Disusun Oleh
RAHMAT SAIFUDIN_2311103091
NIM :231113091
KELAS :S1SI_07_ B
Cover
Daftar isi ........................................................................................................... 2
Pendahuluan ...................................................................................................... 3
Ringkasan Jurnal ............................................................................................... 4
Pembahasan ...................................................................................................... 6
Kesimpulan ....................................................................................................... 10
Lampiran
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia.
Terbentang dari Sabang hingga Merauke dan daratan yang saling terpisahkan oleh
laut membuat Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, bahasa, adat, budaya,
dan agama.
Jelas dalam setiap agama diajarkan untuk saling mengasihi antar sesama
manusia dan tolong menolong dalam hal kebaikan. Dalam ajaran yang hakiki, tidak
agama yang mengajarkan untuk memusuhi agama lain, tidak terkecuali agama
Islam.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
(menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil (dan menghormati hubungan).”
RINGKASAN JURNAL
Masalah sosio-kultural
Merujuk pada pengamatan penulis terhadap kasus-kasus yang ada, masalah
sosio-kultural yang mendasar adalah pola relasi antar pihak yang berbeda agama masih
dalam bentuk relasi mayoritas-minoritas. Dalam relasi mayoritas-minoritas, kelompok
mayoritas setidaknya memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah eksploitasi
dan diskriminasi, pemaksaan norma atau labeling dan mendefinisikan dirinya sebagai
acuan atau panutan.
Dari karakteristik dasar tersebut secara garis besar, kelompok mayoritas dapat
didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang memiliki kuasa dengan mendefinisikan
diri mereka sendiri sebagai kelompok yang normal dan superior, sementara kelompok
(pihak) lain dipandang sebagai kelompok yang abnormal dan inferior.
Pendiskriminasian dan eksploitasi terhadap kelompok (pihak) lain lantas dianggap
sebagai bentuk konsekuensi untuk melawan kelompok (pihak) lain itu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey, memang benar bahwa
toleransi agama di Indonesia dapat dikategorikan kurang. Banyak terjadi konflik
yang dilatar belakangi perbedaan agama. Hal ini yang perlu kita kaji lebih dalam.
Kita harus ingat pada asal-usul dan sejarah bangsa ini.
Tetapi menurut saya secara pribadi, kedewasaan berpikir yang kurang membuat
kita jauh dari rasa toleransi, akibatnya kita cenderung untuk memaksakan ego kita.
Munculnya konflik yang dilatarbelakangi agama juga disebabkan oleh rendahnya rasa
cinta terhadap negara. Banyak konflik-konflik yang sengaja diciptakan dan
dipropagandakan untuk merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam setiap konflik yang sering muncul di Indonesia, semua pasti dipicu oleh
profokator. Tak terkecuali dalam konflik yang berlandaskan masalah agama. Terbukti
dalam kasus demonstrasi menolak lurah Susan, warga pendemo yang diwawancarai
oleh awak media bercerita bahwa dirinya tidak tau duduk permasalahannya, dia diajak
oleh sekelompok orang untuk ikut meramaikan demonstrasi.
Padahal jelas Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat
manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan
eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan
kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa
memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya
berasal dari asal yang sama. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama” (Surat an-
Nisak, ayat 1)
Melalui ajaran dan pilar tadi, Islam mendorong para pengikutnya agar
bersikap tolerasi dengan pengikut agama dan bersikap positif terhadap budaya,
karena Allah Swt telah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mempunyai
tanggung jawab kolektif untuk membangun bumi ini, baik secara moril maupun
materil. Firman Allah:“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi dan
memberi kamu potensi untuk memakmurkan, mengembangkan dan memanfaatkan
kekayaannya…. " (Hud, ayat 61).
Bangsa ini terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat dan agama.
Terlalu picik rasanya bila kita menyandingkan masalah sosial hukum dan
kenegaraan dengan masalah agama. Karena agama hanya milik penganutnya,
sedangkan masalah sosial hukum dan kenegaraan adalah milik dari semua warga
negaranya, bukan satu golongan kepercayaan tertentu. Tentu juga kita tidak bisa
memaksakan kepercayaan kita kepada penganut kepercayaan lain.
Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al
Qur’an dan melalui UtusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas
dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan p ersaudaraan
kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang direkomendasikan
Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang
perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
Surat An-Nisak, ayat 1 (“Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
sama”) merupakan penetapan nilai al-Ikhwah al-Insaniyah (Persaudaraan kemanusiaan)
yang dimaksud sebagai pedoman hubungan antar kelompok manusia yang disebut Al
Qur’an diatas. Nilai ini harus menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama,
multibahasa, multibangsa dan pluralisme secara umum, karena Al-Qur’an menganggap
perbedaan ras, suku, budaya dan agama sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justeru
itu, perbedaan tadi tidak boleh dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran
manusia terbaik adalah ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang
dimaksud firman Tuhan dalam al-Hujurat ayat 13:
Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama
manusia tanpa beda spt ditegaskan Rasulullah Saw dalam hadis yang diriwayatkan Anas
bin Malik:
" الناس مستوون كاسنان المشط ليس الحد على أحد فضل اال بتقوى
1
"هللا
“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya spt gigi. Kelebihan
seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.
Dalam lafaz yang lain berbunyi yang dirawatkan oleh al-Hasan
"وإنما يتفاضلون بالعافية والمرء كثير بأخيه وال خير لك في البغوي من
.2"ال يرى لك من الحق مثل الذي ترى له
“Kelebihan hanya terdapat dalam kebaikan. Seseorang merasa lebih
dengan keberadaan saudaranya. Kebaikan seseorang terlihat bila yang dianggap
benar itu sama dengan kebenaran yang dianggapnya sendiri”
Hadis diatas secara tegas menyatakan bahwa di depan kebenaran dan hukum,
semua harus dianggap sama dan terjamin kehormatan, harga diri dan kebebasannya.
Kelebihan seseorang hanya dilihat dari sejauh mana konsistensinya terhadap kebenaran dan
undang serta sebesar apa antusiasnya untuk berbuat kebajikan dan menjauhi diri dari
tindakan melanggar hukum, kejahatan dan kezaliman.
KESIMPULAN
" الناس مستوون كاسنان المشط ليس الحد على أحد فضل اال بتقوى
3
"هللا
“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya spt gigi. Kelebihan
seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
(menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil (dan menghormati hubungan).”