Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PRE OPERATIF
A. PENGERTIAN
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and Bare,
2015).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer and
Bare, 2015).
Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika klien dikirim ke meja operasi. Keperawatan pre operatif merupakan
tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Tahap ini merupakan awalan yang menjadi
kesuksesan tahap-tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat
fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).
B. TIPE PEMBEDAHAN
a. Menurut fungsinya (berdasarkan tujuan) :
Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi
Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi
Reparatif (constructive) : memperbaiki luka multiple
Rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah
Paliatif : menghilangkan nyeri, memperbaiki masalah (gastrostomi
ketidakmampuan menelan)
Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh
yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Menurut luas atau tingkat resiko :
Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang
tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
Contoh: Bypass arteri koroner, total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll
Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan dengan operasi mayor.
Contoh : Operasi katarak, operasi plastik pada wajah, incisi dan drainage
kandung kemih, sirkumsisi.
c. Menurut urgensi:
Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkan diperkirakan
dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), dan tidak dapat ditunda.
Contoh : Perdarahan hebat, luka tembak atau tusuk, luka bakar luas, obstruksi kandung
kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak.
Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam. Contoh :
Infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
Contoh : Katarak, gangguan tiroid, hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih
Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
Contoh : Hernia simpel, perbaikan vagina, perbaikan skar/cikatrik/ jaringan parut.
Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
Contoh : Bedah kosmetik.
C. FAKTOR RESIKO
Menurut Potter & Perry ( 2005 ) :
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko
lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun,
sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi
organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan
untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk
sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama
sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes
sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat
berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas.
c. Penyakit kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM ( Penyakit Paru
Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian
energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan
sangat tinggi.
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam
hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang
tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang
mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid
beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan obat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anestesi dan dokter bedah.
d. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemik.
e. Alcohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-
masalah sistemik, seperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan.
E. PRINSIP-PRINSIP OPERATIF
Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga
keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik
yang harus dilaporkan.
Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan,
tidak dapat dipakai di luar ruang operasi.
Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi
melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan,
bicara atau penglihatan.
Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut.
Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak
diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan.
Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi
analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan
dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.
b. Prinsip Asepsis Perioperatif
Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi.
Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti partikel,
debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan.
Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang
peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik.
b) Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk
menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi
juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan
masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung
pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan kadar gula darah
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
Menurut dr. Anna Surgean Veterini, SpAn KIC dari Rumah Sakit Bedah
Surabaya (RSBS), menjelang dilakukan anestesi, dokter anestesi yang dibantu perawat
selalu menanyakan tentang riwayat pasien diantaranya, apakah pasien pernah
mengidap suatu penyakit, apakah alergi terhadap jenis obat-obatan tertentu, apakah
menjelang operasi tersebut juga tengah mengkonsumsi obat-obat jenis tertentu pula,
operasi itu sendiri karena akibat kecelakaan atau tidak. Ini adalah standar yang harus
dilalui sebelum dilakukan anestesi menjelang masuk kamar operasi. Pemeriksaan
standar tersebut sangat penting sebab itu sesuai dengan treatment sekaligus jenis obat
anestesi yang akan dimasukkan ke dalam tubuh pasien,”
d) Informed consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari
bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan
yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal
ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami
oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai
dengan gambaran keluarga.
e) Persiapan mental/psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka
perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi
stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk
membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi,
seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal
yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya,
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang,
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi., Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi), Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi
dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM,
dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari
kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran
dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya
perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien
dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien
untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor ( 1997 ), dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal
yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar
operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien
mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk
berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.
6. Obat-obatan premedikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat
yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali ( Sjamsuhidayat dan
Dejong, 2004 ).
3) Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang akan dilakukan operasi dan mandi
( shower preoperasi ).
5) Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti terapi intravena,
pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik, penggunaan spirometer, atau stoking anti
emboli.
8) Menyediakan table waktu yang umum untuk periode preoperasi termasuk periode
pembedahan.
10) Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu lokasi ruang tunggu
bagi individu pendukung.
11) Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan tungkai, cara mengubah posisi dan
gerak.
12) Melengkapi daftar tilik preoperasi.
