A. Definisi Laparatomy
Laparatomy adalah suatu pembedahan pada rongga abdomen yang dilakukan untuk
memeriksa nyeri atau trauma pada abdomen. Prosedur ini dapat di indikasikan pada klien
yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau klien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber
nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
B. Indikasi Laparatomy
Indikasi dilakukannya laparotomy, diantaranya yaitu :
1) Kanker pada organ abdomen (seperti pada ovarium, kolon, pancreas, atau hati)
2) Peritonitis appendicitis
3) Kolelitiasis, kolesistitis
4) Pankreatitis akut atau kronik
5)Abses retroperitoneal, abdominal, atau pelvis (kantong/benjolan yang infeksi)
6) Divertikulitis (inflamasi kantong usus)
7) Adhesi (perlengketan jaringan pada abdomen)
8) Perforasi usus
9) Kehamilan ektopik (kehamilan di luar uterus)
10) Perdarahan internal
11) Trauma abdomen
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3) Kelemahan
4) Mual, muntah, anoreksia
5) Konstipasi
D. Komplikasi Yang Dapat Terjadi pada Laparatomy
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Kerusakan organ internal
4) Adhesi organ visceral
1. Persiapan pasien
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan pre operatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan intra
operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke
wilayah ruang pemulihan. Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan
pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
dan
ketakutan-ketakutan
dianjurkan.
2. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
3. Agama dan artinya bagi pasien.
4. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
5. Keluarga dan sahabat dekat
6. Perubahan pola tidur
7. Peningkatan seringnya berkemih.
menghadapi
bedah
yang
Status Fisiologi
1. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasikomplikasi pascabedah.
2. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
3. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
4. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
5. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi
yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
6. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
7. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas
dari nyeri setelah operasi.
Data Obyektif
1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),
kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
10.Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
11.Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.
Pengkajian psikososial
Perasaan takut / cemas
Keadaan emosi pasien
Pengkajian Fisik
Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
Sistem integumentum
Pucat
Sianosis
Sistem Kardiovaskuler
Oedema
Pucat
Sistem pernafasan
Kesadaran ?
Validasi persiapan fisik pasien
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Takut
2.
Cemas
3.
Resiko infeksi
4.
Resiko injury
5.
Kurang pengetahuan
1. PRE OPERATIF
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil.
Hal ini dapat disebabkan karena :
2) Persiapan Fisiologi
3) Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi
pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan
antara lain :
1. Aspirasi pada saat pembedahan
2. Mengotori meja operasi.
3. Mengganggu jalannya operasi.
4. Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan
dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi.
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada
waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan
kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang
dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5) Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat. Pada
kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi
tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha
untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih
mungkin.
6) Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat
OK)
1.
Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini :
2. INTRA OPERATIF
Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
1.
Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
3. Tipe anaesthesia yang digunakan.
4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
2.
4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan
terjadinya pertukaran udara.
5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
thrombus.
6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat
melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
10. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
11. Penutupan Daerah Steril
12. Mempertahankan Surgical Asepsis
13. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
14. Monitor dari Malignant Hyperthermia
15. Penutupan luka pembedahan
16. Perawatan Drainase
17. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas kulit
3. Teknik laparotomi
Jenis laparotomi :
1. Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
2. Insisi pada garis tranversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision)
3. Insisi Gridiron (muscle-splitting incision)
Pemilihan Jenis Laparotomi:
1. Kebutuhan luas daerah pemaparan
2. Lokasi penyakit
3. Keadaan dinding abdomen dan jaringan parut operasi sebelumnya
4. Tingkat penyembuhan yang diharapkan
5. Kenyamanan pasca bedah
6. Kemudahan dan kecepatan prosedur tindakan
Kulit dan Jaringan subkutis:
Garis Langer's ( Langer 1861 ) : garis-garis tranversal sejajar pada tubuh manusia
Bila Insisi kulit dikerjakan melalui garis Langer's ini maka jaringan parut yang
terbentuk adalah minimal
Gambar 4: A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ;
B. Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior sheath dari
m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel secara hati-hati dan
terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D. Insisi peritoneum diperluas
ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus
INSISI TRANVERSALIS
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
1. Jarang terjadi herniasi pasca bedah
2. Kosmetik lebih baik
3. Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
1. Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
2. Tehnik relatif lebih sulit
3. Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
Insisi PFANNENSTIEL :
o Kekuatan pasca bedah : BAIK
o Paparan bidang bedah : KURANG
Insisi MAYLARD :
o Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena
dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah
kranial dan kaudal
o Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
o Dibanding insisi MIDLINE :
Insisi CHERNEY :
o Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada
origo di simfisis pubis.
o Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.
INSISI PFANNENSTIEL:
1. Insisi kulit tranversal semilunar 2 cm suprasimfisis.
2. Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara tranversal
dengan gunting Mayo atau scalpel.
3. Tepi atas fascia rectus dijepit dengan kocher dan dipisahkan dari m.rectus
abdominalis serta m.pyramidalis secara tumpul dan waspada terhadap trauma
pembuluh darah disekitar garis tengah.
4. Setelah pemisahan diatas sudah lengkap tepi bawah fascia rectus dijepit dengan
kocher dan dipisahkan dari m.pyramidalis secara tumpul sampai mencapai simfsis
pubis.
5. Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia tranversal dan
peritoneum terpapar.
6. Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
7. Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
8. Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada pasca pembedahan
intra abdominal endometriosis atau infeksi intra abdominal.
9. Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting Metzenbaum.
Gambar 5
Gambar 6 : Pemisahan otot rectus abdominalis dari anterior rectus sheath kearah cranial
Gambar 7 : Identifikasi peritoneum antara muskulus rectus kiri dan kanan peritoneum
dijepit dengan pinset dan dibuka pada bagian kranial garis tengah
Gambar 8 : Ujung jari operator dimasukkan dibawah peritoneum kearah kaudal dan dibuka
kearah bawah dengan menghindari tepi atas vesika urinaria
INSISI MAYLARD
1. Insisi melintang kulit 2 3 cm diatas simfisis pubis dan diperdalam sampai fascia
rectus (seperti pada PFANNENSTIEL)
2. Identifikasi fascia rectus dijepit dibuka secara tajam bilateral.
3. Perbedaan dengan PFANNENSTIEL : m.rectus abdominalis tidak perlu dipisahkan
dari fascia rectus.
4. Identifikasi arteria epigastrica inferior sisihkan dari jaringan ikat sepanjang tepi
lateral m.rectus :
o Identifikasi dengan palpasi dan pemisahan secara tumpul
o Setelah identifikasi ikat secara ganda dan potong
5. Transeksi secara zig-zag m.rectus abdominalis kira-kira 3 5 cm diatas origo di
simfsis pubis.
6. Bila
perlu
elevasi
masing-masing
m.rectus
abdominalis
dengan penrose
7. Setelah transeksi m.rectus disisihkan ke kranial dan kaudal dan peritoneum dibuka
secara TRANVERSAL (seperti insisi pada kulit) dengan tehnik yang sama.
8. Saat menutup luka operasi: m.rectus tidak perlu didekatkan dengan menjahit oleh
karena akan sembuh secara spontan.
Gambar 9 : A. Insisi kulit melintang 5 cm diatas simfsis pubis B. anterior rectus sheath
dibuka dengan arah yang sama sehingga m.rectus abdominalis terpapar C. Belahan m.rectus
kiri dan kanan dipisahkan secara tumpul dan dilakukan traseksi dengan kauter dengan
gerakan zig-zag untuk hemostasis
Saat penutupan luka origo m.rectus abdominalis di simfisis pubis dijahit kembali
Penyembuhan dengan hasil yang kuat dan paparan bidang pembedahan yang memadai
Tehnik :
1. Insisi kulit sampai fascia musculus rectus dilakukan dengan cara yang sama dengan
insisi Pfannestiel atau insisi Cherney
2. Fascia m.rectus dijepit di garis tengah kemudian dilakukan insisi tranversal
3. Potongan inferior fascia m.rectus dijepit dengan kocher Clamps di elevasi dan
dibebaskan dari m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis secara tumpul dan tajam ke
arah simfisis pubis sehingga apponeurosis m.rectus dan m.pyramidalis dapat di
identifikasi
4. Tendon dipotong dengan gunting MAYO untuk membebaskan otot dari origo pada
simfisis pubis
5. M.rectus abdominalis mengalami rektraksi ke superior
6. Fascia tranversalis serta peritoneum dibuka dengan cara yang sama
7. Penutupan luka : tendon m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis didekatkan denfgan
jahitan terputus permanen
8. Bila pada insisi Pfannenstiel bidang pembedahan kurang luas dapat dilakukan
perubahan ke arah insisi CHERNEY tanpa menggangu intergritas muskulatur di garis
tengah.
Gambar 11 : Insisi elipsoid pada kulit dan jaringan subkutis secara melintang.Tendon
m.rectus dan m.pyramidalis dilakukan transeksi masing-masing sisi sepertiterlihat pada
garis terputus. Otot disihkan ke kranial dan fascia tranversalis serta peritoneum dijepit dan
dibuka secara tranversal.
Gambar 14 : A. Peritoneum ditutup dengan jahitan jelujur sederhana dan fascia m.rectus
dijahit dengan jahitan horisontal angka 8 ; B. Jahitan horisontal angka 8
ganda ; C. Lemak didekatkan dengan jahitan terputus ; D. Jahitan kulit dengan matras
horisontal
Pada insisi Pfannenstiel, peritoneum dan fascia ditutup secara terpisah sebagaimana
halnya dengan penutupan pada insisi mid-line.
Kulit ditutup dengan jahitan jelujur subkutikuler dengan plain cat-gut atau benang
lainnya # 0-3
Gambar 16 : Penutupan ulang kasus luka terbuka (wound dehiscence) dengan benang sutra
besar atau logam ; A. Metode penutupan ; B. Setelah dikerjakan pembersihan tepi luka
(debridemant), tepi luka operasi yang terbuka didekatkan dengan satu jahitan yang
menembus sampai lapisan peritoneum
Rujukan:
1. Fitzpatrick JK: Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed)
The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient. St Louis, Missouri, Mosby, 1997
2. Matingly RF: Te Lindes Operative Gynecology 5th ed, Philadelphia-Toronto, JB
Lippincot Company, 1977
3. Nichols DH , editor : Gynecologic and Obstetric Surgery, St Louis, 1993, Mosby
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien,
penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
d) Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan
pembedahan
seperti cemas.
e) Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya
klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.
f)Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan
kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya
aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan
nyeri luka post operasi.
g) Kebiasaan Sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau
tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene,
dan ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan
minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK
mengalami penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.
h) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit
yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih
lanjut, badan tampak lemas.
(2) Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru.
(3) Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan,
kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan
darah dan nadi meningkat.
(4) Sistem Pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus
karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
(5) Sistem Perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena
adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.
(6) Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus
kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.
(7)Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap
cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan
pada sistem penglihatan.
(8) Sistem Pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri
tekan, uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach.
Biasanya tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.
(9) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.
(10) Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan.
(11) Sistem Endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejalayang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa
ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan
pada sistem endokrin.
i.)Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1) Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan
cairan berlebihan
2) Hemoglobin :dapat menurun akibat kehilangan darah
3) Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi
j) Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi
nyeri, antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.
2.) Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa pada post laparatomy:
1.Inefektif bersihan jalan nafas b.d efek anastesi
2. Kerusakan integritas kulit b.d insisi pembedahan, perubahan sensasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan darah, kehilangan air dengan
abnormal.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
Implementas
Evaluasi
1. Monitor klien
1. Pengkajian
i
1.Memonitor
pembedahan, prosedur
seksama
tanda dan
preoperative.
ansietas saat
kondisi pasien
gejala
pengkajian
dengan
ansietas
Kriteria Hasil:
keperawatan
ansietas
2.tanyakan
2. Fokuskan
memungkinkan
pada klien
diskusi pada
perawat
stressor yang
membuat
paling
2) Identifikasi gejala
mempengaruhi
priorotas
membuat dia
sebagai indicator
kondisi pasien
perawatan.
cemas
kecemasan sendiri
3. Diskusikan
2. Focus diskusi
3.berdiskuisi
mengenai persepsinya
3) Tidak menunjukan
persepsi klien
memfasilitasi
dengan klien
-memberikan informasi
prilaku agresiv
akan prosedur
kemampuan pasien
mengenai
4) Berkomunikasi dan
pembedahan,
untuk menyatakan
persepsi
penanganan perasaan
ketakutan yang
klien
berhubungan
4.
dengan operasi
membengun hubungan
memberikan
dalam beraktivitas
4. Berikan
terapeutik.
informasi
informasi
yang
prosedur
dibutuhkan
dan persiapan
mengeksplore
operasi.
pengetahuannya.
4. Tindakan untuk
menambah pengetahuan
dan reduksi ansietas
klien
S: Klien mengatakan
masih cemas
O: Klien tampak tegang
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:
Diagnosa
Intervensi
Rasional
Implementasi
Evaluasi
Keperawatan
Dx 1: .Inefektif
2.melakukan
S:
bersihan jalan
nafas
nafas mengindikasikan
suction
2. Suction :
efektivitas respirasi.
3.memberikan
O: - Pengeluaran
anastesi
pembuangan
2. Pasien yang
terapi O2
sekresi efektif
3. Terapi oksigen
mengalami penurunan
4.mengatur posisi
Kriteria Hasil:
kesadaran beresiko
klien
1) Klien akan
5. Pantau respirasi
5.memantau
normal
- Respirasi dan
mempunyai
kepatenan jalan
tambahan
pulmonali dalam
nafas
diindikasikan dengan
batas normal
2) Pengeluaran
sekresi efektif
bersih.
A:Masalah
3) Respirasi dan
3. Kerusakan otak
teratasi
normal
P: Intervensi
4) Fungsi
dihentikan
pulmonali dalam
kebutuhan oksigen
batas normal
tidak terpenuhi.
5) Mampu
4.Posisi supine
menyususn
meningkatkan resiko
rencana untuk
perawatan di
rumah
dimiringkan maka
klien akan mengalami
aspirasi. Semi fowler
adalah pilihan yang
tepat untuk
kenyamanan,
pengembangan
ekspansi paru yang
- Fungsi
optimal, menghindari
aspirasi.
Dx 2: Kerusakan
1. Monitor
1.Monitor
S:
karakteristik luka
insisi
meliputi lokasi,
2.membersihkan
O: perawatan luka
pembedahan,
ada/tidaknya dan
dan mengganti
optimal
perubahan sensasi
karakter eksudat,
balutan (teknik
Kriteria Hasil:
ada/tidaknya
steril)
1) Klien akan
jaringan nekrotik,
menunjukan
ada/tidaknya tanda-
A: masalah
perwatan optimal
tanda infeksi
teratasi
(nyeri, bengkak,
secara rutin
kemerahan,
P: Intervensi
2) Menunjukan
peningkatan sushu,
dihentikan
penurunan fungsi)
membrane
2. Bersihkan dan
mukosa adekuat
ganti balutan
( temperature
jaringan,
Integritas kulit
adekuat
penekanan pada
warna)
bagian luka
Dx 3:
1. Monitor dan
Rasional
1.Memonitor intake S:
Kekurangan
perbaiki intake
1. Terapi diuretik,
dan output
output, antara
hipertermia,
2.memonitor hasil
O: - elektrolit, Ht,
kehilangan darah,
pembatasan intake
LAB
dan serum
kehilangan air
perbandingkan.
cairan dapat
3.memonitor
osmolalitas dalam
dengan abnormal.
Ukur dan
menimbulkan
tekanan
keadaan normal
Kriteria hasil :
dokumentasikan
kekurangan cairan.
hemodinamika
1) Menunjukan
4memberikan
dalam batas
level elektrolit,
1-4 jam.
dan perbandingannya
cairan isotonic
normal
hematokrit dan
dapt mendeteksi
serum osmolalitas
dari 200ml/jam
kekurangan.
hemodinamika
dalam keadaan
selama 2 jam
2. Hasil laboratorium
dalam batas
normal.
-urine output
menambah keadaan
normal
2) Urine output
kurang dari
objektif dari
dalam batas
30ml/jam selama 2
ketidakseimbangan.
A: masalah
normal
jam
Penurunan osmolalitas
teratasi
3) Hasil
2. Monitor hasil
urine berhubungan
hemodinamika
laboratorium sesuai
dengan diuresis,
P: intervensi
dalam batas
indikasi.
peningkatan serum
dihentikan
- urine output
normal
3. Monitor tekanan
osmolalitas, serum
hemodinamika
secara periodic.
menunjukan
4. Berikan terapi
hemokonsentrasi.
sesuai indikasi,
3. Pemantauan secara
biasanya cairan
periodic menunjang
isotonic
peringatan secepatnya
apabila terjadi kondisi
yang fatal.
4. Cairan isotonic
adalah pengganti
cairan untuk
kehilangan cairan
tubuh. Produk darah,
koloid, atau albmin,
dapat digunakan untuk
peningkatan MAP.
Monitor digunakan
untuk mencegah
overload volume
cairan.
Intervensi
Rasional
Implementasi
Evaluasi
1. Pengkajian seksama
S: Klien
gejala ansietas
mengatakan
saat pengkajian
ansietas memungkinkan
masih cemas
keperawatan
perawat membuat
2. Fokuskan diskusi
priorotas perawatan.
O: Klien
2. Focus diskusi
3.berdiskuisi dengan
tampak tegang
mempengaruhi
memfasilitasi
kondisi pasien
kemampuan pasien
klien
A:Masalah
3. Diskusikan persepsi
untuk menyatakan
4. memberikan
belum teratasi
informasi yang
pembedahan,
dibutuhkan klien
ketakutan yang
membengun hubungan
berhubungan dengan
terapeutik.
operasi
-berdiskusi
4. Berikan informasi
dengan klien
prosedur sebelum
pasien
mengenai
operasi, penyakit
mengekspresikan diri
persepsinya
sendiri dan
-memberikan
operasi.
mengeksplore
informasi yang
pengetahuannya.
dibutuhkan
4. Tindakan untuk
klien
P: Intervensi
dilanjutkan:
menambah pengetahuan
dan reduksi ansietas
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Rasional
Implementasi
Evaluasi
Dx 1: .Inefektif
1. Manajemen
1. Kepatenan jalan
2.melakukan
bersihan jalan
jalan nafas
nafas
suction
2. Suction :
mengindikasikan
3.memberikan
O: -
anastesi
pembuangan
efektivitas respirasi.
terapi O2
Pengeluaran
3. Terapi oksigen
2. Pasien yang
4.mengatur posisi
sekresi efektif
Kriteria Hasil:
mengalami penurunan
klien
1) Klien akan
5. Pantau respirasi
kesadaran beresiko
5.memantau
dan ritme
mempunyai
respirasi
dalam batas
kepatenan jalan
dan pemberian
nafas
oksigen tambahan
2) Pengeluaran
diindikasikan dengan
pulmonali
sekresi efektif
dalam batas
3) Respirasi dan
bersih.
normal
3. Kerusakan otak
normal
irreversible bisa
A:Masalah
4) Fungsi
teratasi
pulmonali dalam
batas normal
dan kebutuhan
P: Intervensi
5) Mampu
oksigen tidak
dihentikan
menyususn
terpenuhi.
rencana untuk
4.Posisi supine
perawatan di
meningkatkan resiko
rumah
S:
- Respirasi
normal
- Fungsi
aspirasi.
Dx 2: Kerusakan
1. Monitor
1.Monitor
S:
karakteristik luka
insisi
meliputi lokasi,
2.membersihkan
O: perawatan
pembedahan,
ada/tidaknya dan
dan mengganti
luka optimal
balutan (teknik
Integritas
Kriteria Hasil:
ada/tidaknya
steril)
1) Klien akan
jaringan nekrotik,
menunjukan
ada/tidaknya
A: masalah
perwatan optimal
tanda-tanda infeksi
teratasi
(nyeri, bengkak,
secara rutin
kemerahan,
P: Intervensi
2) Menunjukan
peningkatan sushu,
dihentikan
penurunan fungsi)
membrane
2. Bersihkan dan
mukosa adekuat
ganti balutan
( temperature
jaringan,
dengan teknik
kulit adekuat
elastisitas,
steril
hidrasi,
3. Minimalisir
pigmentasi, dan
penekanan pada
warna)
bagian luka
Dx 3:
1. Monitor dan
Rasional
1.Memonitor
Kekurangan
perbaiki intake
1. Terapi diuretik,
output, antara
hipertermia,
2.memonitor hasil
O: - elektrolit,
kehilangan darah,
pembatasan intake
LAB
kehilangan air
perbandingkan.
cairan dapat
3.memonitor
osmolalitas
dengan abnormal.
Ukur dan
menimbulkan
tekanan
dalam keadaan
Kriteria hasil :
dokumentasikan
kekurangan cairan.
hemodinamika
normal
1) Menunjukan
4memberikan
- urine
level elektrolit,
1-4 jam.
dan perbandingannya
cairan isotonic
output dalam
hematokrit dan
dapt mendeteksi
serum osmolalitas
dari 200ml/jam
kekurangan.
dalam keadaan
selama 2 jam
2. Hasil laboratorium
hemodinamika
normal.
-urine output
menambah keadaan
dalam batas
2) Urine output
kurang dari
objektif dari
normal
dalam batas
30ml/jam selama 2
ketidakseimbangan.
normal
jam
Penurunan
A: masalah
3) Hasil
2. Monitor hasil
osmolalitas urine
teratasi
hemodinamika
laboratorium
berhubungan dengan
dalam batas
sesuai indikasi.
diuresis, peningkatan
S:
batas normal
-
P: intervensi
normal
3. Monitor tekanan
serum osmolalitas,
hemodinamika
secara periodic.
hematokrit
4. Berikan terapi
menunjukan
sesuai indikasi,
hemokonsentrasi.
biasanya cairan
3. Pemantauan secara
isotonic
periodic menunjang
peringatan secepatnya
apabila terjadi kondisi
yang fatal.
4. Cairan isotonic
adalah pengganti
cairan untuk
kehilangan cairan
tubuh. Produk darah,
koloid, atau albmin,
dapat digunakan
untuk peningkatan
MAP. Monitor
digunakan untuk
mencegah overload
volume cairan.
dihentikan