Anda di halaman 1dari 3

Nama : Marta Nifaeri Waruwu

Tingkat/Jurusan : 1A Teologi
NIM : 22.01.2116
Mata Kuliah : Sosiologi Agama
Dosen Pengampu : Marhasil Hutasoit, M.Th
AGAMA DALAM PUSARAN KONFLIK

I. Urgensi Judul.
Secara normatif, setiap agama mengajarkan tentang nilai-nilai cinta kasih,
persaudaraan, dan kebaikkan. Namun realitas sosialnya menunjukkan sebaliknya,
banyak sikap diskriminatif dan intoleran antar suatu agama atas agama lain. Konflik
masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia, ucapan para pemimpin tenang
perdamaian masih bersifat imajiner, tidak ada kmunitas yang brsifat Immune terhadap
bahaya laten konflik dan perpecahan. Pada kesempatan ini, kita akan membahas lebih
lanjut tentang agama dalam pusaran konflik.1

II. Inti Sari.


Simbol-simbol agama sering menjadi sasaran agama Religius Hate Spech. Banyak
kasus konflik di Indonesia yang terjadi dimulai dari simbol agama yang dilecehkan.
Sebagai bangsa yang dianugerahi keberagaman, Indonesia sering diperhadapkan
dengan isu isu yang mengarah pada konflik. Celakanya, simbol agama adalah objek
yang paling manjur untuk memancing emosi umat yang berujung konflik. 2

Sebagai proses sosial, radikalisasi sejatinya kontruksi sosial yang melibatkan banyak
faktor dan aktor sosial. Hadirnya aktor sosial membadani proses radikalisasi harus
puladisertai dengan adanya faktor sosial yang mengeklarasikan proses radikalisasi.
Faktor kerentanan banyak macamnya diantaranya balas dendam, kemiskinan,
pendidikan, kebudayaan, dll. Dengan demikian terorisme akan selallu senantiasa
mencari cela untuk menanamkan ideologinya. 3

Dengan itu konflik dalam pusaran masyarakat merupakan interaksi ilmiah, karena
pada dasarnya masyarakat tidak pernah lepas dari namanya konflik. Agama sebagai
faktor integratif berarti agama sebagai perekat antar anggota masyarakat agar tercipta
kehidupan yang damai, rasa aman, tentram serta mampu menjaga kestabilan sosial,
sehingga keterkaitan agama dengan masyarakat berdampak pada pemanfaatan fungsi
kolektif. Ajaran-ajaran terkandung pada kitab suci agama yang menjadi dasar acuan
untuk mengkoneksikan sistem sosial yang ada, akan tetapi kehadirannya dapat
menjadi konsensus dalam masyarakat. Apalagi kandungan kitab suci agama memiliki
posisi yang tinggi sekaligus dapat menjadi arah bagi pengikutnya. 4

Konflik rupanya sudah menjadi bagian keseharian di Indonesia. Konflik-konflik yang


terjadi di Indonesia menurut Binawiratama dan kawan kawan, bukan pertama-tama
disebabkan oleh agama namun disebabkan oleh berkelindannya beragam faktor
politik, sosial ekonomi, sosial dan budayayang seringkali dikatakan dengan identitas
keagamaan kelompok yang sedang bertikai. Hal ini disebabkan agama lebih dipahami
1
Abdul Jamil Wahab, Harmoni di Negeri Seribu Agama (Membumikan Teologi dan Fikih Kerukunan), (Jakarta: Alex
Media Kamputindo, 2015), 1
2
Nazarudin Umar, Jihat Melawan Religious Hate Speech (RHS), (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2019), 86
3
Hamidin Aji Amin, Wajah Baru Terorisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2020), 108
4
M. Zainul Hasani Syarif, AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL: Signifikasi Pendidikan Islam sebagai Stabilisator-
Dinaminisator, (Jakarta: Anggota IKAPI, 2020), 23-24
sebagai identitas, bukan sebagai nilai kebenaran. Disini kebenaran agama coba
dipertahankan oleh masing-masing penganutnya ketika diperhadapkan dengan agama
lain. 5

Selain ketegangan agama, ketegangan politik beriringan dengan ketegangan dalam


bidang ekonomi, khususnya ketika dimulaimnya nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda dan Asing. Nasionalisasi perusahaan Belanda bermula dari kegagalan jalur
diplomasi terkait perjuangan pengembalian Irian Barat. Pemerintah pun mendukung
nasionalisasi perusahaan Belanda yang telah dituntut oleh organisasi buruh yang
bernaung dibawah PKI dan PNI. Dengan segera pabrik, perkebunan sektor jasa,
pertambangan dan bank ada dibawah kendali Indonesia. 6

