Anda di halaman 1dari 11

REVIEW JURNAL

RENDAHNYA TOLERANSI BERAGAMA


MASYARAKAT INDONESIA

Disusun Oleh
RAHMAT SAIFUDIN_2311103091
NIM :231113091
KELAS :S1SI_07_ B

PROGRAM STUDI S1 SISTEM INFORMASI


FAKULTAS INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Cover
Daftar isi ........................................................................................................... 2
Pendahuluan ...................................................................................................... 3
Ringkasan Jurnal ............................................................................................... 4
Pembahasan ...................................................................................................... 6
Kesimpulan ....................................................................................................... 10
Lampiran
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia.
Terbentang dari Sabang hingga Merauke dan daratan yang saling terpisahkan oleh
laut membuat Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, bahasa, adat, budaya,
dan agama.

Agama terbesar dan yang diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen,


Katholik, Budha, Hindu, dan Kong Hu Chu. Dari keenam agama tersebut, Islam
adalah kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar warga negara Indonesia.
Menurut sensus tahun 2010 Islam dianut oleh 87% rakyat Indonesia, ini membuat
Indonesia yang merupakan negara terpadat ke empat di dunia menjadi negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Melihat fakta keanekaragamannya yang dapat dipersatukan menjadi sebuah


bangsa, secara teori Indonesia adalah negara dengan toleransi perbedaan beragama
terbaik di dunia. Tetapi apabila kita melihat jauh lebih dalam, teori itu seolah
terbantahkan. Lihat saja peristiwa gesekan sosial antar suku yang terjadi di Sampit
atau di Lampung beberapa tahun yang lalu. Belum lagi peristiwa kekerasan yang
terjadi antara dua golongan Islam Sunni dan Syiah di Madura beberapa waktu lalu.
Khasus penolakan pendirian gereja. Dan yang masih hangat adalah peristiwa
demonstrasi penolakan pemimpin yang berbeda agama di Jakarta beberapa hari
yang lalu.

Jelas dalam setiap agama diajarkan untuk saling mengasihi antar sesama
manusia dan tolong menolong dalam hal kebaikan. Dalam ajaran yang hakiki, tidak
agama yang mengajarkan untuk memusuhi agama lain, tidak terkecuali agama
Islam.

Bahkan Al Qur’an tidak sekedar menghimbau umat Islam agar bersikap


toleransi yang dianggap sebagai syarat mutlak bagi kehidupan yang damai, tetapi
meminta komitmen mereka agar bersikap adil. Bukan dalam arti dapat menerima
orang lain saja, tetapi harus menghormati budaya, kepercayaan dan distinksi
peradabannya. Hal yang dimaksud firman Allah Swt surat Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
(menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil (dan menghormati hubungan).”
RINGKASAN JURNAL

Judul Jurnal: Lurah Susan dan Kualitas Toleransi Umat Beragama


Penulis Jurnal: Harry Bawono
Publikasi Jurnal: http://budisansblog.blogspot.com

Masalah toleransi Agama: Catatan Statistik dan Kasus Empirik


Dalam sebuah survei mengenai toleransi agama di Indonesia yang dilakukan
oleh lembaga Center of Strategic and International Studies (CSIS) tergambar
rendahnya toleransi beragama orang Indonesia. Philip Vermonte, Kepala
Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS, mengatakan
bahwa, "Masyarakat menerima fakta bahwa mereka hidup di tengah keberagaman.
Tapi, mereka ragu-ragu menoleransi keberagaman",

Menurut Philip Vermonte, realitas statistik itu menunjukkan betapa


kontradiktifnya masyarakat yang mengaku demokratis tapi tidak dapat mewujudkan
nilai-nilai demokrasi dan menghargai perbedaan. Seperti pada kasus penolakan
pendirian masjid di Kupang, dan penolakan pendirian gereja di Bekasi.