Adapun tindakan keperawatan yang perlu diberikan pada pasien preoperatif menurut Potter &
Perry ( 2005 ), pada hari pembedahan diantaranya:
a. Memeriksa isi rekam medis dan melengkapi pencatatan, seperti pemeriksaan penunjang
dan inform consent
Tujuan :
- Diketahui program pengobatan dan pelaksanaan operasi oleh petugas ruangan dan
kamar operasi agar pelaksanaan operasi bias berhasil dengan baik dan
mengutamakan keselamatan pasien
- Menyiapkan obat-obatan, alat-alat, darah dan persiapan khusus lainnya yang
dibutuhkan untuk penunjang pelaksanaan operasi tersebut.
Kebijakan :
Petugas ruangan dan petugas kamar operasi bertanggung jawab atas persiapan pasien
calon operasi ini.
Prosedur:
Kesimpulan
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang di m,ulai sejak pasien diterimah masuk diruangan terima pasien dan berakir ketika
pasien dipindakan kemejah operasi untuk dilakukan tidakan pembedahan. Tindakan
keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka
mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk
menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
A. Pengkajian
Pengkajian pasien pada fase pre operatif secara umum dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan
kondisi pasien. Pengkajian praoperatif secara umum meliputi
a. Identitas pasien
Pengkajian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien
sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan.
Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
b. Usia
Perawat harus mengetahui bahwa factor usia, baik anak-anak dan lansia, dapat
meningkatkan resiko pembedahan. Pengetahuan tersebut akan membantu perawat untuk
menentukan tindakan pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencan
asuhan keperawatan.
c. Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan
Pengkajian jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan diperlukan sebagai persiapan umum.
Pengkajian seperti persiapan financial sangat bergantung pada kemampuan pasien dan
kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani proses pembedahan. Beberapa jenis
pembedahan membutuhkan biaya yang lebih mahal, misalnya pembedahan jantung dan
vascular, bedah saraf dan bedah ortopedi.
B. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pasien dapat dilakukan perawat melalui teknik
wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan klasifikasi
pembedahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam menoleransi
pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh. Pasien yang akan menjalani
bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti dan menyeluruh untuk menentukan
kondisi kesehatan yang mungkin akan meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah
pembedahan. Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik dan
psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan. jenis pembedahan sebelumnya , tingkat
rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh tingkat
perawatan yang pernah diberikan adalah factor-faktor yang mungkin akan diingat oleh
pasienDi unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat pasien
dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan, karena terbatasnya
waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan maka
perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.
C. Riwayat Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan
selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih, maka pasien
perlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani
pembedahan atau penulisan symbol alergi yang tertulis jelas pada status rekam medis sesuai
dengan kebijakan institusi . perawat juga harus memastikan bagian depan lembar pencatatan
pasien berisi daftar alergi yang dideritanya.
a. Pengkajian Psikososiospiritual
1) Kecemasan praoperatif
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk menggali peran
orang terdekat , baik dari keluarga, sahabat, adanya sumber dukungan orang terdekat akan
menurunkan kecemasan.
2) Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan paien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya , tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan. Atau secara aktif mencari dukungan dari
teman dan keluarga.
3) Konsep diri
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang dialaminya dengan
tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara meminta pasien mengidentifikasi
kekuatan dan kelamahan dirinya , pasien yang cepat mengkritik mungkin mempunyai
harga diri yang rendah atau sedang menguji pendapat perawat tentang karakter mereka.
Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stress pembedahan
dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuannya.
4) Citra diri
Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi akibat operasi.
5) Sumber koping
Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat menentukan
kemampuan pasien dalam mengatasi stress akibat pembedahan ,perawat juga bertanya
tentang manajemen stress yang biasa dilakukan pasien sebelumnya .
6) Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan
ansietas. Oleh karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus dihargai dan
didukung. Menghormati nilai budaya dan kepercayaan pasien dapat mendukung
terciptanya hubungan dan saling percaya.
7) Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi pembedahan,
dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan pemahaman pasien, dapat membantu
perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk mempersiapkan kondisi emosional
pasien.
E. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum sistem peranapasan dan tanda-tanda
abnormal seperti sisnosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, penilaian produksi sputum
dan lainnya.
