Anda di halaman 1dari 10

Nama : Natalia C L Warfandu

NIM : 17061012

MK : Keperawatan Bencana

Dosen : Johanis Kerangan,S.kep.,Ns,M.kep

ESSAY

Peran Perawat Dalam Manajemen Bencana Recovery Masalah Sosial Konflik Beragama

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian yang mengancam dan mengganggu
kehiudapan dan penghidupan masyarakat yang di sebabkan oleh factor alam atau factor
non alam maupun factor social. Sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
sering di kategorikan menjadi tiga jenis yaitu (1)bencana alam yaitu bencana yang di
sebabkan oleh factor alam seperti gempa bumi,tsunami, gunung meletus, banjir
kekeringan, angina topan, dan tanah longsor. (2) Bencana non alama yaitu bencana yang
di akibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain adalah ke
gagalan teknologi, gagal modernisasi, epidemic dan wabah penyakit serta (3) bencansa
social yaitu yang di akibatankan oleh peristiwa yang di akibatkan konflik oleh manusia
yang meliputi konflik social antara kelompok atau antara komunitas masyrakat dan
terror.
Konflik merupakan masalah yang cukup kompleks saat ini, terutama di Indonesia.
Dikarenakan keberagaman suku, ras, dan agama yang ada. Perbedaan karakter dan
kepentingan setiap kelompok yang tidak dapat berjalan beriringan satu sama lain menjadi
salah satu faktor munculnya konflik. Walaupun konflik sering muncul, dimata dunia
warga negara Indonesia tetap dapat berjalan beriringan atau damai dan demokratis.
Hal ini karenanya adanya sikap toleransi dan norma-norma yang berlaku di masyarakat
sejak zaman nenek moyang. Isu SARA merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia.
Agama sendiri juga sebagai salah satu norma yang berjalan di masyarakat. Di Indonesia
setidaknya ada 5 agama yang dianut masyarakat, yaitu islam, keristen, katolik, budha,
hindu, danh kong hu chu. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas lebih lanjut tentang
konflik agama yang terjadi di masyarakat.
Ralf Dahrendrof salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam teori konflik,
pemikirannya mulai dan sangat dipengaruhi oleh fungsionalisme struktural. Dia mencatat
bahwa bagi sang fungsionalis, sistem sosial dipengaruhi oleh kerja sama sukarela atau
konsensus umum atau keduanya. Akan tetapi, bagi teoretisi konflik (atau paksaan),
masyarakat dipersatukan oleh pembatasan yang dipaksakan. Dengan demikian, beberapa
posisi di masyrakat merupakan kekuasaan dan otoritas yang didelegasikan kepada orang
lain. Fakta kehidupan sosial tersebut membawa Dahrendorf kepada tesis sentralnya
bahwa distribusi otoritas yang diferensial selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik
sosial sistematik (Ritzer, 2012:451).
Konflik agama mungkin bukan bahasan yang asing lagi bagi telinga kita,
karena memang konflik agama menjadi permasalahan yang sampai sekarang
masih belum dapat diselesaikan dengan baik. Konflik agama bukan hanya menjadi
permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di seluruh dunia. Ini disebabkan karena
Indonesia memiliki bermacam-macam etnis dan agama. Banyak kerusuhan-
kerusuhan di Indonesia yang berlatar belakang konflik agama. Ini wajar, karena
masalah agama memiliki sensitivitas yang sangat tinggi, menyangkut keyakinan
yang amat dalam dan bersifat transendental dalam diri seseorang. Misalnya pada
kasus kerusuhan Sambas, Kalimantan Barat, juga tidak jauh berbeda, hanya saja
pada kasus tersebut yang lebih menonjol tampaknya adalah konflik etnis (Madura
dan Dayak), kemudian menyusul konflik agama dan konflik-konflik lain. Sebab di
Sambas, warga asal Madura atau pendatang lainnya selalu diidentikkan dengan
Islam, sedangkan warga Dayak selalu diidentikkan dengan Kristen (Sudarto,
1999:xii).
Kasus kekerasan etnis juga terjadi pada wanita-wanita Cina seperti. Dalam
tulisannya melalui internet, Vivian, seorang wanita keturunan Cina, mengaku dia
bersama adik dan tantenya diperkosa ramai-ramai ketika terjadi kerusuhan 13-15
Mei 1998, yang mengakibatkan kota Jakarta dan Solo (Jawa Tengah) lumpuh.
Dalam tulisannya itu, Vivian juga mengutip teriakan pemerkosa sebelum
melakukan perbuatan kejinya. ”Kamu mesti diperkosa karena kamu Cina dan non
muslim.”. Laporan Vivian itu juga dikutip oleh The New York Time, media di
Amerika Serikat edisi 10 Juni 1998, dengan judul : ”Indonesians Report
Widespread Rapes of Chinese in Riots” (Sudarto, 1999:110-111).
Terjadinya pengelompokan atau pelapisan sosial yang terbentuk dimasyarakat,
salah satunya kelompok agama. Dari agama yang memiliki Tuhan, kitab, kepercayaan,
dan cara beribadah yang berbeda. Bahkan pada kelompok agama masih terbagi kedalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi. Contoh Kristen ada aliran saksi
yehuwa,mormon,childern of god,cristian sience. Hanya karena berbeda tatanan dalam
beribadah saja konflik masih sering terjadi antar aliran tersebut padahal masih dalam satu
naungan, yaitu agama kristen. Apalagi perbedaan agama yang mempunyai kepercayaan
dan keyakinan yang berbeda pasti lebih sering terjadi pertentangan atau yang lebih
dikenal dengan isu sara. Sistem pelapisan sosial di masyarakat dibentuk oleh manusia
sebagai makhluk sosial dengan pengaruh kebudayaan yang berlaku dan akibat adanya
keterpaksaan.
Penguasa juga berpengaruh penting sehingga terjadinya konflik, kebijakan yang
dilakukan adil atau tidak bagi warganya. Meski terkadang penguasa sudah bersikap adil
masih ada sebagian kelompok masyarakat yang merasa kebijakan tersebut tidak adil.
Padahal penguasa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sudah memberikan kebijakan
sesuai porsi dan kebutuhan yang dimiliki. Sifat dasar alamiah manusia memiliki nafsu
yang sulit untuk di puaskan atau merasa terpuaskan. Tidak menutup kemungkinan konflik
terjadi akibat dari penguasa itu, yang menjadi faktor yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam dunia politik hal ini sangat sulit untuk dihindari jika tidak dibekali dengan ajaran
agama yang mendalam. Penguasa yang melakukan KKN biasanya tidak akan bertahan
lama kekuasaannya.
B. Literature review