Dengan menampilkan suatu contoh perbedaan yang kontras, penulis


bermaksud menunjukkan kondisi yang layak dan kondisi yang selayaknya tidak terjadi.
Hal ini sekaligus dapat digunakan sebagai bahan refleksi bersama bahwa rasionalitas
sebuah negara yang berpihak pada keragaman, secara cerdas sejatinya telah dipikir
masak-masak oleh para pendiri bangsa, maka itu beliau-beliau sekalian memilih dasar
negara Pancasila dan merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 yang relatif sadar pada
betapa pluralnya Indonesia. Selain itu, penting untuk ditegaskan bahwa logika
penolakan terhadap seseorang atau sekelompok orang atas dasar agama adalah sama
sekali irasional.

Membedah Persoalan: Masalah Struktural dan Sosio-kultural


Dari catatan statistik dan uraian kasus empirik diatas, kasus penolakan terhadap
Lurah Susan merupakan sekedar pantulan dari suatu masalah mendasar berkaitan
dengan persoalan struktural dan sosiol-kultural. Masalah struktural terkait dengan
kebijakan legal formal, sementara masalah sosio-kultural terkait dengan pola relasi
antar pihak yang berbeda agama. Masalah struktural dan sosio-kultural inilah yang
menjadi basis mengapa penolakan terhadap yang berbeda itu menjadi mungkin untuk
tumbuh.

Masalah struktural. Masalah struktural yang mendasar adalah mengenai


definisi agama versi pemerintah. Karena dengan acuan definisi inilah aturan legal
lainnya mengenai kehidupan umat beragama disusun.
Dengan definisi yang timpang dan absurd, tentu saja berbuntut pada lahirnya berbagai
aturan yang diskriminatif. Definisi agama versi pemerintah dibangun atas dasar tarik
menarik kekuatan dalam masyarakat, yang penuh dengan kepentingan.
Mereka yang tersingkir ini lantas ada yang digiring untuk mengaku
beragamakan salah satu dari ke-enam agama tersebut atau dikategorikan oleh
pemerintah sebagai penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sebuah kelompok yang dimaksudkan untuk tidak mendirikan agama baru, namun
diarahkan untuk memilih salah satu agama resmi yang diakui pemerintah. Hal ini
berarti, para penganut agama diluar agama resmi merupakan pihak-pihak yang
didefinisi sebagai tidak beragama.

Kebanyakan dari mereka terpaksa untuk akomodatif dengan mengaku


beragama lain, misalnya,Sunda Wiwitan yang mengaku Hindu, Konghucu yang
mengaku Budha. Ada juga yang tetap mempertahankan identitasnya, meskipun
mengalami kesulitan dari memperoleh surat-surat kependudukan.

Masalah sosio-kultural
Merujuk pada pengamatan penulis terhadap kasus-kasus yang ada, masalah
sosio-kultural yang mendasar adalah pola relasi antar pihak yang berbeda agama masih
dalam bentuk relasi mayoritas-minoritas. Dalam relasi mayoritas-minoritas, kelompok
mayoritas setidaknya memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah eksploitasi
dan diskriminasi, pemaksaan norma atau labeling dan mendefinisikan dirinya sebagai
acuan atau panutan.

Dari karakteristik dasar tersebut secara garis besar, kelompok mayoritas dapat
didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang memiliki kuasa dengan mendefinisikan
diri mereka sendiri sebagai kelompok yang normal dan superior, sementara kelompok
(pihak) lain dipandang sebagai kelompok yang abnormal dan inferior.
Pendiskriminasian dan eksploitasi terhadap kelompok (pihak) lain lantas dianggap
sebagai bentuk konsekuensi untuk melawan kelompok (pihak) lain itu.

Sementara, kelompok minoritas diposisikan sebagai sekelompok orang yang


merasa atau didefenisikan oleh pihak mayoritas sebagai yang berbeda dan atau inferior
dengan berlandaskan pada asumsi fisik, kultur, ekonomi, dan atau karakteristik
perilaku, tereksploitasi sekaligus terdiskriminasi.

Uraian masalah struktural dan sosio-kultural tersebut menggambarkan dengan


jelas basis mengapa toleransi beragama orang Indonesia rendah, sebagaimana
tercermin dalam survei CSIS. Dan juga mengapa penolakan atas Lurah Susan
kemudian muncul dengan landasan logika, agama yang dianut oleh Lurah Susan
berbeda dengan agama mayoritas warganya.
PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey, memang benar bahwa
toleransi agama di Indonesia dapat dikategorikan kurang. Banyak terjadi konflik
yang dilatar belakangi perbedaan agama. Hal ini yang perlu kita kaji lebih dalam.
Kita harus ingat pada asal-usul dan sejarah bangsa ini.

