalnya pembedahan jantung dan
vascular, bedah saraf dan bedah ortopedi.

B. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pasien dapat dilakukan perawat melalui teknik
wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan klasifikasi
pembedahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam menoleransi
pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh. Pasien yang akan menjalani
bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti dan menyeluruh untuk menentukan
kondisi kesehatan yang mungkin akan meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah
pembedahan. Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik dan
psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan. jenis pembedahan sebelumnya , tingkat
rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh tingkat
perawatan yang pernah diberikan adalah factor-faktor yang mungkin akan diingat oleh
pasienDi unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat pasien
dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan, karena terbatasnya
waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan maka
perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.

C. Riwayat Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan
selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih, maka pasien
perlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani
pembedahan atau penulisan symbol alergi yang tertulis jelas pada status rekam medis sesuai
dengan kebijakan institusi . perawat juga harus memastikan bagian depan lembar pencatatan
pasien berisi daftar alergi yang dideritanya.
a. Pengkajian Psikososiospiritual
1) Kecemasan praoperatif
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk menggali peran
orang terdekat , baik dari keluarga, sahabat, adanya sumber dukungan orang terdekat akan
menurunkan kecemasan.
2) Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan paien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya , tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan. Atau secara aktif mencari dukungan dari
teman dan keluarga.
3) Konsep diri
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang dialaminya dengan
tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara meminta pasien mengidentifikasi
kekuatan dan kelamahan dirinya , pasien yang cepat mengkritik mungkin mempunyai
harga diri yang rendah atau sedang menguji pendapat perawat tentang karakter mereka.
Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stress pembedahan
dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuannya.
4) Citra diri
Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi akibat operasi.
5) Sumber koping
Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat menentukan
kemampuan pasien dalam mengatasi stress akibat pembedahan ,perawat juga bertanya
tentang manajemen stress yang biasa dilakukan pasien sebelumnya .
6) Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan
ansietas. Oleh karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus dihargai dan
didukung. Menghormati nilai budaya dan kepercayaan pasien dapat mendukung
terciptanya hubungan dan saling percaya.
7) Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi pembedahan,
dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan pemahaman pasien, dapat membantu
perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk mempersiapkan kondisi emosional
pasien.

D. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital


a. Keadaan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei keadaan
umum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan pergerakan tubuh dapat
menggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan
adanya intervensi pembedahan. secara ringkas, pengkajian yang berhubungan dengan
praoperatif meliputi elemen-elemen berikut ini:
1) Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk berpartisipasi
dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga dipengaruhi oleh usia.
2) Tanda distress
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam membuat
prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
3) Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau sangat
kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidup.
4) Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh yang
merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau adanya
nyeri.
5) Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat tremor di
ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak bergerak.
6) Kebersihan diri dan bau badan
Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan rambut, kulit
dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersihan diri yang
buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan praoperatif
merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi konsep asepsis
intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk memberikan
intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area pembedahan.
7) Afek dan alam perasaan
Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan atau
status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.
8) Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan sedang
dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.
b. Tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respons kesadaran secara umum dapat mempersingkat pemeriksaan.
Pengenalan kondisi klinis pada setiap tingkat kesadaran akan memudahkan perawat dalam
melakukan pengkajian. Pada keadaan emergensi , kondisi pasien dan waktu untuk
mengumpulkan data penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu, GCS 
dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. GCS memungkinkan pemeriksa untuk
membuat peringkat tiga respons utama pasien terhadap lingkungan, yaitu : membuka mata,
mengucapkan kata, dan gerakan.
c. Pemeriksaan tanda –tanda vital
Pemeriksaan TTV  meliputi pengukuran suhu , nadi, tekanan darah, dan frekuensi
pernapasan. Sebagai indikator dari status kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan
keefektifan sirkulasi, respirasi serta fungsi neurologis dan endokrin tubuh. Peningkatan
tekanan darah pasien bisa dikarenakan karena kecemasan yang dialami. Peningkatan
denyut jantung dapat disebabkan karena kekurangan volume cairan plasma, kekurangan
kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyut nadi kuat dan keras, hal tersebut mungkin
disebabkan karena kelebihan volume cairan. Disritmia jantung umumnya disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit. Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan
penyebab yang harus diperhatikan. Apabila pasien mengalami infeksi, maka dokter bedah
dapat menunda pembedahan sampai infeksi tersebut teratasi. Peningkatan suhu tubuh
meningkatkan resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit setelah pembedahan.

E. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum sistem peranapasan dan tanda-tanda
abnormal seperti sisnosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, penilaian produksi sputum
dan lainnya.
1) Inspeksi :
Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukam untuk melihat seberapa jauh kelainan
yang terjadi pada pasien. Benuk dada normal pada orang dewasa adalah diameter
anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2. Kondisi yang tidak
normal, seperti  barrel chest akan meningkatkan resiko pembedahan dan memberikan
implikasi pada penyuluhan pre operasi tentang latihan batuk efektif dan latihan napas
diafragma.
2) Palpasi:
Pemeriksaan palpasi untuk menilai adanya kelainan pada dinding toraks dan merasakan
perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini
seperti: nyeri tekan, adanya emfisema subkutan atau terdapat penuruanan  getaran saura
napas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara pada rongga pleura.
3) Perkusi:
Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nadan sonor, sedangkan perkusi pada
struktur yang berongga seperti, usus atau pneumotoraks, menimbulkan nada hipersonor.
Pemeriksaan auskultasi praoperatif ditunjukkan untuk menilai atau mengkaji aliran udara
melalui cabang bronkus dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam
struktur paru. Untuk menentukan kondisi paru-paru pemeriksa mengauskultasi bunyi
napas normal, bunyi napas tambahan, dan bunyi suara.
4) Auskultasi:
Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami kongesti paru atau
penyempitan jalan napas. Adanya atelektasis atau kelembaban pada jalan napas akan
memperburuk kondisi pasien selama pembedahan. Kongesti paru yang serius dapat
menyebabkan ditundanya pembedahan. Beberapa obat anestesi dapat menyebabkan
spasme otot laring. Oleh karena itu, jika perawat mendengar bunyi mengi saat
mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan pre operatif, maka hal ini menunjukkan
bahwa pasien berisiko mengalami penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama
pembedahan.
b. Sistem Kardiovaskular
Inspeksi ada/ tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya akan menimbulkan
bekas parut pada dinding dada. Pemeriksaan tekanan darah pre operatif dilakukan untuk
menilai adanya peningkatan tekanan darah di atas normal (hipertensi) yang berperngaruh
pada kondisi hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatf. Perawat mengkaji nadi perifer,
waktu pengisian kapiler dan warna serta suhu ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi
pasien. Waktu pengisian kapiler dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer.
c. System saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi tingkat
orientasi, kesadaran, mood pasien serta memperhatikan apakah pasien dapat menjawab
pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru dan kejadian masa lalu.
d. Sistem Pencernaan
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga
menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerlukan
manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka peristalik
tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama beberapa hari
setelah operasi.
e. Sistem Perkemihan
Ginjal terlibat dalam eksrkresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan
metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut, insufisiensi renal akut dengan oliguri
atau anuri, atau masalah-masalah renal akut lainnya, kecuali kalau pembedahan merupakan
satu tindakan penyelamat hidup atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urinari, seperti
pada obstruksi uropati.
f. Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi adanya
benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan dalam melakukan
rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau kelumpuhan dari fungsi seluruh
ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan memberikan data dasar untuk pemenuhan
informasi pascabedah terutama dalam melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.
g. Sistem Integumen
Perawat menginspeksi kulit di seluruh permukaan tubuh secara teliti. Perhatian utama
ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sakrum, dan skapula. Selama
pembedahan, pasien harus berbaring dalam satu posisi tertentu dan bisanya sampai beberapa
jam. Dengan demikian, pasien rentan mengalami ulkus tekan atau dekubitus terutama jika
kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulintya buruk. Kondisi keseluruhan kulit juga
menunjukkan kadar hidrasi pasien. Lansia berisiko mangalami gangguan integritas kulit
akaibat posisi dan pergeseran di atas meja ruang operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet
dan tertekan. Lakukan palpasi dengan mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi
tubuh. Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer. Perawat juga perlu
mengkaji adanya jari tubuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien, yang
mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan kesulitan setelah
pasien diberikan anestesi..
h. Sistem endokrin
Pada diabetes yang tidak terkontrol , bahaya utama yang megancam hidup adalah
hipoglikemia. Hipoglikemia perioperatif mungkin terjadi selama anestesi, akibat asupan
karbohidrat pasctif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulin yang berlebihan , bahaya
lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya tidak secepat hipoglikemia adalah asidosis atau
glukosuria.

F. Diagnosis Keperawatan Pre Operatif


1) Ansietas berhiubungan dengan krisis situasional operasi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi tentang penyakit dan
proses operasi
3) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ancaman kehilangan organ atau fungsi
tubuh dari prosedur pembedahan

G. Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operatif


No DX. Keperawatan NOC NIC
1 Ansietas Tujuan: Penurunan Kecemasan
berhiubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Bina Hubungan Saling Percaya
dengan krisis keperawatan selama 1 x 24 dengan klien dan keluarga
situasional jam keccemasan klien dapat 2) Kaji tingkat kecemasan klien
operasi. terkontrol 3) Tenangkan klien dengan
dengarkan keluhan klien
Kriteria Hasil: 4) Jelaskan semua prosedur
1) Secara Verbal dapat tindakan kepada klien setiap dan
menemonstrasikan teknik akan melakukan tindakan
menurunkan cemas 5) Dampingi klien dan ajak
2) Mencari informasi yang berkomunikasi yang trerapeutik
dapat menurunkan cemas 6) Ajarkan teknik relaksasi
3) Menggunakan teknik 7) Kolaborasi dengan tim kesehatan
relaksasi untuk lain untuk pemberian obat
menurunkan cemas penenang
4) Menerima status
kesehatan

2 Kurang Tujuan: etelah dilakukan Pendidikan Kesehatan: Proses


pengetahuan tindakan keperawatan selama Penyakit
berhubungan 1 x 24 jam pengetahuan klien 1) Kaji tingkat penegtahuan klien
dengan tentang penyakitnya 2) Jelaskan proses terjadinya
keterbatasan bertambah penyakit, tanda gejala serta
informasi tentang Kriteria Hasil: komplikasi yang mungkin terjadi
penyakit dan 1) Pasien mampu 3) Berikan informasi kepada
proses operasi menjelaskan keluarga tentang perkembangan
penyebab, komplikasi klien
dan cara 4) Berikan informasi kepada klien
penceghannya dan keluarga tentang tindakan
2) Klien dan keluarga yang akan dilakukan
kooperatif saat 5) Diskusikan pilihan terapi
dilakukan tindakan 6) Jelaskan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi
7) Jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul
3 Koping individu Tujuan: 1) Kaji perubahan dari gangguan
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan persepsi dan hubungan dengan
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 derajat ketidakmampuan
dengan ancaman jam pasien mampu 2) Identifikasi arti dari kehilangan
kehilangan organ mengembangkan koping yang atau disfungsi pada pasien.
atau fungsi tubuh positif. 3) Anjurkan pasien untuk
dari prosedur mengekspresikan perasaan
pembedahan Kriteria evaluasi: 4) Catat ketika pasien menyatakan
1) Pasien kooperatif pada sekarat, mengingkari, dan
setiap intervensi menyatakan inilah kematian.
keperawatan. 5) Dukung prilaku atau usaha
2) Pasien mampu seperti peningkatan minat atau
menyatakan atau partisipasi dalam aktivitas
mengomunikasikan rehabilitasi.
dengan orang terdekat 6) Mengingatkan pasien tentang
tentang situasi dan fakta dan realita bahwa pasien
perubahan yang terjadi. masih dapat menggunakan sisi
3) Pasien mampu yang sakit dan belajar
menyatakan peneriamaan mengontrol sisi yang sehat.
diri terhadap situasi. 7) Kolaborasi dengan ahli
4) Pasien mengakui dan neuropsikologi dan konseling
menggabungkan bila ada indikasi
perubahan ke dalam
konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga
diri yang negatif.

H. Tindakan keperawatan
1. Pemberian pendidikan kesehatan prabedah
Pembertian pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai informasi
mengenai tindakan pembedahan diantaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum
bedah alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan
dan kemungkinan pengobatan setelah operasi
2. Persiapan diet
Pasien yang akan di bedah memerlukan persiapan dalam hal pengaturan diet. Pasien
bedah menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak
di perbolehkan makan, sedangkan cairan tidak di perbolehkan 4 jam sebelum bedah,
sebab makanan atau cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi.
3. Persiapan kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskab daerah yang akan di bedahkan dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit menggunakan sabun heksaklorofin
(hexacholophene) atau sejenisnya sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit
terdapat rambut maka harus di cukur.
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan
dalam memahami masalah atau kemungkinan yang terjadi pada intra dan pasca bedah. Tidak
ada kecemasan, ketakutan, serta tidak ditemukannya resiko komplikasi pada infeksi atau
cidera lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Girsang, Bina M dan Harsul. 2015. Gambaran Persiapan Perawatan Fisik dan Mental
pada Pasien Pre Operasi Kanker Payudara, Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Vol 2,
Nomor 1, dalam http://www.download.portalgaruda.org, diakses tanggal 28 Agustus
2018.
Kresnawati, Windhi. Informed Consent (31 Desember 2013), dalam
http://www.milissehat.web.id/?p=2417, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
Kusyati, E., et.al. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.
EGC : Jakarta
Mukti, Anggoro dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Informasih Informed Consent
Terhadap Perubahan Kecemasan Pasien yang akan Menjalan Tindakan
Operasi di SMC RS Telogorejo, dalam
http://www.ejournal.stikestelogorejo.ac.id, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
INTRAOPERATIF

A. Defenisi
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.

B. Klasifikasi Intraoperatif
1. Menurut Potter & Perry (2006)
a. Bedah Mayor : Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh; dan menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan. Contohna Bypass arteri
koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru.
b. Bedah Minor : Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh; sering
dilakukan untuk memperbaiki deformitas; mengandung resiko yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contohnya ekstraksi katarak, operasi
plastic wajah, graff kulit, ekstraksi gigi.

2. Menurut Brunner & Suddarth (2001)


a. Bedah Mayor : operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki
bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan,
contohnya kolesistektomi, nefrektomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan
operasi akibat trauma
b. Bedah Minor : operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki
deformitas, contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi
katarak, dan arthoskopi.
3. Menurut Parker et al (2010)
a. Bedah Minor adalah operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai
resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan operasi mayor, dan biasanya pasie
yang menjalani operasi minor dapat pulang pada hari yang sama.
b. Bedah Mayor adalah operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan
mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

C. Fungsi Keperawatan Intra Operatif


Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam
hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
1. Perawat sirkulasi
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan
kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa
kondisi di dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi :
a. Memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga
peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan
sebelum, selama dan sesudah operasi.
b. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran
teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang
berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium).
c. Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk
menjamin keselamatan pasien.

2. Perawat instrumen
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse (perawat instrumen) yaitu :
a. Melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril,
menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk
pembedahan.
b. Membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang
dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi
kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat
harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua
jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.

D. Fase Intra Operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif (Hipkabi, 2014). Pada
fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan infus, pemberian medikasi
intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan
dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau
membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).
Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih
kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang bersifat
resiko maupun aktualakan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang diprioritaskan,
koordinasi seluruh anggota tim operasi, serta melibatkan tindakan independen dan
dependen (Muttaqin, 2009).
a. Fase dalam pembedahan mulai dilakukan pembedahan sampai dengan dipindahkan ke
Recovery Room ( RR )
b. Pada tahap ini yang sangat berperan adalah :
1) Tim Anestesi : Dokter Anestesi dan Perawat Anestesi
2) Tim Bedah : Dokter Bedah, Asisten Bedah, Instrumentator, Perawat Sirkuler

E. Aktivitas Keperawatan Secara Umum


Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
1. Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
a. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada pasien
dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai
posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila
pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan
ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
 Daerah operasi
 Usia
 Berat badan pasien
 Tipe anastesi
 Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan
pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau
medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien
meliputi:
 Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi
yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi,
appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal :
Lamninectomy.
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering
digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan
rectal seperti : Hemmoiroidektomy
Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
 Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini
perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
 Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses
pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan
memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
b. Memasang alat grounding ke pasien
c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien
selama operasi sehingga pasien kooperatif.
d. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan
infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

2. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
a. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang
masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan
koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian
cairan infus.
b. Memantau kondisi kardiopulmonal
Pemantauan kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan
dll.
c. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi
secepatnya.
3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
a. Memberikan dukungan emosional pada pasien
b. Berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c. Mengkaji status emosional pasien
d. Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim kesehatan (jika ada
perubahan)

4. Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care


Tindakan yang dilakukan antara lain :
a. Memanage keamanan fisik pasien
b. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

F. Persiapan Dan Asuhan Intraoperatif


1. Persiapan perlengkapan ruangan operasi
a. Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
b. Suhu 20-28º C, kelembapan > 50%
c. Titik keluar listrik (electric outlet) yang dikebumikan (grounded)
d. Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
e. Jam dinding
f. Kereta pasien (brankard) yang dilengkapi dengan pagar disisi kanan kirinya, atau
dengan sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat diubah menjadi datar atau
diatas.

2. Persiapan perlengkapan peralatan anestesiologi dan reanimasi


a. Sumber oksigen berupa tabung/silinder atau titik oksigen sentral yang dilengkapi
dengan katup penurunan tekanan (regulator) dan flow meter.
b. Alat pelembab/humidifikasi oksigen, pipa karet/plastik yang dilengkapi dengan
kanula nasal dan sungkup muka.
c. Alat penghisap lendir portable atau titik hisap sentral, pipa karet penghubung,
botol penampung dan kateter hisap.
d. Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka (misalnya ambu bag/ air viva,
laerdal), laryngoskop dengan daun (blade) berbagai ukuran, pipa jalan napas oro/
nasopharinx dan pipa trakheal berbagai ukuran, cunam magiil, pembuka mulut
(fergusson mouth gag), penghubung pipa (tube connector) dan stilet
e. Stetoskop, tensimeter dan thermometer.
f. Alat-alat monitoring hendaknya dapat memperlihatkanwave form dan angka dari
elektrokardiogram (EKG), tekanan darah, nadi dan saturasi (SpO₂). Pada keadaan
tertentu juga diperlukan pemantauan tekanan arteri, tekanan jantung dan tekanan
intra kranial cara invasive, takanan CO₂ekspirasi dan lain-lain.
g. Alat infus terdiri dari set infuss, kateter vena, jarum suntikberbagai ukuran, kapas,
anti septic, plester, pembalut dan gunting.
h. Defibrilator
i. Kereta dorong (trolley/crash cart) yang memuat alat-alat sesuai.
j. Alat  komunikasi (interkom)

3. Persiapan anggota tim bedah dan fungsi


Seluruh anggota tim bedah diperlukan dalam pengelolaan aspek-aspek penting pada
setiap fase perioperatif yang berdasarkan atas pengetahuan dan keahlian para tim
bedah, adapun anggota dalam tim bedah, sebagai berikut:
a. Ahli Bedah
Ahli bedah merupakan kunci dalam menentukan apakah prosedur pembedahan
diperlukan dan menjelaskan manfaat dan potensi risiko yang terlibat, tetapi
mereka tidak beroperasi sendirian. Ahli bedah dibantu oleh tim dengan
masing-masing keterampilan dan peran khusus (Winona, 2012).
b. Asisten Bedah
Asisten bedah merupakan seseorang yang bertanggung jawab memberikan
bantuan kepada dokter bedah dalam tindakan pembedahan berdasarkan
arahan dari dokter bedah utama. Asisten bedah mengikuti petunjuk dan
mengantisipasi kebutuhan dokter bedah (Winona, 2012).

c. Perawat Instrumen
Perawat instrumen berperan dalam memeriksa untuk memastikan bahwa
instrumentasi steril dan sesuai, juga fungsi perlengkapan bedah yang
tersedia sebelum operasi dilaksanakan (Hamlin, 2016). Perawat scrub atau
yang di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan.
Secara spesifik, peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen menurut
Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut :
 Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang
sesuai dengan jenis operasi.
 Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan
instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan memberinya kembali.
 Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-
teknik bedah yang sedang dikerjakan.
 Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur
untuk mengantisipasi segala kejadian.
 Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal setiap
instrumen yang digunakan beserta nama ilmiah dan nama biasanya,
dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.
 Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
 Dalam menangani instrumen,perawat instrumen harus mengawasi
semua aturan keamanan terkait. Benda-benda tajam, terutama skalpel,
harus diletakkan di meja belakang untuk menghindari kecelakaan.
Benda-benda tajam harus diserahkan dengan cara yang benar sesuai
kewaspadaan universal.
 Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan
pemakaiannya.
 Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
 Menghitung kassa, jarum, dan instrumen. Peenghitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.

d. Perawat Sirkuler
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dengan
bagian ruang operasi lainnya. Pendapat perawat sirkulasi sangat dibutuhkan
dan sangat membantu, terutama dalam mengobservasi penyimpangan teknik
aspetik selama pembedahan.
Secara umum, peran dan tanggng jawab perawat sirkulasi adalah sebagai
Berikut :
 Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien,
dan memeriksa formulir persetujuan.
 Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi pembedahan.
 Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum
pembedahan. Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat
mengakibatkan waktu penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
 Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi
pasien, mengatur lampu operasi, dan memasang semua elektorda, monitor,
atau alat lain mungkin diperlukan.
 Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril).
 Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi atau
membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari area steril.
 Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil,
membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh
perawat instrumen. Selain itu juga ikut mengontrol keperluan spons,
instrumen, dan jarum.
 Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil suplai
steril.
 Mempersipakan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang
terjadi selama pembedahan.
 Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan kompres
yang digunakan selama pembedahan.
 Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi membantu
ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
 Mengatur pengiriman spesimen biopsi ke laboratorium.
 Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
 Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi
pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,
dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya ( Muttaqin,
2009).

e. Ahli Anestesi (Anestesiologi)


Ahli Anestesi (Anestesiologi) adalah seorang dokter anestesi yang
meninjau informasi medis dan mendiskusikan pilihan untuk perawatan anestesi.
Selama prosedur memantau tanda-tanda vital sekaligus reaksinya dan juga
akan memastikan keamanannya setelah operasi (Hamlin, 2016).

f. Perawat Anestesi
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen, dan obat bius serta membantu dokter anestesi
dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi (Muttaqin,
2009).