1) Inspeksi :
Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukam untuk melihat seberapa jauh kelainan
yang terjadi pada pasien. Benuk dada normal pada orang dewasa adalah diameter
anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2. Kondisi yang tidak
normal, seperti barrel chest akan meningkatkan resiko pembedahan dan memberikan
implikasi pada penyuluhan pre operasi tentang latihan batuk efektif dan latihan napas
diafragma.
2) Palpasi:
Pemeriksaan palpasi untuk menilai adanya kelainan pada dinding toraks dan merasakan
perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini
seperti: nyeri tekan, adanya emfisema subkutan atau terdapat penuruanan getaran saura
napas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara pada rongga pleura.
3) Perkusi:
Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nadan sonor, sedangkan perkusi pada
struktur yang berongga seperti, usus atau pneumotoraks, menimbulkan nada hipersonor.
Pemeriksaan auskultasi praoperatif ditunjukkan untuk menilai atau mengkaji aliran udara
melalui cabang bronkus dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam
struktur paru. Untuk menentukan kondisi paru-paru pemeriksa mengauskultasi bunyi
napas normal, bunyi napas tambahan, dan bunyi suara.
4) Auskultasi:
Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami kongesti paru atau
penyempitan jalan napas. Adanya atelektasis atau kelembaban pada jalan napas akan
memperburuk kondisi pasien selama pembedahan. Kongesti paru yang serius dapat
menyebabkan ditundanya pembedahan. Beberapa obat anestesi dapat menyebabkan
spasme otot laring. Oleh karena itu, jika perawat mendengar bunyi mengi saat
mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan pre operatif, maka hal ini menunjukkan
bahwa pasien berisiko mengalami penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama
pembedahan.
b. Sistem Kardiovaskular
Inspeksi ada/ tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya akan menimbulkan
bekas parut pada dinding dada. Pemeriksaan tekanan darah pre operatif dilakukan untuk
menilai adanya peningkatan tekanan darah di atas normal (hipertensi) yang berperngaruh
pada kondisi hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatf. Perawat mengkaji nadi perifer,
waktu pengisian kapiler dan warna serta suhu ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi
pasien. Waktu pengisian kapiler dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer.
c. System saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi tingkat
orientasi, kesadaran, mood pasien serta memperhatikan apakah pasien dapat menjawab
pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru dan kejadian masa lalu.
d. Sistem Pencernaan
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga
menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerlukan
manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka peristalik
tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama beberapa hari
setelah operasi.
e. Sistem Perkemihan
Ginjal terlibat dalam eksrkresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan
metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut, insufisiensi renal akut dengan oliguri
atau anuri, atau masalah-masalah renal akut lainnya, kecuali kalau pembedahan merupakan
satu tindakan penyelamat hidup atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urinari, seperti
pada obstruksi uropati.
f. Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi adanya
benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan dalam melakukan
rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau kelumpuhan dari fungsi seluruh
ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan memberikan data dasar untuk pemenuhan
informasi pascabedah terutama dalam melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.
g. Sistem Integumen
Perawat menginspeksi kulit di seluruh permukaan tubuh secara teliti. Perhatian utama
ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sakrum, dan skapula. Selama
pembedahan, pasien harus berbaring dalam satu posisi tertentu dan bisanya sampai beberapa
jam. Dengan demikian, pasien rentan mengalami ulkus tekan atau dekubitus terutama jika
kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulintya buruk. Kondisi keseluruhan kulit juga
menunjukkan kadar hidrasi pasien. Lansia berisiko mangalami gangguan integritas kulit
akaibat posisi dan pergeseran di atas meja ruang operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet
dan tertekan. Lakukan palpasi dengan mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi
tubuh. Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer. Perawat juga perlu
mengkaji adanya jari tubuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien, yang
mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan kesulitan setelah
pasien diberikan anestesi..
h. Sistem endokrin
Pada diabetes yang tidak terkontrol , bahaya utama yang megancam hidup adalah
hipoglikemia. Hipoglikemia perioperatif mungkin terjadi selama anestesi, akibat asupan
karbohidrat pasctif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulin yang berlebihan , bahaya
lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya tidak secepat hipoglikemia adalah asidosis atau
glukosuria.
