Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN : PERIOPERATIF

oleh Rizki Dwi Darmayanti, 1506689976, Profesi FIK UI Gerbong B Kelompok 5,


RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

1. Pengertian Keperawatan Perioperatif


Keperawatan perioperatif adalah layanan keperawatan pada rangkaian total dari
pembedahan yang meliputi waktu sebelum pembedahan (pra-operasi), periode intra-
operasi, dan periode setelah pembedahan selesai atau paska operasi (Black & Hawks,
2014). Tujuan dari keperawatan perioperatif adalah membantu klien dan keluarga dalam
menghadapi pembedahan, membantu memfasilitasi pencapaian hasil yang diharapkan,
serta membantu klien mendapat fungsi yang optimal setelah pembedahan.
Kategori Pembedahan Berdasarkan Tingkat Urgensi
Klasifikasi Indikasi Pembedahan Contoh
Emergensi Tanpa penundaan Perdarahan hebat
Obstruksi usus atau
kandung kemih
Fraktur tulang kepala
Luka tembak atau tusuk
Luka bakar luas
Urgen Dalam 24 jam Infeksi kandung empedu
akut
Batu ginjal atau ureter
Diperlukan Terjadwal dalam hitungan Hiperplasia prostat tanpa
minggu/bulan obstruksi
Gangguan tiroid
Katarak
Elektif Tidak membahayakan jika Perbaikan skar
tidak dilakukan Perbaikan vagina
Opsional Pilihan pribadi Operasi kosmetik
Sumber: Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010
2. Periode Perioperatif
2.1 Fase Pra Operasi
Fase pra operasi dimulai ketika pasien, atau orang yang bertanggung jawab atas pasien,
diinformasikan tentang kebutuhan operasi pada diri pasien dan pemberian keputusan
untuk menyetuju prosedur pembedahan. Fase ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke
tempat tidur ruang operasi (Goodman & Spry, 2016). Pada fase pra operasi, harus
dilaksanakan persiapan fisik dan psikologis pada pasien untuk menghadapi operasi.
Pada kegawatdaruratan, fase ini berjalan cepat sehingga pemeriksaan pra operasi sering
kali tidak cukup dan fase ini tidak disadari oleh pasien.

2.1.1 Pengkajian Fisik Pra Operasi

Riwayat kesehatan fisik pasien yang perlu diperiksa antara lain riwayat medis,
riwayat pembedahan dan pembiusan yang pernah dijalani, penyakit atau luka
serius, nyeri, penyakit kronis, usia lanjut, dan riwayat medikasi. Riwayat
medis digunakan untuk mengkaji pemahaman pasien dan keluarga tentang
pembedahan yang akan dijalani sehingga dapat membantu perawat
menentukan kebutuhan edukasi pada klien agar klien lebih tenang dalam
menghadapi operasi. Riwayat pembedahan dan pembiusan dikaji untuk
mengetahui apakan terdapat reaksi yang tidak diinginkan dari diri pasien
sehingga pada pembedahan sekarang hal tersebut dapat diantisipasi.
Pengkajian penyakit atau luka serius meliputi riwayat Alergi, Bleeding
tendency, Cortison or steroid use, Diabetes mellitus, dan Emboli (ABCDE).

Pengkajian fisik pra operasi dilakukan pada semua pasien yang akan menjalani
operasi untuk mengidentifikasi status kesehatan saat ini sebagai dasar untuk
pembanding selama dan setelah pembedahan. Pengkajian fisik pra operasi
dilakukan dengan mengkaji terlebih dahulu bagian tubuh yang akan dioperasi
dan catat temuan yang tidak lazim. Kemudian kaji bagian tubuh secara umum.
Dokumentasikan semua temuan yang tidak lazim dan komunikasikan dengan
tim bedah (Black & Hawks, 2014).

Kardiovaskular: Kaji detak jantung, meliputi kecepatan, irama, dan


abnormalitas. Kaji tangan dan kaki pasien untuk mengeceh temperatur, warna,
nadi perifer, capillary refill time, dan edema. Kaji riwayat tromboembolisme
dan obat yang dikonsumsi . Pemeriksaan EKG, kadar hemoglobin, hematokrit,
dan elektrolit digunakan untuk mengetahui fungsi kardiovaskular. Pengkajian
kardiovaskular merupakan pengkajian yang kritis karena masalah jantung
menyebabkan 30% kematian terkait pembedahan (Ignatavicius & Workman,
2013).
Respirasi: Kaji usia, riwayat merokok, dan penyakit kronis yang diderita.
Observasi postur pasien, kecepatan dan irama napas, usaha napas, dan
ekspansi dasa. Kaji sianosis, suara napas abnormal, dan nyeri dada. Cek
rontgen dada, oksimetri, dan hasil AGD pasien untuk mengkaji status respirasi.
Muskuloskletal: Kaji gerakan sendi, deformitas, dan riwayat muskoloskeletal
pada pasien (fraktur, artritis, cedera sendi). Masalah muskuloskeletal akan
mempengaruhi posisi pasien selama dan setelah operasi. Apabila pasien
memiliki prostesis, pastikan electrocautery pads tidak ditempatkan di dekat
prostesis.
Gastrointestinal: Kaji status nutrisi pasien. Pembedahan meningkatkan
kecepatan metabolisme dan deplesi kalium, vitamin C dan vitamin B yang
diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembekuan darah. Pada pasien
dengan penurunan protein, keterlambatan pemulihan dapat terjadi.
Integumen: Kaji integritas kulit pada bagian yang akan dioperasi. Cek
keberadaan lesi, ulkus dekubitus, jaringan nekrotik, dan turgor kulit.
Ginjal : Fungsi ginjal yang adekuat diperlukan untuk mengeliminasi sampah
metabolik, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
membuang obat anestesi. Kaji pola buang air kecil pasien, penampakan urin,
keseimbangan asupan dan keluaran, serta kadar BUN dan kreatinin
Hati : Penyakit hati kronis, seperti sirosis, meningkatkan resiko pembedahan
karena hati yang rusak tidak dapat mendetoksifikasi medikasi dan obat
anestesi. Klien dengan gangguan fungsi hati sering kali menglami malnutrisi,
lemah, dan gangguan pembekuan sehingga diperlukan diet tinggi kalori
sebelum operasi.
Neurologis: Abnormalitas neuologis yang penting diketahui adalah sakit
kepala, pusing, kepala terasa melayang, bunyi berdenging di telinga, pupil
yang tidak sama, dan riwayat kejang. Selain itu, orientasi klien juga perlu
dikaji. Pengkajian neurologis dapat dilakukan dengan mengkaji saraf kranial,
respon refleks pada tungkai atas dan bawah, serta refleks sensori.
Endoktrin: Klien dengan diabetes berisiko mengalami keterlambatan
penyembuhan luka dan resiko peningkatan infeksi luka pembedaham. Selain
itu juga terdapat risiko komplikasi kardiovaskular, neurologis, penglihatan,
dan ginjal.

2.1.2 Pengkajian Psikologis Pra Operasi

Pengkajian kesehatan psikologis yang perlu dikaji pada fase pra operasi adalah
keyakinan dan budaya terkait pembedahan, kemampuan menoleransi stres
perioperatif, kebiasaan gaya hidup, dan riwayat sosial. Kemampuan menolerir
stres perlu dikaji karena selama periode perioperatif terdapat banyak stressor
fisiologis, seperti nyeri, kerusakan jaringan, anestesi, demam,dan imobilisasi,
yang akan mempengaruhi stres psikologis, Gaya hidup yang malas bergerak
dapat menyebabkan komplikasi pembedahan. Riwayat sosial seperti tuntutan
pekerjaan dapat membantu perawat dalam merenanakan asuhan keperawatan.

