Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 15: ELEKTIF MODUL GERIATRI

SKENARIO 2

“IBU PINGSAN”

NAMA : Mellybeth Indriani Louis


STAMBUK : N10118112
KELOMPOK: 3

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
1. Perubahan fisiologi dan anatomi pada geriatri terkait perubahan mental terutama pada
penurunan kesadaran
Jawab :
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah:
a) Perubahan fisik
 Sel
Terjadinya penurunan jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel,
berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
 Sistem Persyarafan
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel
syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan
persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi
khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitive terhadap sentuan.
 Sistem Pendengaran
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
 Sistem Penglihatan
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada
cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau
hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran
pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat
dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
 Sistem Kardiovaskuler
Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk
memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi
yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh
darah perifer.
 Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja
sebagai thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologik kurang lebih 35oC, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
 Sistem Respirasi
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas
silia menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri
tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas
terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema
senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan
menurun seiring pertambahan usia.
 Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa
terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit,
esophagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah
dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin
mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
 Sistem Perkemihan
Ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal disaring oleh
satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di
glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus
berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah,
sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
terkadang menyebabkan retensi urine pada pria.
 Sistem Endokrin
Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal
metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron
menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen,
dan testoteron menurun.
 Sistem Integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, Timbul bercak
pigmentasi, Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
Berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi,
Kuku jari menjadi keras dan rapuh, Jumlah dan fungsi kelenjar
keringat berkurang.
 Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh,
kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya
berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram,
dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan
proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan
kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan irama.
Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung
gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia
susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
b) Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan
fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka
panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan
buruk). I.Q. (Intellegentian Quantion) tidak berubah dengan informasi
matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan
karena tekanan–teanan dari faktor waktu).

Sumber :

Francheschi, et al. 2018. The Continuum of Aging and Age-Related Diseases:


Common Mechanisms but Different Rates. 5(61).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5890129/
2. Patomekanisme gejala yang dialami pasien (terkait dengan DM dan penyakit
kardiovaskular atau hipertensi)
Jawab :
Penyebab dari penurunan kesadaran pada penderita DM, salah satunya karena
hipoglikemik. Lansia memiliki risiko hipoglikemia lebih tinggi karena beberapa
alasan, seperti memerlukan terapi insulin dan insufisiensi ginjal progresif. Selain itu,
lansia cenderung memiliki tingkat gangguan kognitif yang lebih berat, menyebabkan
kesulitan dalam aktivitas perawatan mandiri yang kompleks (misalnya, pemantauan
glukosa, penyesuaian dosis insulin, dan lain-lain). Hipoglikemia juga dapat terjadi
karena keterlambatan makan, kegiatan jasmani berlebihan tanpa suplemen kalori, atau
peningkatan dosis insulin. Hipoglikemia menyebabkan edema selular,kondisi sel ini
menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel saraf yang menyebabkan penurunan
kesadaran.
Gejala hipoglikemia umumnya berupa gejala saluran cerna, kemudian karena
aktivitas saraf simpatis yang meningkat timbul tremor, berkeringat banyak, takikardi
dan tekanan darah agak meninggi serta rasa lemah. Pada umumnya dalam keadaan
hipoglikemia badan berusaha mengatasinya dengan berbagai cara; antara lain dengan
memperbanyak sekresi hormon yang menyebabkan hiperglikemia, misalnya hormon
pertumbuhan, ACTH glukagon dan epinefrin. Jika badan tidak berhasil mengatasi
hipoglikemia tersebut, maka.gejala-gejala makin hebat, kesadaran penderita makin
menurun dan timbul ataksia, afasia, bahkan koma.
Salah satu komplikasi lain dari DM adalah hipertensi. Insulin menurunkan
kadar glukosa plasma dan merupakan hormon kunci dalam perkembangan diabetes
melitus. Volume cairan pada sirkulasi juga dapat meningkat relatif terhadap
hiperosmolaritas yang diinduksi hiperglikemia. Tingginya kadar glukosa plasma yang
berkepanjangan pada kasus diabetes mengubah tekanan osmotik ekstraseluler pada
sisi yang memiliki konsentrasi glukosa lebih tinggi, hal tersebut dapat membuat
peningkatan relatif terhadap tekanan osmotik intraseluler. Air keluar dari jaringan (ke
dalam pembuluh darah) untuk mengurangi perbedaan antara tekanan osmotik
intraseluler dan ekstraseluler dan aliran ini meningkatkan jumlah cairan tubuh dan
darah ekstraseluler (yaitu, volume darah sirkulasi). Oleh karena itu, hiperglikemia
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik dengan meningkatkan volume
cairan sirkulasi.

Sumber :

Ohishi, M. 2018. Hypertension with diabetes mellitus: physiology and pathology.


Hypertension Research, 41(6):389-393. https://doi.org/10.1038/s41440-018-
0034-4
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M., Setiyonadi, B. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing

3. Mekanisme kerja metformin, valsartan, amlodipin. Kemudian efek obatnya apakah


ada hubungannya dengan gejala yang dialami pasien?
Jawab :

Nama obat Golongan Mekanisme kerja Efek samping


Metformin Biguanid Mengurangi produksi  Asidosis laktat;
glukosa hati  Diare;
(gluconeogenesis), dan  Mual;
memperbaiki ambilan  Muntah;
glukosa di jaringan perifer  Perut kembung;
 Asthenia;
 Penurunan
konsentrat serum
vitamin B12.
Valsartan Angiotensin Memblokir pengikatan  Kadar kalium tinggi;
receptor blocker angiotensin II ke reseptor  sakit kepala, pusing;
(ARB) angiotensin II tipe 1 (AT1)  sakit perut, diare;
secara selektif di banyak  sakit punggung,
jaringan, seperti otot polos nyeri sendi;
pembuluh darah dan  Hipotensi;
kelenjar adrenal. Hal  Keringat dingin
tersebut dapat menghambat
efek vasokonstriktor dan
sekresi aldosteron sebagai
akibat dari angiotensin II.
Amlodipin Calcium Menghambat masuknya ion  Edema;
channel blocker kalsium melintasi membran  Kelelahan;
(CCB) sel secara selektif, dengan  Jantung berdebar;
efek yang lebih besar pada  Kemerahan.
sel otot polos pembuluh
darah daripada pada sel otot
jantung.