H. Tindakan keperawatan
1. Pemberian pendidikan kesehatan prabedah
Pembertian pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai informasi
mengenai tindakan pembedahan diantaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum
bedah alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan
dan kemungkinan pengobatan setelah operasi
2. Persiapan diet
Pasien yang akan di bedah memerlukan persiapan dalam hal pengaturan diet. Pasien
bedah menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak
di perbolehkan makan, sedangkan cairan tidak di perbolehkan 4 jam sebelum bedah,
sebab makanan atau cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi.
3. Persiapan kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskab daerah yang akan di bedahkan dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit menggunakan sabun heksaklorofin
(hexacholophene) atau sejenisnya sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit
terdapat rambut maka harus di cukur.
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan
dalam memahami masalah atau kemungkinan yang terjadi pada intra dan pasca bedah. Tidak
ada kecemasan, ketakutan, serta tidak ditemukannya resiko komplikasi pada infeksi atau
cidera lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Girsang, Bina M dan Harsul. 2015. Gambaran Persiapan Perawatan Fisik dan Mental
pada Pasien Pre Operasi Kanker Payudara, Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Vol 2,
Nomor 1, dalam http://www.download.portalgaruda.org, diakses tanggal 28 Agustus
2018.
Kresnawati, Windhi. Informed Consent (31 Desember 2013), dalam
http://www.milissehat.web.id/?p=2417, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
Kusyati, E., et.al. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.
EGC : Jakarta
Mukti, Anggoro dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Informasih Informed Consent
Terhadap Perubahan Kecemasan Pasien yang akan Menjalan Tindakan
Operasi di SMC RS Telogorejo, dalam
http://www.ejournal.stikestelogorejo.ac.id, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRAOPERATIF
A. Defenisi
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
B. Klasifikasi Intraoperatif
1. Menurut Potter & Perry (2006)
a. Bedah Mayor : Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh; dan menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan. Contohna Bypass arteri
koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru.
b. Bedah Minor : Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh; sering
dilakukan untuk memperbaiki deformitas; mengandung resiko yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contohnya ekstraksi katarak, operasi
plastic wajah, graff kulit, ekstraksi gigi.
2. Perawat instrumen
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse (perawat instrumen) yaitu :
a. Melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril,
menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk
pembedahan.
b. Membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang
dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi
kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat
harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua
jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
2. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
a. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang
masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan
koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian
cairan infus.
b. Memantau kondisi kardiopulmonal
Pemantauan kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan
dll.
c. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi
secepatnya.
3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
a. Memberikan dukungan emosional pada pasien
b. Berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c. Mengkaji status emosional pasien
d. Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim kesehatan (jika ada
perubahan)
c. Perawat Instrumen
Perawat instrumen berperan dalam memeriksa untuk memastikan bahwa
instrumentasi steril dan sesuai, juga fungsi perlengkapan bedah yang
tersedia sebelum operasi dilaksanakan (Hamlin, 2016). Perawat scrub atau
yang di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan.
Secara spesifik, peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen menurut
Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut :
Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang
sesuai dengan jenis operasi.
Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan
instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan memberinya kembali.
Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-
teknik bedah yang sedang dikerjakan.
Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur
untuk mengantisipasi segala kejadian.
Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal setiap
instrumen yang digunakan beserta nama ilmiah dan nama biasanya,
dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.
Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
Dalam menangani instrumen,perawat instrumen harus mengawasi
semua aturan keamanan terkait. Benda-benda tajam, terutama skalpel,
harus diletakkan di meja belakang untuk menghindari kecelakaan.
Benda-benda tajam harus diserahkan dengan cara yang benar sesuai
kewaspadaan universal.
Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan
pemakaiannya.
Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Menghitung kassa, jarum, dan instrumen. Peenghitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.
d. Perawat Sirkuler
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dengan
bagian ruang operasi lainnya. Pendapat perawat sirkulasi sangat dibutuhkan
dan sangat membantu, terutama dalam mengobservasi penyimpangan teknik
aspetik selama pembedahan.
Secara umum, peran dan tanggng jawab perawat sirkulasi adalah sebagai
Berikut :
Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien,
dan memeriksa formulir persetujuan.
Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi pembedahan.
Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum
pembedahan. Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat
mengakibatkan waktu penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi
pasien, mengatur lampu operasi, dan memasang semua elektorda, monitor,
atau alat lain mungkin diperlukan.
Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril).
Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi atau
membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari area steril.
Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil,
membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh
perawat instrumen. Selain itu juga ikut mengontrol keperluan spons,
instrumen, dan jarum.
Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil suplai
steril.
Mempersipakan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang
terjadi selama pembedahan.
Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan kompres
yang digunakan selama pembedahan.
Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi membantu
ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
Mengatur pengiriman spesimen biopsi ke laboratorium.
Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi
pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,
dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya ( Muttaqin,
2009).
f. Perawat Anestesi
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen, dan obat bius serta membantu dokter anestesi
dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi (Muttaqin,
2009).
b. Sirkulasi
Kesiapan sistem sirkulasi amat menetukan keberhasilan pembedahan.
Jantung diperiksa kekuatan kontraksinya, irama denyutnya, serta ada tidaknya
gangguan pembuluh koroner dan infark. Gangguan kontraksi miokard,
misalnya karena dekompensasio kordis, perlu diperbaiki secara optimal
karena obat analgesik umumnya menyebabkan depresi kontraksi otot
jantung.derajat payah jantung dintentukan anamnesis, pemeriksaan fisik
biasa, serta penggukuran tekenana vena sentral dileher penderita. Pemeriksaan
EKG dianjurkan untuk melihat gangguan irama,aliran opemburu koproner,dan
infrak.
Jika pengguna menggunakan beta-bloker dosis diatur seminimal
mungkinkarena obat ini sinergis dengan anestetik sehingga menyebabkan
hipotesis atau syok yang sukar diatasi. Beta-bloker tidak dapat dihentikan
secara mendadak karena menyebabkan reaksi aktivasi simpatis berlebihan
yang berbahaya. Penderita dengan cacat jantung bawaan atau kelaninan katup
karena demam reumatik perludiberikan antibiotik uuntuk mencegah terjadinya
endokarditis bacterial.
Kadar Hb penting dalam kaitannya dengan transport oksigen. Anemia
dapat diperbaiki dengan meningkatkan gizi dan pemberian sediaan besi (Fe)
jika pembedahan dapat ditunda 2-4 minggu.
c. Pernapasan
Sistem pernapasan harus disiapkan sebaik mungkin. Gerak leher untuk
mengangguk dan untuk menengada serta menoleh harus leluasa agar aliran
udara kejalan napas dapat ditoling dengan mudah jika terjadi sumbatan.
Rahang bawah yang pendek dan tumor dileher akan menyulitkan pemasangan
pipa endotrakeal (intubasi).
Evaluasi dengan foto roentgen toraks, diperlukan pada kasus trauma,
untuk menemukan kelainan. Seperti pada iga pneumotoraks,hemotoraks, atau
udem paru. Penderita penyakit paru menahun dan gagal napas akut
memerlukan pemeriksaan gas darah arteri untuk menilai faal oksigen (PO₂)
dan ventilasi (PCO₂).
Obat-obat anestetik mengubah pola napas normal dan menghambat
mekanisme pertukaran gas. Selama anesthesia dapat terjadi takipnea atau
apnea. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi alveolar
juga menurun sehingga menyebabkan asidosis respikatorik.
Pasca anestesi biasanya kemampuan batuk menurun. Lebih-lebih pada
pembedahan rongga perut, masalah ini diperberat oleh nyeri luka sehingga
mjudah terjadi rewtensi sputum yang dapat mengakibatkan etelektasis, dan
pneumonia. Penyulit ini dpat dihindari dengan melakukan latihan napas dan
batuk efektif pada masa pabedah dan pemberian analgetik yang efektif.
d. Faal Hati
Pemeriksaan faal hati mempunyai beberapa kepentingan dalam persiapan
tindak anesthesia. Penderita dengan gangguan faal hati, seperti dapat
ditemukan pasca hepatitis atau sirosis hepatitis tahap awal yang tidak
diketahui atau disadari, sebaiknya tidak diberikan anestetik atau obat lain yang
diekskresi melalui hepar atau hepatotoksik.
Penderita hepatitis akut akan menjadi lebih berat jika menjalani
anesthesia. Proses ini dapat dikenali denga pemeriksaan kadar bilirubin direk
dan total serta SGOT dan SGPT.
e. Faal ginjal
Gagal ginjal akut mudah dikenali karena adanya oligurt meskipun ada juga
gagal ginjal akut dengan produksi air seni normal. Karena itu, pemeriksaan
ureum dan kreatinin darah sangat membantu menentukan keadaan ginjal.