III. Implikasi./Dampak.
Pada saat konflik berlangsung akar konflik dan akibat konflik salimg memperkuat
satu sama lain meningkatkan esklasi konflik. Pada tahap awal ketegangan sosia;
terjadi akibat kesenjangan struktural. Konflik terbuka ini kemudian menciptakan
konflik baru (misalnya kekerasan terhadap kelompok agama) yang kemudian
menimbulkan konflik komunal. Keterkaitan antar faktor ini perlub dianalisis dan
dipetakan untuk menemukan faktor dominan dan faktor tidak dominan dalam
dinamika kinflik yang terjadi. 7

Persoalan agama tidak akan pernah lepas dari seorang individu. Fenomena
menjelaskan belum bisa toleran pada agama yang dirasa berbeda dengan
keyakinannya. Sikap saling curiga anatara agama satu dengan agama lain sebagai
fanatisme agama. Sikap mempertahankan kehendak ini yang nantinya dapat memicu
konflik. Kurangnya pengetahuan akan ekstremisme menjadikan momok yang setiap
tahun meningkatkan korban jiwa hingga kerugian materi. Sehingga mereka mudah
saja terpengaruh karena mereka belum mampu menyaring halyang seharusnya dapat
diselesaikan dengan musyawarah 8

IV. Kesimpulan
Sebagai proses sosial, radikalisasi sejatinya kontruksi sosial yang melibatkan banyak
faktor dan aktor sosial. Hadirnya aktor sosial membadani proses radikalisasi harus
puladisertai dengan adanya faktor sosial yang mengeklarasikan proses radikalisasi.
Faktor kerentanan banyak macamnya diantaranya balas dendam, kemiskinan,
pendidikan, kebudayaan, dll. Selain ketegangan agama, ketegangan politik beriringan
dengan ketegangan dalam bidang ekonomi, khususnya ketika dimulaimnya
nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan Asing. Nasionalisasi perusahaan
Belanda bermula dari kegagalan jalur diplomasi terkait perjuangan pengembalian
Irian Barat. Pemerintah pun mendukung nasionalisasi perusahaan Belanda yang telah
dituntut oleh organisasi buruh yang bernaung dibawah PKI dan PNI.Sikap saling
curiga anatara agama satu dengan agama lain sebagai fanatisme agama. Sikap
mempertahankan kehendak ini yang nantinya dapat memicu konflik. Kurangnya

5
Mefbosed Radjah Pono Dkk., MENGGEREJA di PUSARAN ZAMAN: Pemikiran-pemikiran Teologis Gerejawi dan
Pergumulannya Pada Masa Kini, (Jakarta: Ahlimedia Book, 2021), 15
6
Wahyudi Kumorotomo, Yuyun Prabukusumo, Kebijakan Publik dalam Pusaran Ideologi: Dari Kuasa Negara ke
Dominasi Pasar?, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), 15
7
Lambang Trijono, PEMBANGUNAN SEBAGAI PERDAMAIAN: Rekonstruksi Indonesia Pasca-Konflik, (Jakarta: Obor
Indonesia, 2007), 68
8
Nur Fitriani, SENARAI CATATAN GADIS BERKACAMATA MENYOAL TOLERANSI DAN PERDAMAIAN, (Jakarta:
Guerpedia, 2019), 35
pengetahuan akan ekstremisme menjadikan momok yang setiap tahun meningkatkan
korban jiwa hingga kerugian materi.

Daftar Pustaka
Wahab, Abdul Jamil , Harmoni di Negeri Seribu Agama (Membumikan Teologi dan
Fikih Kerukunan), (Jakarta: Alex Media Kamputindo, 2015), 1.

Umar, Nazarudin, Jihat Melawan Religious Hate Speech (RHS), (Jakarta: Alex
Media Komputindo, 2019), 86
Hamidin Aji Amin, Wajah Baru Terorisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2020), 108.

Syarif, M.Zainul Hasani, AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL: Signifikasi


Pendidikan Islam sebagai Stabilisator-Dinaminisator, (Jakarta: Anggota IKAPI,
2020), 23-24.

Mefbosed Radjah Pono Dkk., MENGGEREJA di PUSARAN ZAMAN: Pemikiran-


pemikiran Teologis Gerejawi dan Pergumulannya Pada Masa Kini, (Jakarta:
Ahlimedia Book, 2021), 15.

Kumorotomo, Wahyudi, Yuyun Prabukusumo, Kebijakan Publik dalam Pusaran


Ideologi: Dari Kuasa Negara ke Dominasi Pasar?, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2018), 15.

Trijono, Lambang, PEMBANGUNAN SEBAGAI PERDAMAIAN: Rekonstruksi


Indonesia Pasca-Konflik, (Jakarta: Obor Indonesia, 2007), 68.

Fitriani Nur, SENARAI CATATAN GADIS BERKACAMATA MENYOAL TOLERANSI


DAN PERDAMAIAN, (Jakarta: Guerpedia, 2019), 35

Anda mungkin juga menyukai