2.1.3 Perawatan Pra Operasi


a) Perawatan Kulit
Perawatan kulit pra operasi meliputi mandi pada malam sebelum operasi
dan pencukuran jika diperlukan. Bagian tubuh yang akan dioperasi
dibersihkan pada malam sebelum operasi dengan sabun dan air atau cairan
antimikroba untuk mengurangi mikroba yang ada di kulit. Pencukuran
dilakukan untuk mengindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut dapat menjadi area berkumpulnya
kuman. Pencukuran di area pubis biasanya dilakukan jika operasi berada
di daerah sekitar perut dan paha, misalnya apendiktomi, hernitommi,
uretrholithiasis, dan sebagainya.
b) Persiapan Saluran Pencernaan
Persiapan saluran cerna perlu dikosongkan sebelum operasi untuk
mengurangi resiko muntah, aspirasi, dan obstruksi usus,
memvisualisasikan usus selama pembedahan, dan mencegah kontaminasi
feses ke saluran usus selama bedah abdominal. Pada klien dengan anestesi
umum, cairan dan makanan tidak boleh diberikan 8-10 jam sebelum
operasi. Klien dengan status Nothing per Oral I (NPO) perlu dijelaskan
alasan melarang makan dan minum, termasuk kepada keluarga, dan diberi
tanda “NPO” pada tempat tidur. Perawat juga perlu menandai kardeks
dengan status NPO dan menginformasikan bagien diet tentang status NPO
klien. Selain puasa, persiaapan saluran cerna yang dapat dilakukan pada
fase pra operasi adalah enema dan NGT. Enema dapat diberikan dengan
pasien yang akan menjalani prosedur bedah yang melibatkan saluran
cerna, area perianal, dan rongga pelvis dan NGT digunakan untuk klien
yang memerlukan drainase.
c) Edukasi Kesehatan
Edukasi pra operasi penting untuk mencapai hasil pembedahan
yang positif. Edukasi pra operasi dapat mengurangi kejadian komplikasi
paska operasi dan lama rawat inap, tingkat kecemasan, dan ketakutan
pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien dapat berupa sensori,
psikososial, dan prosedural.
Informasi sensori berfokus pada aspek penglihatan, pendengaran,
dan perasaan saat berada di ruang operasi. Perawat dapat menjelaskan
kepada klien kondisi ruang operasi, misalnya ruang operasi dan sediaan
obat cair terasa dingin dan terdapat ruang bedah yang dilengkapi musik
untuk membantu klien relaks. Informasi psikososial mencakup
kemampuan menghadapi masalah dan kekhawatiran. Perawat dapat
melibatkan bantuan dari orang lain, seperti rohaniawan, untuk
memberikan dukungan psikososial. Informasi prosedural menjelaskan
prosedur yang dijalani selama periode perioperatif.
Beberapa latihan yang perlu diajarkan pada masa pre operasi
adalah latihan nafas dalam, batuk efektif, membalikkan badan,
memindahkan badan, dan mengontrol nyeri. Perawat menjelaskan kepada
pasien bahwa latihan napas dalam dan batuk dapat membantu
mengembangkan alveoli, mencegah penuomonia dan alektasis paska
operasi, dan mengeluarkan sekresi yang tertahan di bronkus. Latihan
membalikkan badan setiap 1-2 jam membantu mencegah statis vena,
tromboflebitis, ulkus dekubitus, dan respiratorik. Pasien juga dijelaskan
cara mengkomunikasikan nyeri, misalnya dengan bantuan skala, dan jenis
pereda nyeri yang akan digunakan.
d) Evaluasi Anastesi
Pada fase pra operasi, tim anastesi akan mengunjungi klien untuk
melakukan pemeriksaan pernapasan, kardiovaskular, dan neurologis.
Risiko umum pembedahan atau kemampuan klien untuk bertahan
terhadap kondisi pembedahan dikaji berdasarkan ASA (American Society
of Anasthesia). Berikut klasifikasi ASA:
 ASA 1 : klien yang sehat
 ASA 2: klien dengan penyakit sistemik ringan
 ASA 3: klien dengan penyakit sistemik yang parah
 ASA 4 : klien dengan penyakit sistemik yang parah yang mengancam
nyawa secara konstan
 ASA 5: klien yang berisiko tinggi meninggal yang tidak memiliki
harapan hidup jika tidak menjalani operasi
 ASA 6: klien yang sudah dinyatakan mati otak yang organnya akan
diambil untuk tujuan donor

Aktivitas Pra Operasi Sesaat Sebelum Operasi : (Black & Hawks,


2014)
 Periksa gelang pengenal, apakah sesuai dengan rekam medis
 Semua riwayat alergi harus dicatat. Apabila pasien memiliki alergi,
pasang gelang penanda alergi
 Periksa dan catat tanda vital. Apabila terdapat perbedaan mencolok
dengan data dasar, laporka kepada tim bedah atau anestesi
 Lembar persetujuan telah ditandatangani
 Persiapan kulit dilakukan lengkap bila diminta sebelum operasi
 Permintaan persiapan operasi dilakukan,seperti enema dan
pemasangan IV line
 Pasien tidak makan dan minum selama 8 jam sebelum operasi
 Pastikan pasien sudah buang air kecil. Catat jumlah urin yang keluar
 Gigi palsu telah dilepas dan disimpan di tempat yang aman
 Adanya gigi palsis, prostesis harus dicatat dan diketahui oleh tim
anestesi
 Apabila pasien menggunakan alat pendengar, sampaikan kepada tim.
Pasien tetap memakaialat tersebut sehingga tim bedah dan anestesi
dapat berkomunikasi dengan pasien
 Barang berharga milik pasien disimpan sesuai kebijakan
 Pasien telah melepaskan perhiasan dan tindik
 Pasien telah memakai pakaian rumah sakit dan topi pelindung. Perban
elastis atau kaos kaki emboli telah digunakan jika memang diminta
 Make up pasien dibersihkan supaya kulit sebenarnya dapat diamati

2.2 Fase Intra Operatif


Fase intra operasi dimulai ketika pasien dipindahkan ke tempat tidur ruang operasi dan
berakhir saat dipindahkan ke Unit Paska Anastesi atau ruangan lain yang memberikan
layanan pemulihan (Goodman). Aktivitas keperawatan pada fase ini berfokus pada
keselamatan pasien, dukungan emosi, memfasilitasi prosedur, mencegah infeksi, dan
memperhatikan respon fisiologis pasien terhadap anastesi dan prosedur operasi.

2.2.1 Anggota Tim Pembedahan


Tim pembedahan terdiri dari sekelompok tenaga kesehatan yang terdiri dari
dokter bedah, dokter anastesi, perawat. Dokter bedah menjadiketua tim dan
mengambil keputusan terkait prosedur bedah. Dokter anastesi mempertahankan
jalan napas, memastikan pertukaran gas yang adekuat, dan memonitor sirulasi dan
respirasi. Peran perawat pada periode perioperatif antara lain:
a) Perawat Sirkulator
Perawat sirkulator memeriksa klien sebelum operasi, merencanakan tindakan
keperawatan yang optimal selama operasi, mengoordinasikan semua personel
di ruang operasi, dan memonitor personel yang tidak berlisensi serta cost
compliance yang berhubungan dengan prosedur di ruang operasi. Perawat
sirkulator tidak memakai pakaian steril dan dapat keluar masuk ruang operasi.
Berikut tugas spesifik perawat sirkulator:
 Memastikan semua peralatan dapat bekerja dengan baik
 Menjamin alat yang dipakai steril dan menjamin kesediaan alat tersebut
 Memonitor ruangan dan tim dari pelanggaran teknik steril
 Membantu tim anestesi dengan induksi dan monitoring fisiologis
 Mengurus spesimen
 Berkordinasi dengan departemen lain jika diperlukan, misalnya radiologi
 Mencatat perawatan yang diberikan
 Meminimalkan percakapan dan hambatan di ruang operasi
b) Perawat Scrub
Perawat scrub bertugas mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan
untuk prosedur, semua peralatan steril, mempertahankan kondisi steril pada
area steril, mengurus peralatan dan persediaannya selama operasi, dan
membersihkannya jika operasi telah selesai. Selamat pembedahan, perawat
scrub bersama perawat sirkulator harus menghitung jumlah peralatan sebelum
dan sesudah operasi.
c) Registered Nurse First Assistant (RNFA)
RNFA merupakan perawat berpengalaman dan telah menjalani pendidikan
khusus. RFNA bekerja dengan dokter bedah utama selama operasi. Tugasnya
antara lain menggunakan instrumen untuk memegang dan memotong, retraksi
dan menangani jaringan, menjahit.
d) Certified Registered Nurse Anesthetist (CRNA)
CRNA adalah perawat yang bertugas khusus memasukkan obat anestesi

2.2.2 Layanan Keperawatan Intra Operatif


a) Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul selama operasi adalah:
1. Potensial injuri berhubungan dengan posisi yang tidak tepat
2. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3. Pontensial hipoventilasi berhubungan dengan anastesi, nyeri, dan
penurunan usaha napas

b) Tindakan Keperawatan Intra Operatif


1. Mengatur posisi klien, posis iklien tidak boleh menghalangi respirasi dan
sirkulasi, tidak boleh memberikan penekanan yang besar pada kulit, dan
tidak boleh membatasi area yang terekspos untuk operasi. Faktor yang
dipertimbangkan dalam pemberian posisi adalah tempat operasi, umur dan
ukuran tubuh klien, tipe anastesi yang dipakai, dan nyeri yang dirasakan
jika bergerak seperti karena artritis.
2. Mempertahankan asepsis, perawat sirkulator tidak termasuk tim steril dan
bertugas memonitor daerah steril untuk mempertahankan sterilitas peralatan
dan personel. Dressing luka perlu diperhatikan sebagai salah satu cara
mencegah infeksi. Drainase dapat digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan sekresi dari jaringan sekitar area operasi yang dapat menjadi area
pertumbuhan bakteri.
3. Mencegah hipoventilasi, hipoventilasi akibat efek anastesi perlu dicegah
dengan mengikuti standar resmi. Contohnya, berdasarkan standar dari
American Society of Anesthesiologists dan American Association of Nurse
Anesthetist, pasien harus dimonitor pernapasan, detak jantung, tekanan
darah setiap 5 menit dan penyedia anastesi harus hadir selama tindakan.

2.3 Fase Paska Operasi


Fase paska operasi dimulai saat pasien dipindahkan ke unit pemulihan dan
berakhir sat kondisi pasien kembali ke fungsi optimal.

2.2.1 Periode Paska Anstesi


Tujuan dari perawatan paska anastesi adalah membantu kembalinya
fungsi fisiologis klien setelah prosedur anastesi. Pada fase ini perawat perlu
mengobservasi secara ketat dan terus menerus. Komplikasi yang paling
mungkin terjadi adalah masalah pernapasan, perdarahan, atau masalah
jantung.
Intervensi keperawatan primer untuk melindungi jalan napas adalah
memposisikan kepala klien dengan dagu diekstensikan ke depan untuk
mencegah obstruksi pernapasan. Klien yang tidak dapat mengeluarkan
mukus atau muntahan memerlukan penyedotan segera. Alat bantu jalan napas
oral atau napas mungkin diperluan pada beberapa pasien untuk mengontrol
patensi jalan napas dan lidah.
Pada fase paska operasi, hipotensi dapat terjadi karena efek samping
obat, ventilasi yang tidak adekuat, kehilangan darah, nyeri, dan sebagainya.
Sedikit penurunan tekanan darah merupakan hal yang wajar. Perawat perlu
mengukur tekanan darah setiap 5-15 menit sekali untuk melihat variasinya.
Apabila terdapat tanda syok, perawat harus memberikan oksigen, menaikkan
tungkai bawah klien di atas jantung, meningkatkan pemberian cairan
intravena, lapor kepada dokter anastesi dan bedah, serta harus terus
mengawasi pasien.

2.2.2 Perawatan Setelah Operasi


Setelah dari ruang unit paska anastesi, pasien dipindahkan ke ruang
rawat biasa. Status pernapasan, sirkulasi dan neurologis pasien harus tetap
selalu di monitor. Selain itu, perawat juga perlu memonitor luka, akses
intravena, selang drainase, dan tingkat nyeri pasien.
Perawat memonitor luka dengan memeriksa balutan dan rembesan
yang muncul. Perawat harus memperhatikan metode yang dipilih dokter bedah
karena sebagian besar dokter lebih suka melakukan sendiri penggantian
balutan yang pertama. Perawat perlu memperhatikan perubahan citra tubuh
pasien terkait luka dan membantu pasien menerima perubaha dengan
menunjukkan sikap penerimaan terhadap penampilan pasien dan membantu
pasien mengungkapkan perasaannya tentang penampilan dirinya setelah
operasi.Selain itu, pasien dan keluarga perlu dilatih cara merawat luka.
Pada fase paska operasi, akses intravena perlu dperiksa patensinya,
jenis cairan, dan laju tetesan. Apabila tidak ada komplikasi selama
pembedahan dan pasien dapat minum tanpa mual, maka akses intravena
ditutup sehingga hanya berfungsi sebagai jalur medikasi. Hal ini akan
memberikan kenyamaman pada pasien.
Perawat perlu memeriksa selang drainase yang terpasang pada diri
pasien setelah operasi. Cek apakah drainase perlu disambungkan dengan alat
penyedot atau cukup menggunakan gravitasi. Catat jumlah, warna, dan
konsistensid drainase. NGT yang dipasang dengan tujuan dekompresi harus
tetap dibiarkan terpasag sampai peristaltik muncul. NGT diklem terlebih
dahulu sebelum diputuskan untuk melepasnya agar dapat diketahui toleransi
pasien.
Pasien paska operasi yang baru menjalani operasi akan mengalami
nyeri, Medikasi nyeri harus diberikan sebelum nyeri bertambah parah. Catat
tanggal dan waktu obat diberikan, jumlah dan metode pemberian. Catat juga
deskripsi nyeri yang dirasakan klien dan efektivitas obat yang diberikan.
Contoh Aktivitas Kepeawatan pada Periode Perioperatif
Fase Pra Operasi
1) Pengecekan Pre-Admisi
 Pengkajian pre operasi (fisik dan psikologis)
 Menginisiasi edukasi sesuai kebutuhan pasien
 Melibatkan keluarga
 Memverifikasi tes diagnostik yang diperlukan
 Memverifikasi keperluan pre operasi dari dokter (puasa, mandi, dll)
 Mulai merencanakan discharge plannning dengan mengkaji kebutuhan pasien
paska operasi
2) Admisi ke Ruang Operasi
 Melengkapi pengkajian pre operasi
 Mengkaji komplikasi risiko paska operasi
 Memverifikasi bahwa informed consent sudah ditandatangani
 Berkordinasi dengan keluarga dan perawat serta tenaga kesehatan lain
3) Area Holding
 Mengkaji status pasien, tingkat nyeri dasar, status nutrisi
 Review charts
 Mengidentifikasi pasien
 Memverfikasi area operasi
 Memasang akses intravena
 Memberikan medikasi jika diperlukan
 Memberikan dukungan psikososial kepada pasien
 Mengkomunikasikan status emosional pasien ke tim kesehatan
Fase Intra Operasi
1) Mempertahankan Keselamatan
 Menjaga teknik aseptik dan lingkungan yang terkontrol
 Mengatur sumber daya manusia dan alat dengan efektif
 Memindahkan pasien ke meja operasi
 Memposisikan pasien berdasarkan area operasi
 Memastikan alat yang tersedia cukup
 Melengkapi dokumentasi intraoperasi
2) Monitoring Fisiologis
 Mengukur keseimbangan cairan pasien dan dampaknya
 Memisahkan data kardiopulmonal normal dan abnormal
 Melaporkan perubahan tanda-tanda vital
3) Dukungan Fisiologis (Sebelum Induksi dan Jika Pasien Sadar)
 Memberikan dukungan emosi
 Berdiri di dekat pasien dan menyentuhnya
 Mengkaji status emosi secara berkelanjutan
Fase Paska Operasi
1) Memindahkan Pasien ke Unit Paska Anastesi
 Mengidentifikasi pasien
 Sampaikan jenis operasi yang dijalani
 Sampaikan jumlah dan jenis anastesi yang diberikan
 Laporkan tanda-tanda vital pasien
 Deskripsikan faktor intraoperatif (kateter, drainase, obat, kejadian tidak disangka
yang terjadi saat operasi, dsb)
 Laporkan tingkat kesadaran pasien
 Laporkan kebutuhan alat
 Berkomunikasi dengan keluarga
2) Pengkajian Paska Operasi di Ruang Pemulihan
 Monitor tanda vital dan status fisiologis
 Monitor tingkat nyeri dan berikan anti nyeri
 Jaga kepatenan jalan napas
 Berikan medikasi, cairan, darah yang diperlukan
 Kaji kesiapan pasien untuk dipindahkan ke ruang rawat atau rumah
3) Unit Perawatan Bedah
 Memonitor tanda-tanda vital
 Monitor tingkat nyeri
 Mengkaji status fisiologis
 Memberikan edukasi terkait discharged planning
4) Rumah atau Klinik
 Lakukan follow up dengan kunjungan atau melalui telepon
 Kaji efek anastesi dan operasi terhadap diri pasien (citra tubuh)
 Ulangi edukasi yang telah diberikan dan jawab pertanyaan keluarga tentang rawat
jalan
Sumber: Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010

Referensi

Black, J.M & Hawks, J. H. (2014). Keperwatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Media
Goodman, T & Spry, C. (2016). Essentials of perioperative nursing. 6th edition. Burlington:
Jones & Barlett Learning
Ignatavicius, D.D Workman, M.L. (2013). Medical-surgical nursing: Patient centered
collaborative care. Missouri: Elsevier Mosby.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner & suddarth’s
textbook of medical surgical nursing. 12th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai