Anggota Kelompok :
Ni Luh Putu Eka Safitri (1913511036)
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB VIII
Menyimak berbagai kerusuhan yang terjadi selama ini kita melihat betapa beragam
bentuk perwujudannya dan betapa kompleks faktor penyebabnya. Kerusuhan-kerusuhan yang
terjadi di berbagai tempat itu terwujud dalam berbagai bentuk kekerasan, penjarahan, dan
perusakan, tidak hanya terhadap milik pribadi akan tetapi juga milik pemerintah atau negara
bahkan simbol-simbol keagamaan. Kita ragu menyatakan bahwa kerusuhan itu merupakan
konflik agama (semata) namun sulit untuk menafikannya sama sekali sebab perusakan
sejumlah rumah-rumah ibadah yang dianggap sakral dan merupakan simbol kehadiran sebuah
agama dan komunitas para pemeluknya terjadi.
Beberapa waktu terakhir ini kerukunan hidup di negara kita kerap menjadi
perhatian banyak pihak. Semua kejadian ini tentu mengakibatkan kerugian bagi
berbagai aspek kehidupan, terutama bagi stabilitas bangsa dan negara, serta
mengganggu kelancaran pembangunan nasional menuju ”Indonesia Baru“. Agama
yang sejatinya menjadi sentrum integrator kehidupan untuk menghindari manusia dari
situasi perpecahan, ternyata telah menjadi pemicu disintegrasi sosial (bangsa).
Dari beberapa peristiwa atau kasus yang terjadi, dapat diidentifikasi masalah-
masalah yang menjadi penyebabnya, yaitu:
1. Eksklusivisme : suatu sikap kelompok yang hanya memperhatikan kelompoknya
saja dan tidak menganggap adanya kekuatan dari luar
kelompoknya.
2. Puritanisasi agama : usaha untuk memurnikan agama dari pengaruh unsur luar
yang bukan asaliah agamanya. Agama dianggap tidak pantas
bila dihubungkan dengan sifat-sifat kemanusiaan. Kemutlakan
atas kebenaran ajaran agama memang merupakan esensi
”sradha” (iman) namun dalam wujud ”yadnya” dan ”karma”
maka faktor sosiokultural menjadi amat dominan. sering kali
terjadi upaya pemurnian ajaran agama dengan menghilangkan
pengaruh kebudayaan setempat yang sebenarnya dapat menjadi
faktor integratif para penganut agama yang berbeda dalam
suasana kebhinekaan yang tunggal, dengan semangat ”obligatio
in salidum” (semangat kegotongroyongan yang mengikat)
seperti misalnya ”pela” di Maluku, ”ngayah” di Bali, dan
sebagainya.
Sejak zaman dahulu, di masa gong gentanya pura kencana Majapahit bergema,
seorang cendikiawan bergelar Mpu Tantular telah menyadari kenyataan kebhinekaan
itu. Beliau menyuratkan pemikirannya di dalam pustaka Sutasoma yang berbunyi
”bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang artinya: ”walaupun itu berbeda
tetapi pada hakikatnya satu, tak ada kebenaran yang ganda“. Kebenaran tidak pernah
ganda, karena itu harus disadari, digali dari nilai-nilai budaya luhur yang kita miliki,
terutama nilai-nilai luhur agama yang disucikan. Menyadari hal itu maka jiwa dan
semangat kemanunggalan harus tetap terpatri dalam hati sanubari setiap manusia
Indonesia sebagai warga bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta. Dengan tetap berpegang teguh pada
sesanti “Bhineka Tunggal Ika”, maka dapat dikembangkan pandangan hidup rukun
dan damai serta tentang peningkatan solidaritas beragama, solidaritas sosial,
multikulturalisasi nilai-nilai luhur agama, dalam proses pembangunan nasional,
sehingga dengan demikian tercipta manusia-manusia yang cinta damai dan mau
bekerjasama dalam menyelesaikan problem yang dihadapi bangsa Indonesia. Pada
hakikatnya umat Hindu adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya karena merupakan satu kesatuan yang utuh.
Tidak dapat memisahkan dirinya dari sebuah perbedaan, karena ia berasal dari Tuhan
dan kembali ke Tuhan jua. Oleh karena itu dalam rangka sosialisasi dan aplikasi nilai-
nilai luhur agama dalam proses pembangunan nasional, maka umat Hindu dapat
mengamalkan ajarannya secara benar dengan mengupayakan revitalisasi terhadap
mantra-mantra suci Veda, sehingga mampu memberikan kontribusinya terhadap
kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional menuju Masyarakat yang aman
tentram damai dan selamat sejahtera.
a. Filsafat Tat Tvam Asi, Dharma Agama, Dharma Negara adalah dasar pijakan atau
pedoman hidup bagi umat Hindu dalam menjalankan kewajibannya.