Fakhri Hamdi
9 MEI 2015 DEPARTEMEN NEUROLOGI AMBARAWA TINGGALKAN
KOMENTAR
IDENTITAS
Nama : Ny. MD
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
No. RM : 059987-2014
ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa yang diperoleh dari suami
pasien. (16 Juni 2014)
Keluhan utama
Pusing berputar
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : pusing berputar
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+),
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : keringat dingin
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume anamnesis
3 hari sebelum masuk rumah sakit seorang perempuan usia 48
tahun mengeluh pusing berputar. Pasien merasa pusing berputar
seperti mau jatuh, keluhan timbul secara mendadak, hilang
timbul dan keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari
duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan
kepala secara cepat. Pasien memeriksakan diri ke dokter namun
belum ada perbaikan.1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan
semakin memberat sehingga pasien memutuskan untuk datang
ke rumah sakit. 4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
merasakan pusing berputar, mual, muntah lebih dari 8 x,
berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak
kuat untuk berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit
dengan mobil pasien mengalami muntah sebanyak 5x. Riwayat
keluhan serupa sebelumnya diakui dan tekanan darah tinggi
diakui. Disangkal adanya telinga berdenging, pandangan kabur,
gangguan pendengaran, kejang, demam, rasa baal, batuk, pilek,
dan trauma kepala.
DISKUSI I
Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang
pasien perempuan, umur 48 tahun datang ke IGD RSUD
Ambarawa dengan keluhan berupa suatu kumpulan gejala
berupa pusing berputar, mual, muntah, bertambah jika pasien
berubah posisi, membaik jika berbaring, tidak disertai
penglihatan ganda, telinga berdenging, gangguan pendengaran.
Keluhan utama yang dialami pasien adalah pusing berputar atau
yang disebut dengan vertigo. Vertigo adalah halusinasi gerakan
lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien atau
pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar (Sura,
2010). Keluhan vertigo harus benar-benar dicermati pada saat
anamnesis karena sering kali dikacaukan dengan nyeri kepala
atau keluhan lain yang bersifat psikosomatis. Riwayat sakit
serupa sebelumnya serta adanya rasa berdengung yang
diabaikan pasien mungkin dapat menjadi salah satu faktor risiko
terhadap beratnya penyakit yang dialami pasien saat ini.
VERTIGO
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam
vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat
makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor
keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula (Sherwood,1996).
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel
rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas
membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan
akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi
(Sherwood,1996).
6. Teori sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang
meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan
biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya
ingat.
VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang
otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang
otak, apakah terdapat gejala lain yang khas misalnya diplopia,
parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa
lemah (Mardjono,2008)
VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung :
1. vertigo paroksismal
2. vertigo yang kronis
3. vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa
bebas keluhan
( Harsono, 2000.; Perdossi, 2000).
1. Vertigo paroksismal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau
hari, menghilang sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan
diantara serangan penderita bebas dari keluhan. Berdasar gejala
penyertanya dibagi:
Pemeriksaan Keseimbangan
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari
dua fase, yaitu fase lambat dan fase cepat. Fase lambat
merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap rangsangan,
sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya.
Nistagmus merupakan parameter yang akurat untuk menentukan
aktivitas sistem vestibuler.
Tes kobrak
Tes kalori ini diajurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini
dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30
derajat C, sedangkan suhu air panas adalah 44 derajat C. Volume
air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin,
periksa telinga kanan dengan air digin juga. Kemudian telinga kiri
dengan air panas lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai
pemeriksaan (telinga kana atau kiri atau air panas atau air
dingin)pasien diistirahatkan selama 5 menit. (untuk
menghilangkan pusingnya).
Keterangan: L: left
R: right
dalam rumus ini dihitung selisih waktu nistagmus kiri dan kanan.
Bila selisih kurang dari 40 detik maka berarti kedua fungsi
vestibular masih dalam keadaan seimbang. Tetapi bila selisih
lebih dari 40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu
nistagmus lebih kecil mengalami paresis kanal (Soepardi, 2007)
Tes Bera
BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat
yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain
yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked
Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran
atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.
Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak
yang tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara
konvensionil. Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa
digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif
seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang
mengalami koma maupun stroke,tidak membutuhkan jawaban
atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien
harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini
juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.
Diagnosis Sementara
Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang
paroksismal, mual, muntah (Sindroma vertigo perifer)
PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 16 Juni 2014)
Abdomen : I = datar
P = dinding perut supel, turgor kulit lebih baik., hepar dan lien
tidak teraba
P = timpani
Status Neurologis
Sikap tubuh : normal
Saraf otak
Kanan Kiri
N.I Daya penghidu N N
N . II Daya penglihatan N N
Penglihatan warna N N
Lapang pandang N N
N . III Ptosis N N
Gerakan mata ke medial N N
Gerakan mata ke atas N N
Gerakan mata ke bawah N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung N N
Refleks cahaya konsensuil N N
Strabismus divergen
IV Gerakan mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen N N
Menggigit N N
Membuka mulut N N
V Sensibilitas muka N N
Refleks kornea N N
VI Trismus
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen N N
N VII Kedipan mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Daya kecap kidah 2/3 N N
N. VIII Mendengar suara berbisik N N
Mendengar detik arloji N N
Tes Rinne + +
Tes Swabach N N
Tes Weber Simetris Simetris
N. IX Arkus faring N
Daya kecap lidah 1/3 belakang N
Refleks muntah
Tersedak
N. X Denyut nadi 80x
Arkus faring N
Bersuara N
Menelan N
N. XI Memalingkan kepala N
Sikap bahu N
Mengangkat bahu N
Trofi otot bahu N
N. XII Sikap lidah N
Menjulurkan lidah N
Trofi otot lidah N
Fasikulasi lidah N
Leher : kaku Leher (+)
G= B B K= 5555 5555
B B 5555 5555
Tn = N NTr= E E
N N EE
RF = + + RP=
+ +
Cl -/-
Pemeriksaan tambahan
Nistagmus =+
Dismetri =-
Disdiadokokinesia =-
Romberg test =+
Lermit =-
Stepping test =+
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,3 12-16 g/dl
Lekosit 6,8 4,0-10 ribu
Eritrosit 4,47 4,2-5,4 juta
Hematokrit 43,6 37-43 %
Trombosit 289 150-400 ribu
MCV 97,5 80-90 mikro m3
MCH 32 27-34 pg
MCHC 32,8 32-36 g/dl
RDW 12,8 10-16 %
MPV 8,6 7-11 mikro m3
Limfosit 2,1 1,7-3,5 10^3/mikroL
Monosit 0,4 0,2-0,6 10^3/mikroL
Granulosit 0,2 2,5-7 10^3/mikroL
Eosinofil 0,2 0,004-0,8 10^3/mikroL
Basofil 0,0 0-0,2 10^3/mikroL
Neutrofil 4,2 1,8-7,5 10^3/mikroL
Limfosit % 31,2 (L) 25-35 %
Monosit % 5,2 4-6%
Eosinofil % 2,3 2-4 %
Basofil % 0,1 0-1 %
Neutrofil % 61,2 50-70 %
PCT 0,247 0,2-0,9 %
PDW 14,1 10-15 %
Kimia Klinik
Glukosa Puasa 87 70-100 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 75
Ureum 17,4 10-50 mg/dl
Creatinin 0,76 0,45-1,1 mg/dl
SGOT 19 0-50 U/L
SGPT 15 0-50 IU/L
Uric acid 3,5 2-7 mg/dL
Cholesterol 180 <245 mg/dL
HDL Cholesterol 19 34-87 mg/dL
LDL Cholesterol 143 <150 mg/dL
X- FOTO CERVICAL AP, LATERAL, OBLIG
X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique
Aligment lurus
Tak tampak penyempitan voramen intervertebralis
Tak tampak penyempitan diskus
Tak tampak osteofit
Tak tampak kalsifikasi ligamentum nuchae
Tak tampak nuchae maupun listesis
Kesan
Aligment lurus
Diplopia (-)
Glaucoma (-)
Gejala
Mual dan neurologi Kompens
Kausa muntah Ataksia Tuli s si
Vertigo perifer Berat Jarang Sering Jarang Cepat
Vertigo Sentral Sedang Sering Jarang Sering Lambat
(Dikutip dari Eaton dan Roland)
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
untuk menerangkan BPPV.Diamenemukan partikel-partikel
basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula.
Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak
tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi
mencegah tiang ke posisinetral.Ini digambarkan oleh nistagmus
dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang
posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).KSS posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut
membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel
otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai
900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan
pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali,
terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan
nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan
partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali
karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ
saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat
menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.
Diagnosis Akhir
Diagnosis klinik : Pusing berputar onset akut berulang
paroksismal, mual, muntah (Sindroma vertigo perifer)
Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :
Injeksi piracetam 2 x 3 gram
Injeks ranitidine 21 amp
Injeksi mechobalamin 1 x 1 amp
Betahistin 31
Clobazame 2x 5 mg
Antacid 3 x 1
Metilprednisolon 2 x 8
Piracetam digunakan untuk pada level neuronal berikatan
dengan kepala polar phospholipid membran, memperbaiki
fluiditas membran sel, memperbaiki neurotranmisi,
menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi
ADP menjadi ATP.
Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang
bekerja menghambat sekresi asam lambung.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam
lambung, dengan pemberian ranitidine maka reseptor
tersebut akan dihambat secara selektif dan reversible
sehingga sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine
diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi obat lain.
Betahistin merupakan obat antivertigo yang bekerja
dengan memperlebar sphincter prekapiler sehingga
meningkatkan alira darah pada telinga bagian dalam,
dengan demikian menghilagkan endolymphatic hydrops.
Betahistin juga memperbaiki sirkulasi serebral dan
meningkatkan aliran darah arteri karotis interna.
Pemberian betahistin diindikasikan untuk mengurang
vertigo yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah
atau sindroma meniere dan vertigo perifer.
Clobazam merupakan golongan benzodiazepine yang
bekerja berdasarkan potensial inhibisi neuron dengan asam
gama- aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam
memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan
relaksasi otot. Pemberian obat ini diindikasikan untuk
mengatasi asietas da psikoneuroti yang disertai ansietas.
1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang
sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan kepala
tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan
900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan (Bittar, 2011).
1. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara
cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-
3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah
itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan
tanpa kembali ke posisi duduk lagi (Bittar, 2011).
1. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi
lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu
kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali
ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi
(Bittar, 2011).
1. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan
pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar,
2011).
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi
kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat,
bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah
disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya
mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat
dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula
posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih
dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi (Leveque,
2007).
Prognosis
Death : dubia ad bonam
FOLLOW UP
20 Juni
Tanda vital 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
150/90
Tekanan darah 150/90 mmHg 140/80 mmHg 130/90 mmHg mmHg
Nadi 84 x/menit 86 x/menit 80x/ menit 80x/mnt
Pernapasan 20 x/menit 18x / menit 20x/ menit 20x/menit
Suhu 36,50 36,00 36,30 36,5
20 Juni
S 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Pusing
berputar +++ ++ + +
Mual ++ +
Muntah
Penglihatan
ganda
Telinga
berdenging
Kaku leher
20 Juni
O 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Nistagmus + + + +
Px Lermit
Px Dismetri
Px
Disdiadokokine
sia
++ (jatuh ke
Px Romberg kanan) +
Vertigo Vertigo Vertigo Vertigo
A perifer perifer perifer perifer
20 Juni
P 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 2014
Injeksi
piracetam
23 gr
Injeksi
ranitidine 21
amp
Antasid 3 x 1
Injeksi
mechobalamin
1x1
Clobazame
21
Betahistin 3 x
1 3x2
Metilprednisol
on 1x 8
DAFTAR PUSTAKA
ABTA, 2002, Brain Tumor Basics in Research Resources
Information, American Brain Tumor Association (abta.org)
Adams R.D., Victor M., Rooper A.H., 2001, Disease of N. VIII
in Principles of Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York
Baehr, Frotscher, 2010. Diagnosis topic neurologi Duus.Jakarta :
EGC
Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice
Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery. 2008;139: S47-S81.