Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus Vertigo Perifer

Fakhri Hamdi
9 MEI 2015 DEPARTEMEN NEUROLOGI AMBARAWA TINGGALKAN
KOMENTAR
IDENTITAS
Nama : Ny. MD

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status marital : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Banaran RT 01 RW 03Gemawang


Jambu Kab Semarang

Tanggal masuk RS : 16 Juni 2014 pukul 11.00

No. RM : 059987-2014

ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa yang diperoleh dari suami
pasien. (16 Juni 2014)

Keluhan utama
Pusing berputar

Riwayat Penyakit Sekarang


3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh
pusing, pusing dirasakan seperti berputar. Namun pasien masih
dapat menahan rasa sakitnya. Pusing dirasakan ketika
beraktifitas dan terasa lebih baik jika pasien beristirahat tiduran.
Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul
secara mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika
pasien berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau jika
pasien menggerakan kepala secara cepat. Karena keluhannya
tersebut pasien memeriksakan diri ke dokter namun belum ada
perbaikan. Kemudian pasien beraktifitas seperti biasa. Satu hari
sebelum masuk rumah sakit pasien bekerja sampai larut malam,
keluhan pusing berputar dirasakan semakin memberat sehingga
pasien memutuskan untuk datang ke rumah sakit.

4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing


berputar, mual, muntah lebih dari 8 x, berkeringat dingin, bila
berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat untuk berdiri terlalu
lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien
mengalami muntah sebanyak 5x.

Saat diperiksa, pasien mengeluh pusing dirasakan berputar,


merasakan lemas, berkeringat dingin, pasien menyangkal
adanya pandangan kabur, penglihatan ganda, kelemahan
anggota gerak, telinga berdenging, penurunan pendengaran,
demam, kejang, ataupun sakit kepala. Pasien juga menyangkal
adanya rasa baal, kesemutan, tidak ada penurunan berat badan,
batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas. Buang air kecil dan
buang air besar tidak terdapat keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui
(Riwayat keluhan serupa diakui, namun pasien tidak jelas
mengingat seberapa sering, seingat pasien, sekitar dua bulan
yang lalu tapi keluhan tidak separah sekarang dan berobat ke
dokter atau beli obat di warung).

Riwayat stroke sebelumnya : disangkal


Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, tetapi pasien
tidak rutin memeriksakan penyakitnya ke dokter dan tidak
minum obat anti hipertensi secara rutin.
Riwayat cedera kepala/trauma kepala : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat gangguan tidur dan perilaku : disangkal
Riwayat sakit telinga : pasien mengeluh telinga
berdengung sekitar 3 bulan yang lalu dan hilang
timbultetapi pasien bertanya kepada orang sekitar pasien
menganggap hal itu biasa dan pasien mengabaikan
penyakitnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
Riwayat stroke pada keluarga : disangkal
Riwayat kencing manis pada keluarga : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga : diakui (Ibu)

Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : pusing berputar
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+),
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : keringat dingin
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume anamnesis
3 hari sebelum masuk rumah sakit seorang perempuan usia 48
tahun mengeluh pusing berputar. Pasien merasa pusing berputar
seperti mau jatuh, keluhan timbul secara mendadak, hilang
timbul dan keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari
duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan
kepala secara cepat. Pasien memeriksakan diri ke dokter namun
belum ada perbaikan.1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan
semakin memberat sehingga pasien memutuskan untuk datang
ke rumah sakit. 4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
merasakan pusing berputar, mual, muntah lebih dari 8 x,
berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak
kuat untuk berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit
dengan mobil pasien mengalami muntah sebanyak 5x. Riwayat
keluhan serupa sebelumnya diakui dan tekanan darah tinggi
diakui. Disangkal adanya telinga berdenging, pandangan kabur,
gangguan pendengaran, kejang, demam, rasa baal, batuk, pilek,
dan trauma kepala.

DISKUSI I
Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang
pasien perempuan, umur 48 tahun datang ke IGD RSUD
Ambarawa dengan keluhan berupa suatu kumpulan gejala
berupa pusing berputar, mual, muntah, bertambah jika pasien
berubah posisi, membaik jika berbaring, tidak disertai
penglihatan ganda, telinga berdenging, gangguan pendengaran.
Keluhan utama yang dialami pasien adalah pusing berputar atau
yang disebut dengan vertigo. Vertigo adalah halusinasi gerakan
lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien atau
pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar (Sura,
2010). Keluhan vertigo harus benar-benar dicermati pada saat
anamnesis karena sering kali dikacaukan dengan nyeri kepala
atau keluhan lain yang bersifat psikosomatis. Riwayat sakit
serupa sebelumnya serta adanya rasa berdengung yang
diabaikan pasien mungkin dapat menjadi salah satu faktor risiko
terhadap beratnya penyakit yang dialami pasien saat ini.

VERTIGO

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa


berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar
mengelilingi lingkungan sekitar (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo
berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa
keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan
pada sistim keseimbangan (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo
merupakan suatu gejala dengan sederet penyebab antara lain
akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga dalam. Obat-
obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-
lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan
melalui saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak.
Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan didalam telinga, didalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam
otak itu sendiri (Mardjono, 2008).

Fisiologi Alat Keseimbangan


Informasi yang berguna akan ditangkap oleh reseptor alat
keseimbangan tubuh (reseptor vestibuler memiliki kontribusi
paling besar, sekitar 50%, disusul reseptor visual dan reseptor
propioseptik). Arus informasi berjalan intensif bila ada
gerakan/perubahan gerakan pada kepala atau tubuh. Akibat
gerakan ini menyebabkan perpindahan cairan endolimfe di
labirin dan selanjutnya cilia dari hair cell akan menekuk, Tekukan
cillia akan menyebabkan perubahan permeabilitas membran hair
cell sehingga ion Ca2+ masuk ke dalam sel (influks). Influks Ca
akan menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitatorik (glutamat, aspartat, asetilkolin,
histamin, substansia P, dan lainnya) yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensorik ini lewat saraf aferen (vestibularis)
ke pusat alat keseimbangan di otak dan timbullah persepsi. Bila
dalam keadaan sinkron dan wajar maka muncul respon berupa
penyesuaian otot mata dan penggerak tubuh, tidak terjadi
vertigo (Joesoef, 2003).
Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis,
menerima impuls aferen dari propioseptif, visual dan vestibuler.
Serebelum selain merupakan pusat integrasi kedua juga
merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung
dengan informasi gerakan yang sudah lewat, karena memori
gerakan yang dialami di masa lalu diduga tersimpan di
vestibuloserebeli. Selain serebelum, informasi tentang gerakan
juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks memori (Keith,
2001).

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam


(labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki
oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi
secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan.
Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan
labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di
dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi
daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam
labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada
dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-
sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior).Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus (Sherwood,1996).

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap


lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari
reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif.
Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan
diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam
vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat
makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor
keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula (Sherwood,1996).
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel
rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas
membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan
akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi
(Sherwood,1996).

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah


energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa
di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga
dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh
akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut.Dengan
demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh
yang sedang berlangsung (Sherwood,1996).

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,


sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem
tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo,
rasa mual dan muntah.Pada jantung berupa bradikardi atau
takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin
(Sherwood,1996).
Patologi gangguan keseimbangan
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer
yang tidak normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan,
maka tidak terjadi proses pengolahan yang wajar dan muncul
vertigo. Selain itu terjadi pula respon penyesuaian otot-otot yang
tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal dari mata
(nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan
gejala lainnya. Sebab pasti mengapa terjadi gejala tersebut
belum diketahui (Perdossi, 2000).

Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf
pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
tersebut, diantaranya ;

