Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA LAPAROTOMY

A. Definisi Laparatomy
Laparatomy adalah suatu pembedahan pada rongga abdomen yang dilakukan untuk
memeriksa nyeri atau trauma pada abdomen. Prosedur ini dapat di indikasikan pada klien
yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau klien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber
nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
B. Indikasi Laparatomy
Indikasi dilakukannya laparotomy, diantaranya yaitu :
1) Kanker pada organ abdomen (seperti pada ovarium, kolon, pancreas, atau hati)
2) Peritonitis appendicitis
3) Kolelitiasis, kolesistitis
4) Pankreatitis akut atau kronik
5)Abses retroperitoneal, abdominal, atau pelvis (kantong/benjolan yang infeksi)
6) Divertikulitis (inflamasi kantong usus)
7) Adhesi (perlengketan jaringan pada abdomen)
8) Perforasi usus
9) Kehamilan ektopik (kehamilan di luar uterus)
10) Perdarahan internal
11) Trauma abdomen
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3) Kelemahan
4) Mual, muntah, anoreksia
5) Konstipasi
D. Komplikasi Yang Dapat Terjadi pada Laparatomy
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Kerusakan organ internal
4) Adhesi organ visceral

1. Persiapan pasien
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan pre operatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan intra
operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke
wilayah ruang pemulihan. Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan
pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

1. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah


Data Subyektif
Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
1. Pengertian tentang bedah yang di anjurkan
Tempat
2. Bentuk operasi yang harus dilakukan.
3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di
bedah.
4. Kegiatan rutin sebelum operasi.
5. Kegiatan rutin sesudah operasi.
6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
7. Pengalaman bedah terdahulu
8. Bentuk, sifat, roentgen
9. Jangka waktu
Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
1. Penghayatan-penghayatan

dan

ketakutan-ketakutan

dianjurkan.
2. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
3. Agama dan artinya bagi pasien.
4. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
5. Keluarga dan sahabat dekat
6. Perubahan pola tidur
7. Peningkatan seringnya berkemih.

menghadapi

bedah

yang

Status Fisiologi
1. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasikomplikasi pascabedah.
2. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
3. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
4. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
5. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi
yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
6. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
7. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas
dari nyeri setelah operasi.
Data Obyektif
1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),
kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
10.Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
11.Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.
Pengkajian psikososial
Perasaan takut / cemas
Keadaan emosi pasien
Pengkajian Fisik
Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
Sistem integumentum

Pucat

Sianosis

Adakah penyakit kulit di area badan.

Sistem Kardiovaskuler

Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?

Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?

Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.

Kebiasaan merokok, minum alcohol

Oedema

Irama dan frekuensi jantung.

Pucat

Sistem pernafasan

Apakah pasien bernafas teratur ?

Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.


Sistem gastrointestinal

Apakah pasien diare ?


Sistem reproduksi

Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?


Sistem saraf

Kesadaran ?
Validasi persiapan fisik pasien

Apakah pasien puasa ?

Lavement ?

Kapter ?

Perhiasan ?

Make up ?

Scheren / cukur bulu pubis ?

Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?

Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul


1.

Takut

2.

Cemas

3.

Resiko infeksi

4.

Resiko injury

5.

Kurang pengetahuan
1. PRE OPERATIF
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil.
Hal ini dapat disebabkan karena :

Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.

Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.

2) Persiapan Fisiologi
3) Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi
pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan
antara lain :
1. Aspirasi pada saat pembedahan
2. Mengotori meja operasi.
3. Mengganggu jalannya operasi.
4. Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan
dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi.

Manfaat pemberian lavement antara lain :


1. Mencegah cidera kolon
2. Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan dioperasi.
3. Mencegah konstipasi.
4. Mencegah infeksi.
5. Persiapan Kulit

Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada
waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan
kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang
dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5) Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat. Pada
kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi
tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha
untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih
mungkin.
6) Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat
OK)
1.

Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini :

1. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).


2. Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
3. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
4. Lepas perhiasan
5. Bersihkan cat kuku.
6. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
7. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
8. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran.
9. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis.
10. Kandung kencing harus sudah kosong.
11.Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
Catatan tentang persiapan kulit.
Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
Pemberian premedikasi.
Pengobatan rutin.

Data antropometri (BB, TB)


Informed Consent
Pemeriksan laboratorium.
2. Persiapan tim operatif
1. Pemberian Obat premedikasi
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar
induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative biasanya diberikan pada malam
menjelang operasi agar pasien tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.

2. INTRA OPERATIF
Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
1.

Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
3. Tipe anaesthesia yang digunakan.
4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

2.

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :


1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya

ditutup dengan duk.


3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan
saraf dan jaringan.

4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan
terjadinya pertukaran udara.
5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
thrombus.
6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat
melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
10. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
11. Penutupan Daerah Steril
12. Mempertahankan Surgical Asepsis
13. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
14. Monitor dari Malignant Hyperthermia
15. Penutupan luka pembedahan
16. Perawatan Drainase
17. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.

Selama dilaksanakannya operasi


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian mental.
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
2. Pengkajian fisik
Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
Masalah Keperawan Yang Lazim Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama
pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
1. Cemas
2. Resiko perlukaan/injury
3. Resiko penurunan volume cairan tubuh

4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas kulit
3. Teknik laparotomi
Jenis laparotomi :
1. Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
2. Insisi pada garis tranversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision)
3. Insisi Gridiron (muscle-splitting incision)
Pemilihan Jenis Laparotomi:
1. Kebutuhan luas daerah pemaparan
2. Lokasi penyakit
3. Keadaan dinding abdomen dan jaringan parut operasi sebelumnya
4. Tingkat penyembuhan yang diharapkan
5. Kenyamanan pasca bedah
6. Kemudahan dan kecepatan prosedur tindakan
Kulit dan Jaringan subkutis:

Kulit terdiri dari : epidermis dan dermis

Garis Langer's ( Langer 1861 ) : garis-garis tranversal sejajar pada tubuh manusia

Bila Insisi kulit dikerjakan melalui garis Langer's ini maka jaringan parut yang
terbentuk adalah minimal

Topografi dinding abdomen:

INSISI GARIS TENGAH - MID LINE INCISION


1. Paparan bidang pembedahan yang baik
2. Dapat diperluas ke cephalad ( kearah kranial )
3. Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
4. Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan
bidang pembedahan yang memadai

5. Dipilih pada kasus gawat-darurat

Gambar 4: A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ;
B. Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior sheath dari
m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel secara hati-hati dan
terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D. Insisi peritoneum diperluas
ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus
INSISI TRANVERSALIS
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.

Keuntungan:
1. Jarang terjadi herniasi pasca bedah
2. Kosmetik lebih baik
3. Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
1. Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
2. Tehnik relatif lebih sulit
3. Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :

Insisi PFANNENSTIEL :
o Kekuatan pasca bedah : BAIK
o Paparan bidang bedah : KURANG

Insisi MAYLARD :
o Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena
dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah
kranial dan kaudal
o Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
o Dibanding insisi MIDLINE :

Nyeri pasca bedah kurang.

Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun

Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ


abdomen bagian atas sangat kurang.

Insisi CHERNEY :
o Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada
origo di simfisis pubis.
o Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.

INSISI PFANNENSTIEL:
1. Insisi kulit tranversal semilunar 2 cm suprasimfisis.
2. Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara tranversal
dengan gunting Mayo atau scalpel.
3. Tepi atas fascia rectus dijepit dengan kocher dan dipisahkan dari m.rectus
abdominalis serta m.pyramidalis secara tumpul dan waspada terhadap trauma
pembuluh darah disekitar garis tengah.
4. Setelah pemisahan diatas sudah lengkap tepi bawah fascia rectus dijepit dengan
kocher dan dipisahkan dari m.pyramidalis secara tumpul sampai mencapai simfsis
pubis.
5. Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia tranversal dan
peritoneum terpapar.
6. Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
7. Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
8. Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada pasca pembedahan
intra abdominal endometriosis atau infeksi intra abdominal.
9. Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting Metzenbaum.

10. Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke kaudal secara tajam.


11. Hati-hati mencederai vesica urinaria.
12. Lakukan pemeriksaan transilluminasi untuk menghindari cedera pada kandung
kemih
13. Untuk pemapaparan bidang operasi m.pyramidalis perlu dipisahkan digaris tengah.
14. Bila langkah-langkah ditas sudah dilakukan, operator dapat masuk ke rongga
abdomen.
15. Bila pemaparan masih kurang optimal maka lakukan insisi CHERNEY (jangan
melakukan insisi Maylard !!!! ).

Gambar 5

1. Insisi kulit tranversal semilunar didaerah suprapubis, Jaringan subkutan dibuka


untuk memaparkan anterior rectus sheath
2. anterior rectus sheath dibuka untuk memaparkan m.rectus abdominalis
3. anterior rectus sheath dipisahkan dari m.rectus abdominalis secara tajam dan
tumpul ; pemisahan dimulai dari bagian kaudal

Gambar 6 : Pemisahan otot rectus abdominalis dari anterior rectus sheath kearah cranial

Gambar 7 : Identifikasi peritoneum antara muskulus rectus kiri dan kanan peritoneum
dijepit dengan pinset dan dibuka pada bagian kranial garis tengah

Gambar 8 : Ujung jari operator dimasukkan dibawah peritoneum kearah kaudal dan dibuka
kearah bawah dengan menghindari tepi atas vesika urinaria
INSISI MAYLARD
1. Insisi melintang kulit 2 3 cm diatas simfisis pubis dan diperdalam sampai fascia
rectus (seperti pada PFANNENSTIEL)
2. Identifikasi fascia rectus dijepit dibuka secara tajam bilateral.
3. Perbedaan dengan PFANNENSTIEL : m.rectus abdominalis tidak perlu dipisahkan
dari fascia rectus.
4. Identifikasi arteria epigastrica inferior sisihkan dari jaringan ikat sepanjang tepi
lateral m.rectus :
o Identifikasi dengan palpasi dan pemisahan secara tumpul
o Setelah identifikasi ikat secara ganda dan potong
5. Transeksi secara zig-zag m.rectus abdominalis kira-kira 3 5 cm diatas origo di
simfsis pubis.
6. Bila

perlu

elevasi

masing-masing

m.rectus

abdominalis

dengan penrose

drain untuk memudahkan transeksi dan melindungi jaringan dibawah otot.

7. Setelah transeksi m.rectus disisihkan ke kranial dan kaudal dan peritoneum dibuka
secara TRANVERSAL (seperti insisi pada kulit) dengan tehnik yang sama.
8. Saat menutup luka operasi: m.rectus tidak perlu didekatkan dengan menjahit oleh
karena akan sembuh secara spontan.

Gambar 9 : A. Insisi kulit melintang 5 cm diatas simfsis pubis B. anterior rectus sheath
dibuka dengan arah yang sama sehingga m.rectus abdominalis terpapar C. Belahan m.rectus
kiri dan kanan dipisahkan secara tumpul dan dilakukan traseksi dengan kauter dengan
gerakan zig-zag untuk hemostasis

Gambar 10 : D. Fascia tranversalis dan peritoneum dibuka dan potongan mrectus


abdominalis bagian atas di jahit pada anterior rectus sheat dengan jahitan
matras. E. Insisi peritoneum diperluas ke lateral dan vasa epigastrica inferior harus
dipotong dan diikat
INSISI CHERNEY

Perbedaan dengan MAYLARD : m.rectus tidak di transeksi ; tetapi dipotong pada


origo di simfisis pubis

m.rectus abdominalis disisihkan ke kranial

Saat penutupan luka origo m.rectus abdominalis di simfisis pubis dijahit kembali

Penyembuhan dengan hasil yang kuat dan paparan bidang pembedahan yang memadai

Persamaan dengan MAYLARD : paparan bagian atas abdomen terbatas

Tehnik :
1. Insisi kulit sampai fascia musculus rectus dilakukan dengan cara yang sama dengan
insisi Pfannestiel atau insisi Cherney
2. Fascia m.rectus dijepit di garis tengah kemudian dilakukan insisi tranversal
3. Potongan inferior fascia m.rectus dijepit dengan kocher Clamps di elevasi dan
dibebaskan dari m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis secara tumpul dan tajam ke
arah simfisis pubis sehingga apponeurosis m.rectus dan m.pyramidalis dapat di
identifikasi
4. Tendon dipotong dengan gunting MAYO untuk membebaskan otot dari origo pada
simfisis pubis
5. M.rectus abdominalis mengalami rektraksi ke superior
6. Fascia tranversalis serta peritoneum dibuka dengan cara yang sama
7. Penutupan luka : tendon m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis didekatkan denfgan
jahitan terputus permanen
8. Bila pada insisi Pfannenstiel bidang pembedahan kurang luas dapat dilakukan
perubahan ke arah insisi CHERNEY tanpa menggangu intergritas muskulatur di garis
tengah.

Gambar 11 : Insisi elipsoid pada kulit dan jaringan subkutis secara melintang.Tendon
m.rectus dan m.pyramidalis dilakukan transeksi masing-masing sisi sepertiterlihat pada
garis terputus. Otot disihkan ke kranial dan fascia tranversalis serta peritoneum dijepit dan
dibuka secara tranversal.

Gambar 12 : Pada akhir pembedahan:tendon m.rectus dijahit pada bagian permukaan


rectus sheath dengan beberapa jahitan terputus dan luka insisi apponeurosis
PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA INSISI MIDLINE

Gambar 13 : Di empat tempat peritoneum parietalie dipasang klem Mickulicz untuk


pemaparan peritoneum yang akan ditutup. Jahitan diawali di bagian sudut cephalad.
Penutupan perittoneum dilakukan dengan menggunakan jahitan jelujur sederhana dengan
menjaga agar jangan sampai menjahit organ intraabdominal dan omentum dengan
memasang spatula

Gambar 14 : A. Peritoneum ditutup dengan jahitan jelujur sederhana dan fascia m.rectus
dijahit dengan jahitan horisontal angka 8 ; B. Jahitan horisontal angka 8
ganda ; C. Lemak didekatkan dengan jahitan terputus ; D. Jahitan kulit dengan matras
horisontal

PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA INSISI TRANVERSAL

Pada insisi Pfannenstiel, peritoneum dan fascia ditutup secara terpisah sebagaimana
halnya dengan penutupan pada insisi mid-line.

Jaringan lemak subkutis ditautkan dengan 2 3 jahitan terputus untuk menghindari


dead space.

Kulit ditutup dengan jahitan jelujur subkutikuler dengan plain cat-gut atau benang
lainnya # 0-3

Bila m.rectus dipotong, penutupan peritoneum dilakukan secara tranversal dan


menyambung otot bersamaan dengan fascia dengan jahitan angka 8 ; kemudian
jaringan subkutis dan kulit ditutup dengan cara yang sama dengan metode insisi
Pfannenstiel.

PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA LAPAROTOMI KASUS INFEKSI


Untuk memperkuat dinding abdomen pada insisi mid-line kasus infeksi, digunakan 2 3
jahitan penguat (tension suture) dengan benang sutra (silk)

Gambar 15 : Metode penempatan jahitan penguat (tension suture)


A. Jarum tajam panjang dengan benang sutra ditempatkan dalam tabung plastik; B. Jahitan
menembus kulit, lemak dan fascia sekaligus ; C. Diagram lapisan luka dan posisi jahitan
penguat.

PENUTUPAN ULANG PADA LUKA OPERASI YANG TERBUKA

Gambar 16 : Penutupan ulang kasus luka terbuka (wound dehiscence) dengan benang sutra
besar atau logam ; A. Metode penutupan ; B. Setelah dikerjakan pembersihan tepi luka
(debridemant), tepi luka operasi yang terbuka didekatkan dengan satu jahitan yang
menembus sampai lapisan peritoneum
Rujukan:
1. Fitzpatrick JK: Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed)
The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient. St Louis, Missouri, Mosby, 1997
2. Matingly RF: Te Lindes Operative Gynecology 5th ed, Philadelphia-Toronto, JB
Lippincot Company, 1977
3. Nichols DH , editor : Gynecologic and Obstetric Surgery, St Louis, 1993, Mosby

4. Perawatan pasca pembedahan

Askep Post Laparatomy


1.)Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :
a) Biodata
(1) Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, tindakan medis.
(2) Identitas Penanggungjawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber biaya.
b) Lingkup Masalah Keperawatan
Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri pada
luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.
c) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat
pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST,
yaitu :
(a) P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal yang dapat mengurangi atau memperberat.
Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila
klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau
beristirahat dan setelah diberi obat.
(b) Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau
terdengar, dan sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan
untuk beraktivitas.
(c) R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri
dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.
(d) S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu
aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan
keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi.
(e) T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama
nyeri itu hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap
sepanjang hari.
(2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi. Biasanya
klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
(3) Riwayat kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien,
penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
d) Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan
pembedahan
seperti cemas.
e) Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya
klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.
f)Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan
kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya
aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan
nyeri luka post operasi.
g) Kebiasaan Sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau
tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene,
dan ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan
minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK
mengalami penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.

h) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit
yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih
lanjut, badan tampak lemas.
(2) Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru.
(3) Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan,
kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan
darah dan nadi meningkat.
(4) Sistem Pencernaan

Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus
karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
(5) Sistem Perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena
adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.
(6) Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus
kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.
(7)Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap
cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan
pada sistem penglihatan.
(8) Sistem Pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri
tekan, uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach.
Biasanya tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.
(9) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.
(10) Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan.
(11) Sistem Endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejalayang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa
ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan
pada sistem endokrin.
i.)Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1) Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan
cairan berlebihan
2) Hemoglobin :dapat menurun akibat kehilangan darah
3) Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi
j) Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi
nyeri, antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.
2.) Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa pada post laparatomy:
1.Inefektif bersihan jalan nafas b.d efek anastesi
2. Kerusakan integritas kulit b.d insisi pembedahan, perubahan sensasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan darah, kehilangan air dengan
abnormal.

Diagnosa Keperawatan

Intervensi

Rasional

Implementas

Evaluasi

Ansietas b.d prosedur

1. Monitor klien

1. Pengkajian

i
1.Memonitor

pembedahan, prosedur

tanda dan gejala

seksama

tanda dan

preoperative.

ansietas saat

kondisi pasien

gejala

pengkajian

dengan

ansietas

Kriteria Hasil:

keperawatan

ansietas

2.tanyakan

1) Klien akan menunjukan

2. Fokuskan

memungkinkan

pada klien

kemampuan focus pada

diskusi pada

perawat

hal apa yang

pengetahuan baru dan skill

stressor yang

membuat

paling

2) Identifikasi gejala

mempengaruhi

priorotas

membuat dia

sebagai indicator

kondisi pasien

perawatan.

cemas

-berdiskusi dengan klien

kecemasan sendiri

3. Diskusikan

2. Focus diskusi

3.berdiskuisi

mengenai persepsinya

3) Tidak menunjukan

persepsi klien

memfasilitasi

dengan klien

-memberikan informasi

prilaku agresiv

akan prosedur

kemampuan pasien

mengenai

yang dibutuhkan klien

4) Berkomunikasi dan

pembedahan,

untuk menyatakan

persepsi

penanganan perasaan

ketakutan yang

ketakutan dan perasaan

klien

negative dengan tepat

berhubungan

yang dirasakan dan

4.

5) Rileks dan nyaman

dengan operasi

membengun hubungan

memberikan

dalam beraktivitas

4. Berikan

terapeutik.

informasi

informasi

3. Diskusi akan persepsi

yang

prosedur

dan ketakutan membuat

dibutuhkan

sebelum operasi, pasien mengekspresikan


penyakit klien,

diri sendiri dan

dan persiapan

mengeksplore

operasi.

pengetahuannya.
4. Tindakan untuk
menambah pengetahuan
dan reduksi ansietas

klien

S: Klien mengatakan
masih cemas
O: Klien tampak tegang
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:

Diagnosa

Intervensi

Rasional

Implementasi

Evaluasi

Keperawatan
Dx 1: .Inefektif

1. Manajemen jalan 1. Kepatenan jalan

2.melakukan

S:

bersihan jalan

nafas

nafas mengindikasikan

suction

nafas b.d efek

2. Suction :

efektivitas respirasi.

3.memberikan

O: - Pengeluaran

anastesi

pembuangan

2. Pasien yang

terapi O2

sekresi efektif

3. Terapi oksigen

mengalami penurunan

4.mengatur posisi

Kriteria Hasil:

4. Atur posisi klien

kesadaran beresiko

klien

ritme dalam batas

1) Klien akan

5. Pantau respirasi

terjadi aspirasi saliva

5.memantau

normal

- Respirasi dan

mempunyai

dan pemberian oksigen respirasi

kepatenan jalan

tambahan

pulmonali dalam

nafas

diindikasikan dengan

batas normal

2) Pengeluaran

jalan nafas yang

sekresi efektif

bersih.

A:Masalah

3) Respirasi dan

3. Kerusakan otak

teratasi

ritme dalam batas

irreversible bisa terjadi

normal

bila periode apneu

P: Intervensi

4) Fungsi

terjadi lama dan

dihentikan

pulmonali dalam

kebutuhan oksigen

batas normal

tidak terpenuhi.

5) Mampu

4.Posisi supine

menyususn

meningkatkan resiko

rencana untuk

obstruksi jalan nafas

perawatan di

oleh lidah, bila

rumah

dimiringkan maka
klien akan mengalami
aspirasi. Semi fowler
adalah pilihan yang
tepat untuk
kenyamanan,
pengembangan
ekspansi paru yang

- Fungsi

optimal, menghindari
aspirasi.

Dx 2: Kerusakan

1. Monitor

1.Monitor

S:

integritas kulit b.d karakteristik luka,

karakteristik luka

insisi

meliputi lokasi,

2.membersihkan

O: perawatan luka

pembedahan,

ada/tidaknya dan

dan mengganti

optimal

perubahan sensasi

karakter eksudat,

balutan (teknik

Kriteria Hasil:

ada/tidaknya

steril)

1) Klien akan

jaringan nekrotik,

menunjukan

ada/tidaknya tanda-

A: masalah

perwatan optimal

tanda infeksi

teratasi

kulit dan luka

(nyeri, bengkak,

secara rutin

kemerahan,

P: Intervensi

2) Menunjukan

peningkatan sushu,

dihentikan

intgritas kulit dan

penurunan fungsi)

membrane

2. Bersihkan dan

mukosa adekuat

ganti balutan

( temperature

(wound care) luka

jaringan,

dengan teknik steril

Integritas kulit
adekuat

elastisitas, hidrasi, 3. Minimalisir


pigmentasi, dan

penekanan pada

warna)

bagian luka

Dx 3:

1. Monitor dan

Rasional

1.Memonitor intake S:

Kekurangan

perbaiki intake

1. Terapi diuretik,

dan output

volume cairan b.d

output, antara

hipertermia,

2.memonitor hasil

O: - elektrolit, Ht,

kehilangan darah,

setiap jam dan

pembatasan intake

LAB

dan serum

kehilangan air

perbandingkan.

cairan dapat

3.memonitor

osmolalitas dalam

dengan abnormal.

Ukur dan

menimbulkan

tekanan

keadaan normal

Kriteria hasil :

dokumentasikan

kekurangan cairan.

hemodinamika

1) Menunjukan

output urine setiap

Pengukuran tiap jam

4memberikan

dalam batas

level elektrolit,

1-4 jam.

dan perbandingannya

cairan isotonic

normal

hematokrit dan

- urine output lebih

dapt mendeteksi

serum osmolalitas

dari 200ml/jam

kekurangan.

hemodinamika

dalam keadaan

selama 2 jam

2. Hasil laboratorium

dalam batas

normal.

-urine output

menambah keadaan

normal

2) Urine output

kurang dari

objektif dari

dalam batas

30ml/jam selama 2

ketidakseimbangan.

A: masalah

normal

jam

Penurunan osmolalitas

teratasi

3) Hasil

2. Monitor hasil

urine berhubungan

hemodinamika

laboratorium sesuai

dengan diuresis,

P: intervensi

dalam batas

indikasi.

peningkatan serum

dihentikan

- urine output

normal

3. Monitor tekanan

osmolalitas, serum

hemodinamika

sodium dan hematokrit

secara periodic.

menunjukan

4. Berikan terapi

hemokonsentrasi.

sesuai indikasi,

3. Pemantauan secara

biasanya cairan

periodic menunjang

isotonic

peringatan secepatnya
apabila terjadi kondisi
yang fatal.
4. Cairan isotonic
adalah pengganti
cairan untuk
kehilangan cairan
tubuh. Produk darah,
koloid, atau albmin,
dapat digunakan untuk
peningkatan MAP.
Monitor digunakan
untuk mencegah
overload volume
cairan.

Intervensi

Rasional

Implementasi

Evaluasi

1. Monitor klien tanda

1. Pengkajian seksama

1.Memonitor tanda dan

S: Klien

dan gejala ansietas

kondisi pasien dengan

gejala ansietas

mengatakan

saat pengkajian

ansietas memungkinkan

2.tanyakan pada klien

masih cemas

keperawatan

perawat membuat

hal apa yang paling

2. Fokuskan diskusi

priorotas perawatan.

membuat dia cemas

O: Klien

pada stressor yang

2. Focus diskusi

3.berdiskuisi dengan

tampak tegang

mempengaruhi

memfasilitasi

klien mengenai persepsi

kondisi pasien

kemampuan pasien

klien

A:Masalah

3. Diskusikan persepsi

untuk menyatakan

4. memberikan

belum teratasi

klien akan prosedur

ketakutan dan perasaan

informasi yang

pembedahan,

yang dirasakan dan

dibutuhkan klien

ketakutan yang

membengun hubungan

berhubungan dengan

terapeutik.

operasi

3. Diskusi akan persepsi

-berdiskusi

4. Berikan informasi

dan ketakutan membuat

dengan klien

prosedur sebelum

pasien

mengenai

operasi, penyakit

mengekspresikan diri

persepsinya

klien, dan persiapan

sendiri dan

-memberikan

operasi.

mengeksplore

informasi yang

pengetahuannya.

dibutuhkan

4. Tindakan untuk

klien

P: Intervensi
dilanjutkan:

menambah pengetahuan
dan reduksi ansietas

Diagnosa
Keperawatan

Intervensi

Rasional

Implementasi

Evaluasi

Dx 1: .Inefektif

1. Manajemen

1. Kepatenan jalan

2.melakukan

bersihan jalan

jalan nafas

nafas

suction

nafas b.d efek

2. Suction :

mengindikasikan

3.memberikan

O: -

anastesi

pembuangan

efektivitas respirasi.

terapi O2

Pengeluaran

3. Terapi oksigen

2. Pasien yang

4.mengatur posisi

sekresi efektif

Kriteria Hasil:

4. Atur posisi klien

mengalami penurunan

klien

1) Klien akan

5. Pantau respirasi

kesadaran beresiko

5.memantau

dan ritme

mempunyai

terjadi aspirasi saliva

respirasi

dalam batas

kepatenan jalan

dan pemberian

nafas

oksigen tambahan

2) Pengeluaran

diindikasikan dengan

pulmonali

sekresi efektif

jalan nafas yang

dalam batas

3) Respirasi dan

bersih.

normal

ritme dalam batas

3. Kerusakan otak

normal

irreversible bisa

A:Masalah

4) Fungsi

terjadi bila periode

teratasi

pulmonali dalam

apneu terjadi lama

batas normal

dan kebutuhan

P: Intervensi

5) Mampu

oksigen tidak

dihentikan

menyususn

terpenuhi.

rencana untuk

4.Posisi supine

perawatan di

meningkatkan resiko

rumah

obstruksi jalan nafas


oleh lidah, bila
dimiringkan maka
klien akan mengalami
aspirasi. Semi fowler
adalah pilihan yang
tepat untuk
kenyamanan,
pengembangan
ekspansi paru yang
optimal, menghindari

S:

- Respirasi

normal
- Fungsi

aspirasi.

Dx 2: Kerusakan

1. Monitor

1.Monitor

S:

integritas kulit b.d karakteristik luka,

karakteristik luka

insisi

meliputi lokasi,

2.membersihkan

O: perawatan

pembedahan,

ada/tidaknya dan

dan mengganti

luka optimal

perubahan sensasi karakter eksudat,

balutan (teknik

Integritas

Kriteria Hasil:

ada/tidaknya

steril)

1) Klien akan

jaringan nekrotik,

menunjukan

ada/tidaknya

A: masalah

perwatan optimal

tanda-tanda infeksi

teratasi

kulit dan luka

(nyeri, bengkak,

secara rutin

kemerahan,

P: Intervensi

2) Menunjukan

peningkatan sushu,

dihentikan

intgritas kulit dan

penurunan fungsi)

membrane

2. Bersihkan dan

mukosa adekuat

ganti balutan

( temperature

(wound care) luka

jaringan,

dengan teknik

kulit adekuat

elastisitas,

steril

hidrasi,

3. Minimalisir

pigmentasi, dan

penekanan pada

warna)

bagian luka

Dx 3:

1. Monitor dan

Rasional

1.Memonitor

Kekurangan

perbaiki intake

1. Terapi diuretik,

intake dan output

volume cairan b.d

output, antara

hipertermia,

2.memonitor hasil

O: - elektrolit,

kehilangan darah,

setiap jam dan

pembatasan intake

LAB

Ht, dan serum

kehilangan air

perbandingkan.

cairan dapat

3.memonitor

osmolalitas

dengan abnormal.

Ukur dan

menimbulkan

tekanan

dalam keadaan

Kriteria hasil :

dokumentasikan

kekurangan cairan.

hemodinamika

normal

1) Menunjukan

output urine setiap

Pengukuran tiap jam

4memberikan

- urine

level elektrolit,

1-4 jam.

dan perbandingannya

cairan isotonic

output dalam

hematokrit dan

- urine output lebih

dapt mendeteksi

serum osmolalitas

dari 200ml/jam

kekurangan.

dalam keadaan

selama 2 jam

2. Hasil laboratorium

hemodinamika

normal.

-urine output

menambah keadaan

dalam batas

2) Urine output

kurang dari

objektif dari

normal

dalam batas

30ml/jam selama 2

ketidakseimbangan.

normal

jam

Penurunan

A: masalah

3) Hasil

2. Monitor hasil

osmolalitas urine

teratasi

hemodinamika

laboratorium

berhubungan dengan

dalam batas

sesuai indikasi.

diuresis, peningkatan

S:

batas normal
-

P: intervensi

normal

3. Monitor tekanan

serum osmolalitas,

hemodinamika

serum sodium dan

secara periodic.

hematokrit

4. Berikan terapi

menunjukan

sesuai indikasi,

hemokonsentrasi.

biasanya cairan

3. Pemantauan secara

isotonic

periodic menunjang
peringatan secepatnya
apabila terjadi kondisi
yang fatal.
4. Cairan isotonic
adalah pengganti
cairan untuk
kehilangan cairan
tubuh. Produk darah,
koloid, atau albmin,
dapat digunakan
untuk peningkatan
MAP. Monitor
digunakan untuk
mencegah overload
volume cairan.

dihentikan

Anda mungkin juga menyukai