Gagal ginjal kronik sangat mungkin mengalami epi- sode akut jika menerima
beban pembedahan atau infeksi. Secara umum. jlka pada pemantauan
produksi air seni sejak awal prabedah dan seterusnya tidak ada epi- sode
oliguri (produksi kurang dari 0.5 ml/kg/jam), keadaan ginjal dianggap aman.
f. Kehamilan
Anestesia kebidanan berbeda dengan anestesia pada wanita yang tidak
hamil karena kehamilan menyebabkan banyak perubahan faal pada ibu. Selain
itu, harus diper hitungkan juga janin yang sedang dikandung karena sebagian
sediaan anestesia yang diberikan kepada ibu akan menerobos plasenta masuk
ke dalam peredaran darah janin dengan segala risikonya.
Visera
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteria yang dapat
muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung, yaitu melalui lubang
anus atau melalui pembedahan usus. Bakteria yang berada di usus dalam
keadaan fisiologik umumnya adalah bakteria komensal, tetapi dapat
menjadi pathogen melalui luka pembedahan.
Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteria
pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang
digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita lain tanpa
disucihamakan terlebih dahulu.
Pengendalian Infeksi
Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah aseptic.
Oleh karena itu, kamar bedah tidak dapat dipakai untuk macam-macam
tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap terjaga. Hal-hal yang
perlu di perhatikan untuk menjaga untuk menjaga suasana lingkungan
tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam udara dan lamanya luka
terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik, teratur, dan tenang tanpa
terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara, dan
dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah harus
diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat dilaksanakan bila
tekanan dalam kamar bedah lebih positif. Kelembapan udara yang rendah
akan mengurangi kelistrikan static dalam udara sehingga transmisi
bakteria lebih sedikit. Kelmbapan udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga
sekitar 50% (udara luar normal 70-90%).
Kamar bedah seyogianya bersuhu sejuk agar pembedah dan
personel kamar bedah lainnya dpat bekerja tanpa berkeringat. Standar
suhu yang dianjurkan adalah antara 200 sampai 240.
Antisepsis
Persiapan Lapangan Bedah. Persiapan penderita terdiri atas
membersihkan kulit penderita yang merupakan sumber infeksi. Tindakan
ini disebut persiapan bedah yang umumnya berupa mandi dengan
menggunakan sabun sampai kulit bersih betul dan pencukuran kulit yang
berambut. Rambut di semua daerah tempat sayatan bedah perlu dicukur
terlebih dahulu
Penyucihamaan. Pada penyucihamaan kulit digunakan larutan
antiseptik. Tersedia banyak macam larutan antiseptik baku; sebaiknya
untuk dirumah sakit dipilih yang sama untuk setiap ruang. Desinfeksi ini
dilakukan setelah penderita dibius.
Penutupan Lapangan Pembedahan. Untuk membatasi dan
mempersempit lapangan pembedahan umumnya digunakan kain linen
steril. Mempersempit lapangan pembedahan ditujukan untuk mengurangi
kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian difiksasi pada
kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya tetap ditempat
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedkasi pada tindakan anastesi sebagai
berikut :
a. Analgetik narkotik
Morflin. Dosis premedikasi dewasa 5-10ml (0.1-0.2 ml/kg BB) IM untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi,
menghindari takipneu pada pemberian trikloroetilen, danagar anastesi
berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi
perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta koligbisliaris dan
ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi uriin, hipotensi dan
depresi napas.
Petidin. Dosis premesikasi dewasa 50-75mg (1-1.5ml/kg BB) IV
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang
otot polos. Dosis induksi 1-2 ml/kg BB IV
b. Barbiturate
Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis
dewasa 100-200ml, pada anak dan bayi 1mg/kg BB secara oral atau IM.
Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diiperpanjang dan kurang
menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah
fenobarbiital dengan efek drepesan yang lemah terhadap pernapasan yang
sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah
c. Antikolinergenik
Atropine diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan ludah selama
90 menit. Dosis 0.4-0.6 IM bekerja setelah 10-15 menit
d. Obat penenang (tranquillizer)
Diazepam. Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepine.
Pemberian dosis rendah bersifat sedative. Sedangkan dosis besar hipnotik.
Dosis premedikasi dewasa 10ml IM atau 5-10 ml oral (0.2-0.5 ml/kg
BB)IV. Dosis induksi 0.2-1 ml/kg BB IV.
Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama
kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan
dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
I. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang sering muncul adalah :
1. Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan
jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi
lebih cepat dilakukan dengan jumlah pendarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anestetic inhalasi
yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya
agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila muncul hipotensi yang
sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2. Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC).
Hipotermi yag tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah dikamar operasi (25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-
gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia
lanjut atau obat-obatan yang digunkan (vasodilator, anestetic umum, dll).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan
lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37ºC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan yang kering.
Penggunaan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hiotermi.
Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode
intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.
3. Hipertermi malignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama
anestesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertemi malignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium didalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga
otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya
akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dan trolem, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring terhadap
kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
INTRAOPERASI
1. Pengkajian
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variabel yang dapat
mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk mengembangkan rencana
perawatan pasien individual;
a. Identifikasi pasien
b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
c. Catatan pasien terhadap adanya :
2. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan integritas kulit b/d insisi
2) Resiko defisit volume cairan b/d perdarahan selama pembedahan
3) Resiko injuri b/d anestesi, suasana yg membahayakan
3. INTERVENSI
Sentuhan
kontak mata
tenangkan pasien bahwa anda akan hadir di ruang operasi
penenangan verbal yang realistik
4. Koordinasikan aktivitas bagi personel lain yang terlibat dalam perawatan pasien;
a. X-ray, laboratorium, unit perawatan intensif, unit keperawatan bedah
b. Teknisi : gips, petugas laboratorium, dll
c. Farnakolog
d. Personel ruang operasi tambahan dan staf nonprofesional.
5. Operasionalkan dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya digunakan di ruang
operasi dan tugaskan layanan khusus (termasuk autoklaf)
6. Ikut serta dalam konferensi perawatan pasien
7. Dokumentasikan semua observasi dan tindakan yang sesuai dalam format yang
dibutuhkan, termasuk catatan pasien
8. Komunikasikan baik verbal dan tertulis, dengan staf ruang pemulihan dan staf
keperawatan bedah rawat jalan (yang terkait) mengenai status kesehatan pasien saat
pemindahan dari ruang operasi.
Evaluasi
1. Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan dari ruang operasi, sebagai
contoh :
2. Ikut serta dalam mengidentifikasi praktik perawatan pasien yang tidak aman dan
menanganinya dengan baik
3. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan, contoh : peralatan, kebersihan
4. Melaporkan dan mendokumentasikan segala perilaku dan masalah yang merugikan
5. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik keperawatan teknis
6. Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ns.Fitrian Rayasari, M.Kep.,Sp.KMB.2018. Pre Operatif, Intra Operatif, Post Operatif Care
[PPT]. Jakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Nazwar Hamdani,
Edtor. Bantul (ID): MediAction
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OPERASI
A. Definisi
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat
, 2008). Tahap Pasca Operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
Pasca Operasi dan berakhir saat pasien pulang.
a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi konvesional seperti eter, siklopropan, dan kloroform toksik .
b. Anestesi intravena
Beberapa obat anestesi diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestesik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium
anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat. Termasuk
dalam anestesi intravena yaitu : barbiturate (thiopental, metoheksital),
benzodiazepine ( midazolam, diazepam),opioid (neuroleptic), dll.
1. Syok
Syok adalah kompilkasi pasca operasi yang paling serius. Digambarkan sebagai tidak
memadainya oksigenasi selular . Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar
tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan aliran darah ke
organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.
2. Hemorhagi (perdarahan)
Hemorhagi dikelompkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Hemorhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemorhagi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
pembuluh darah yang tidak terkait.
3) Hemorhagi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi
oleh selang drainage.
3. Trombosis vena profunda (TVP)
Adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Embolisme pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
kesebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyubat arteri pulmonal. Gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas dan sianosis, pupil dilatasi, nadi
menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.
5. Kompikasi pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling sering
dihadapi oleh pasien bedah.
6. Retensi urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembbeddahan-pembedahan,
retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina dan
setelah hemiorafi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah. Penyebabnya
diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.
7. Kompikasi gastrointestinal
Kompikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk,
tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah mulut dapat
menyebabkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus dimodifikasi
untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti
gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih
drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang lebih
mendalam.
h. Persiapan Post Operasi
Persiapan Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada persiapan post operasi akan terarah pada fase perawatan masa post operasi dan
dalam fase tersebut fokus pengkajian terarah pada :
i. Efek dari agen anastesi
j. Memantau fungsi vital
k. Mencegah komplikasi
1) Pasien yang belum sadar secara utuh atau belum pulih dari pengaruh anestesia, posisi
kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat sehingga
ventilasi terjamin.
2) Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
3) Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
4) Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
5) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan baik
atau tidak lepas.
6) Mendorong bed pasien dengan baik dan tidak tergesa-gesa karena hal tersebut dapat
mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi kepala,
sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi, dan
kegoncangan sirkulasi.
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (Post op), yaitu :
Status kesadaran pasien, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan TTV,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, dan lokasi pembedahan disekitarnya.
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta dalam memanagemen nyeri dapat
dilakukan dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan yang
tinggi protein dan vitamin C yang dapat membantu pembentukan kolagen dan
mempertahankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan Sistem Respirasi pasien yang utuh dengan cara latihan nafas ,
yaitu tarik nafas yang dalam dengan mulut, tahan nafas selama 3 detik, kemudian
hembuskan.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memberikan
asupan cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien dan monitor input serta
output dan mempertahankan asupan nutrisi yang cukup.
4) Mempertahankan eliminasi, dengan cara monitor output urine serta mencegah
terjadinya retensi urine
5) Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatory.
6) Mengurangi kecemasan pada pasien dengan cara melakukan komunikasi secara
terapeutrik
4. Adapun untuk monitoring pasca bedah berdasarkan priortas dan sistematis dapat
dilihat dari :
B1 : Breath : Sistem Pernafasan : Observasi jika adanya Obstruksi jalan nafas,
hipoventilasi, pneumo/ hematothorax, apnue, hipoksemia.
B2 : Bleed : Kardio Vaskuler : Observasi jika adanya Hipotensi, Hipertensi,
Bradicardi, distrhmia, infrak miocard.
B3 : Brain : Susunan Syaraf Pusat : Observasi jika adanya penururnan kesadaran
dan kejang
B4 : Bladder : Sistem Urogenital : Observasi anuguria, poliguri, oliguria, dan
hematuria.
B5 : Bowel : Sisem Trac. Digestivus : Observasi : Peningkatan / penurunan
peristaltic usus serta nyeri.
B6 : Bone : Tulang Kerangka
9. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka Pasca Operasi
Yang harus diperhatikan pada perawatan luka Pasca Op yaitu membersihkan dan
membalut luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi yang baik maka hal
tersebut dapat memicu kesembuhan yang cepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi.
Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis pasien, waktu dan sifat operasi serta
tampilan luka. Dalam perawatan luka, untuk membalut kembali luka tersebut maka harus
memperhatikan pembersihan luka sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis.
Kemudian dalam prosedur untuk membuka jahitan , klip , atau staples dilakukan
sesuai dengan hasil pengkajian pada luka. Jahitan dapat dibuka jika luka sudah sembuh,
sering kali 5 – 10 hari post operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat
memperhambat penyembuhan luka. Dalam membuka jahitan luka post op meskipun set
pembuka / gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat bersih,
dengan menggunakan sarung tangan. Bengkok untuk meletakan klip / staples sehingga
dapat dibuang dengan benar.
Mengangkat jahitan memiliki tujuan yaitu untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik kedalam :
1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan menggunakan pingset pada tangan non
dominan
2. Dengan tangan dominan, potong benang dibawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut secara perlahan benang dari kulit
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien
pasca operasi, perlu diperhatikan hal – hal berikut ini :
a. Makan makanan bergizi tinggi protein
b. Istirahat yang cukup
c. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa.
d. Control secara teratur untuk evaluasi luka post op
e. Minum obat sesuai anjuran dokter
2. Diagnose Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisiki
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Rasa nyeri berkurang
3) Mampu mengenal nyeri
Intervensi :
Intervensi :
1) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
2) Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah.
3) Berikan perawatan luka.
4) Jika ada tanda-tanda infeksi kolaborasikan dengan dokter.
Intervensi :