1. Teori konfliks sensoris : rangsang diatas ambang fisiologis


akan mengakibatkan banjir informasi di pusat
kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP,
koordinasi dan menjalar ke sekitarnya, terutama saraf
otonom, korteks dan timbul sindroma vertigo.
2. Teori Neural Mismatch: reaksi timbul akibat rangsang
gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai dengan
harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman
gerak sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di
cerebelum dan korteks cerebri. Lama kelamaan akan
terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang
dihadapi sama dengan pola yang ada di memori. Orang
menjadi beradaptasi. Makin besar ketidaksesuaian pola
gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat
sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory
rearrangement maka makin lama pula adaptasi orang
tersebut terjadi.
3. Ketidakseimbangan saraf Otonomik: sindrome terjadi
karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf
parasimpatis maka muncul gejala dan bila mengarah ke
dominasi saraf simpatis sindrome menghilang.
4. Teori neurohumoral: munculnya sindrome vertigo berawal
dari pelepasan Corticotropin releasing hormon(CRH) dari
hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH selanjutnya
meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus ,
hipokampus dan korteks serebri melalui mekanisme influks
calcium. Akibatnya keseimbangan saraf otonon mengarah
ke dominasi saraf simpatis dan timbul gejala pucat, rasa
dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi
mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat
otoregulasi, maka muncul gejala mual, muntah dan
hipersalivasi. Rangsangan ke locus coerulus juga berakibat
panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat
jalur hipothalamus-hipofise-adrenalin. Rangsangan ke
korteks limbik menimbulkan gejala ansietas dan atau
depresi. Bila sindroma tersebut berulang akibat
rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan dominasi
saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga
berulang sampai suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas
reseptor (hiposensitif) dan jumlah reseptor (down
regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam
keadaan ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi
(Perdossi, 2000).
5. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga
fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus,
mual dan muntah.

6. Teori sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang
meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan
biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya
ingat.

Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam


informasi yang oleh susunan aferen disampaikan ke pusat
kesadaran. Susunan aferen yang terpenting adalah susunan
vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan impuls ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah
susunan optik dan susunan propioseptik yang melibatkan jaras
yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei n III, IV
dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis
(Joesoef, 2003).

Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo


adalah:

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh. Berperan dalam


mengubah rangsang menjadi bioelektrokimia, terdiri dari
reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina
dan reseptor mekanis/ propioseptik di kulit, otot, dan sendi.
2. Saraf aferen berperan dalam proses transmisi. Terdiri dari
saraf vestibularis, saraf optikus dan saraf spino-vestibulo-
serebelaris.
3. Pusat keseimbangan. Berperan dalam modulasi,
komparasi, koordinasi dan persepsi. Terletak pada inti
vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti
okulomtorius dan formatio retikularis (Joesoef, 2003).
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo
perifer bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan
sentral bila lesi pada batang otak sampai ke korteks.Vertigo
bukan suatu gejala pusing saja, tetapi merupakan suatu
kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik ( nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin,
mual dan muntah), dan pusing.

VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang
otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang
otak, apakah terdapat gejala lain yang khas misalnya diplopia,
parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa
lemah (Mardjono,2008)

VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung :

1. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa


detik
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat
dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa
detik dan kemudian mereda. Paling sering penyebabnya
idiopatik, namun dapat juga akibat trauma kepala, pembedahan
di telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya
baik, gejala menghilang secara spontan.

1. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau


jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.

1. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai


beberapa minggu
Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke
unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea
serta muntah yang menyertainya ialah mendadak dan gejala lain
dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Fungsi pendengaran tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik
mungkin dapat dijumpai nistagmus.

Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah, setidaknya


pada awalnya, serta kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi.
Nistagmus yang menyertainya menginnduksi ilusi pergerakan
lingkungan (0silopsia). Sehingga, pasien memilih untukk
menutup matanya, dan untuk menghindari iritasi lebih lanjut
pada sistem vestibular dengan menjaga kepala pada posisi yang
terfiksasi, dengan telinga yang abnormal terletak dibagian paling
atas (Baehr, Frotscher, 2010).

Penyebab perifer Vertigo


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada
usia rata-rata 51 tahun (Mardjono, 2009).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh
pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam.
Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal.Otolimengandung Kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam
.Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik
tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga,
operasi dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun
gejalabenign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi
bertahun-tahun setelah episode.
Mnires disease
Mnires disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pendengaran .Gangguan pendengaran berupa
tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi
yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.Mnires
disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.
Mnires disease merupakan akibat dari
hipertensi endolimfatik.Hal ini terjadi karena dilatasi dari
membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis
telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe.Hal ini
dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau
bakteri telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia,
dan nistagmus.Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang
sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.
Klinis vertigo perifer dan sentral
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala +
Gejala otonom ++
Gangguan pendengaran +
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Sistem vertebrobasiler
dan gangguan vaskular
Sistem vestibuler (telinga (otak, batang otak,
Lesi dalam, saraf perifer) serebelum)
Vertigo posisional
paroksismal jinak (BPPV),
penyakit maniere, iskemik batang otak,
neuronitis vestibuler, vertebrobasiler
labirintis, neuroma insufisiensi, neoplasma,
Penyebab akustik, trauma migren basiler
Diantaranya :diplopia,
parestesi, gangguan
sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria,
Gejala gangguan SSP Tidak ada gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dibagi 3
kelompok

1. vertigo paroksismal
2. vertigo yang kronis
3. vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa
bebas keluhan
( Harsono, 2000.; Perdossi, 2000).

1. Vertigo paroksismal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau
hari, menghilang sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan
diantara serangan penderita bebas dari keluhan. Berdasar gejala
penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging:


sindrome Meniere, arahnoiditis pontoserebelaris, TIA
vertebrobasiler, kelainan odontogen, tumor fossa posterior
2. Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi,
migraine, vertigo anak, labirin picu
3. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: vertigo
posisional paroksismal benigna.
4. Vertigo Kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak
membentuk serangan-serangan akut.

Berdasar gejala penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga: OMC, tumor serebelopontin,


meningitis TB, labirinitis kronik, lues serebri.
2. Tanpa keluhan telinga: kontusio serebri, hipoglikemia,
ensefalitis pontis, kelainan okuler, kardiovaskuler dan
psikologis, post traumatik sindrom, intoksikasi, kelainan
endokrin.
3. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi
orthostatik, vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya akut
Berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan.

Berdasar gejala penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin,


perdarahan labirin, herpes Zoster otikus.
2. Tanpa keluhan telinga: neuritis vestibularis, sklerosis
multipel, oklusi arteri serebeli inferior posterior,encefalitis
vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.
Pada umunya diagnosis vertigo tidaklah sulit. Tetapi akan sulit
mendiagnosis lokalisasi lesi dan sangat sulit mendiagnosis
etiologinya. Anamnesis memegang peranan paling vital dalam
diagnosis vertigo, karena 50% lebih informasi yang berguna
untuk diagnosis berasal dari anamnesis. Di negara maju pun,
anamnesis merupakan sumber informasi paling penting.
(Perdossi, 2000)

Penderita mengeluh adanya perasaan sensasi berputar,


lingkungan sekitar dirasakan berputar, bukan headache.
perubahan posisi kepalamemperburuk keluhan, adanya mual dan
muntah dapat mendukung ke arah vertigo perifer walaupun
vertigo central belum dapat disingkirkan hanya dari anamnesis.

Pemeriksaan Keseimbangan
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari
dua fase, yaitu fase lambat dan fase cepat. Fase lambat
merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap rangsangan,
sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya.
Nistagmus merupakan parameter yang akurat untuk menentukan
aktivitas sistem vestibuler.

Tes kobrak

Posisi pasien tidur telentang, dengan kepala fleksi 30 derajat,


atau duduk dengan kepala ekstensi 60 derajat. Digunakan
semprit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung dengan kateter.
Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (00 derajat
C), sebanyak 5 mL, selama 20 detik. Nilai dihitung dengan
mengukur lama nistagmus, dihitung sejak mulai air dialirkan
samapai nistagmus berhenti. Normalnya, 120-150 detik. Harga
yang kurang dari 120 detik disebut paresis kanal.
Tes kalori bitermal

Tes kalori ini diajurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini
dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30
derajat C, sedangkan suhu air panas adalah 44 derajat C. Volume
air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin,
periksa telinga kanan dengan air digin juga. Kemudian telinga kiri
dengan air panas lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai
pemeriksaan (telinga kana atau kiri atau air panas atau air
dingin)pasien diistirahatkan selama 5 menit. (untuk
menghilangkan pusingnya).

Kemudian hasil tes kalori dihitung dengan menggunakan rumus :

Sensitivitas L-R : (a+c) (b+d) = < 40 detik

Keterangan: L: left

R: right

a: Waktu nistagmus pemeriksaan telinga kiri dengan suhu air


dingin

b: Waktu nistagmus pemeriksaantelinga kanan dengan suhu air


dingin
c: Waktu nistagmus pemeriksaan telinga kiri dengan suhu air
panas

d: Waktu nistagmus pemeriksaantelinga kanan dengan suhu air


panas

dalam rumus ini dihitung selisih waktu nistagmus kiri dan kanan.
Bila selisih kurang dari 40 detik maka berarti kedua fungsi
vestibular masih dalam keadaan seimbang. Tetapi bila selisih
lebih dari 40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu
nistagmus lebih kecil mengalami paresis kanal (Soepardi, 2007)

Tes Bera
BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat
yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain
yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked
Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran
atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.

Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak
yang tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara
konvensionil. Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa
digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif
seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang
mengalami koma maupun stroke,tidak membutuhkan jawaban
atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien
harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini
juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes


neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap
rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh Jewett dan
Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling
umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh
rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya
oleh para ahli audiologi. Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk
pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk
mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara,
mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak mampu
menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis,
mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan
apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis
atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening
medical check up.

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan


dengan suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari
transduser akustik dengan menggunakan earphone atau
headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari
respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode
permukaan yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit
kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya
diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo
(microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG.
Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk
gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10
millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas
tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing
level.

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan


sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti
untuk evaluasi pendengaran formal, dan hasil yang didapat harus
dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa
digunakan, jika tersedia (Bhattacharyya, 2008).

Diagnosis Sementara
Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang
paroksismal, mual, muntah (Sindroma vertigo perifer)

Diagnosis topic : organ vestibularis

Diagnosis etiologi : vertigo perifer dd central

PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 16 Juni 2014)

Status generalis : Baik, gizi baik


Keadaan umum : GCS E4V5M6
Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah = 130/80 mmHg


Pernapasan =20x/menit

Nadi =86x/menit Suhu = 36,50


Kulit : turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi


merata, tidak mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : edema palpebra -/- conjungtiva anemis


(-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang


lapang dan serumen (-/-)

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum


deviasi

Mulut : bibir sedikit kering, faring tidak hiperemis,


tonsil T1-T1 tenang,

Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid, tidak ada devias trakea, tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo : I = thorax simetris dengan ekspansi baik

P = fremitus takstil kanan=kiri, ekspansi dinding dada

P = sonor di seluruh lapang paru

A= vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


Cor : I = Tidak tampak iktus cordis

P = iktus cordis tidak teraba

P = Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midclavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra.

A = BJ I dan II regular, Gallop (-/-), murmur (-/-)

Abdomen : I = datar

A= bising usus (+)

P = dinding perut supel, turgor kulit lebih baik., hepar dan lien
tidak teraba

P = timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), sianosis (-),


Capilarry refill < 2 detik, akral hangat

Status Neurologis
Sikap tubuh : normal

Gerakan abnormal : tidak ada

Kepala : pusing berputar

Saraf otak

Kanan Kiri
N.I Daya penghidu N N
N . II Daya penglihatan N N
Penglihatan warna N N
Lapang pandang N N
N . III Ptosis N N
Gerakan mata ke medial N N
Gerakan mata ke atas N N
Gerakan mata ke bawah N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung N N
Refleks cahaya konsensuil N N
Strabismus divergen
IV Gerakan mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen N N
Menggigit N N
Membuka mulut N N
V Sensibilitas muka N N
Refleks kornea N N
VI Trismus
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen N N
N VII Kedipan mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Daya kecap kidah 2/3 N N
N. VIII Mendengar suara berbisik N N
Mendengar detik arloji N N
Tes Rinne + +
Tes Swabach N N
Tes Weber Simetris Simetris
N. IX Arkus faring N
Daya kecap lidah 1/3 belakang N
Refleks muntah
Tersedak
N. X Denyut nadi 80x
Arkus faring N
Bersuara N
Menelan N
N. XI Memalingkan kepala N
Sikap bahu N
Mengangkat bahu N
Trofi otot bahu N
N. XII Sikap lidah N
Menjulurkan lidah N
Trofi otot lidah N
Fasikulasi lidah N
Leher : kaku Leher (+)

Ekstremitas : dalam batas normal

G= B B K= 5555 5555

B B 5555 5555

Tn = N NTr= E E

N N EE
RF = + + RP=

+ +

Cl -/-

Sensibilitas : masih dalam batas normal

Vegetative : dalam batas normal

Pemeriksaan tambahan
Nistagmus =+

Dismetri =-

Disdiadokokinesia =-

Romberg test =+

Lermit =-

Stepping test =+

Dix hallpike maneuver= +

Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,3 12-16 g/dl
Lekosit 6,8 4,0-10 ribu
Eritrosit 4,47 4,2-5,4 juta
Hematokrit 43,6 37-43 %
Trombosit 289 150-400 ribu
MCV 97,5 80-90 mikro m3
MCH 32 27-34 pg
MCHC 32,8 32-36 g/dl
RDW 12,8 10-16 %
MPV 8,6 7-11 mikro m3
Limfosit 2,1 1,7-3,5 10^3/mikroL
Monosit 0,4 0,2-0,6 10^3/mikroL
Granulosit 0,2 2,5-7 10^3/mikroL
Eosinofil 0,2 0,004-0,8 10^3/mikroL
Basofil 0,0 0-0,2 10^3/mikroL
Neutrofil 4,2 1,8-7,5 10^3/mikroL
Limfosit % 31,2 (L) 25-35 %
Monosit % 5,2 4-6%
Eosinofil % 2,3 2-4 %
Basofil % 0,1 0-1 %
Neutrofil % 61,2 50-70 %
PCT 0,247 0,2-0,9 %
PDW 14,1 10-15 %
Kimia Klinik
Glukosa Puasa 87 70-100 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 75
Ureum 17,4 10-50 mg/dl
Creatinin 0,76 0,45-1,1 mg/dl
SGOT 19 0-50 U/L
SGPT 15 0-50 IU/L
Uric acid 3,5 2-7 mg/dL
Cholesterol 180 <245 mg/dL
HDL Cholesterol 19 34-87 mg/dL
LDL Cholesterol 143 <150 mg/dL
X- FOTO CERVICAL AP, LATERAL, OBLIG
X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique
Aligment lurus
Tak tampak penyempitan voramen intervertebralis
Tak tampak penyempitan diskus
Tak tampak osteofit
Tak tampak kalsifikasi ligamentum nuchae
Tak tampak nuchae maupun listesis
Kesan

Aligment lurus

Tak tampak kompresi, listesis, maupun penyempitan diskus dan


foramen intervertebralis cervical

Konsultasi dr.Spesialis Mata


Hasil Konsultasi:

Visus Od> 2/60

Visus Os > 2/60

Diplopia (-)

Glaucoma (-)

Parese N III, IV, VI (-)

Konsultasi dr.Spesialis Rehab Medik


Hasil konsultasi:

Program rehab medik (fisioterapi):

Positioning alih baring


Vertigo Exercise
Mobilisasi bertahap
Edukasi keluarga
DISKUSI II
Berdasarkan pada data-data di atas, seorang perempuan berusia
48 tahun sebelum masuk rumah sakit mengalami pusing
berputar, disertai mual dan muntah, pusing dipengaruhi oleh
perubahan posisi kepala, tidak terdapat riwayat trauma, tidak
ada penglihatan kabur atau penglihatan ganda sehingga dari
anamnesis lebih menguatkan kepada vertigo perifer.

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada sifat nistagmus,


beratnya ataksia, ada tidaknya gejala yang berhubungan dengan
gangguan serebellum misalnya dismetri dan abnormalitas nervus
kraniales misalnya ophtalmoplegi, diplopia atau disartri, serta
pada pemeriksaan fisik juga ditemukan tes lermit (-) sesuai
dengan hasil rontgen sehingga tidak ada etiologi
berdasarkan servikogenik.Pada pemeriksaan juga didapatkan
sistem motoric dalam batas normal sehingga melemahkan ke
arah vertigo sentral. Tes romberg (+), gangguan
pendengaran(-),stepping tes(+), dan dix hallpike maneuver (+)
pada saat keadaan pasien membaik maka hasil ini mendukung
ke arah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
Secara lebih sederhana, Eaton dan Rolandmembedakan vertigo
sentral dan perifer sebagai berikut:

Gejala
Mual dan neurologi Kompens
Kausa muntah Ataksia Tuli s si
Vertigo perifer Berat Jarang Sering Jarang Cepat
Vertigo Sentral Sedang Sering Jarang Sering Lambat
(Dikutip dari Eaton dan Roland)

Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo


sentral.

Tanda dan Gejala Vertigo Perifer Pasien Vertigo Sentral


1. Serangan Intermiten intermiten Konstan
2. Pusing berputar Hebat hebat Tidak terlalu heba
3. Mual muntah Hebat hebat Ringan
4. Nistagmus Selalu ada Ada Ada/tidak ada
tidak pernah
5. Ciri Nistagmus vertikal horisontal sering vertikal
6.Kurang
pendengaran / tinitus Sering ada Tidak ada Jarang ada
7. Tanda Lesi batang
otak Tidak ada Tidak ada Ada
8. Disartria Tidak ada Tidak ada Ada
9. Defek Visual Tidak ada Tidak ada Ada
10. Diplopia Tidak ada Tidak ada Ada
11. Drop attack Tidak ada Tidak ada Ada
12. Ataksia Tidak ada Tidak ada Ada
Lambat, Bergerak
Lambat, tegak dan tegak dan menyimpang ke
13. Gaya berjalan berhati-hati berhati-hati satu arah, ataksik
Sumber: Hamid,2003., Sidharta, 1999., Perdossi, 2000.,
Greenberg, 2001

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign


Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai.Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala.Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis.BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany
pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo
berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini
terjadi akibat gangguan otolit
PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :

Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
untuk menerangkan BPPV.Diamenemukan partikel-partikel
basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula.
Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak
tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi
mencegah tiang ke posisinetral.Ini digambarkan oleh nistagmus
dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang
posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).KSS posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut
membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel
otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai
900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan
pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali,
terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan
nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan
partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali
karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ
saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat
menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.

Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula


(cupulolithiasis) atau dapat mengambang bebas di kanal
semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah
menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris
otholith menyingkir dari cupula dan memberikan sensasi
berputar melalui efek gravitasi langsung pada cupula atau
dengan menginduksi aliran endolymph selama gerakan kepala di
arah gravitasi Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula
(heavy cupula) akan memicu efek gravitasi pada krista. Namun,
gerakan debris yang bebas mengambang adalah mekanisme
patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas
BPPV.Menurut teori canalolithiasis, partikel mengambang bebas
bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika merubah posisi
kanal dalam bidang datar vertical.Tarikan hidrodinamik partikel
menginduksi aliran endolymph, menghasilkan perpindahan
cupular dan yang penting mengarah ke respon yang khas
diamati.
Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular
(otolithic) abnormalitas di BPPV, tetapi telah menghasilkan hasil
yang tidak konsisten. Pasien dengan BPPV dapat menunjukkan
kelainan di vestibular yang menimbulkan potensial myogenic,
horizontal visual subjektif dan gain during off-vertical axis
rotation

Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara


melakukannya sebagai berikut:
Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun
menghilang setelah beberapa detik.
Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa,
sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang
30o 40o, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat
nistagmus yang muncul.
Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS
posterior.
Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung
tempat periksa.
Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi
tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi)
dan ipsilateral.
Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah
yang yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar
berputar ke arah berlawanan.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh
ke sisi kiri 45o dan seterusnya

Diagnosis Akhir
Diagnosis klinik : Pusing berputar onset akut berulang
paroksismal, mual, muntah (Sindroma vertigo perifer)

Diagnosis topic : Organ vestibularis

Diagnosis etiologic : BPPV

Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :
Injeksi piracetam 2 x 3 gram
Injeks ranitidine 21 amp
Injeksi mechobalamin 1 x 1 amp
Betahistin 31
Clobazame 2x 5 mg
Antacid 3 x 1
Metilprednisolon 2 x 8
Piracetam digunakan untuk pada level neuronal berikatan
dengan kepala polar phospholipid membran, memperbaiki
fluiditas membran sel, memperbaiki neurotranmisi,
menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi
ADP menjadi ATP.
Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang
bekerja menghambat sekresi asam lambung.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam
lambung, dengan pemberian ranitidine maka reseptor
tersebut akan dihambat secara selektif dan reversible
sehingga sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine
diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi obat lain.
Betahistin merupakan obat antivertigo yang bekerja
dengan memperlebar sphincter prekapiler sehingga
meningkatkan alira darah pada telinga bagian dalam,
dengan demikian menghilagkan endolymphatic hydrops.
Betahistin juga memperbaiki sirkulasi serebral dan
meningkatkan aliran darah arteri karotis interna.
Pemberian betahistin diindikasikan untuk mengurang
vertigo yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah
atau sindroma meniere dan vertigo perifer.
Clobazam merupakan golongan benzodiazepine yang
bekerja berdasarkan potensial inhibisi neuron dengan asam
gama- aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam
memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan
relaksasi otot. Pemberian obat ini diindikasikan untuk
mengatasi asietas da psikoneuroti yang disertai ansietas.

TATA LAKSANA BPPV


1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu
penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang
membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi
partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara
efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi
karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke
segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula
ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya
pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh (Bittar, 2011).

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk


mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung
dari varian BPPV nya (Bittar, 2011).

1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang
sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan kepala
tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan
900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan (Bittar, 2011).

Gambar 1. Manuver Epley (Bittar, 2011).

1. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara
cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-
3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah
itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan
tanpa kembali ke posisi duduk lagi (Bittar, 2011).

Gambar 2. Manuver Semont (Bittar, 2011).

1. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi
lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu
kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali
ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi
(Bittar, 2011).

Gambar 3. Manuver Lempert (Bhattacharyya ,2008)

1. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral
dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama
12 jam (Bittar, 2011).

1. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan
pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar,
2011).

Gambar 4. Brandt-Daroff Exercise (Bittar, 2011).


2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara
rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk
jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah
yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut
juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah
golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat
mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine
mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan (Bhattacharyya ,2008).

3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi
kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat,
bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah
disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya
mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat
dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula
posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih
dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi (Leveque,
2007).

Prognosis
Death : dubia ad bonam

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad bonam

Discomfort : dubia ad bonam

Dissatisfaction : dubia ad bonam

Destitution : dubia ad bonam

FOLLOW UP
20 Juni
Tanda vital 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
150/90
Tekanan darah 150/90 mmHg 140/80 mmHg 130/90 mmHg mmHg
Nadi 84 x/menit 86 x/menit 80x/ menit 80x/mnt
Pernapasan 20 x/menit 18x / menit 20x/ menit 20x/menit
Suhu 36,50 36,00 36,30 36,5
20 Juni
S 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Pusing
berputar +++ ++ + +
Mual ++ +
Muntah
Penglihatan
ganda
Telinga
berdenging
Kaku leher
20 Juni
O 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Nistagmus + + + +
Px Lermit
Px Dismetri
Px
Disdiadokokine
sia
++ (jatuh ke
Px Romberg kanan) +
Vertigo Vertigo Vertigo Vertigo
A perifer perifer perifer perifer
20 Juni
P 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Injeksi
piracetam
23 gr
Injeksi
ranitidine 21
amp
Antasid 3 x 1
Injeksi
mechobalamin
1x1
Clobazame
21
Betahistin 3 x
1 3x2
Metilprednisol
on 1x 8

DAFTAR PUSTAKA
ABTA, 2002, Brain Tumor Basics in Research Resources
Information, American Brain Tumor Association (abta.org)
Adams R.D., Victor M., Rooper A.H., 2001, Disease of N. VIII
in Principles of Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York
Baehr, Frotscher, 2010. Diagnosis topic neurologi Duus.Jakarta :
EGC
Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice
Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery. 2008;139: S47-S81.

Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response


Audiometry, dikutp dari situs:http://emedicine.medscape.com,
2008
Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment. International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.

Delaney KA, Bedside diagnosis of vertigo : value of the history


and neurological examination. Academic Emergency Medicine.
2003;10:1388-95
Eaton DA, Roland PS, Dizziness in the older adult, part 1 :
Evaluation and general treatment strategies. Geriatric.
2003;58:28-38
Ernoehazy W., 2001, Brain Abscess in eMedicine Journal ; Volume
2 Number 12
Greenberg, 2001, Handbook of Neurosurgery 5thed, Thieme
Medical Publications
Hain, Timothy, 2003, Benign Paroxysmal Positional Vertigo
@NEUROLOGY \A\BPPV.htm
Hamid. Muhammad, 2003, Dizziness, Vertigo, and Imbalance
@ NEUROLOGY\ Neurotoksikologi dan Vertigo \eMedicine
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university
Press
Hoffman DA, Stockdale S, Hicks LL, Schwaninger JE, 1996,
Diagnosis and Treatment of Head Injury, Journal of Neurotherapy,
Reprint (1-1)3
Huff S.J, 2001, Vertigo and Dizzy in eMedicine Journal ; Volume 2
Number 5
Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003,
Makalah Konas V Perdossi, Bali

Keith, Marill, 2001, Central verigo, @ NEUROLOGY\


Neurotoksikologi dan Vertigo\ eMedicine Central Vertigo.htm
Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2007;136:693-698.

Mardjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat


Perdossi, 2000, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi,
Jansen Pharmaceiuticals
Sardjono , 2007. Farmakologi dan terapi.Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Sidharta,P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, PT
Dian Rakyat, Jakarta
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in
primary care, BJMP 2010;3(4):a351
Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.
Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin


Dunia Kedokteran No. 144.
Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai