Anda di halaman 1dari 8

UAS

Pendidikan Pancasila

Dosen : Dr Drs. I Ketut Setia Sapta,SE.,Msi

OLEH :
NAMA : NI KADEK AYU DEWI SARIANI
NOMOR ABSEN : 01
NIM : 2002612010397
KELAS : MANAJEMEN A MALAM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN AJARAN 2020-2021
Soal Uji : Pendidikan Pancasila
Klas /Smt : Reguler Malam (II) A,B, I,J,K,L,M,N.
Jam : 90 menit
Dosen : Dr Drs. I Ketut Setia Sapta,SE.,MSi

Kerjakan 4 dari 5 soal yang tersedia berikut ini :


Hasil ujian disetor tiga hari sesudah jadwal ujian lewat email.

1. Negara yang berdasarkan Pancasila ini sebagai negara agama ataukah justru sebagai negara
sekuler? Jelaskan argumen sdr.
2. Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia telah ada dan mengakar sejak bangsa Indonesia
ada. Jelaskan dan jabarkan 2 point nilai nilai pancasila dari sila 1 sd 5 dalam kenyataannya di
masyarakat.
3. Menurut UUD 1945 hasil Amandemen Apakah Presiden Dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir? Jelaskan kaitannya dengan MPR yang dapat melakukan Impeachment.
4. Negara kita disebut sebagai Negara yang menuju kearah kemajuan demokrasi. Jelaskan bukti
bukti bahwa Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan atas asas demokrasi Pancasila berikut
kemajuannya.
JAWABAN :
1. Menurut pendapat saya, Negara Kesatuan Republik Indonesia Bukan Negara Sekuler dan
Bukan Negara Agama, Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-VI/2008 yang kurang
memperoleh banyak sorotan publik pada tanggal 8 Agustus yang lalu, ternyata justru
mengungkap satu hal yang sangat fundamental dan menjadi tafsir resmi UUD 1945 guna
menjawab perdebatan panjang banyak pihak, yaitu hubungan antara Negara dan agama
dalam kerangka NKRI. Ada peristiwa penting pada masa persidangan Basuki Tjahaya
Purnama, yaitu Presiden meresmikan Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara
tanggal 24 Maret 2016 di Barus, Sumatera Utara. Presiden menyatakan agar urusan politik
tidak dicampuradukkan dengan urusan agama. Sejak itu, di sosmed (sosial media) terjadi
peningkatan penggunaan kosa kata sekuler dikaitkan dengan negara, yaitu Negara Sekuler.

Negara sekuler adalah salah satu konsep sekularisme, dimana sebuah negara menjadi netral
dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang
tidak beragama. Negara sekuler juga mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua
penduduknya sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda,dan juga menyatakan tidak
melakukan diskriminasi terhadap penduduk beragama tertentu. Negara sekuler juga tidak
memiliki agama nasional.

Negara sekuler didefinisikan melindungikebebasan beragama. Negara sekuler juga


dideskripsikan sebagai negara yang mencegah agama ikut campur dalam masalah
pemerintahan, dan mencegah agama menguasai pemerintahan atau kekuatan politik. Yang
digarisbawahi (negara yang tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak
beragama) itu kurang tepat bagi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Mungkin
produk peraturan perundang-undangan yang berlaku positif di NKRI belum memuat
dukungan negara agar penduduk beragama atau tidak beragama (hal ini belum dicermati).
Namun, mencermati sila pertama Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa) dan eksistensi
Kementerian Agama, mendorong pemahaman bahwa negara mendukung penduduk NKRI
beragama, setidaknya, mendorong warga untuk menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dukungan negara atas keberagamaan orang (penduduk) NKRI, menunjukkan
bahwa NKRI bukan negara sekuler. Meski NKRI bukan negara sekuler, dan di sisi lain
NKRI mengakui agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu,