Metformin merupakan obat pilihan pertama pasien dengan berat badan


berlebih dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes. Hipoglikemia tidak
terjadi dengan pemberian metformin; keuntungan lainnya jarang terjadi peningkatan
berat badan dan penurunan kadar insulin plasma. Metformin tidak menyebabkan
hipoglikemia kecuali diberikan dosis berlebih.
Golongan ARB merupakan terapi lini pertama untuk pasien hipertensi dengan
DM, pada golongan ARB tidak ada reaksi signifikan yang merugikan dari segi profil
efek samping dan efektivitas biaya dapat ditoleransi dengan baik. Kombinasi antara
CCB dan ARB merupakan kombinasi yang tepat karena keduanya bekerja dengan
mekanisme yang berbeda untuk menurunkan tekanan darah. Obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda dapat mengendalikan tekanan darah dengan toksisitas minimal.
Kombinasi antara CCB dan ARB digunakan untuk mencegah terjadinya diabetes
nefropati pada pasien diabetes mellitus dengan hipertensi. Efek samping seperti
edema perifer karena pemberian CCB tunggal secara signifikasi menurun jika
dikombinasi dengan ARB.

Sumber :
Destro, et al. 2010. Role of valsartan, amlodipine and hydrochlorothiazide fixed
combination in blood pressure control: an update. Vascular Health and Risk
Management, 6: 253–260. https://doi.org/10.2147/VHRM.S6805
Hidayah, K., Kundarto, W., Farida, Y. 2018. Identifikasi Potensi Interaksi Obat pada
Peresepan Obat Pasien Hipertensi dengan Diabetes Mellitus. Prosiding APC
(Annual Pharmacy Conference).
https://jurnal.uns.ac.id/apc/article/view/25044
https://www.drugs.com/
4. Tatalaksana farmakologi dan non farmakologi. (Mekanisme kerjanya gimana? contoh
kenapa harus dikasih dextrose yang 25% dan kenapa harus 3 ml misal. Edukasi
konseling terutama gizi dan komplikasi dari penyakit)!
Jawab :
Terapi farmakologi

Terapi non farmakologi


Tatalaksana non farmakologi yang diberikan pada pasien berupa edukasi
kepada pasien mengenai penyakit yang sedang diderita oleh pasien dan
komplikasinya, mengidentifikasi dan edukasi faktor-faktor yang menyebabkan
masalah kesehatan pada pasien yaitu DM dan hipertensi, penyuluhan personal
hygiene kepada pasien, keluarga dan lingkungan serta pola hidup bersih dan sehat
untuk mencegah komplikasi lainnya, edukasi kepada pasien mengenai diet untuk
penderita diabetes melitus dan hipertensi. Prinsip pemberian makanan bagi penderita
diabetes melitus dan hipertensi adalah mengurangi dan mengatur konsumsi
karbohidrat dan garam. Menu diet DM dan hipertensi yang sesuai kebutuhan kalori
dan melakukan aktivitas fisik 3-4 kali seminggu masing-masing 30 menit. Dianjurkan
untuk asupan garam yang tidak melebihi 2 gr/ hari. Pasien juga dianjurkan untuk
mengurangi asupan lemak, yaitu jumlah kalori yang berasal dari lemak harus 30%
dari jumlah total kalori yang dibutuhkan per hari, edukasi mengenai terapi pasien, dari
fungsi pengobatan dan cara penggunaan obat dan prognosis penyakit, serta edukasi
pasien untuk kontrol teratur dalam memeriksa kadar gula darah.
Edukasi Hipoglikemia pada pasien dan keluarga pasien: 1) Dalam rencana
edukasi, seseorang dengan DM maupun keluarganya harus mengetahui gejala
hipoglikemia dan dapat mengatasi episode hipoglikemia dengan tepat, baik dengan
glukosa oral maupun glucagon; 2) Faktor risiko hipoglikemia harus didiskusikan
secara rutin kepada pasien yang mendapat terapi DM menggunakan insulin, obat
sulfonilurea/glinid, khususnya kepada pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia; 3)
Menjaga diet seperti yang direncanakan (onset 3 J: Jadwal harus tepat, Jumlahnya
harus sesuai, dan Jenisnya); 4) Kontrol dan konsultasi rutin untuk pengaturan dosis
obat atau insulin; 5) Target terapi individual; 6) Pasien hipoglikemi berulang
dianjurkan untuk membawa bekal karbohidrat; 7) Periksa gula darah rutin sebelum
melakukan latihan fisik; 8) Aktivitas fisik meningkatkan pengunaan glukosa yang
dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Faktor risiko hipoglikemia termasuk durasi
olahraga, intensitas olahraga, ketidakcukupan suplai energi. Hipoglikemia karena
olahraga dapat dihindari dan diminimalisir dengan memakan snack yang dengan
mudah diserap tubuh.

Sumber :

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015

Perdana, et al. 2019. Penatalaksanaan Holistik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Retinopati Diabetik serta Hipertensi dengan Pendekatan Dokter Keluarga.
Majority, 8(2).
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/
2484/2440

Anda mungkin juga menyukai