Menurut Soerjono Soekanto konflik adalah suatu proses sosial di mana individu atau
kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dan
disertai dengan ancaman juga kekerasa (Soerjono Soekanto).

Menurut Gillin konflik sosial merupakan bagian dari suatu proses sosial yang terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, kebudayaan, emosi, dan perilaku (Gillin dan
Gillin)
Menurut Robert konflik adalah sebuah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang
langka seperti, status, kekuasaan, nilai, dan lain-lain (Robert M. Z Lawang).Menurut
Lewis konflik adalah sebuah perjuangan yang bersangkutan dengan nilai-nilai atau
tuntunan terhadap status, kekuasaan yang bermaksud untuk menetralkan, mencederai,
bahkan melenyapkan lawan (Lewis A. Coser).
Menurut Minnery konflik adalah sebuah interaksi antara dua atau lebih, dan kedua pihak
tersebut saling ketergantungan, akan tetapi terpisahkan oleh tujuan.
Konflik Sosial adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua
kelompokmasyarakatataulebihyangberlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas
yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu
stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional (Minnery).

Sementara itu yang menyebabkan terjadinya konflik antar umat beragama bukan berasal
dari faktor agama melainkan dari faktor ekonomi/keuangan, politik dan sosial yang
kemudian diagamakan. Banyak tokoh agama atau masyarakat yang masih memiliki
kurangnya kesadaran sebagai tokoh dan umat beragama, masih adanya kesalahpahaman
mengenai informasi diantara pemeluk agama, penistaan terhadap agama, dan adanya
paham radikal di antara masyarakat dan disebagian kecil kelompok agama.
Faktor utama yang menyebabkan perselisihan di tanah air kita ini sehingga
menyebabkan konflik antar umat agama adalah faktor politik. Faktor politik
menyebabkan munculnya konflik yaitu perbedaan pendapat antara satu dengan yang lain.
Ada juga beberapa faktor lain yang menyebabkan perselisihan umat agama seperti faktor
non agama misalnya masalah ekonomi sosial sehingga mengaitkan semuanya sampai
menjadi faktor pemicu. Masalah politik di Indonesia selalu menjadikan agama sebagai
alat untuk pembenaran.

Isu penyebaran agama sepertinya paling tampak ke permukaan pada aktivitas


kemanusiaan pasca bencana, namun perbedaan perspektif kebudayaan antara pihak
terdampak dengan para aktivis kemanusiaan seringkali menciptakan suasana yang kurang
nyaman. Banyak kasus bahwa perbedaan kebiasaan dan praktik kebudayaan itu telah
menghambat aktivitas kemanusiaan, khususnya dalam persoalan pendataan, pemetaan,
dan partisipasi komunitas. Para relawan kerap mengedepankan perspektif kebudayaannya
sendiri atau kebudayaan global yang cenderung metropolis saat berhadapan dengan
komunitas yang memiliki kebudayaannya sendiri.Perspektif hubungan antara agama
(interfaith logic) dan pengedepanan kearifan lokal dalam aktivitas kemanusiaan yang
seringkali memanfaatkan peran masjid dan para pengurusnya menjadi sama pentingnya
dengan pelayanan kemanusiaan yang mengatasi keterbatasan dan kedaruratan masyarakat
terdampak.
Persoalannya, bagaimana peran masjid dalam aktivitas penanganan bencana yang
didasarkan pada perspektif hubungan antar agama dan kearifan lokal dapat diwujudkan?
Rambu-rambu kemanusiaan seperti apa yang membuat pelaksanaan penanganan bencana
tidak menciptakan masalah baru bagi para penyintasnya? Jawaban dari pertanyaan ini
menjadi penting sebagai bagian dari perumusan strategi dan code of conduct aktivitas
lembaga kemanusiaan ketika berhadapan dengan komunitas yang berbeda agama dan
budaya dengan berbagai pihak di suatu lokasi bencana.
Perspektif hubungan antar agama yang dibangun dari masing-masing ajaran
agama dalam proses penanganan bencana akan menciptakan situasi damai, dan tidak akan
menimbulkan isu-isu penyebaran keagamaan tertentu. Selain persoalan keagamaan, aspek
penting lain dalam penanganan bencana yang menjadi mekanisme strategis antara
berbagai pihak dan pelaksanaan kerja di lapangan, adalah pilihan pemanfaatan dan
penyesuaian dengan kearifan lokal yang tumbuh kembang di masyarakat terdampak itu.
Kearifan lokal dalam penanggulangan bencana merupakan suatu konsep yang tidak dapat
dipisahkan dari peristiwa bencana itu sendiri.
Manajemen bencanamerupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh suatu organisasi
untuk mengatasi konflik. Dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial, manajemen konflik diistilahkan sebagai penanganan konflik.
Penanganan konflik merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat maupun sesudah
terjadi konflik yang Mencakup:
a. Pencegahan konflik, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
Hal tersebut dilakukan dengan upaya pemeliharaan kondisi damai dalam masyarakat,
mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi
konflik dan membangun sistem peringatan dini.
b. Penghentian Konflik, adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan,
menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan ekskalasi konflik, serta mencegah
bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Terdapat beberapa upaya yang
dilakukan dalam proses penghentian konflik seperti penghentian dengan kekerasan fisik,
penetapan status keadaan konflik, tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban
dan bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.
c. Pemulihan pasca konflik, serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan
dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat konflik
melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi. Berlakunya Undang Undang
Penangan Konflik Sosial merupakan bentuk keseriusan pemerintah untuk setidaknya
mengurangi kegiatan-kegiatan yang kurang harmonis dalam struktur sosial masyarakat
yang bermuara pada disintegrasi bangsa. Penanganan konflik bertujuan menciptakan
kehidupan masyarakat yang aman, tentram, damai dan sejahtera; memelihara kondisi
damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggangrasa
dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara
keberlangsungan fungsi pemerintahan serta melindungi jiwa, harta benda sertasarana dan
prasarana umum. Selain itu memberikan perlindungan dan pemenuhan hak korban dan
memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta dan prasarana umum juga hal
menjadi tujuan lain dari penanganan konflik sosial yang kerap kali terjadi di Indonesia.
C. Pembahasan
Menurut Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
(2011)manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat-‐sifat
manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan, yaitu: 1)
Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama; 2) Waktu untuk bereaksi
yang sangat singkat; 3) Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan
dapat berakibat fatal; 4) Situasi dan kondisi yang tidak pasti; 5) Petugas mengalami stres
yang tinggi; 6) Informasi yang selalu berubah.
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang
ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan,

penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan


bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya, upaya penanggulangan
bencana meliputi: 1) Tahap prabencana, terdiri atas: a) Situasi tidak terjadi bencana,
kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi;
2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan: a) Tahap saat
bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat; b) Tahap pasca
bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam pengertian
bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum melangkah pada
tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini
harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan secara
bersama-‐sama pada satu tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda. Misalnya, tahap
pemulihan kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi
dapat juga dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam
siklus bencana antara lain: 1) Pencegahan dan mitigasi; upaya ini bertujuan menghindari
terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya-‐upaya yang
dilakukan antara lain: a) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman
dan standar; b) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan; c)
Pembuatan brosur/leaflet/poster; d) Analisis risiko bencana pembentukan tim
penanggulangan bencana; e) Pelatihan dasar kebencanaan; dan f) Membangun sistem
penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat. 2) Kesiapsiagaan; upaya
kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana.
Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi.
Upaya-‐upaya yang dapat dilakukan antara lain: a) Penyusunan rencana kontinjensi;
b) Simulasi/gladi/pelatihan siaga; c) Penyiapan dukungan sumber daya; d) Penyiapan
sistem

informasi dan komunikasi. 3) Tanggap darurat; upaya tanggap darurat bidang kesehatan
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan
antara lain: a) Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment); b) Pertolongan
pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan; c) Pemenuhan kebutuhan
dasar kesehatan; d) Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
Secara umum Tahapan Tanggap Bencana adalah: 1) Tahap pengaktifan: a)
Mengumumkan terjadinya bencana dan melaksanakan tanggap awal; b) Mengorganisasi
komando dan pengendalian.
2) Tahap penerapan: a) SAR; b) Triase, stabilisasi awal dan transport; c) Pengelolaan
definitif atas pasien / sumber bahaya. 3) Tahap pemulihan: a) Menghentikan kegiatan; b)
Kembali ke operasi normal; c) Debriefing. 4) Pemulihan: upaya pemulihan meliputi
rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya-‐upaya yang dilakukan antara
lain: a) Perbaikan lingkungan dan sanitasi; b) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
c) Pemulihan psiko-‐sosial; d) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan.
Menurut Pasal 48 Undang-Undang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi(1)
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; 2)
penentuan status keadaan darurat bencana; 3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat
terkena bencana; 4) pemenuhan kebutuhan dasar; 5) perlindungan terhadap kelompok
rentan; dan 6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Namun yang akan kita bahasa disini adalah peran perawat dalam penangan
konflik beragama, upaya yang dapat dilakukan perawatan yang akan saya bahas adalah
recovery atau pemulihan, pada bencana atau konflik social yang paling berperan penting
adalah pemerintah dan tokoh-tokoh agama dari pihak yang berkonflik, namun perawat
juga memiliki peran yang tidak kala penting. Pemulihan atau Recovery adalah
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan 28 kembali kelembagaan, prasarana, dan
sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan
pemulihan adalah : (1)perbaikan lingkungan daerah bencana,(2)perbaikan prasarana dan
sarana umum,(3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,(4) pemulihan sosial
psikologis,(5)pelayanan kesehatan, (6)rekonsiliasi dan resolusi konflik,(7) pemulihan
sosial ekonomi budaya, dan (8)pemulihan fungsi pelayanan publik.

D. Kesimpulan

Penyebab konflik antar umat beragama karena kurangnya rasa solidaritas dan toleransi
dalam mengahadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Seperti yang di jelaskan dalam
pembahasan sebelumnya. Dan cara penanggulangannya dengan menumbuhkan sikap
terbuka antar perbedaan yang ada tetapi harus tetap memegang teguh iman dan
kepercayaan masing-masing. Perawat harus bisa memangani dan mengatasi masalah
pasien bukan hanya sekedar dirumah sakit, namu diluar rumah sakit dan ddimana pun
perawat memiliki fungsi yang luas, termasuk pada manajemen bencana, sehingga sangat
diharapkan untuk perawat dapat melakukan penangan secara tepat.
E. Daftar Pustaka

Pdt. Retnowati. 2018. Agama, Konflik dan Integrasi Sosial Refleksi Kehidupan
Beragama di Indonesia: Belajar dari Komunitas Situbondo Membangun Integrasi Pasca
Konflik. Universitas Kristen Satya Wacana
(https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/sangkep/article/view/603)
https://ww.kemkes.go.id/download.php?file=download/penanganan-
krisis/buletin_info_krisis_kesehatan_edisi_1_februari_2012.pdf

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/742/602

Anda mungkin juga menyukai