Tetapi menurut saya secara pribadi, kedewasaan berpikir yang kurang membuat
kita jauh dari rasa toleransi, akibatnya kita cenderung untuk memaksakan ego kita.
Munculnya konflik yang dilatarbelakangi agama juga disebabkan oleh rendahnya rasa
cinta terhadap negara. Banyak konflik-konflik yang sengaja diciptakan dan
dipropagandakan untuk merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam setiap konflik yang sering muncul di Indonesia, semua pasti dipicu oleh
profokator. Tak terkecuali dalam konflik yang berlandaskan masalah agama. Terbukti
dalam kasus demonstrasi menolak lurah Susan, warga pendemo yang diwawancarai
oleh awak media bercerita bahwa dirinya tidak tau duduk permasalahannya, dia diajak
oleh sekelompok orang untuk ikut meramaikan demonstrasi.

Padahal jelas Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat
manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan
eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan
kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa
memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya
berasal dari asal yang sama. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama” (Surat an-
Nisak, ayat 1)

Melalui ajaran dan pilar tadi, Islam mendorong para pengikutnya agar
bersikap tolerasi dengan pengikut agama dan bersikap positif terhadap budaya,
karena Allah Swt telah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mempunyai
tanggung jawab kolektif untuk membangun bumi ini, baik secara moril maupun
materil. Firman Allah:“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi dan
memberi kamu potensi untuk memakmurkan, mengembangkan dan memanfaatkan
kekayaannya…. " (Hud, ayat 61).

Bangsa ini terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat dan agama.
Terlalu picik rasanya bila kita menyandingkan masalah sosial hukum dan
kenegaraan dengan masalah agama. Karena agama hanya milik penganutnya,
sedangkan masalah sosial hukum dan kenegaraan adalah milik dari semua warga
negaranya, bukan satu golongan kepercayaan tertentu. Tentu juga kita tidak bisa
memaksakan kepercayaan kita kepada penganut kepercayaan lain.

Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al
Qur’an dan melalui UtusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas
dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan p ersaudaraan
kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang direkomendasikan
Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang
perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.

Seperti dalam kasus lurah Susan yang mendapat penolakan warganya


karena berbeda keyakinan misalnya. Sangat kurang tepat bahwa alasan agama
dijadikan alasan untuk menolak atau mencopot jabatan seorang pemimpin.
Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi kesamaan hak. Setiap
warga negara yang memenuhi syarat dan berprestasi berhak untuk menjadi
pemimpin. Tentu masyarakat Indonesia juga tidak ingin memiliki pemimpiin yang
seiman tetapi tidak berprestasi, bahkan cenderung berbuat yang tidak baik seperti
korupsi, narkoba, dan kumpul kebo.

Surat An-Nisak, ayat 1 (“Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
sama”) merupakan penetapan nilai al-Ikhwah al-Insaniyah (Persaudaraan kemanusiaan)
yang dimaksud sebagai pedoman hubungan antar kelompok manusia yang disebut Al
Qur’an diatas. Nilai ini harus menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama,
multibahasa, multibangsa dan pluralisme secara umum, karena Al-Qur’an menganggap
perbedaan ras, suku, budaya dan agama sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justeru
itu, perbedaan tadi tidak boleh dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran
manusia terbaik adalah ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang
dimaksud firman Tuhan dalam al-Hujurat ayat 13:

‫ن َخلَ ْقنَاك ُْم ِإنَّا النَّاسُ أَيُّ َها يَا‬


ُْ ‫ارفوا َوقَبَائِ َُل شعو ًبا َو َج َع ْلنَاك ُْم َوأ ْنثَى ذَكَرُ ِم‬
َُ ‫ِلتَ َع‬
ُ‫َللا ِع ْن َُد أَك َْر َمك ُْم ِإ َّن‬
َُِّ ‫ن أَتْقَاك ُْم‬
َُّ ‫َللا ِإ‬
ََُّ ُ‫ع ِليم‬
َ ‫ِبيرُالحجرات ََخ‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama
manusia tanpa beda spt ditegaskan Rasulullah Saw dalam hadis yang diriwayatkan Anas
bin Malik:

‫" الناس مستوون كاسنان المشط ليس الحد على أحد فضل اال بتقوى‬
1
"‫هللا‬
“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya spt gigi. Kelebihan
seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.
Dalam lafaz yang lain berbunyi yang dirawatkan oleh al-Hasan

‫"وإنما يتفاضلون بالعافية والمرء كثير بأخيه وال خير لك في البغوي من‬
.2"‫ال يرى لك من الحق مثل الذي ترى له‬
“Kelebihan hanya terdapat dalam kebaikan. Seseorang merasa lebih
dengan keberadaan saudaranya. Kebaikan seseorang terlihat bila yang dianggap
benar itu sama dengan kebenaran yang dianggapnya sendiri”
Hadis diatas secara tegas menyatakan bahwa di depan kebenaran dan hukum,
semua harus dianggap sama dan terjamin kehormatan, harga diri dan kebebasannya.
Kelebihan seseorang hanya dilihat dari sejauh mana konsistensinya terhadap kebenaran dan
undang serta sebesar apa antusiasnya untuk berbuat kebajikan dan menjauhi diri dari
tindakan melanggar hukum, kejahatan dan kezaliman.
KESIMPULAN

Indonesia adalah negara multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa


dan pluralisme. Dengan keragamannya sudah barang tentu gesekan atau konflik
mudah sekali terjadi. Semua konflik antar golongan yang terjadi di Indonesia dipicu
oleh rendahnya rasa toleransi.
Munculnya konflik yang dilatarbelakangi agama misalnya, merupakan
bukti bahwa toleransi agama di Indonesia kurang. Sebagai bangsa yang lahir dari
perbedaan, seharusnya kita menjunjung tinggi rasa toleransi.
Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar warga Indonesia,
akan tetapi yang menyayat hati adalah ketika Islam itu sendiri mengalami
perpecahan bahkan mengalami konflik berkepanjangan antar sesama umat Islam
sendiri hanya karena berbeda tata cara beribadah. Belum lagi konflik yang terjadi
dengan penganut agama lain, semakin memperburuk citra Islam di mata masyarakat
secara luas (selain masyarakat muslim).
Padahal dalam pandangan Islam, persamaan adalah prinsip mutlak dalam membina
hubungan sesama manusia tanpa beda seperti ditegaskan Rasulullah Saw dalam hadis yang
diriwayatkan Anas bin Malik:

‫" الناس مستوون كاسنان المشط ليس الحد على أحد فضل اال بتقوى‬
3
"‫هللا‬
“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya spt gigi. Kelebihan
seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.

Kita sebagai warga negara harus menghargai perbedaan terhadap setiap


warga negara. Masalah agama, tidak bisa disandingkan dengan masalah hukum
sosial dan kenegaraan, karena agama yang dianut masyarakat Indonesia berbeda-
beda dan tidak mungkin untuk disatukan.
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat manusia secara
keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi
kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada
umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa
memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya
berasal dari asal yang sama. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama” (Surat an-
Nisak, ayat 1)

Konflik berlandaskan masalah agama tidak hanya disebabkan oleh rendahnya


toleransi agama, tetapi juga disebabkan oleh rendahnya rasa cinta terhadap tanah air
dan mudahnya masyarakat terprofokasi. Yang harus kita ingat adalah Majapahit dan
Singosari hancur bukan karena agresi kerajaan lain, tetapi karena adanya ego dari
kelompok-kelomok masyarakatnya sehingga muncul perpecahan.

Al Qur’an tidak sekedar menghimbau umat Islam agar bersikap toleransi


yang dianggap sebagai syarat mutlak bagi kehidupan yang damai, tetapi meminta
komitmen mereka agar bersikap adil. Bukan dalam arti dapat menerima orang lain
saja, tetapi harus menghormati budaya, kepercayaan dan distinksi peradabannya.
Hal yang dimaksud firman Allah Swt surat Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
(menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil (dan menghormati hubungan).”

Anda mungkin juga menyukai