maka NKRI juga bukan negara agama. Sebab, tidak satupun dari agama yang diakui itu
dinyatakan sebagai agama nasional. Agama-agama itu dan penganutnya, mempunyai hak
hidup yang sama di NKRI. Tiap warga negara Indonesia sepakat bahwa NKRI adalah negara
besar. Besar dari segi luas wilayah, besar dari jumlah penduduk, besar dari segi kekayaan
alam, dan besar dari segi lainnya. NKRI adalah negara Pancasila, yang mengakui
keberagamaan dan keberagaman. Idealnya, setiap elemen masyarakat, penganut agama atau
kepercayaan apapun, sepanjang selaras dengan Pancasila, mempunyai peran yang sama
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Hal itu merupakan kesepakatan nasional, ketika
hendak membentuk NKRI. Para pendiri bangsa yang dipercaya mendapat pencerahan dari
Tuhan Yang Maha Esa, bersepakat mendirikan negara Pancasila. Semua agama,
setidaknya, yang diakui oleh NKRI, idealnya, mendapat perlakuan yang sama di mata NKRI.
2. Pancasila adalah suatu ideologi dan dasar dari negara pancasila yang menjadi landasan, dari
segala keputusan yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia. Yang juga mencerminkan
kepribadian dari bangsa Indonesia itu sendiri. Yang dimana "Panca" artinya lima, dan "Sila"
artinya dasar yang kemudian dibuatlah masing-masing lambang dari pancasila tersebut yang
jumlahnya 5. Isi dari pancasila ini juga berjumlah 5 sesuai arti kata pancasila.
nilai-nilai /poin yang terdapat pada pancasila. Diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) Makna dari sila pertama pada pancasila
yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah kemerdekaan beragama bagi bangsa
Indonesia. Sila ini membuat setiap warga Negara Indonesia memiliki kebebasan, dalam
menganut dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing. Di negara Indonesia sendiri mempunyai 6 agama yang dianut, yaitu : Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budda, Konghucu. Walaupun di negara Indonesia sendiri
memiliki berbagai perbedaan tetapi masih terjalin toleransi.
2. Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) Pada dasarnya setiap rakyat
Indonesia memiliki sejarah kelam dalam hidupnya, yang berkaitan dengan kejahatan
kemanusiaan selama bertahun-tahun yaitu saat Indonesia masih dijajah. Oleh karena itu
isi dari sila kedua ini adalah salah satu dasar negara, yang harus ditaati oleh setiap bangsa
Indonesia. Adanya kesamaan derajat diantara setiap warga negara Indonesia, membuat
warga negara Indonesia lebih bijak dan adil tidak membeda-bedakan karena semua warga
Indonesia sederajat. tidak boleh bertindak semena-mena pada orang lain. Sebaliknya jika
ada orang yang bersikap semena-mena terhadap kita, kita harus memiliki sikap membela
diri dan tidak boleh menerimanya begitu saja.
3. Sila Ketiga (Persatuan Indonesia) Indonesia merupakan Negara yang memiliki
beragam suku, ras, agama, adat, budaya dan lain sebagainya. Dengan semua perbedaan
itu diharapkan bangsa Indonesia akan selalu bersatu. Bangsa Indonesia terdiri dari ratusan
juta penduduk yang tentu sangat sulit untuk disatukan. Sering kali terdapat sifat ego pada
masing-masing pribadi yang menimbulkan perpecahan di dalamnya. Sila ini mengajarkan
kita untuk menghilangkan sifat egoisme, dan mendahulukan persatuan dan kesatuan
sebagai bangsa Indonesia.
4. Sila Keempat (Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan) Dalam sila ini menjelaskan bahwa rakyat memiliki
kekuasaan tertinggi di negara Indonesia. selalu mengutamakan musyawarah dalam
mufakat, dalam mengambil setiap keputusan. Musyawarah dalam mufakat ini harus
meliputi semangat kekeluargaan, dan akal sehat yang sesuai dengan hati nurani.
5. Sila Kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia) keadilan sosial adalah
milik seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh ada diskriminasi di Negara Indonesia.
Keadilan sosial juga berkaitan dengan keseimbangan antara hak dan kewajiban, di
kehidupan masyarakat Indonesia. Jika hak dan kewajiban sudah terwujud, maka keadilan
di Negara Indonesia sudah merata. Dampak yang akan terjadi jika pancasila tidak
diterapkan dalan kehidupan sehari-hari akan Saling bermunculannya modernisasi,
globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak
negatif yang kini terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung dalam pengamalan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi
kalangan remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan,
bahkan yang lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan
yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman
hidup berupa pancasila.
3. Jadi kaitannya Salah satu persoalan penting setelah terjadinya empat kali amandemen
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah adanya ketentuan yang secara eksplisit mengatur
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
tersebut di atas selanjutnya akan diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi
(MK) untuk mengetahui apakah pendapat DPR tersebut mempunyai landasan konstitusional
atau tidak. Amar putusan MK atas pendapat DPR tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari
tiga kemungkinan. Pertama, amar putusan MK menyatakan bahwa permohonan tidak dapat
diterima apabila permohonan tidak memenuhi syarat. Kedua, amar putusan MK menyatakan
membenarkan pendapat DPR apabila Presiden dan/ atau Wakil Presiden terbukti melakukan
tindakan yang dituduhkan. Ketiga, amar putusan MK menyatakan bahwa permohonan
ditolak apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak terbukti melakukan tindakan yang
dituduhkan.1 Munculnya ketentuan ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari adanya
keinginan untuk lebih mempertegas sistem pemerintahan presidensial yang merupakan salah
satu kesepakatan dasar Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Penegasan sistem
pemerintahan presidensial tersebut mengandaikan adanya lembaga kepresidenan yang
mempunyai legitimasi kuat yang dicirikan dengan:
(1) adanya masa jabatan Presiden yang bersifat tetap (fixed term)
(2) Presiden selain sebagai kepala negara juga kepala pemerintahan
(3) adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances)
(4) adanya mekanisme impeachment.
Impeachment diartikan sebagai suatu proses peradilan pidana terhadap seorang pejabat
publik yang dilaksanakan di hadapan Senat, disebut dengan quasi political court. Suatu
proses impeachment dimulai dengan adanya articles of impeachment, yang berfungsi sama
dengan surat dakwaan dari suatu peradilan pidana.6 Jadi artikel impeachment adalah satu
surat resmi yang berisi tuduhan yang menyebabkan dimulainya suatu proses impeachment.
Hanya saja menurut sejarahnya, impeachment tidak mudah digunakan dan tingkat
keberhasilannya dalam menjatuhkan seorang presiden sangat rendah.7 Dalam konteks
Indonesia, persoalanpersolan yang berkaitan dengan impeachment ini masih memerlukan
beberapa penelitian yang lebih mendalam, khususnya yang berkaitan dengan apakah proses
impeachment tunduk pada prinsipprinsip dan asas-asas yang terdapat di dalam hukum
pidana dan hukum acara pidana, atau perlukah disusun satu hukum acara tersendiri;
keterkaitan proses impeachment dengan asas ne bis in idem dalam hukum pidana;
keterkaitan proses impeachment dengan asas equality before the law dan keterkaitan proses
impeachment dengan asas supremacy of law. Pengertian Impeachment Secara historis,
impeachment berasal dari abad ke-14 di Inggris. Parlemen menggunakan lembaga
impeachment untuk memproses pejabat-pejabat tinggi dan individu-individu yang amat
powerful, yang terkait dalam kasus korupsi, atau hal-hal lain yang bukan merupakan
kewenangan pengadilan biasa. Black’s Law Dictionary mendefinisikan impeachment
sebagai “A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court,
instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment”. Impeachment diartikan
sebagai suatu proses peradilan pidana terhadap seorang pejabat publik yang dilaksanakan di
hadapan Senat, disebut dengan quasi political court. Suatu proses impeachment dimulai
dengan adanya articles of impeachment, yang berfungsi sama dengan surat dakwaan dari
suatu peradilan pidana. Jadi, artikel impeachment adalah satu surat resmi yang berisi
tuduhan yang menyebabkan dimulainya suatu proses impeachment. 10 Impeachment itu
sendiri sinonim dengan kata accuse yang berarti mendakwa atau menuduh. Sementara
Encyclopedia Britanica menguraikan pengertian impeachment sebagai “a criminal
proceeding instituted against a public official by a legislative body”. Dengan demikian
nyatalah bahwa impeachment berarti proses pendakwaan atas perbuatan menyimpang dari
pejabat publik. Pengertian demikian seringkali kurang dipahami, sehingga seolah-olah
lembaga ‘impeachment’ itu identik dengan ‘pemberhentian’. Padahal, proses permintaan
pertanggungjawaban yang disebut ‘impeachment’ itu tidak selalu berakhir dengan tindakan
pemberhentian terhadap pejabat yang dimintai pertanggung jawaban. Sidang impeachment
adalah sidang politik, sehingga padanya tidak dikenal sanksi pidana denda maupun
kurungan. Namun demikian, setelah di-impeach, seorang pejabat negara dapat disidangkan
kembali dalam peradilan umum dengan proses penuntutan yang dimulai dari awal sesuai
dengan dakwaan yang ditujukan atasnya. Proses impeachment merupakan salah satu
kekuasaan yang dipegang oleh lembaga legislatif sebagai bentuk dari fungsi kontrol
parlemen atas tindak-tanduk setiap pejabat publik yang telah diberikan amanat oleh rakyat
untuk menjalankan tugas dan kewajibannya. Dan apabila semasa jabatannya pejabat publik
tersebut melakukan pelanggaran baik yang telah diatur oleh konstitusi maupun hukum
positif yang berlaku, maka terhadap yang bersangkutan dapat dihadapkan pada proses
impeachment yang mengarah pada pemecatan yang bersangkutan dari jabatannya. Di
Amerika Serikat, pengaturan impeachment terdapat dalam Article 2 Section 4 yang
menyatakan, “The President,Vice President, and all civil officers of the United States, shall
be removed from office on impeachment for and conviction of treason, bribery, or other high
crimes and misdemeanors”. Pasal inilah yang kemudian mengilhami konstitusi-konstitusi
negara lain dalam pengaturan impeachment termasuk Pasal 7A Amandemen Ketiga UUD
1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam
masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.

Mekanisme Impeachment Di negara manapun, kedudukan presiden sangatlah vital dalam


menentukan perjalanan bangsa ke depan, termasuk kehidupan ketatanegaraannya. Dalam hal
ini, kekuasaan presiden secara atributif diperoleh berdasarkan konstitusi. Berkaitan dengan
tugas dan fungsinya sebagai kepala negara, presiden melakukan pengangkatan duta dan
konsul, pemberian gelar dan tanda jasa, serta pemberian grasi, amnesti, abolisi, serta
rehabilitasi, dan sebagainya, termasuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Bentuk-
bentuk aktivitas ini dapat dilakukan oleh presiden sebagai kepala negara tanpa terlebih
dahulu meminta persetujuan MPR. MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dengan bentuk
pertanggungan jawab politis yang diberi sanksi, yakni dengan kemungkinan MPR setiap
waktu melepas presiden dari jabatannya,

Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (“DPR”) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (“MK”)
untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
4. bukti bukti bahwa Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan atas asas demokrasi Pancasila
berikut kemajuannya :
untuk membuktikan Indonesia adalah negara demokrasi dapat menggunakan sudut pandang
normatif dan empirik, Bukti normatif Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Ungkapan normatif tersebut biasanya diterjemahkan dalam
konstitusi pada masing-masing negara. Jadi, bukti normatif bahwa Indonesia adalah negara
demokrasi adalah pada dasar konstitusi yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, semua konstitusi yang pernah
berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal tersebut dapat terlihat dari:
• UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 (sebelum amendemen) berbunyi "Kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat".
• UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 (setelah amendemen) berbunyi "Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar". Dalam Konstitusi
Republik Indonesia Serikat pasal
o Ayat 1 berbunyi "Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah
suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi".
o Ayat 2 berbunyi "Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat".
• Dalam UUDS 1950
o pasal 1 Ayat 1 berbunyi "Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah
suatu engara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan".
o Ayat 2 berbunyi "Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat".
Untuk melihat apakah suatu sistem pemerintahan adalah sistem yang demokratis atau tidak,
dapat menggunakan indikator-indikator yang dirumuskan Affan Gaffar, yaitu:
1. Akuntabilitas
2. Rotasi kekuasaan
3. Rekrutmen politik yang terbuka
4. Pemilihan umum
5. Pemenuhan hak-hak dasa
Berikut ini penjelasannya:
1. Akuntabilitas Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih rakyat harus dapat
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya.
Pemegang jabatan harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan, serta perilaku dalam
kehidupan yang pernah, sedang dan bahkan yang akan dijalaninya. Pertanggungjawaban
tidak hanya menyangkut dirinya, tapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas yaitu
perilaku anak dan istri, juga sanak keluarga.
2. Rotasi kekuasaan Dalam demokrasi, harus ada peluang rotasi kekuasaan, dilakukan
secara teratur dan damai. Tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan tapi
peluang orang lain tertutup.
3. Rekrutmen politik yang terbuka Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan perlu
satu sistem rekrutmen politik terbuka. Artinya setiap orang yang memenuhi syarat
mengisi suatu jabatan politik yang dipilih rakyat, punya peluang sama melakukan
kompetisi untuk mengisi jabatan politik.
4. Pemilihan umum Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur.
Pemilu adalah sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekrutmen politik. Setiap
warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas
menggunakan haknya sesuai kehendak hati nuraninya. Warga negara bebas menentukan
partai atau calon mana yang akan didukung tanpa rasa takut atau paksaan dari orang lain.
Pemilih bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan seperti kampanye dan
menyaksikan penghitungan suara.
5. Pemenuhan hak-hak dasar Dalam negara demokratis, setiap warga negara dapat
menikmati hak-hak dasar secara bebas. Termasuk hak untuk menyatakan pendapat, hak
untuk berkumpul dan berserikat serta hak untuk menikmati kebebasan pers yang bebas.
Bukti empiris
Sedangkan bukti empiris Indonesia adalah negara demokrasi dapat dilihat dari alur sejarah
politik di Indonesia yaitu pada:
• Pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949)
• Pemerintahan parlementer (1949-1959)
• Pemerintahan demokrasi terpimpin (1959-1965)
• Pemerintahan orde baru (1965-1998)
• Pemerintahan orde reformasi (1998-sekarang)
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa-masa tersebut mengalami perkembangan yang
fluktuatif.

Anda mungkin juga menyukai