Anda di halaman 1dari 35

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi

Kandung empedu berbentuk lonjong seperti buah alfokat dengan panjang

sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol

sedikit ke luar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral muskulus rektus

abdominis. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh lipatan peritoneum viseral.

Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka

bagian infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartman.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katub berbentuk spiral yang memudahkan cairan empedu

tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua

saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Dan duktus koledokus begabung dengan duktus pankratikus, membentuk ampula

vateri.

Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu.

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Diluar waktu

makan empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di sini mengalami

pemekatan sekitar 50% . Pengaliran cairan empedu diataur oleh 3 faktor, yaitu sekresi

empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Dan

Mitra To’alla, S.Kep 1|Page


dalam keadaan puasa empedu yang diprroduksi akan dialih alirkan ke dalam kandung

empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu

mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan

karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi dari pada tahanan

sfingter.

B. Definisi

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duedenum dalam

jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari

hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis

didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti

bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara

patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel

hati dan sistem bilier.

Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat yang terjadi akibat terhambatnya

aliran empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan

aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati.

C. Etiologi

Penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan

ekstrahepatic cholestasis.

1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat

infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus

Mitra To’alla, S.Kep 2|Page


hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-

obatan yang menginduksi cholestasis.

2. Pada ekstrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur

(penyempitan saluran empedu ), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor

atau massasekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu

penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu diblokir

mungkin juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat

memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati.

D. Klasifikasi

Secara garis besar, kolestasis dapat di bedakan menjadi:

1. Kolestasis intrahepatik

Saluran empedu digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu:

a. Paucity saluran empedu

b. Disgenesis saluran empedu

2. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongetnital atau didapat.

Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan

akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan

saluran empedu intrahepatik.

Mitra To’alla, S.Kep 3|Page


Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)

berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan

saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran

ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ektasia bilier dan

hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan

yang disebabkan oleh virus CNV, sklerosis kolangitis, karoli’s disease mengenai

kedua bagian saluran intra dan ekstrahepatik. Karena primer tidak menyerang

sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada kolestasis pada umunnya disebabkan karena keadaan-

keadaan:

1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus

a. Tinja akolis/hipokolis/pucat

b. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negative

c. Urobilin dalam air seni negative

d. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

e. Steatore

f. Hipoprotrombinemia

2. Akumulasi empedu dalam darah

Mitra To’alla, S.Kep 4|Page


a. Ikterus

b. Gatal-gatal

c. Hiperkolesterolemia

3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu

a. Anatomis

1) Akumulasi

2) Reaksi pandangan dan nekrotis

b. Fungsional

1) Gangguan ekskresi (alakali fosfatase dan gama Transaminase glutamil

transpeptidase meningkat)

2) Serum meningkat (ringan)

3) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein

4) Asam empedu dalam serum meningkat.

F. Patofisiologi

Mitra To’alla, S.Kep 5|Page


Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung

asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit,

protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian

terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian

utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit

adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah

portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.

Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompabioaktif

memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,

mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah

penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).

Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh

transporter pada membran basssolateral, dikonyugasi intraseluler intraseluler oleh

enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut

air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan bagian

yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.

Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter

lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu

menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati

seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan

gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan

hiperbilirubinemi terkonjugasi.

Mitra To’alla, S.Kep 6|Page


Patways kolestasis

Virus hepatitis limpoma Tumor saluran empedu striktur saluran


kolangitis infeksi TBC empedu pankreatitis tumor pankreas

Abses hati
Cholestasis extrahepatic

Cirosis hepatitis

cholestasis
Cholestasis intrahepatik
Mitra To’alla, S.Kep 7|Page
Gangguan aliran Akumulasi empedu dalam Kerusakan sel hepar
empedu ke usus darah

Malabsorbsi lemak dan Ikterus Peradangan nekrotis


vitamin

Gatal-gatal kulit
Ketidakseimbangan nutrisi
Hipertermi Nyeri akut
kurang dari kebutuhan

Resiko infeksi

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen abdomen

Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.

Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20%. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan

pilihan.

2. Kolangiogram/ kolangiografi transhepatik perkutan

Mitra To’alla, S.Kep 8|Page


Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena

konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen

sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledukus, duktus sistikus dan kandung

empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah

namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)

Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam saluran tersebut.

Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan

memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil

batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang

disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang

disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki

gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah

diangkat. ERCP ini beresiko terjadinya tanda-tanda infeksi.

4. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi

Mitra To’alla, S.Kep 9|Page


Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian

diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.

Membutuhkan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien

terpajan sinar radiasi.

H. Penatalaksanaan Medis

1. Non bedah

Therapy konservatif

Dilakukan pada penderita cholelithiasis yang mempunyai kontra indikasi untuk

pembedahan serta penderita yang diagnosanya belum jelas sehingga masih perlu

observasi.

a. Pengobatan konservatif berupa:

1) Obat antikolinergik (Sulfan atropin, Buskopan, Beladon).

2) Istirahat Analgetik untuk meringankan rasa nyeri yang timbul

akibat gejala penyakit

3) Antibiotika untuk mencegah adanya infeksi pada saluran kemih

4) Diit rendah lemak untuk mengurangi kerja kandung empedu.

5) Cairan Infus: menjaga stabilitas asupan cairan

Mitra To’alla, S.Kep 10 | P a g e


6) Pada daerah kandung empedu diberi kompres es untuk mengurangi rasa sakit dan

mencegah penyebaran peradangan

ke daerah sekitar kandung empedu.

b. Farmako Therapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan

batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol. Zat pelarut batu

empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal

sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena ada kelebihan kolesterol yang

tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Mekanisme kerjanya

berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu

berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu: 3 bulan

sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif

dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun, dalam hal ini pengobatan

harus dilanjutkan.

c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock

wafes) yang diarahkan ke batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus

koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen.

Gelombang kejut diproduksi dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu

piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam

tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang

dikonvergensikan tersebut diarahkan ke batu empedu yang akan dipecah. Setelah batu

dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dikandung empedu atau

Mitra To’alla, S.Kep 11 | P a g e


doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut

atau asam empedu yang diberikan peroral.

d. Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus

koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa

atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada

batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka

sayatan atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain

dapat dipasang selama 7 hari.

2. Pembedahan

a. Koledokostomi :

Dalam koledokostomi, sayatan dilakukan pada duktus koledokus untuk

mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke

dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter

ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga

mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama

kolesistektomi.

b. Koleksistektomi laparaskopi :

Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus

diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan

Mitra To’alla, S.Kep 12 | P a g e


kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan

menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus

dan karet empedu ke dalam kasa absorben.

c. Minikoleksistektomie

Adalah prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka sayatan

selebar 4cm. Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopi), dilakukan lewat luka

sayatan yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus.

Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas

karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop

dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat

optic dipasang melalui luka sayatan umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan

atau sayatan kecil lainnya dibuat pada dinding perut untuk memasukkan

instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.

d. Choledochotomy

Adalah pengangkatan batu dari duktus koledokus bila terdapat batu, adanya

obstruksi dan dilatasi duktus koledokus.Merupakan tindakan pembedahan yang

dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut/kronis yang

tidak sembuh dengan tindakan konservatif.

I. Komplikasi

1. A simtomatik.

Mitra To’alla, S.Kep 13 | P a g e


Simtomatik adalah pengobatan yang bertujuan meringankan atau menyembuhkan

gejala, bukan mengobati penyakit seperti pengobatan dengan analgesik untuk nyeri,

anti inflamasi untuk peradangan.

2. Kolik bilier

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang

tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat dari tersumbatnya saluran empedu.

3. Kolangitis

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu

4. Kolestasis akut

Kolestasis adalah peradangan pada kandung empedu akibat dari adanya infeksi

kandung empedu.

5. Kolestasis kronis

a) Hidrop kandung empedu.

b) Empiema kandung empedu.

Mitra To’alla, S.Kep 14 | P a g e


c) Fistel kolesistoenterik

d) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

6. Emplema kandung empedu

BAB II

Mitra To’alla, S.Kep 15 | P a g e


KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan secara

menyeluruh.

Pengkajian pasien post operatif meliputi:

1. Sirkulasi

Gejala:Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perferatau

stasis vaskuler(meningkatkan resikopembentukan trombosi).

2. Integritas ego

Gejala: perasaan cems, takut, marah, apatis. Faktor-faktor stress multiple misalnya

finansial, hubungan, gaya hidup.

Tanda: Tidak dapat istirahat, peningkatan keteganganatau peka rangsangn stimulasi

simpasis.

3. Makanan atau cairan

Gejala: Insufiensi pankreas/DM (predisposisi untuk hipeglikemia ketoasidosis)

malnutrisi (termasuk obesitas).

4. Pernafasan

Gejala: infeksi,kondisi yang kronis merokok

5. Keamanan

Mitra To’alla, S.Kep 16 | P a g e


Gejala: alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi

umum

Tanda: munculnya proses infeksi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b/d neuromuskuler,ketidakseimbangan preseptual atau

kognitif, peningkatan ekspasi paru obstruksi trachea bronchea.

2. Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan

farmasi hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang

berlebihan, stes fisiologis.

3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan

tubuh secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran

integritaspembuluh darah.

4. Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma

muskuletal.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk

menanggulangi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan.

Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan dari rencana keperawatan

yang telah disusun pada tahap perencanaan.

Mitra To’alla, S.Kep 17 | P a g e


DX 1

Tujuan: menetapkan pola nafas yang normal/efektif dan bebas tanda-tanda hipoksia

lainnya.

Kriteria hasil: tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan.

INTERVENSI

 Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi

rahang aliran udara fangial oral.

R/ mencegah obstruksi jalan nafas

 Auskultasi suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas

R/ kurangnya suara nafasadalah indikasi adanya obstrusi oleh mulut/lidah dan

dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan

 Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu

pernafasan, perluasan rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung,

warna kulit dan aliran darah.

 Letakkan pasien pada posisi yangsesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan

dan jenis pembedahan.

R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan

muntah. Posisis yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian

bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.


Mitra To’alla, S.Kep 18 | P a g e
DX 2

Tujuan: meningkatkan tingkat kesadaran

Kriteria hasil: pasien mampu mengenal keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan

sesuai dengan kebutuhan.

INTERVENSI

 Orientasikan pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh

anastesi, nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.

R/ karena pasien telah meningkat kesadarannya maka dukungan akan

membantu menghilangkan ansietas

· Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membantah

sadar penuh akan apa yang diucapkan.

R/ tidak dapa ditentukan pasien akan sadar penuh namun sensori pendengaran

mrupakan kemapuan yang pertama kali pulih.

 Evaluasi sensasi / penggerakan ekstermitas dan batang tenggorokan

R/ pengembalian funsi setelah dilakukan blok saraf spinal /local yang

bergantung pada jenis / jumlah obat yang akan digunakan dan lamanya

prosedur dilakukan.

DX 3

Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat

Mitra To’alla, S.Kep 19 | P a g e


Kriteria hasil : tidak ada tanda –tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil) kualitas

denyut nadi baik, turgor kulit normal, membrane mukosa lembab dan pengeluaran

urine yang sesuai.

INTERVENSI

 Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, Tanya ulang catatan operasi

R/ dokomentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran

cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang membantu intervensi

 Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe operasi yang dilakukan

R/ impotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan

cairan.

 Letakkan posisi pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada kekurangan

pernafasan dan jenis pembedahan.

R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah

DX 4

Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang

Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat atau tidur dan melakukan

pergerakan yang berarti sesuai toleransi.

INTERVENSI

 Evaluasi rasa sakit secara regular. Catat karakterristik lokasi dan skla

Mitra To’alla, S.Kep 20 | P a g e


R/ sediakan mengenai informasi kebutuhan atau efektifitas intervensi

· Catat munculnya rasa cemas atau takut dan hubungkkan dengan lingkungan

dan persiapkan untuk prosedur

 R/ perhatikan hal—hal yang tidak diketahui dan tau persiapkan in adekuat

· Observasi efek analgetik

R/ respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik dan mungkin enimbulkan

efek-efek analgetik dengan zat-zat anastesi.

 Kolaborasi pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan

R/ analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit. Menimbulkan

penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

D. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

mencapai tujuan keperawatan dimulai dan kebutuhan untuk dimodifikasi, tujuan

untuk intervensi keperawatan diterapkan.

Evaluasi yang diharapkan pada pasien post operatif yaitu :

1. Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda—

tanda hipoksia lainnya.

2. Meningkatkan tingkat kesadaran.

3. Keseimbangan cairan tubuh adekuat.

Mitra To’alla, S.Kep 21 | P a g e


4. Pasien mengatakan bahea rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Inisial :An”R”
2. Umur :8 Tahun 8 bulan
3. Nomor RM : 857248
4. Jenis kelamin :Laki-laki
5. Agama :Islam
6. Pendidikan :SD
7. Alamat : Desa Pisi Kelurahan Donri
8. Tanggal masuk RS :27-09-2018
9. Tanggal Pengkajian :02-10-2018
10. Diagnosa Medik :Kolestasis
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a) Nama :Tn “B”
b) Usia :38 Tahun
c) Pekerjaan :Supir
d) Agama :Islam
e) Alamat : Desa Pisi Kelurahan Donri
Mitra To’alla, S.Kep 22 | P a g e
2. Ibu
a) Nama :Ny “M”
b) Usia :31 Tahun
c) Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
d) Agama :Islam
e) Alamat : Desa Pisi Kelurahan Donri

II. Keluhan Utama/alasan masuk Rumah Sakit


Klien masuk rumah sakit dengan alasan sakit perut dan muntah
III. Riwayat Sekarang
A. Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 02 Oktober 2018
pukul 18.30 WIB, klien nampak lemah , GCS 15 (E 4M6V5). Nadi 102
x/i, RR 28 x/i, Suhu 37 oC, TD 100/60 mmHg, , infus terpasang KAEN
3B 21 tts/jam, O2 2 lpm.
B. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Pre Natal Care
a. Pemeriksaan Kehamilan :3 kali
b. Keluhan Ibu selama hamil :-
c. Riwayat terkena sinar –X :-
d. Kenaikan BB selama hamil :-
e. Golongan darah ibu :-
f. golongan darah ayah :-
2. Intra natal
a. Tempat Melahirkan : Rumah
b. Jenis persalinan :Normal
c. Penolong persalinan :Bidan
3. Post natal
a. Kondisi bayi :-
b. Penyakit yang pernah diderita : sakit kepala

Mitra To’alla, S.Kep 23 | P a g e


c. Kecelakaan yang dialami :-
d. Riwayat Alergi :-
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit anggota keluarga :(tidak ada)

Genogram 3 Generasi

xx

Ket : : Perempuan
: laki-laki
: Garis keturunan
: Klien

Mitra To’alla, S.Kep 24 | P a g e


IV. Riwayat Imunisasi

No Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi SetelahPemberian


1 BCG 1bulan
2 DPT(I,II,III) 1,2,3, bulan
3 Polio (I,II,III,IV) 1,2,3,4 bulan
4 Campak 9 bulan
5 Hepatitis B 1,2,3,4
bulan
6 Lain-lain

V. Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan Fisik
1. BB Lahir:2,7 kg
2. BB Sekarang: 17 kg
3. TB :120cm
4. IMT:11,80
VI. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI:
1. Pertama kali disusui :-
2. Cara pemberian susu : -
3. Lama pemberian :-
B. Pemberian Susu Tambahan
1. Susu tambahan :-

Mitra To’alla, S.Kep 25 | P a g e


2. Cara pemberian :-
VII. Riwayat Psikososial
1. Anak tinggal bersama orang tuanya
2. Lingkungan : Bersih
3. Hubungan antara anggota keluarga Harmonis
4. Pengasuh anak: orang tua
VIII. Riwayat Spiritual
1. Orang tua selalu memberikan dukungan dan didikan pada anaknya
2. Kegiatan keagamaan :selalu melaksanakan ibadah

IX. Reaksi Hospitalisasi


Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Keluarga kuatir tentang keadaan anaknya.
X. Aktifitas Sehari-Hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat Ini
Selera makan Baik Kurang baik
Frekuensi makan 2x sehari Stop intake oral
Pembatasan pola makan Tidak ada Tidak ada

B. Istirahat/Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jam tidur
Siang Tidak Teratur Tidak teratur
malam Tidak teratur Tidak teratur
2. Pola tidur Efektif Tidak efektif

C. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Mandi
Cara Menggunakan timbah Di Lap
Frekuensi 2x sehari 1x sehari
Alat mandi Sabun,sampo dan handuk
2. Gunting kuku
Cara Memakai potong kuku ya
Frekuensi Saat kuku agak panjang ya

Mitra To’alla, S.Kep 26 | P a g e


XI. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum: nyeri perut dan lemah
B. Tanda-tanda vital:
 Tekanan darah :100/60 mmHg
 Suhu :37ºC
 Nadi :102x/menit
 Respirasi :28x/menit
C. Antropometri
 Tinggi badan :120 cm
 Berat badan :17 kg
D. Sistem pernapasan
 Hidung :
 simetris kiri dan kanan
 terpasang oksigen 2 Lpm
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Dada :
o Bentuk dada: simetris kiri dan kanan
o Tidak ada nyeri tekan
E. Sistem pencernaan
 BAB : tidak lancar
 Abdomen : ada nyeri
 Terpasang NGT Dekompresi
F. Sistem indra
 Mata : cekung tidak ada
 Hidung :simetris kiri dan kanan, rinore tidak ada, tidak ada nyeri tekan
 Telinga : Daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak tampak serumen,
otore tidak ada, tidak ada nyeri tekan.
G. Sistem persarafan:

Mitra To’alla, S.Kep 27 | P a g e


1. Fungsi serebral
 Status mental :GCS 15 E:4 M:6 V:5
 Kesadaran :compos mentis
2. Fungsi sensorik: klien dapat merasakan saat dicubit

H. Sistem musculoskeletal
1. Kepala : bentuk kepala mesocepal,dapat digerakan keatas,kebawah,kekiri,dan

kekanan.

2. Lutut : lutut ekstensi dan fleksi, ada refleksi patella,tidak ada nyeri tekan

3. Kaki : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

4. Tangan : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa,

I. Sistem integumen
 Kulit: warna kulit agak kunimg
 Kuku : pendek dan bersih
J. Sistem endokrin
Kelenjar tyroid: tidak terdapat pembesaran
XII. Terapi Saat Ini
a. Infus KAEN 3B 21tts/mnt
b. Ceftriaxone 1600mg/24jam/iv
c. Metronidinazole 200 mg/8jam/iv
d. Gentamicine 50mg/12jam/iv
e. Omeprasole 8 mg/24/jam

XIII. Pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin

WBC 9.33 4.00-10.0 10^3/ul


RBC 4.09 4.00-6.00 10^6/ul
HGB 11.4 12.0-16.0 gr/dl

Mitra To’alla, S.Kep 28 | P a g e


HCT 34.3 37.0-48.0 %
MCV 83.9 80.0-97.0 Fl
MCH 27.9 26.5-33.5 Pg
MCHC 33.2 31.5-35.0 dr/dl
PLT 520 150-400 10^3/ul
RDW-SD 48.8 37.0-54.0 Fl
RDW-CV 16.3 10.0-15.0
PDW 9.7 10.0-18.0 Fl
MPV 9.6 6.50-11.0 Fl
P-LCR 19.7 13.0-43.0 %
PCT 0.50 0.15-0.50 %
NEUT 7.80 52.0-75.0 %
LYMPH 1.43 20.0-40.0 %
MONO 0.51 2.00-8.00 10^3/ul
EO 0.01 1.00-3.00 10^3/ul
BASO 0.02 0.00-0.10 10^3/ul
RET
LED I
LED Jam II
Koagulasi
PT
INR
APTT
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS 69 140 mg/dl
Fungsi Hati
Albumin 3.2 35-50 Gr/dl
PEMERIKSAAN
Hasil
IMUNOSEROLOG
I
Imunoserologi lain
CRP Kuantitatif O,1 <5 mg/dl
Prokalsitonin 0,41 <0,05 Mg/dl

Mitra To’alla, S.Kep 29 | P a g e


DATA FOKUS

Nama : An”R”
Umur : 8 Tahun 8 bulan
Nomor RM :857248

Data subyektif Data obyektif


1. Anak mengatakan nyeri perut 1. Klien terlihat lemas
2. Ibu mengatakan anak belum BAB
2. Klien tampak meringis
selama 9 hari 3. Tanda-tanda vital
3. Ibu mengatakan sementara anak TD:100/60 mmHg
N : 102x/mnt
dipuasakan
P : 28x/mnt
S : 37oC
4. Klien tampak kurus
5. Anak terlihat terpasang NGT dekompresi

Mitra To’alla, S.Kep 30 | P a g e


ANALISA DATA

Nama : : An”R”
Umur :8 Tahun 8 bulan
Nomor RM : 857248

no Data Masalah

1 DS: -Anak mengatakan nyeri perut Nyeri akut


DO: P: Infeksi bakteri
Q: klien tampak meringis
R: Perut kanan atas
S: menjalar ke bagian abdomen
T: Sejak 9 hari sebelum masuk
rumah sakit

DS: Ibu mengatakan anak sementara


2 Nutrisi kurang dari kebutuhan
dipuasakan atau Stop intake oral
DO: - anak nampak lemah
-anak tampak terpasang NGT
dekompresi dengan produksi
warna hijau kehitaman

Mitra To’alla, S.Kep 31 | P a g e


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : An”R”
Umur :8 Tahun 8 Bulan
Nomor RM : 857248

Diagnosa Keperawatan Tgl ditemukan


1. Nyeri akut b/d peradangan pada nekrotis 02-10-2018

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak


adekuat
02-10-2018

Mitra To’alla, S.Kep 32 | P a g e


INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An”R”
Umur :8 Tahun 8 bulan
Nomor RM :857248

No Dx keperawatan NOC Intervensi

1. 1. Nyeri akut 1. Nyeri 1. Monital vital sign


teratasi 2. Kaji skala nyeri
2. Tidak
ada gangguan pada 3. Ajarkan teknik relaksasi
tidur 4. Berikan posisi yang nyaman
3. Ekspres
i wajah rileks
1.
Nutrisi kurang dari 2.

2 kebutuhan tubuh
2. Timbang BB setiap hari
b/d intake tidak 1. Mampu 3. Dorong tirah baring
mengidentifikasi dan/atau pembatasan
adekuat aktifitas selama fase sakit
kebutuhan nutrisi
akut.
1. Berat badan ideal 4. Anjurkan istirahat sebelum
sesuai dengan tinggi makan.
5. Berikan kebersihan mulut
badan
2. Tidak ada tanda terutama sebelum makan.
6. Ciptakan lingkungan yang
malnutrisi
nyaman
3. Tidak terjadi
7. Berikan makanan dengan
penurunan berat protein tinggi, tinggi kalori
badan. dan rendah serat dalam
porsi kecil frekuensi sering
7. Pertahankan pemberian infus
amati tetesan jenis cairan sesuai
indikasi setiap 8 jam.

Mitra To’alla, S.Kep 33 | P a g e


IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : An”R”
Umur :8 Tahun 8 bulan
Nomor RM : 857248

No DX Implementasi Evaluasi/SOAP
1 1. Mengkaji tingkat nyeri S:Klien mengatakan nyeri pada
Hasil : skala nyeri 4
perut.
2. Mengobservasi TTV
O : Klien meringis
Hasil : TD:100/60 mmHg Skala nyeri 4 (sedang)
N : 102x/mnt A:masalah belum teratasi
P : 28x/mnt P:Lanjutkan intervensi
S : 37oC
3.Memberi posisi yang
menyenangkan
Hasil : klien tidur telentang
3. Mengajarkan tehnik
relaksasi
Dengan cara tarik nafas lewat
hidung, tahan 2-3dtk, lalu
hembuskan lewat mulut

2 S: ibu klien mengatakan berat


1. Mengkaji adanya alergi
badan anak menurun
makanan
Hasil: tidak ada alergi O : -anak tampak kurus
3.Mengkaji status nutrsi klien A : Masalah belum teratasi
Hasil: nutrisi dihabiskan P : Lanjutkan intervensi
4.Mengkaji kebersihan oral

Mitra To’alla, S.Kep 34 | P a g e


Hasil: klien setelah makan
dibersihkan mulutnya dengan
cara berkumur

Mitra To’alla, S.Kep 35 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai