KARAKTER
KHUSUS
EKSLUSIVISME
A. PENGERTIAN
ATAU
PATRIKULARISME
PARTIKULARISME
DAN
DAN
EKLSLUSIVISME
dan
tulisan
daerah
setempat,
sehingga
hasilnya
ialah
mereka
menerjemahkan tulisan dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Dalam tulisan
dimaksud banyak tulisan-tulisan yang berkaitan dengan agama Yahudi ikut
diterjemahkan dan ditambahkan ke dalam
pemimpin Yahudi yang berada di Palestina menolak tulisan-tulisan yang baru itu,
sehingga mereka tidak memasukkannya ke dalam bahasa Ibrani.
bahwa
agama
Kristen
sendiri
berarti
sikap
untuk
mengkhususkan
atau
lain. Bahkan, tak jarang sebuah kelompok menindas kelompok-kelompok lain yang
dianggapnya lebih rendah dari kelompoknya. Jika ini sudah terjadi, sikap fanatis
dan diskriminatif akan ikut menyertai.
Kita tentu tidak lupa mengapa Hitler membantai bangsa Yahudi. Keinginan
untuk menjadi yang terbaik, keinginan untuk mendapatkan prestis, dan keinginan
untuk menjadi penguasa adalah alasannya untuk menindas kelompok tersebut. Itu
jugalah yang menjadi alasan mengapa manusia ingin menjadi eksklusif. Jika kita
dengar kata eksklusif, hal yang terlintas pertama kali di benak kita adalah
kelompok yang memiliki kelas atau status sosial yang tinggi. Prestis dari
eksklusivisme itu yang membuat manusia lantaran tergila-gila menjadi manusiamanusia eksklusif.
Kejadian teror bom yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu dampak dari
sikap eksklusivisme manusia. Jika kita ingat Amrozi, orang yang terlibat dalam
tragedi bom Bali, ia pernah mengatakan bahwa ia terlibat dalam pengeboman
tersebut untuk melawan kekafiran. Bukankah itu sifat yang eksklusif, fanatis, dan
diskriminatif? Di mana sebuah kelompok merasa kelompoknyalah yang paling
benar.
Mundur ke belakang, kita tentu tahu tragedi 11 September yang terjadi di
Amerika Serikat. Pasca tragedi tersebut seorang politikus puncak Amerika
keturunan Yahudi berkata, The Moslems are barbarians and sub-human
(goyyim, ZM). One should not negotiate with them. They are not like us. They do
not deserve treatment by democratic and human rights criteria. There is no need for
us to limit our selves within democratic tradition (Indra Adil, The Lady Di
Conspiracy Misteri di Balik Tragedi Pont DE LALMA). Kata-kata tersebut
menunjukkan kita contoh lain dari sikap eksklusif, fanatis, dan diskriminatif. Di
mana kelompok etnis dan agama tertentu memberikan pandangan negatif terhadap
kelompok etnis dan agama yang lain. Pandangan negatif yang menghakimi seluruh
anggota kelompok akibat kesalahan yang dilakukan oleh beberapa orang anggota
kelompok menjadi stereotip terhadap kelompok-kelompok tertentu. Hal itu tak
jarang merugikan anggota kelompok yang tidak terlibat dalam kesalahan yang
dibuat anggota lainnya di kelompok yang sama.
Hal lain yang mungkin tidak terlalu mencolok adalah peristiwa perkawinan
campur. Aturan perkawinan campur atau perkawinan lintas agama tak jarang
menyulitkan pasangan kekasih yang berbeda agama untuk bersatu sebagai suamiistri. Hal ini dimaksudkan agar manusia menikah dengan manusia lain yang
seiman. Pertanyaannya adalah apakah manusia hanya boleh bersatu dengan
manusia lain yang seiman. Apakah kelompok iman tersebut membuat manusia
terkotak-kotak dan menghalangi manusia untuk berinteraksi secara bebas dengan
manusia lain? Apakah itu tujuan dasar dari pembentukkan kelompok iman
tersebut?
Sungguh sebuah hal yang ironis memang jika pembentukkan kelompok yang
semula bertujuan untuk kegiatan sosial beralih fungsi sebagai pelegalan
eksklusivisme. Tak pernahkah kita berpikir sejenak, mengapa kita membentuk
sebuah kelompok jika nantinya akan memisahkan dan mengkotak-kotakkan kita?
Bukankah itu sama dengan mengkandangi diri sendiri? Bukankah cara berpikir kita
juga menjadi kerdil dan sempit? Dan haruskah kita membangun bentuk-bentuk
eksklusivisme yang lain?
Jika sudah begini, perlukah kita membubarkan kelompok-kelompok yang telah
kita bentuk? Sebenarnya itu tidak perlu karena yang harus dibubarkan bukan
kelompoknya tetapi eksklusivisme, fanatisme, dan sikap diskriminatifnya. Hampir