4. Persiapan Pengkajian Dalam Anasthesia


Anasthesia
Tindakan anesteisia adalah upaya yang dilakukan pada setiap pembedahan untuk
menghilangkan nyeri. Dimana dalam anastesia mempunyai 4 unsur dasar yaitu,
menghilangkan nyeri dengan cara sediaan analgetik, menghilangkan kesadaran
berbagai tingkat dengan cara sediaan anestetik melalui inhalasi atau intravena,
penghambatan refleks vegetatif dengannn cara sediaan simpatolitik, dan pelemasan
otot dengan cara sediaan pelemas otot luruk.
Pada tiap pemberian anstesia ada beberapa syarat dasar yang harus dipenuhi yaitu,
mengetahui penyakit penderita, mengetahui obat yang akan digunakan, mengetahui
syarat dan masalah yang terjadi pada pembedahan, dan memahami tehnik anastesia
yang dipilih. Selain itu juga diperlukan kemampuan mempersiapkan alat yang
memadai dan kemampuan mengatasi berbagai penyulit yang mungkin akan terjadi.

a. Skala resiko ASA (American Society of Anesthesiologists)


Untuk mempermudah pelaksanaan anestesia dan demi keselamatan
pembedahan, dokter perlu mengenal penderita lebih baik serta menentukan
risiko penyulit yang mungkin terjadi. ASA menetapkan sistem penilaian yang
membagi status fisik penderita dalam 5 kelompok, yaitu :
Golongan I : Dengan status fisik tidak ada gangguan organik, biokimia,
dan psikiatri. Misalnya, penderita dengan hernia inguinialis tanpa kelainan
lain, orangtua sehat dan bayi muda yang sehat.
Golongan II : Dengan status fisik gangguan sistemik ringan sampai
sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misalnya,
penderita dengan obesitas, bronkitis, dan penderita DM ringan yang akan
mengalami apendektomi.
Golongan III : Dengan status fisik penyakit sistemik berat. Misalnya
penderita DM dnegan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan
apendiksitis akut.
Golongan IV : Dengan status fisik penyakit atau gangguan sistemik berat
yang membahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan
pembedahan. Misalnya, insufisiensi koroner atau infark miokard.
Golongan V : Dengan status fisik keadaan terminal (batas akhir) dengan
kemungkinan hidup kecil dan pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir.
Misalnya penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan diluar
rahim yang pecah.
Obat dan tehnik anastesia pada umumnya dapat mengganggu fungsi napas,
peredaran darah, dan sistim saraf. Gangguan pernapadan dapat menyebabkan
hipoventilasi yang dapat meyebabkan hipoksia. Terganggunya sirkulasi
menyebabkan pengurangan sirkulasi dengan akibat turunya perfusi sehingga
menyebakan hipoksia jaringan. Gangguan persyarafan menyebabkan
hilangnya berbagai refleks perlindungan sehingga dapat timbul berbagai
penyulit, misalnya aspirasi pada regurgitasi isi lambung akibat hilangnya
refleks batuk.
Ada 3 prinsip agar dapat melakukan anastesia yang aman, yaitu :
Titrasi dalam pemberian obat-obatan, dosis dinaikan pelan-pelan sambil
mengamati respon penderita.
Melakukan pemantauan dan selalu waspada pada fungsi vital seperti
pernapasan dan sirkulasi.
Resusitasi harus selalu siap, yaitu selalu dalam keadaan siap obat, siap alat,
dan siap petugas untuk mengatasi setuip penyulit dengan segera dan tepat,
termasuk pelaksanaan resusitasi jantung, paru, dan otak jika diperlukan.

b. Sirkulasi
Kesiapan sistem sirkulasi amat menetukan keberhasilan pembedahan.
Jantung diperiksa kekuatan kontraksinya, irama denyutnya, serta ada tidaknya
gangguan pembuluh koroner dan infark. Gangguan kontraksi miokard,
misalnya karena dekompensasio kordis, perlu diperbaiki secara optimal
karena obat analgesik umumnya menyebabkan depresi kontraksi otot
jantung.derajat payah jantung dintentukan anamnesis, pemeriksaan fisik
biasa, serta penggukuran tekenana vena sentral dileher penderita. Pemeriksaan
EKG dianjurkan untuk melihat gangguan irama,aliran opemburu koproner,dan
infrak.
Jika pengguna menggunakan beta-bloker dosis diatur seminimal
mungkinkarena obat ini sinergis dengan anestetik sehingga menyebabkan
hipotesis atau syok yang sukar diatasi. Beta-bloker tidak dapat dihentikan
secara mendadak karena menyebabkan reaksi aktivasi simpatis berlebihan
yang berbahaya. Penderita dengan cacat jantung bawaan atau kelaninan katup
karena demam reumatik perludiberikan antibiotik uuntuk mencegah terjadinya
endokarditis bacterial.
Kadar Hb penting dalam kaitannya dengan transport oksigen. Anemia
dapat diperbaiki dengan meningkatkan gizi dan pemberian sediaan besi (Fe)
jika pembedahan dapat ditunda 2-4 minggu.

c. Pernapasan
Sistem pernapasan harus disiapkan sebaik mungkin. Gerak leher untuk
mengangguk dan untuk menengada serta menoleh harus leluasa agar aliran
udara kejalan napas dapat ditoling dengan mudah jika terjadi sumbatan.
Rahang bawah yang pendek dan tumor dileher akan menyulitkan pemasangan
pipa endotrakeal (intubasi).
Evaluasi dengan foto roentgen toraks, diperlukan pada kasus trauma,
untuk menemukan kelainan. Seperti pada iga pneumotoraks,hemotoraks, atau
udem paru. Penderita penyakit paru menahun dan gagal napas akut
memerlukan pemeriksaan gas darah arteri untuk menilai faal oksigen (PO₂)
dan ventilasi (PCO₂).
Obat-obat anestetik mengubah pola napas normal dan menghambat
mekanisme pertukaran gas. Selama anesthesia dapat terjadi takipnea atau
apnea. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi alveolar
juga menurun sehingga menyebabkan asidosis respikatorik.
Pasca anestesi biasanya kemampuan batuk menurun. Lebih-lebih pada
pembedahan rongga perut, masalah ini diperberat oleh nyeri luka sehingga
mjudah terjadi rewtensi sputum yang dapat mengakibatkan etelektasis, dan
pneumonia. Penyulit ini dpat dihindari dengan melakukan latihan napas dan
batuk efektif pada masa pabedah dan pemberian analgetik yang efektif.
d. Faal Hati
Pemeriksaan faal hati mempunyai beberapa kepentingan dalam persiapan
tindak anesthesia. Penderita dengan gangguan faal hati, seperti dapat
ditemukan pasca hepatitis atau sirosis hepatitis tahap awal yang tidak
diketahui atau disadari, sebaiknya tidak diberikan anestetik atau obat lain yang
diekskresi melalui hepar atau hepatotoksik.
Penderita hepatitis akut akan menjadi lebih berat jika menjalani
anesthesia. Proses ini dapat dikenali denga pemeriksaan kadar bilirubin direk
dan total serta SGOT dan SGPT.

e. Faal ginjal
Gagal ginjal akut mudah dikenali karena adanya oligurt meskipun ada juga
gagal ginjal akut dengan produksi air seni normal. Karena itu, pemeriksaan
ureum dan kreatinin darah sangat membantu menentukan keadaan ginjal.
Gagal ginjal kronik sangat mungkin mengalami epi- sode akut jika menerima
beban pembedahan atau infeksi. Secara umum. jlka pada pemantauan
produksi air seni sejak awal prabedah dan seterusnya tidak ada epi- sode
oliguri (produksi kurang dari 0.5 ml/kg/jam), keadaan ginjal dianggap aman.

f. Kehamilan
Anestesia kebidanan berbeda dengan anestesia pada wanita yang tidak
hamil karena kehamilan menyebabkan banyak perubahan faal pada ibu. Selain
itu, harus diper hitungkan juga janin yang sedang dikandung karena sebagian
sediaan anestesia yang diberikan kepada ibu akan menerobos plasenta masuk
ke dalam peredaran darah janin dengan segala risikonya.

g. Perubahan faal karena kehamilan


Faktor yang memengaruhl anestesia adalah fungsi per- napasan dan
sirkulasi. Volume napas satu menit me- ningkat sampai 50 % sehingga
anestesia inhalasi lebih cepat mencapal tahap anestesia yang dalam. Kapasitas
residu faal paru menurun sehingga cadang an oksigen dałam paru menurun:
sedangkan kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat.
Sekitar 15-20 % ibu hamil aterm mengalami hipo- tensi pada waktu
berbaring terlentang karena penekanan vena kava inferior oleh uterus yang
besar, yang menyebab- kan aliran balik vena ke jantung menurun sehingga
curah jantung juga menurun. Gejala yang dialami meliputi hipotensi, mual,
muntah, sesak napas, dan gelisah. Sirkulasi darah plasenta juga terganggu
sehingga janin ikut mengalami hipoksia. Si sakit harus segera dibaringkan
miring ke kiri atau bokong kanan diganjal agar tubuh miring 45 derajat hingga
berat uterus tergeser lebih ke kiri sehingga penekanan vena kava inferior
berkurang.

h. Sistem saraf pusat


Anestetik inhalasi secara langsung memengaruhi otot polos pembuluh
darah otak sehingga timbul vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Autoregulasi otak dihambat oleh obat-obat anestetik.
Selain efek langsung, secara tidak langsung setiap depresi pernapasan
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial karena CO, merupakan
vasodilator kuat bagi pembuluh kapiler otak.

5. Persiapan Dalam Pembedahan


a. Asepsis dan pencegahan infkesi
Asepsis adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman.
Keadaan asepsis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah.
Antisepsis adalah cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan
bebas kuman pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi
dengan membunuh kuman pathogen. Obat-obat antiseptik, misalnya lisol atau
kreolin, adalah zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit.
Kuman-kuman penyebab sepsis adalah bakteri dan bakteri yang paling banyak
dijumpai dalam pembedahan adalah berbagai jenis stafilokokus. Yang paling
terkenal ialah S.aureus, sujuga, ada bakteri yang berasal dari usus, salah satunya
adalah E-coli yang hidup di usus besar dan mudah keluar, tinggal komensal di
daerah perineum.
 Sumber Infeksi
Udara
Udara merupakan sumber kuman karena debu yang halus di udara
mengandung sejumlah mikroba yang dapat menempel pada alat bedah,
permukaan kulit, maupun alat lain di ruang pembedahan. Untuk tetap
dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi lingkungan tertentu, seperti
suhu, kelembapan, ada atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu,
dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama dengan
suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada suhu yang sama
dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara
20o sampai 37oC.
Suasana yang lembap merupakan kondisi yang baik buat
pertumbuhan dan reproduksi bakteri,tetapi buat bakteri tertentudapat pulah
tumbuh pada nanah yang mongering,ludah atau darah setelah waktu lama.
Bakteri anaerob umumnya berasal dari usus dan dapat hidup tanpa
oksigen,dan bakteri yang di sebut fakultatif aerobanaerob dapat hidup
dalam keadaan tanpa atau ada oksigen.
Bakteri autotrof akan menggunakan CO2 sebagai bahan untuk
sintesis nutrient dari senyawa anorganik sedangkan bakteri heterotroph
membutuhkan suasana lingkungan netral atau sedikit basa. Bila pH
berubah, metabolisme dan pertumbuhan bakteri dapat terhambat atau
berhenti sama sekali.

Alat dan Pembedah


Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat ke tempat
lain melalui perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa hewan, misalnya
serangga, manusia, atau benda yang terkontaminasi, seperti alat atau
instrument bedah. Jadi, dalam hal ini alat bedah, personel, dan dokter
pembedah merupakan pembawa yang potensial untuk memindahkan
bakteri.
Kulit Penderita
Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia.
Flora komensal, misalnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan
normal terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora
translen yang dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran,
misalnya S.aureus yang bersifat pathogen dan dapat menyebabkan infeksi
yang mengancam hidup bila masuk lewat luka operasi.
Kulit penderita merupakan salah satu sumber bakteri, terutama
karena penderita dibawah masuk ke tempat pembedahan dari luar kadang
tanpa persiapan terlebih dahulu.

Visera
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteria yang dapat
muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung, yaitu melalui lubang
anus atau melalui pembedahan usus. Bakteria yang berada di usus dalam
keadaan fisiologik umumnya adalah bakteria komensal, tetapi dapat
menjadi pathogen melalui luka pembedahan.
Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteria
pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang
digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita lain tanpa
disucihamakan terlebih dahulu.

 Pengendalian Infeksi
Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah aseptic.
Oleh karena itu, kamar bedah tidak dapat dipakai untuk macam-macam
tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap terjaga. Hal-hal yang
perlu di perhatikan untuk menjaga untuk menjaga suasana lingkungan
tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam udara dan lamanya luka
terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik, teratur, dan tenang tanpa
terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara, dan
dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah harus
diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat dilaksanakan bila
tekanan dalam kamar bedah lebih positif. Kelembapan udara yang rendah
akan mengurangi kelistrikan static dalam udara sehingga transmisi
bakteria lebih sedikit. Kelmbapan udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga
sekitar 50% (udara luar normal 70-90%).
Kamar bedah seyogianya bersuhu sejuk agar pembedah dan
personel kamar bedah lainnya dpat bekerja tanpa berkeringat. Standar
suhu yang dianjurkan adalah antara 200 sampai 240.

Personel Kamar Bedah


Untuk mempertahankan keadaan asepsis dalam kamar bedah
sewaktu pembedahan, setiap orang yang bekerjadalam kamar bedah harus
tunduk pada peraturan dan teknik asepsis yang berlaku. Walaupun
peraturan yang berlaku untuk setiap kamar bedah dapat berbeda
tergantung kondisi setempat, disiplin dasar dalam teknik asepsis menuntut
beberapa hal pokok yang harus dipatuhi oleh setiap personel kamar bedah
maupun orang yang masuk ke dalam kamar bedah. Personel medic dan
paramedic merupakan pembawa kuman melalui kontak langsung atau
udara karena s.aureus dari hidung, ketiak dan daerah anus, perineum dan
genitalia mudah disebarkan. Oleh karena itu, disiplin dasar ini
menyangkut hygiene pribadi, kebersihan kulit, pakaian dalam, termasuk
kebersihan daerah perineum. Disiplin kerja yang baik dalam pembedahan
adalah berbicara seperlunya selama pembedahan, membatasi berjalan-
jalan dalam kamar bedah, dan membatasi kontak dengan orang lain.
Pakaian bedah dibagi menjadi dua macam, yaitu yang dipakai oleh
setiap orang yang merupakan pakaian dasar, dan yang dipakai pembedah
serta para pembantunya sewaktu pembedahan yang disebut gaun bedah.
Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi dicuci dan di setrika setiap akan
dipakai. Pakaian dasar harus menutupi tungkai bawah, berlengan pendek,
dan seragam untuk setiap unit bedah, sedangkan tutup kepala dan masker
juga bersih dan tidak dipakai berkali-kali. Tutup kepala harus menutupi
semua bagian rambut, masker menutupi kimus, cambang, jenggit, lubang
hidung, dan mulut. Alas atau sarung kaki harus bersih dan jangan sekali-
kali dipakai di luar unit bedah tersebut.
Gaun bedah harus memenuhi syarat steril, disediakan di atas meja
instrument, menutupi tubuh secara melingkar, berlengan panjang, menutup
leher, panjangnya sampai di bawah lutut, dan terbuat dari bahan yang tipis,
tetapi kuat.
Cuci Tangan. Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir dan
dianjurkan teknik Fuerbringer.
Teknik tanpa singgung. Dalam teknik asepsis digunakan teknik
tanpa singgung yang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang akan
dipakai sewaktu pembedahan tidak langsung bersinggungan dengan kulit
tangan pemakai. Terlebih dahulu dikenakan masker dan tutup kepala.
Teknik tanpa singgung ini harus diterapkan dalam tindakan mengeringkan
tangan dan lengan, memasang gaun bedah untuk orang lain, memasang
dan melepas sarung tangan, membuka bungkusan kain dan instrument,
menyerahkan set instrument, melakukan desinfeksi kulit penderita.

Antisepsis
Persiapan Lapangan Bedah. Persiapan penderita terdiri atas
membersihkan kulit penderita yang merupakan sumber infeksi. Tindakan
ini disebut persiapan bedah yang umumnya berupa mandi dengan
menggunakan sabun sampai kulit bersih betul dan pencukuran kulit yang
berambut. Rambut di semua daerah tempat sayatan bedah perlu dicukur
terlebih dahulu
Penyucihamaan. Pada penyucihamaan kulit digunakan larutan
antiseptik. Tersedia banyak macam larutan antiseptik baku; sebaiknya
untuk dirumah sakit dipilih yang sama untuk setiap ruang. Desinfeksi ini
dilakukan setelah penderita dibius.
Penutupan Lapangan Pembedahan. Untuk membatasi dan
mempersempit lapangan pembedahan umumnya digunakan kain linen
steril. Mempersempit lapangan pembedahan ditujukan untuk mengurangi
kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian difiksasi pada
kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya tetap ditempat

Sterilisasi peralatan bedah


Cara sterilisai Instrumen, barang, dan kain atau alat lain yang
dipakai dalam pembedahan harus diketahui secara baik oleh setiap petugas
ruang pembedahan.
Ada beberapa cara melakukan sterilisasi alat-alat ini :
Cara Kimiawi dengan menggunakan obat bakterisid, seperti glutaraldehid
2 persen. Cara ini terutama di gunakan untuk alat-alat karet dan plastik,
misalnya alat endeskopi. Sebelum digunakan dalam pembedahan alat
harus dibersihkan dengan dibilas dengan air steril.
Cara Pemanasan dengan Uap tekanan tinggi (autoklaf), yaitu 126˚C
selama 10 menit atau 134˚C selama 3 menit. Dapat juga digunakan suhu
121˚ selama 15 menit, asal uap dalam autoklaf jenuh dengan uap air dan
bertekanan di atas tekanan udara. Pemanasan juga dapat dilakukan secara
kering. Cara membakar demgan api spiritus merupakan cara kuno yang
sebenarnya tidak menyucihamakan.
Cara pemanasan suhu rendah menggunakan gas etilenoksid pada
55˚C selama 2-24 jam.

Pencegahan infeksi silang


Pengendalian infeksi silang atau infeksi nosocomial di kawasan
sekitar ruang bedah harus ditangani sngguh-sungguh. Di rumah sakit,
masalah ini ditangani oleh panitia khusus yang menentukan dengan tegas
peraturan dan disiplin kerja yang menyangkut sumber infeksi silang antar
penderita di rumah sakit dan dari dokter dan personel rumah sakit ke
penderita. Salah satu faktor penetu terjadinya infeksi silang antar penderita
adalah staf dan petugas yang bekerja di kawasan ruang bedah, justru
merekalah yang menjadi perantara infeksi. Dalam hal ini, hygiene pribadi
dan kesadaran tentang tanggung jawab kerja mereka senantiasa
diperlukan. Tanggung jawab kerja yang perlu diawasi oleh panitia ini
antara lain menyangkut pelaksnaan cuci tangan, cara ganti pakaian, dan
pemahaman teknik asepsis. Dokter dan perawat harus berdisiplin tinggi
dalam mengganti pembalut, memeriksa luka, dan melakukan tindakan lain
di bangsal, seperti katerisasi kandung kemih.
Usaha pencegahan ini juga tercermin dari ketentuan dalam isolasi
penderita infeksi kronik stafilokokus, penderita tuberculosis terbuka, dan
penderita infeksi menular pada saluran cernah. Akhirnya, sumber infeksi
lain dalam unit bedah adalah makanan yang dibawah masuk ke daerah unit
bedah.

Penggunaan alat dan instrument medis


Dalam pembedahan sering diperlukan alat medis atau instrument
pembantu yang harus masuk ke daerah sekitar lapangan pembedahan.
Alat-alat ini harus mengalami desinfeksi terlebih dahulu sebelum di bawa
ke kawasan pembedahan. Alat yang akan langsung dipakai untunk dipakai
untuk pembedahan dan bersinggungan dengan lapangan pembedahan
harus disterilkan dengan cara yang disebutkan terlebih dahulu alat ini
seyogianya tetap berada dalam kompleks ruang pembedahan agar tidak
terjadi infeksi silang, dan pada setiap akhir hari pembedahan, harus selalu
didesinfeksi atau di sterilkan segera setelah dipakai dan sesuai dengan
pemakainnya.
Alat yang bergerak bebas keluar masuk Karena harus dipakai
bersama seyogianya dibatasi hanya sampai daerah di luar kawasan kain
steril, yaitu sekitar daerah meja bedah dan di tempat ahli anestesi bekerja.
Termasuk dalam kelompok alat ini antara lain elektrokauter. Alat
viberoptik dan sumber cahayanya, alat dan sarana anestesia, alat turniket
pneumatic, dan alat penghisap.

G. Serah Terima (pre operatif ke intra operatif)


1. Mencegah cedera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cedera perlu dilakukan hal
tersebut di bawah ini :
a. Cek daerah kulit atau persiapan kulit dan persiapan perut (lavement)
b. Cek gelang identitas atau identifikasi pasien
c. Lepaskan tusuk konde dan wig dan tutup kepala atau peci
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku
f. Kontak lensa harus dilepas dan di amankan
g. Protesa (gigi palsu) harus dilepas
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien ada gangguan pendengaran
i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis
j. Kandung kencing harus sudah kosong
k. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan hasrus di cek meliputi :
 Catatan tentang persiapan kulit
 TTV (suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah)
 Pemberian premedikasi
 Pengobatan rutin
 Data antropomteri (BB dan TB)
 Informed concent
 Pemeriksaan laboratorium

2. Pemberian obat premedikasi


Pemberian obat premedikasi bertujuan :
 Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekuatiran,
memberikan ketenangan, membuat amnesia, dan memberikan analgesik)
 Memudahkan atau memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari anastesi
 Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi
 Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradiakrdi, mual dan muntah pasca
anastesi.
 Mengurangi stress fisiologi (takikardi,napas cepat dll)
 Mengurangi keasaman lambung

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedkasi pada tindakan anastesi sebagai
berikut :
a. Analgetik narkotik
 Morflin. Dosis premedikasi dewasa 5-10ml (0.1-0.2 ml/kg BB) IM untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi,
menghindari takipneu pada pemberian trikloroetilen, danagar anastesi
berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi
perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta koligbisliaris dan
ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi uriin, hipotensi dan
depresi napas.
 Petidin. Dosis premesikasi dewasa 50-75mg (1-1.5ml/kg BB) IV
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang
otot polos. Dosis induksi 1-2 ml/kg BB IV

b. Barbiturate
Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis
dewasa 100-200ml, pada anak dan bayi 1mg/kg BB secara oral atau IM.
Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diiperpanjang dan kurang
menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah
fenobarbiital dengan efek drepesan yang lemah terhadap pernapasan yang
sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah
c. Antikolinergenik
Atropine diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan ludah selama
90 menit. Dosis 0.4-0.6 IM bekerja setelah 10-15 menit
d. Obat penenang (tranquillizer)
 Diazepam. Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepine.
Pemberian dosis rendah bersifat sedative. Sedangkan dosis besar hipnotik.
Dosis premedikasi dewasa 10ml IM atau 5-10 ml oral (0.2-0.5 ml/kg
BB)IV. Dosis induksi 0.2-1 ml/kg BB IV.
 Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama
kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan
dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

H. Serah Terima (intra operasi ke post operasi)


Menurut Brunner dan Suddarth bahwa dalam serah terima pasien pasca operatif
meliputi diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum, tanda-tanda vital,
jalan napas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama pembedahan, cairan
yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi tentang dokter bedah dan anesthesia.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima adalah:
a. Masalah-masalah tatalaksana anestesia, penyulit selama anetesia/pembedahan,
pengobatan dan reaksi alergi yang mungkin terjadi.
b. Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit-penyulit saat pembedahan, termasuk
jumlah perdarahan.
c. Jenis anestesia yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk cairan
elektrolit yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi.
d. Posisi pasien di tempat tidur.
e. Hal-hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dengan
permaslaahan yang terjadi selama anestesi/operasi.
f. Dan apakah pasien perlu mendapatkan penanganan khusus di ruangan terapi intensif
(sesuai dengan instruksi dokter).

Pemindahan pasien dari kamar operasi


Pemindahan pasien dilaksanakan dengan hati-hati mengingat :
a. Pasien yang belum sadar baik atau belum pulih dari pengaruh anestesia, posisi
kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat sehingga
ventilasi terjamin..
b. Apabila dianggap perlu, pada pasien yang belum bernapas spontan, diberikan
napas buatan.
c. Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
d. Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
e. Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
f. Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas.
g. Tidak perlu mendorong kereta tergesa-gesa karena hal tersebut dapat
mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi kepala,
sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi, dan
kegoncangan sirkulasi

I. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang sering muncul adalah :
1. Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan
jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi
lebih cepat dilakukan dengan jumlah pendarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anestetic inhalasi
yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya
agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila muncul hipotensi yang
sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.

2. Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC).
Hipotermi yag tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah dikamar operasi (25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-
gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia
lanjut atau obat-obatan yang digunkan (vasodilator, anestetic umum, dll).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan
lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37ºC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan yang kering.
Penggunaan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hiotermi.
Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode
intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.

3. Hipertermi malignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama
anestesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertemi malignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium didalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga
otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya
akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dan trolem, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring terhadap
kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
INTRAOPERASI

1. Pengkajian

Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variabel yang dapat
mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk mengembangkan rencana
perawatan pasien individual;

a. Identifikasi pasien
b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
c. Catatan pasien terhadap adanya :

- Informed yang benar dengan tanda tangan pasien


- Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
- Hasil pemeriksaan diagnostik
- Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan
- Checklist pra-operatif

a. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera

- Status fisiologi (mis : tingkat sehat-sakit, tingkat kesadaran)


- Status psikososial (mis : ekspresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, mekanisme koping)
- Status fisik (mis : tempat operasi, kondisi kulit dan efektifitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak bergerak).
1. Fase Intra Operatif
a. Pengkajian
1) Kaji area yang akan dilakukan insisi
2) Kaji, pemberian cairan intra vena & premedikesi
3) Posisi ps selama pembedahan
4) Kondisi fisik ps selama pembedahan : perdarahan status kesadaran
5) Faktor - faktor yg meningkatkan resiko pembedahan : perubahan status pernafasan,
sistem kardiovaskuler

2. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan integritas kulit b/d insisi
2) Resiko defisit volume cairan b/d perdarahan selama pembedahan
3) Resiko injuri b/d anestesi, suasana yg membahayakan

3. INTERVENSI

Berikan asuhan keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan pasien;

a. Atur dan jaga agar peralatan suction berfungsi dengan baik


b. Atur peralatan pemantauan invasif
c. Bantu saat pemasangan jalur (arteri, CVP, IV)
d. Lakukan tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi pasien
e. Posisikan pasien dengan tepat untuk prosedur anesthesia dan pembedahan,
pertahankan kelurusan tubuh sesuai fungsi
f. Ikuti tahapan dalam prosedur bedah

 Lakukan scrub/bersihan dengan terampil


 Berespon terhadap kebutuhan pasien dengan mengantisipasi peralatan dan
bahan apa yang dibutuhkan sebelum dimintaIkuti prosedur yang telah
ditetapkan sebagai contoh :
a. Perawatan dan pemakaian darah dan komponen darah
b. Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan kultur
c. Persiapan kulit antiseptik
d. Pemakaian gown operasi sendiri, membantu ahli bedah menggunakan
gown
e. Membuka dan menutup sarung tangan
f. Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
g. Teknik aseptik
h. Penatalaksanaan kateter urine
i. Penatalaksanaan drainage/balutan
g. Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli anesthesia, atau perawat
yang bertanggung jawab, atau bertindak yang tepat untuk mengontrol atau menangani
situasi
h. Gunakan peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya
i. Bantu ahli bedah dan ahli anesthesi untuk menerapkan rencana perawatan mereka.

2. Bertindak sebagai advokat pasien


a. Berikan privasi fisik
b. Jaga kerahasiaan
c. Berikan keselamatan dan kenyamanan fisik

3. Informasikan pasien mengenai pengalaman intraoperatif


a. Jelaskan segala stimulasi sensori yang akan dialami pasien
b. Gunakan ketrampilan komunikasi yang umum, mendasar untuk menurunkan ansietas
pasien sebagai contoh :

 Sentuhan
 kontak mata
 tenangkan pasien bahwa anda akan hadir di ruang operasi
 penenangan verbal yang realistik
4. Koordinasikan aktivitas bagi personel lain yang terlibat dalam perawatan pasien;
a. X-ray, laboratorium, unit perawatan intensif, unit keperawatan bedah
b. Teknisi : gips, petugas laboratorium, dll
c. Farnakolog
d. Personel ruang operasi tambahan dan staf nonprofesional.
5. Operasionalkan  dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya digunakan di ruang
operasi dan tugaskan layanan khusus (termasuk autoklaf)
6. Ikut serta dalam konferensi perawatan pasien
7. Dokumentasikan semua observasi dan tindakan yang sesuai dalam format yang
dibutuhkan, termasuk catatan pasien
8. Komunikasikan baik verbal dan tertulis, dengan staf ruang pemulihan dan staf
keperawatan bedah rawat jalan (yang terkait) mengenai status kesehatan pasien saat
pemindahan dari ruang operasi.

Evaluasi

1. Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan dari ruang operasi, sebagai
contoh :

a. Kondisi respiratori : bernafas dengan mudah (mandiri atau dibantu)


b. Kondisi kulit : warna baik, tidak ada abrasi, luka bakar, memar
c. Fungsi selang invasif : IV, drain, kateter, NGT — tidak ada kekakuan atau obstruksi,
berfungsi secara normal, dst
d. letak bantalan grounding : kondisi baik
e. balutan : adekuat untuk drainage, terpasang dengan baik, tidak terlalu ketat, dst

2. Ikut serta dalam mengidentifikasi praktik perawatan pasien yang tidak aman dan
menanganinya dengan baik
3. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan, contoh : peralatan, kebersihan
4. Melaporkan  dan mendokumentasikan segala perilaku dan masalah yang merugikan
5. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik keperawatan teknis
6. Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.   
DAFTAR PUSTAKA

Scribd, 2018. Laporan Pendahuluan Preoperatif,[online].


(https://www.scribd.com/document/259268058/LAPORAN-PENDAHULUAN
PERIOPERATIF, Diakses tanggal 15 Juli 2018)

Ns.Fitrian Rayasari, M.Kep.,Sp.KMB.2018. Pre Operatif, Intra Operatif, Post Operatif Care
[PPT]. Jakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Nazwar Hamdani,
Edtor. Bantul (ID): MediAction
LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI

A. Definisi
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat
, 2008). Tahap Pasca Operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
Pasca Operasi dan berakhir saat pasien pulang.

B. Jenis – Jenis Operasi


a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter dan Perry (2006) membagi menjadi :
1. Diagnostik : Biopsi, laparotomy eksplorasi
2. Kuratif (ablative) : Tumor , appendikom
3. Reparatif : mamoplasti, perbaikan wajah
4. Rekonstruksi : mamoplasti, perbaikan wajah
5. Paliatif : menghilangkan nyeri
6. Transplantasi penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur
tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :
1. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yg tinggi terhadap kehilangan hidup klien.
2. Minor
Operasi pada bagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih
kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
c. Jenis Anastesi
Menurut Keat Sally 2013, pasien yang mengalami pembedahan akan menerima salah satu
anastesi dari tiga jenis anastesi, yaitu sebagai berikut :
a. Anastesi umum
Pasien yang mendapatkan anastesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot akan mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien
juga mengalami amnesia yang terjadi selama pembedahan. Pembedahan yang
menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dan membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas (keat sally,2013).
b. Anastesi regional
Anestesi regional adalah anestesi local dengan menyuntikan agen anestesik disekitar
saraf sehingga area yang disarafi teranastesi (Smeltzer 2003). Infiltrasi obat anestesi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keat sally, 2013) :
1. Anestesi spinal dimasukan ke dalam cairan serebrospinal pada ruang sub
arachnoid spinal dilakukan dengan pungsi lumbal. Anestesi akan menyebar dari
ujung prosesus sipoideus ke bagian kaki.
2. Anestesi epidural lebih aman dari pada anestesi spinal karena obat disuntikan ke
dalam epidural diluar durameter dan kandungan anestesinya tidak sebesar anestesi
spinal. Karena menghilangkan sensasi didaerah vagina dan perineum, maka
anestesi epidural merupakan pilihan terbaik dalam proses kebidanan.
3. Anestesi kaudal merupakan jenis anestesi epidural yang diberikan secara local
pada dasar tulang belakang. Efek anestesinya hanya mempengaruhi daerah pelvis
dan kaki.
c. Anastesi local
Anestesi local menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Pasien
akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motoric dan otonom (Keat
Sally,2013).
Sedangkan berdasarkan cara pemberiannya, obat anestesi dibagi atas anestesi inhalasi
dan anestesi intravena :

a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi konvesional seperti eter, siklopropan, dan kloroform toksik .
b. Anestesi intravena
Beberapa obat anestesi diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestesik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium
anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat. Termasuk
dalam anestesi intravena yaitu : barbiturate (thiopental, metoheksital),
benzodiazepine ( midazolam, diazepam),opioid (neuroleptic), dll.

Anestesi memiliki efek samping, yaitu :


d. Cukup sering terjadi : dengan angka kejadian 1:100 pasien, prosedur anestesi bisa
menyebabkan resiko efek samping berupa mual, muntah, batuk kering, mata kabur, nyeri
kepala, nyeri punggung, gatal – gatal, lebam diarea injeksi, dan hilangnya ingatan
sementara.
e. Jarang : dengan angka kejadian 1:1.000 pasien, anestesi dapat menyebabkan infeksi dada,
inkontinensia urine, nyeri otot, perubahan mood.
f. Sangat jarang : dengan angka kejadian 1: 10.000 pasien diantaranya dapat menyebabkan
cedera pada mata, alergi obat, cedera saraf, kelumpuhan dan kematian.
g. Komplikasi Post Operasi
Menurut Baradero (2008) komplikasi post operasi yang akan muncul antara lain
yaitu hipotensi dan hipertensi.Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah rendah
(systole kurang dari 70 MmHg). Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia yg diakibatkan
oleh perdarahan dan overdosis obat anestetika. Hipertensi disebabkan oleh analgesic dan
hypnosis yg tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yg
tidak adekuat. Sedangkan menurut Majid (2011) Komplikasi Post Operasi adalah
perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah , merasa haus, kulit dingin, nadi
meningkat, suhu tubuh turun,pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat
dan lemah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada post operasi , antara lain :

1. Syok
Syok adalah kompilkasi pasca operasi yang paling serius. Digambarkan sebagai tidak
memadainya oksigenasi selular . Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar
tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan aliran darah ke
organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.
2. Hemorhagi (perdarahan)
Hemorhagi dikelompkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Hemorhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemorhagi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
pembuluh darah yang tidak terkait.
3) Hemorhagi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi
oleh selang drainage.
3. Trombosis vena profunda (TVP)
Adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Embolisme pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
kesebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyubat arteri pulmonal. Gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas dan sianosis, pupil dilatasi, nadi
menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.
5. Kompikasi pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling sering
dihadapi oleh pasien bedah.
6. Retensi urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembbeddahan-pembedahan,
retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina dan
setelah hemiorafi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah. Penyebabnya
diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.
7. Kompikasi gastrointestinal
Kompikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk,
tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah mulut dapat
menyebabkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus dimodifikasi
untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti
gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih
drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang lebih
mendalam.
h. Persiapan Post Operasi
Persiapan Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada persiapan post operasi akan terarah pada fase perawatan masa post operasi dan
dalam fase tersebut fokus pengkajian terarah pada :
i. Efek dari agen anastesi
j. Memantau fungsi vital
k. Mencegah komplikasi

Dan intervansi keperawatan yang dapat dilakukan yaitu : meningkatkan kesembuhan


pasien, melakukan penyuluhan kesehatan kepada keluarga dan pasien, adanya perawatan
tindak lanjut dan rujukan untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta proses pemulangan
pasien.

Beberapa poin yang ada dalam persiapan post operasi yaitu :


1. Pemindahan pasien dari kamar operasi
Pemindahan pasien dilaksanakan dengan hati-hati mengingat :

1) Pasien yang belum sadar secara utuh atau belum pulih dari pengaruh anestesia, posisi
kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat sehingga
ventilasi terjamin.
2) Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
3) Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
4) Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
5) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan baik
atau tidak lepas.
6) Mendorong bed pasien dengan baik dan tidak tergesa-gesa karena hal tersebut dapat
mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi kepala,
sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi, dan
kegoncangan sirkulasi.

2. Serah terima pasien di ruang pulih


Menurut Brunner dan Suddarth bahwa dalam serah terima pasien pasca operatif meliputi
diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum, tanda-tanda vital, jalan
napas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama pembedahan, cairan yang
diberikan, jumlah perdarahan, informasi tentang dokter bedah dan anesthesia.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima adalah:
1) Masalah-masalah tatalaksana anesthesia seperti : resiko reflex vagal yang
merupakan suatu mekanisme tubuh yang ditimbulkan karena adanya rangsangan
terhadap saraf vagus. Saraf vagus adalah bagian dari 12 sistem saraf kepala yang
berfungsi dalam pengaturan berbagai macam organ yang ada dalam tubuh
manudia seperti jantung, paru – paru, kerongkongan dan juga organ pencernaan.
Saraf vagus ini merupakan saraf yang berfungsi dalam system saraf otomatis atau
disebut Autonomic Nervous System. Salah satu respond an reflex vasovagal ini
merupakan respon yang berefek pada jantung yang dapat mengakibatkan jantung
menjadi lebih lambat dalam memompa darah sehingga tekanan darah ikut turun
dan aliran darah yang sampai ke otak akan berkurang. Dan yang perlu juga
diperhatikan pada saat serah terima yaitu dan pengobatan dan reaksi alergi yang
mungkin terjadi.
2) Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit-penyulit saat pembedahan,
termasuk jumlah perdarahan.
3) Jenis anestesia yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk cairan
elektrolit yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi.
4) Posisi pasien di tempat tidur.
5) Hal-hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi selama anestesi/operasi.
6) Dan apakah pasien perlu mendapatkan penanganan khusus di ruangan terapi
intensif (sesuai dengan instruksi dokter)

3. Perawatan masa Post Operasi


Perawatan Post Operasi adalah untuk pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
pasien kembali normal.periode post operatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada
ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal.
Perawatan Post Operasi adalah perawatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
setelah tindakan operasi sebagai tindak lanjut.
Pada perawatan post operatif perlu untuk Memberi dukungan pada pasien,
Menghilangkan rasa sakit, Antisipasi dan atasi segera komplikasi, proses penyembuhan
luka, pemenuhan nutrisi pada pasien , serta Memelihara komunikasi yang baik dengan
tim. Komunikasi yang tidak baik merupakan masalah yang sering menyebabkan
kegagalan dalam perawatan post operatif dan adanya Rencana perawatan. Menyesuaikan
perawatan dengan kebutuhan pasien. Setiap pasien membutuhkan modifikasi yang sesuai
dengan protokol perawatan, yang mempunyai problem unik tersendiri.
Perawatan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional
pasien. Fase pertama , stabilisasi perioperative yang menggambarkan perhatian para ahli
bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya pada system respirasi,
kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut kemungkinan akan memiliki
komplikasi yang lebih banyak dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks serta
periode waktu pemulihan yang lebih panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari
anesthesia dan stabilisasi homeostatis , dengan permulaan intake oral. Biasanya periode
pemulihan 24 – 28 jam. Fase Kedua, Pemulihan postoperative biasanya berakhir 1 – 4
hari. Fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan dirumah. Selama masa ini, pasien akan
mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke
oral. Sebagian besar komplikasi post operasi bersifat sementara pada fase ini. Fase
ketiga, dikenal dengan istilah “kembali normal” , yang berlangsung pada 1 – 6 minggu
terakhir. Perawatan selama fase ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan.
Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa sakit
ke aktivitas normal.

 Pedoman Perawatan Post Operasi


Setelah Operasi selesai, pasien harus dalam pengawasan hingga sadar. Dalam hal ini
perawat berperan untuk menjaga agar Sistem Respirasi pasien tetap terkontrol. Pada
pasien Post operasi akan diberikan IVFD naCl 0,9% atau glukosa 5% , hal ini
dikarenakan setelah operasi pasien kehilangan sejumlah cairan sehingga perlunya
untuk menjaga keseimbangan cairan dengan bantuan IVFD yg ada agar tidak
terjadinya dehidrasi. Tetapi sebaliknya tetap harus dalam instruksi dokter agar cairan
yang diberikan tidak berlebihan agar tidak terjadinya edema paru. Akan tetapi pasien
yang menjalani operasi kecil biasanya tidak diberikan IVFD.

 Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (Post op), yaitu :
Status kesadaran pasien, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan TTV,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, dan lokasi pembedahan disekitarnya.
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta dalam memanagemen nyeri dapat
dilakukan dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan yang
tinggi protein dan vitamin C yang dapat membantu pembentukan kolagen dan
mempertahankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan Sistem Respirasi pasien yang utuh dengan cara latihan nafas ,
yaitu tarik nafas yang dalam dengan mulut, tahan nafas selama 3 detik, kemudian
hembuskan.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memberikan
asupan cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien dan monitor input serta
output dan mempertahankan asupan nutrisi yang cukup.
4) Mempertahankan eliminasi, dengan cara monitor output urine serta mencegah
terjadinya retensi urine
5) Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatory.
6) Mengurangi kecemasan pada pasien dengan cara melakukan komunikasi secara
terapeutrik

4. Adapun untuk monitoring pasca bedah berdasarkan priortas dan sistematis dapat
dilihat dari :
 B1 : Breath : Sistem Pernafasan : Observasi jika adanya Obstruksi jalan nafas,
hipoventilasi, pneumo/ hematothorax, apnue, hipoksemia.
 B2 : Bleed : Kardio Vaskuler : Observasi jika adanya Hipotensi, Hipertensi,
Bradicardi, distrhmia, infrak miocard.
 B3 : Brain : Susunan Syaraf Pusat : Observasi jika adanya penururnan kesadaran
dan kejang
 B4 : Bladder : Sistem Urogenital : Observasi anuguria, poliguri, oliguria, dan
hematuria.
 B5 : Bowel : Sisem Trac. Digestivus : Observasi : Peningkatan / penurunan
peristaltic usus serta nyeri.
 B6 : Bone : Tulang Kerangka

5. Tujuan Perawatan / pengawasan Post operasi


Tujuan perawatan post operatif adalah untuk menghilangkan rasa nyeri,
mengidentifikasi masalah – masalah dan mengatasinya sedini mungkin, seperti
didalamnya meliputi proses penyembuhan luka, kebutuhan nutrisi, dan sebagainya.
Mengantisipasi dan mencegah terjadinya komplikasi lebih baik dari pada sudah terjadi
komplikasi . Tujuan perawatan pasca operasi juga adalah pemulihan kesehatan fisiologi
dan psikologi. Adapun didalamnya yaitu tujuan dalam pengawasan terhadap anastesi
yang diberikan setelah operasi dilangsungkan.
Tujuan perawatan pasca anestesia yaitu untuk memulihkan kesehatan fisiologi dan
psikologi antara lain:

1) Mempertahankan jalan napas, dengan mengatur posisi, memasang sunction dan


pemasangan mayo/gudel.
2) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi, dengan pemberiam bantuan napas melalui
ventilator mekanik atau nasal kanul.
3) Mempertahankan sirkulasi darah, dapat dilakukan dengan pemberian cairan plasma
ekspander.
4) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien,
seperti kesadaran. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat pengaruh
anestesia sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan observasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami
pasien.
5) Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan. Cairan harus balance
untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru
kelebihan cairan yang mengakibatkan menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin
terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injuri
Pasien post anestesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko
besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side
railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan
yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.

6. Penanganan Post Operasi


Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan post operatif dalam
ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien
diserahterimakan kepada perawat , maka hal ini harus disertai dengan laporan verbal
mengenai kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan instruksi pasca operasi.
Instruksi pasca operasi harus sesuai dengan elemen berikut :
1. Tanda – tanda vital
Evaluasi tekanan darah, temperature, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15 –
30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk
mengobservasi kembali paling tidak 4 – 6 jam. Beberapa perubahan yang ditemukan
secara signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin.
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan
komplikasi serta biaya perawatan. Focus utama dalam penanganan luka adalah
dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang ada.
Perhatikan jika adanya perdarahan yang terlalu banyak dengan cara inspeksi lapisan
dinding abdomen atau perineal. Kemudian melakukan pemeriksaan hematocrit sehari
setelah pembedahan. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Dan pada umumnya
balutan luka jahitan pada kulit dilepaskan 3 – 5 hari Post Operasi dan digantikan
dengan steri – strips. Dan balutan luka ini harus diganti setiap hari dan diganti
menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis , digunakan balutan
tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap
penggantian balutan.
3. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau
intatrakea utamanya untuk pembedahan abdomen terbuka.
4. Posisi tempat Tidur
Pasien post operasi biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi
inhalasi muntah atau mucus. Tetapi ada juga pasien post op yang dianjurkan dokter
untuk ada dalam posisi berbaring.
5. Selang Drainase
Jika pasien post op dianjurkan untuk menggunakan selang drainase , maka
Hubungkan bladder dengan kateter untuk system drainase berdasarkan gravitasi.
6. Penggantian Cairan
7. Diet
Tujuan utama dalam pemberian diet / nutrisi yang tepat setelah operasi adalah untuk
meningkatkan fungsi imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir
ketidakseimbangan metabolic. Nutrisi yang biasanya disarankan yaitu yang
mengandung protein tinggi , seperti : telur, ikan, daging. Karena protein sangat
diperlukan dalam proses penyembuhan luka.

7. Tanda – tanda Perdarahan Post Operasi


1. Penurunan TD (Normal : sistol 110/120 – 139 dan diastole : 70/80 – 90 MmHg
2. Meningkatnya nadi ( normal : 60 – 100x/m
3. Pucat
4. Kulit lebih dingin dan lembab dari biasanya terutama tangan dan kaki (normal : kulit
teraba hangat)
5. Kecepatan denyut nadi lebih cepat dari biasanya dan denyutan lemah
6. Pernapasan meningkat
7. Oliguria (normal : 0,5 – 1 c/kgBB/jam
8. Nyeri
9. Perembesan darah dari luka operasi

8. Perawatan Luka Post Operasi


Luka operasi adalah luka yang disebabkan karena tindakan pembedahan / operasi.
Misalnya : operasi saecar, operasi usus buntu , dll. Dan luka operasi biasanya akan
mengalami penyembuhan luka setidaknya dalam waktu 3 minggu.

9. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka Pasca Operasi
Yang harus diperhatikan pada perawatan luka Pasca Op yaitu membersihkan dan
membalut luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi yang baik maka hal
tersebut dapat memicu kesembuhan yang cepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi.
Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis pasien, waktu dan sifat operasi serta
tampilan luka. Dalam perawatan luka, untuk membalut kembali luka tersebut maka harus
memperhatikan pembersihan luka sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis.

10. Prosedur teknik pembalutan aseptic :


1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengidentifikasi waktu yang tepat dalam penggantian balutan
3. Mendapatkan persetujuan dari pasien dan jelaskan pentingnya pembalutan luka post
operasi
4. Siapkan alat diatas troli :
 Sarung tangan
 Apron
 Larutan NaCl 0,9%
 Set balutan steril
 Plester dan gunting
 Bengkok
 Kasa steril
 Kantong sampah
 Spidol permanen hitam
5. Siapkan pasien dengan posisi yang aman dan nyaman
6. Menempatkan kantong sampah terkontaminasi sekali pakai dalam jangkauan
7. Membuka bak instrument balutan steril
8. Jaga privasi pasien
9. Gunakan sarung tangan steril
10. Mengangkat dan membuang balutan luka secara hati –hati , melembabkan balutan
luka jika balutan tersebut menempel pada kulit pasien untuk memudahkan
pengangkatan balutan
11. Mengobservasi jika adanya eksudat dan bau dalam balutan yang telah terpakai,
serta mencatat kondisi kulit disekitar luka
12. Membersihkan luka dengan normal saline, lakukan perawatan luka dengan satu
kali apusan dari dalam keluar / dari atas kebawah / dari kanan ke kiri, dsb.
kemudian ganti kembali kasa baru jika akan melakukan kembali pembersihan
pada luka post op.
13. Melakukan pengkajian luka :
14. Mengevaluasi penampilan klinis luka dengan memperkirakan presentase jenis
jaringan luka (Kuning / mengelupas , merah / granulasi, hitam / nektorik, pink /
epitelisasi, hijau / jaringan terinfeksi)
15. Mengkaji tepi luka post op
16. Mengkaji jika adanya eksudat (jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau)
17. Mengevaluasi kondisi kulit disekitar ( maserasi, eritema, edema, kehangatan)
18. Mengkaji jika adanya nyeri (kualitas)
19. Menutup luka dengan balutan yang sesuai
20. Merapihkan peralatan
21. Cuci tangan
22. Dokumentasikan hasil dari penggantian balutan luka post op

Kemudian dalam prosedur untuk membuka jahitan , klip , atau staples dilakukan
sesuai dengan hasil pengkajian pada luka. Jahitan dapat dibuka jika luka sudah sembuh,
sering kali 5 – 10 hari post operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat
memperhambat penyembuhan luka. Dalam membuka jahitan luka post op meskipun set
pembuka / gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat bersih,
dengan menggunakan sarung tangan. Bengkok untuk meletakan klip / staples sehingga
dapat dibuang dengan benar.

Mengangkat jahitan memiliki tujuan yaitu untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik kedalam :

1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan menggunakan pingset pada tangan non
dominan
2. Dengan tangan dominan, potong benang dibawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut secara perlahan benang dari kulit

11. Prosedur untuk melepas staples :


1. Pegang pembuka staples seperti sebuah gunting
2. Masukan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan gagang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati – hati

12. Beberapa perawatan luka Post op yang dilakukan :


1. Post chemical peeling dan dermabrasi :
a. Pada superficial resurfacing umumnya tidak melewati epidermis. Biasanya
timbul eritem ringan dan deskuamasi 14 hari kemudian. Mencuci muka
dengan sabun yang ringan secara teratur, memakai pelembab secara
rutin dan tabir surya selama periode penyembuhun.
b. Pada medium-depth and deep resurfacing, terjadi edem hebat yang
menghilang perlahan-lahan. Eritem yang timbul menandakan proses
remodeling kolagen. Occlisive dressing tidak diperlukan karena epidermis
tidak terangkat selama intraoperatif, dan berfungsi sebagai suatu
biologic dressing sampai peeling terjadi. Pasien diinstruksikan
mengkompres daerah tersebut dengan air hangat 4 x sehari kemudian
diolesi emolien. Dapat juga digunakan larutan asam asetat 0,25% untuk
mengkompres karena larutan yang sedikit asam bersifat fisiologik
untuk penyembuhan jaringan dan bersifat debridant ringan juga
mempunyai efek anti bakterial, terutama Pseudomonas dan organisme
negatif Gram. Occlusive emolient seperti petrolatum, Aquaphor, ktim
Eucerin, akan mempercepat proses re-epitelisasi. Emolien juga
membantu dalam debridemenl luka, mencegah pembentukan krusta dan
infeksi. Karena edem, dapat diberi aspirin atau obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID) sebelum dan sesudah operasi. Skedul follow-up visit
yang teratur diperlukan untuk memonitor kelainan post operatif. Pada
prosedur deep resurfacing, follow-up dilakukan sehari kemudian dan
beberapa kali follow-up dalam seminggu. Setiap visit pasien
diinstruksikan untuk merawat luka seperti pada medium-depth
resurfacing, hanya eritem dan edem yang terjadi lebih hebat dan
menetap. Dapat diberikan NSAID, atau injeksi steroid intra muskulur
pada hari perlama post operatif. Pruritus dapat terjadi dalam periode
penyembuhan. Hal ini dapat dikurangi dengan pemakaian emolien, ice
pack, NSAID, dan anti histamin. Milia yang timbul diatasi dengan
ekstraksi menggunakan jarum.
c. Pada prosedur medium-depth antl deep resurfacing secaramanual
dengan dermasanding atau dermabrasion karena tidak rnenghasilkan
residual epidermis, jadi diperlukan occlusive dressing atau occlusive
biosynthelic dressing yang dioleskan segera setelah prosedur dan diganti
setiap hari. selama 2 - 3 hari post operatif. Muka dibersihkan dengan
kompres saline dan olesi pelembab dengan iidi kapas. Prosedur ini
membutuhkan analgesia dan sedasi. Pasien diinstruksikan secara teratur
mengoleskan salaf di sekitar mulut dan kelopak mata. Occlusive
biosynthelic dressing ( juga digunakan setelah Baker-Gordon phenol peel)
akan meningkatkan sintesis kolagen, mempercepat re-epitelisasi,
mengurangi perasaan kurang nyaman dan tidak perlu dilakukan kompres
berulang oleh pasien selama hari pertama post operatif.
Hari ketiga setelah deep mechanical atau chemical resurficing, pasien
merawat luka secara terbuka, mengompres muka dengan asam asetat
0,25% 4 - 6 x sehari selanjutnya diolesi dengan salaf. Pada hari ke 7 - 14
post operatif, re-epitelisasi biasanya sudah komplit dansalaf diganti
dengan krim seperti krim Eucerin. Hindari sinar matahari selama 3 - 6
bulan. Pasien dapat menggunakan tabir surya dan terapi retinoid
beberapa minggu setelah reepitelisasi.
2. Post sclerotherapy dan umbulatory phlebectomy :
Post operative compression sangat penting pada managemen insufisiensi
vena. Post operatif, diaerah tersebut dibersihkan dan diolesi salep antibiotik.
Kaki kemudian ditutup dengan perban dan dibalut dengan elastic
compression dressing mulai dari dorsum kaki sampai ke bokong. Dressing
ini membantu hemostasis sehingga mengurangi edem pada kaki dan tungkai
dan mempercepat penyembuhan luka. Bandage diganti 24 -48 jam kemudian
dan secara bertahap dipakai compression stocking selama 2 - 4 minggu.
Pasien dianjurkan untuk berjalan, untuk membantu membentuk tekanan pada
bebat, sehingga menimbulkan fungsi normal memompa otot betis dan
mengurangi komplikasi tromboembolik dan pasien dapat kembali berjalan
secara normal.
3. Post liposuction :
Pada tempat masuk kanula, umumnya dibiarkan terbuka, tidak dijahit. Bila
dijahit cenderung menimbulkan edem, bruising dan sedikit jaringan yang keluar
dari subkutaneus. Daerah tersebut dapat diolesi salaf antibiotik dan ditutup
dengan absorbent pads. Saat ini banyak absorment pads yang tersedia yang dapat
menyerap cairan yang banyak. Alternatif dapat dipakai diaper atau sanitary
napkins. Selanjutnya beberapa lapis absorbent pads direkatkan dengan plester,
setelah itu digunakan compression garment atau compression bandage. Ini
bertujuan untuk mengurangi bruising dan edem didaerah insersi kanul. Penting
untuk menggunakan compression segera setelah liposuction. Kebanyakan cairan
masih keluar 24-48 jam setelah liposuction. Absorptive pads dan bandage
diganti setiap hari. Latihan ringan dapat dimulai 24 – 48 jam setelah liposuction.
Penting melakukan aktifitas setelah liposuction. Gerakan ini mempercepat
pengeluaran cairan dan re-modeling jaringan subkutaneus. Sering timbul
pembengkakan dan perasaan kurang kenyal dibawah kulit dan sensasi yang
kurang. Hal ini biasanya pulih setelah 4-6 minggu. Juga disampaikan pada
pasien bahwa hasil akhir belum tampak sebelum 6-12 bulan dan perbaikan
bentuk terjadi secara bertahap. Pasien kontrol sehari sehari setelah liposuction.
Hal ini penting untuk mencek masalah pada pasien. Kunjungan selanjutnya 1
minggu kemudian. Pasien dianjurkan melakukan latihan dan mempunyai
kebiasaan hidup yang sehat. Follow-up berikutnya 3 bulan dan 6 bulan
kemudian.
4. Post flaps :
Perawatan post flaps bervariasi. Ada yang mengganti dan membersihkan luka
sekali sehari dan ada yang beberapa kali sehari. Ada juga yang menggunakan
bandage dan dibuka 1-2 hari kemudian dan membiarkan benang kontak dengan
udara. Ada juga yang menggunakan bandage selama seminggu. Penting
mencegah perdarahan post operatif. 48 jam pertama adalah periode terjadinya
perdarahan dan timbul hematom. Untuk mengurangi komplikasi ini, penting
dilakukan hemostatis intra operatif dan gunakan pressure garments atau plester
untuk menekan luka. Hal ini tidak diperlukan lagi setelah 24-48 jam. Pada pasien
dengan resiko perdarahan, pemakaian pressure garment dapat lebih lama. Hal ini
yang penting adalah mencegah terjadinya infeksi, melindungi jaringan flap
terhadap lingkungan seperti kontaminasi, trauma fisik, temperatur yang ekstrim,
gerakan yang berlebihan, regangan pada jahitan dan radiasi UV. Dalam hal ini
yang terbaik adalah dengan menutup luka.
Pada reconstruction flap, bandage yang ringan diletakkan diatas salaf antibiotik
yang dioleskan diatas incision lines dan diatasnya ditutup dengan plester
hipoalergenik atau absorbent gauze diletakkan diatas bandage pertama kemudian
diplester, hal ini akan memberi tekanan kebawah. Bandage tidak boleh basah
selama 1 minggu. Bandage kedua diganti 24-48 jam setelah operasi dan biarkan
bandage pertama tetap pada tempatnya selama seminggu. Pasien kontrol
seminggu kemudian untuk mengganti bandage, membuka jahitan dan
mengevaluasi luka apakah ada hematom atau infeksi. Kulit dibersihkan dan
diolesi salaf antibiotika, ditutup perban dan plester hipoalergenik selama 1
minggu dan diganti lagi seminggu kemudian. Selanjutnya jika ada masalah
pasien disarankan untuk kedokter. Evaluasi akhir yaitu 3 bulan kemudian. Revisi
minor mungkin saja diperlukan untuk hasil estetik dan fungsional yang optimal.
5. Post graft :
Setelah pressure dressing diangkat, pasien disarankan mengikuti instruksi
perawatan luka secara hati-hati. Daerah donor dan sekitarnya dibersihkan secara
hati-hati dengan hidrogen perioksida kemudian diolesi salaf antibiotik 2x sehari.
Jaringan graft jangan diganggu sampai dressing diangkat 1 minggu kemudian
dan seluruh jahitan dibuka kemudian dapat diberi steri-strips. Idealnya graft
berwarna pink. Tapi warna graft dapat bervariasi dari pink, merah, biru tua atau
ungu bergantung luasnya revaskularisasi graft. Pasien harus memperhatikan
mengenai perubahan warna ini. Kebiruan suatu tanda adanya ekimosis dan
bukannya kegagalan graft. Hitam berarti nekrosis. Setelah benang diangkat,
krusta dibersihkan dengan hidrogen perioksida, kemudian diolesi vaselin atau
salaf antibiotik. Pasien dinasehati bahwa suplai vaskular dari graft masih rapuh
sampai beberapa minggu, jadi hindari trauma seperti menyiram luka secara
langsung waktu mandi dan aktifitas yang berlebihan selama 1-2 minggu. Pada
split thickness skin graft : selama 24 jam pertama, banyak cairan serosanguinus
menumpuk dibawah dressing donor. Beritahu pasien menganai hal ini sehingga
tidak mengagetkan. Jika hal ini terjadi dapat dilakukan drainage dan berikan
dressing baru. Dressing dibiarkan pada tempatnya sampai penyembuhan
sempurna. Bergantung ketebalan graft, re-epitelisasi sempurna terjadi dalam 7-
21 hari.
6. Post operasi kuku :
Dressing yang tepat dapat mengurangi nyeri, berdenyut-denyut dan komplikasi
post operatif. Salaf antibiotika dioleskan pada tempat operasi dan ditutup dengan
non-stick dressing seperti vaseline gauze atau telfa. Dressing yang tebal
digunakan untuk menyerap cairan dan berfungsi sebagai pelindung. Dressing
dan plester tidak boleh terlalu ketat untuk mecegah edem. NSAID dan analgesik
dapat membantu perasaan kurang nyaman dan inflamasi. Jaga dressing agar
tetap kering. Untuk mengurangi nyeri, pasien disarankan berbaring selama 24-48
jam dan kaki ditinggikan 30 derajat. Perdarahan pada dressing menyebabkan
bandage lengket pada tempat operasi. Sebelum bandage diangkat, sebaiknya
bandage direndam dulu, misalnya dengan klorhensidin untuk melonggarkannya
dan mengurangi perasaan tidak nyaman.
7. Post mosh surgery :
Second intetion healing biasanya dilakukan pada luka yang cekung dengan hasil
kosmetik yang bagus, juga digunakan pada tumor yang rekuren. Bersihkan luka
2x sehari dengan saline atau air sabun dan oleskan salaf antibiotik atau jeli
petroleum, ditutup dengan non-adherent dressing selama 3-6 bulan waktu
penyembuhan. Pada operasi yang luas antibiotik dapat diberikan sebagai
profilaksis. Jika ada nyeri beri asetaminopen atau analgesik.

Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien
pasca operasi, perlu diperhatikan hal – hal berikut ini :
a. Makan makanan bergizi tinggi protein
b. Istirahat yang cukup
c. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa.
d. Control secara teratur untuk evaluasi luka post op
e. Minum obat sesuai anjuran dokter

Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh :

1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran


darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan
yang lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia. Namun , pada pasien dengan lanjut usia maka system perbaikan sel
menurun sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, contohnya penderita Diabetes mellitus dapat memperhambat proses
penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh : vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen, vitamin
B kompleks sebagai kofaktor pada system enzim yang mengukur metabolism protein,
karbohidrat, dan lemak. Vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah
adanya infeksim serta membentuk kapiler – kapiler darah. Dan vitamin K yang
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat – obatan , merokok,dan stress juga dapat memperngaruhi proses
penyembuhan luka.

13. Pemulihan post op


Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata 45 menit, sehingga
pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi
karena pengaruh obat anastesi sudah hilang (Mulyono, 2008). Pasca pembedahan (pasca
operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang
kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. (Sutanto, 2004 cit
Novarizki, 2009). Hal tersebut merupakan stressor bagi pasien dan akan menambah
kecemasan serta keteganggan karena rasa nyeri menjadi pusat perhatiannya. Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan
toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002)
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan pasien dan
membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam
manajemen nyeri (Lawrence,2002). Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam
berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua
perawat meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan
rasa nyeri ketika merawat pasien post operasi karena kurangnya pengenalan teknik non
farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi
dalam penanganan rasa nyeri. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang
digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.
Manajemen nyeri yang tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak
hanya terbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh
emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen
untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.
Dan menurut International for Study of Pain (IASP)2012, mendefinisikan nyeri
sebagai situasi tidak menyenangkan yang bersumber dari area tertentu, yang disebabkan
oleh kerusakan jaringan dan yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu dari orang
yang bersangkutan. Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri
yang sama (Potter&Perry, 2006).
Nyeri ada dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri yang sering terjadi
pada post operasi adalah nyeri akut (Potter&Perry, 2006).Nyeri akut adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri akut muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, perhatian, kebudayaan, makna
nyeri, ansietas, keletihan, gaya koping dan dukungan keluarga (Potter &Perry, 2006).
Apabila nyeri pada pasien post operasi tidak segera ditangani akan mengakibatkan proses
rehabilitasi pasien akan tertunda, hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat
komplikasi yang tinggi dan membutuhkan lebih banyak biaya. Hal ini karena pasien
memfokuskan seluruh perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer &Bare, 2008).
Nyeri post operasi memerlukan tindakan yang tepat. Maka dalam hal ini Peran
perawat dalam penatalaksanaan nyeri post operasi yaitu meliputi pengkajian nyeri,
memberikan tindakan mandiri perawat, kolaborasi dan evaluasi nyeri. Dalam pengkajian
nyeri pasien post operasi yang digunakan perawat yaitu mengkaji dengan instrumen
OPQRSTUV (onset, proviking, quality, region, severity, treatment, understanding, value)
(Tamsuri, 2007).Pentingnya perawat melakukan pengkajian nyeri adalah untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji
nyeri pasien, mengobservasi reaksi nonverbal pasien, menggunakan teknik komunikasi
terapeutik, mengontrol lingkungan pasien (Nursing Intervention and Classification
2013;Sandika et al,2015).
Dalam pemberian tindakan perawat dalam mengurangi nyeri, perawat dapat
memberikan tindakan non farmakologi dan farmakologi. Tindakan non farmakologi
meliputi mengkaji nyeri, memberikan tindakan, memonitor nyeri yang dirasakan pasien,
memberikan tindakan untuk mencegah komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga
(Yuceer, 2011). Sedangkan tindakan farmakologi yaitu perawat melakukan tindakan
kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian analgesik (Tamsuri, 2007).Tindakan perawat
lainnya adalah mengevaluasi kembali nyeri yangdirasakan pasien post operasi (Yuceer,
2011). Semua tindakan perawat ini sangat penting karena dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien post operasi (Sandika et al,2015).
ASUHAN KEPERAWATAN
POST OPERASI
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat rumah, NO.
RM sedangkan penanggung jawab (orang tua, keluarga terdekat) seperti namanya,
pendidikan terakhir, jenis kelamin, No.Hp.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga. Bisa
menggunakan PQRST yaitu :
1) P (Provokes) : penyebab timbulnya nyeri
2) Q (Quality) : rasa nyeri seperti ditekan, ditusuk atau diremas-remas.
3) R (Region) : lokasi nyeri berada di bagian tubuh mana
4) S (Saverity) : skala nyeri
5) T (Time) : nyeri dirasakan sering atau tidak
c. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik ini menggunakan pengkajian 6 B yaitu :
1) B1 : Breating (Pernafasan)
Untuk mengukur pola nafas, bunyi nafas, bentuk dada simetris atau tidak, ada atau
tidak gerakan cuping hidung, ada atau tidak cyanosis
2) B2 : Bleeding (kardiovaskuler/sirkulasi)
Untuk mengetahui bunyi jantung, irama jantung, nadi, tekanan darah.
3) B3 : Brain (persyarafan/Neurologik)
Untuk mengukur nilai GCS, kesadaran.
4) B4 : Bladder (perkemihan)
Terpasang kateter urine atau tidak, urine (jumlah, warna) ada atau tidak distensi
kandung kemih
5) B5 : Bowel (pencernaan)
Rongga mulut ada lesi atau tidak, adanyan dehidrasi atau tidak, bising usus
6) B6 : Bone (musculoskeletal)
Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau decubitus atau tidak.
d. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan radiografi
2. Urinalisa
3. Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine.
4. Terapi bedah

2. Diagnose Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisiki
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Rasa nyeri berkurang
3) Mampu mengenal nyeri

Intervensi :

1) Kaji skala nyeri


2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunisasi terapeutik untuk mengkaji pengalaman nyeri.
4) Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi.
5) Kolaborasikan pemberian analgetik.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Kriteria Hasil :
1) Bebas dari tanda-tanda infeksi.
2) Mampu mencegah timbulnya infeksi.
3) Jumlah leukosit dalam jumlah normal.
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi :
1) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
2) Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah.
3) Berikan perawatan luka.
4) Jika ada tanda-tanda infeksi kolaborasikan dengan dokter.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.


Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol cemas
2) Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

1. Identifikasi tingkat kecemasan

2. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya

3. Motivasi keluarga untuk menemani

4. Gunakan pendekatan yang menenangkan


Daftar Pustaka

Mukti, Anggoro dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Informasih Informed Consent


Terhadap Perubahan Kecemasan Pasien yang akan Menjalan Tindakan
Operasi di SMC RS Telogorejo, dalam
http://www.ejournal.stikestelogorejo.ac.id, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai