Anda di halaman 1dari 27

Anatomi Kandung Empedu dan sistem biliaris ekstrahepatik (1)

Kandung empedu bentuknya seperti pir, panjangnya sekitar 7 - 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-
50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.  Organ ini terletak
dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Bagian
ekstrahepatik dari kandung ampedu ditutupi oleh peritoneum.
Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Fundus bentuknya
bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati, dan sebagian
besar tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya akan membentul leher
(neck) dari kandung empedu. Leher ini bentuknya dapat konveks, dan mebentuk infundibulum
atau kantong Hartmann. Kantong Hartmann adalah bulbus divertikulum kecil yang terletak pada
permukaan inferior dari kandung kemih, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya dari
duodenum dan karena batu dapat terimpaksi ke dalamnya. Duktus sistikus menghubungkan
kandung empedu ke duktus koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus
sistikus, mereka terlibat dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan terbagi menjadi
anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari
arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus,
common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya
ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan
juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari vagus dan
cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung
empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan
nyeri kolik.  Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi
nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung
empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
Duktus Biliaris(1)
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, common hepatic duct,
duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri
keluar dari hati dan bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya
anterior tehadap bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian
ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun
batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada
tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara
ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta.
Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus
mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh
muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan
duktus koledokus distal.
Gambar 3. Duktus biliaris(2)
Fungsi hati (3)
Fungsi hati dibagi atas 4 macam:
1. Fungsi pembentukan dan  ekskresi empedu
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan, kandungan empedu
menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati
mengekskresi sekitar satu liter empedu tiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%),
elektrolit, garam empedu fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus.
Oleh bakteri usus halus sebagian besar garam empedu direabsorpsi dalam ileum, mengalami
resirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun bilirubin (pigmen
empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif,
ia penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin cenderung
mewarnai jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. Di samping itu ke dalam empedu
juga diekskresikan zat-zat yang berasal dari luar tubuh, misalnya logam berat, beberapa macam
zat warna (termasuk BSP) dan sebagainya.
1. Fungsi metabolik
Hati memegang peran penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga
memproduksi energi. Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah diabsorpsi oleh usus.
Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis).
Dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk
menghasilkan panas atau energi dan sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan dalam otot atau
menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mampu menyintesis glukosa
dari protein dan lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein plasma, kecuali gama
globulin, disintesis oleh hati. Protein ini adalah albumin yang diperlukan untuk mempertahankan
tekanan osmotik koloid, protrombin, fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain. Selain
itu, sebagian besar asam amino mengalami degradasi dalam hati dengan cara deaminasi atau
pembuangan gugusan amino (-NH2). Amino yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea,
diekskresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada
protein diubah juga menjadi urea dalam hati.
Beberapa fungsi khas hati dalam metabolisme lemak yaitu oksidasi beta asam lemak dan
pembentukan asam asetoasetat yang sangat tinggi, pembentukan lipoprotein, pembentukan
kolesterol dan fosfolipid dalam jumlah yang sangat besar, perubahan karbohidrat dan protein
menjadi lemak dalam jumlah yang sangat besar.
1. Fungsi pertahanan tubuh
Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi proteksi. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan
dilakukan oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat
yang kemungkinan membahayakan, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak
aktif. Detoksifikasi zat endogen seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan dalam asam
amino oleh kerja bekteri dalam usus besar dan zat eksogen seperti morfin, fenobarbital dan obat-
obat lain. Hati juga menginaktifkan dan mengekskresikan aldosteron, glikokortikoid, estrogen,
progesteron, dan testoteron.
Fungsi proteksi dilakukan oleh sel Kupffer yang terdapat pada dinding sinusoid hati, sebagai sel
endotel yang mempunyai fungsi sebagai system endothelial, berkemampuan fagositosis yang
sangat besar sehingga dapat membersihkan sampai 99% kuman yang ada dalam vena porta
sebelum darah menyebar melewati seluruh sinusoid. Sel Kupffer juga mengadakan fagositosis
pigmen-pigmen, sisa-sisa jaringan dan lain-lain. Sel Kupffer juga menghasilkan immunoglobulin
yang merupakan alat, berbagai macam antibodi yang timbul pada berbagai kelainan hati tertentu,
anti mitochondrial antibody (AMA), smooth muscle antibody (SMA), dan anti nuclear antibody
(ANA)
1. Fungsi Vaskular Hati
Setiap menit mengalir 1200cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid hati, seterusnya darah
mengalir ke vena sentralis dan dari sini menuju ke vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke
dalam vena kava inferior. Selain itu dari arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350cc darah.
Darah arterial ini akan masuk ke dalam sinusoid dan bercampur dengan darah portal. Pada orang
dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500cc/menit. Hati sebagai ruang
penampung dan bekerja sebagai filter, karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum. Pada
payah jantung kanan misalnya, hati mengalami bendungan pasif oleh darah yang banyak
jumlahnya.
Metabolisme Bilirubin(2)
BATU EMPEDU(1,2)
Patogenesis dari batu empedu kolesterol adalah seperti cairan kental yang kekurangan air.
Komposisi organik adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Secara umum,
dibedakan dua jenis batu empedu, yakni kolesterol dan pigmen meskipun ada tipe campuran.
Tipe pigmen sendiri ada yang coklat dan hitam.
Kelarutan dari kolesterol penting terhadap pembentukan batu empedu kolesterol. Akan
membantu bila kita memandang pembentukan batu dari tiga tahap yaitu saturasi kolesterol,
nukleasi, dan pertumbuhan batu.  Sekresi hepatik dari kolesterol empedu tersaturasi merupakan
persyaratan terbentuknya batu empedu kolesterol. Mempertahankan kolesterol dalam bentuk
larutan, tergantung pada adanya garam empedu dan fosfolipid dalam jumlah yang cukup dalam
empedu. Perubahan dari keseimbangan ini menimbulkan saturasi kolesterol empedu dan
akhirnya presipitasi kolesterol. Nukleasi merujuk pada proses dimana kristal kolesterol
monohidrat terbentuk dan menggumpal sehingga menjadi makroskopik. Batu kolesterol sekitar
90% radiolusen, permukaannya halus dan biasanya soliter.
Batu pigmen mengandung kolesterol kurang dari 20% dan berwarna gelap karena mengandung
kalsium bilirubinat. Batu hitam terjadi karena supersaturasi dari kalsium bilirubinat, karbonat
dan fosfat. Seringkali disebabkan gangguan hemolitik seperti sferitosis dan sickle cell disease.
Batu coklat dapat terjadi di kantung empedu maupunj di duktus biliaris, umumnya terjadi karena
infeksi yang disebabkan bile stasis. Disini, kalsium bilirubinate bergabung dengan badan sel
bakteri. Lazim terdapat pada orang Asia dengan penyakit parasit.
Gambar 4. USG normal sistem biliaris
(a)                                                                                (b)
a. Ultrasound of a gallstone showing the diagnostic acoustic shadow cast by it. Note also the
thickened gallbladder wall. Courtesy of Dr. M. C.  Collins.
b. common varities of gall stones: a cholesterol stones (top), mixed gall stones (middle three
rows), and pigment stones (bottom)
ANAMNESA
Setengah sampai dua pertiga penderita  batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang
mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.
Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan,
atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan
perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba - tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual
dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid.
Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam
dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik
nafas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis setempat ( tanda murphy ).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan
disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat
ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul.
Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di
daerah tungkai daripada di daerah badan.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan
gangguan kesadaran.
PEMERIKSAAN  FISIK
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis akut
dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu , atau
pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik
kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu p[enderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik.
Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu,
dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang
tertekan tersaebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau oedem karena peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi,
karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui
karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi punctum maksimum rasa
nyeri pada kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan data yang khas sebab hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan
empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu dapat terlihat sebagai massa
jaringan lunak di quadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura
hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per os cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen. Sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada ileus paralitik, muntah,
gangguan fungsi ginjal, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Payaran-CT tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Foto ronsen dengan endoskopi retrograd di papila Vater (ERCP) atau melalui fungsi hati
perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu di
kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi
dan kolesistografi, misalnya karena batu kecil.
Pendekatan Diagnosa Ikterus (4)
Pendahuluan
Kelainan sistem hepatobilier dapat bermanifestasi dalam banyak bentuk. Ikterus adalah gejala
yang paling umum terjadi dan menjadi fokus pemeriksaan meskipun tidak selalu menjadi gejala
yang dominan. Untuk kepentingan penatalaksanaan ikterus dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu:
1. Medikal (konvensional), meliputi kelainan prehepatik, hepatik yang tanpa disertai
kelainan struktural.
2. Surgical (bedah), melibatkan ostruksi mekanik duktus biliaris (dapat diakibatkan batu
atau massa intra/ekstra duktal)
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi USG, CT Scan Abdomen, Cholangiografi,
serta pemeriksaan terhadap marker hepar (SGOT/SGPT, AFP, γ-GT, LDH, Alkali Fosfatase).
Pemeriksaan Klinis Ikterus(3,4)
Anamnesa
 Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar
bilirubin serum > 2,5 mg/dl.
 Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.
 Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x pemeriksaan
berturut-turut.
 Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dpat disertai dengan anemia hemolitik.
 Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh obstruksi mekanis.
Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area
epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher.
Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan
berlemak yang diikuti mual, muntah.
 Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas
atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier.
 Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul. Sedangkan pada inflamasi
demam muncul bersamaan dengan nyeri.
 Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih sering keganasan.
 Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, promiskuitas,
pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya.
 Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan batu empedu;
alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan merangsang pembentukan batu
empedu. Disamping itu alkohol juga akan menyebabkan fatty liver disease.
 Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu empedu, jarang
pada keganasan.
 Gatal-gatal. Kaerna penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.
Pemeriksaan Fisik
 Ikterus
 Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi, gynkomastia,
asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting edema), scratch effect.
 Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier,
bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis.
 Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign(6)). Positif bila kantung empedu
tampak membesar, biasanya pada keganasan karena dilatasi kandng empedu. Negatif bila
kantung empedu tidak tampak membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya
proses inflamasi pada dinding kantung empedu.
 Murphy’s sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.
Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan, SGOT/SGPT, AFP, γ-
GT, LDH, Alkali Fosfatase, γ-Glutamil Transpeptidase, Complete Blood Count.
 Urinalisis terutama bilirubin direk dan total.
 Benzidin test. Untuk mencari etiologi anemia.
 Marker serologis hepatitis untuk hepatitis.
Interpretasi Laboratorium
Perkiraan ada tidaknya batu di duktus biliaris komunis sulit bila:
-          Peningkatan bilirubin disertai  ALP dan CBD > 12 mm, resiko batu  90 %
-          Kalau bilirubin normal, ALP dan CBD > 12 mm, resiko batu  0,2 %
Pemeriksaan penunjang
 USG, MRI, CT Scan terutama ditujukan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen
saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu. Ukuran
normal lumen bilier kurang lebih 8 mm dam kurang lebih 11 mm pada post-
cholesistectomy. Pelebaran dari ukuran tersebut menunjukkan adanya obstruksi.
 Bila kelainannya terdapat dalam kandung empedu atau parasit lebih efektif diperiksa
dengan USG, sedangkan untuk pemeriksaan organ-organ sekitar empedu yang mungkin
menyebabkan obstruksi lebih efektif menggunakan CT Scan.
 ERCP memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus biliaris dan sangat berguna
mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan mengekstraksi batu empedu. PTC juga bisa
digunakan untuk kegunaan diatas. Sebagai pengganti ERCP yang lebih noninvasif dapat
digunakan MRI.
 Biopsi Hepar biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal. Biopsi
berbahaya bila dilakukan pada obstruksi ekstrahepatal kronik sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan diatas sebelumnya.
Evaluasi Pada Pasien dengan Ikterik (7)
ERCP: Endoscopic Retrogade Cholangio pancreatography; SMA; Smooth muscle antibody;
AMA: Anti mitochondrial antibody; LKM: liver kidney microsomal antibody, SPEP: serum
protein electrophoresis
Penatalaksanaan
1.Konservatif
a.Diet rendah lemak
b.Obat-obat antikolinergik/anti spasmodik
c.Analgetik
d.Antisiotik, bila disertai dengan kolesistitis.
e.Asam empedu ( asam kenodeoksilat)6,75-4,5 gr/hari
2.Kolesistektomi
Dengan kolesistektomi pasien tetap dapat hidup normal,makan seperti biasa. Umumnya
dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.
Komplikasi
Komplikasi yang paling penting adalah kolesistitis akut dan kronik,koledokolithiasis dan
pankreatitis.Yang lebih jarang ialah kolangitis,abses hati,sirosis bilier,empiema,ikterus
obstruktif.
BBBBBB

o Ascites yaitu penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Ada 2 mekanisme terjadinya ascites, yaitu:
- Transudasi à karena sirosis hepatis dan hipertensi portal
- Eksudasi à karena penyebab yang tidak bisa disembuhkan
Mekanisme Transudasi
a. Teori underfilling à diawali oleh penurunan volume cairan plasma akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Dimana hipertensi porta bisa
menyebabkan kenaikan tekanan hidrstatik venosa. Sedangkan
hipoalbuminemia dapat mengakibatkan transudasi sehingga terjadi penurunan
cairan intravaskular. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya reabsorbsi air dan
garam melalui mekanisme neurohormonal.
    Tapi teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya, dimana pada
penderita sirosis hepatis terjadi vasodilatasi perifer dan Splanchnic bed, serta
peningkatan volume cairan intravaskuler dan curah jantung.
b. Teori overfilling à diawali dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air
oleh ginjal karena peningkatan aktifitas hormon ADH dan penurunan aktifitas
hormon natriuretik akibat penurunan fungsi hati.
    Teori ini juga gagal menerangkan gangguan neurohormonal yang terjadi
pada sirosis hepatis dan ascites.
1. Vasodilatasi perifer à karena - hipertensi porta (faktor lokal)
- gangguan fungsi ginjal (faktor sistemik)
Dimana pada pasien sirosis hati akan terjadi vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid,
sehingga terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang mengakibatkan terjadinya
hipertensi porta. Hal ini juga disertai mekanisme vasodilatasi arteriole splanikus yang
menyebabkan aliran darah meningkat sehingga hipertensi porta pun menetap. Ini bisa
mengakibatkan 2 keadaan, yaitu:
 Tekanan intrakapiler dan koefisien filtrasi meningkat, sehingga pembentukan
cairan limfe meningkat dari pada aliran baliknya. Inilah yang bisa mengakibatkan
terjadinya ascites.
 Volume efektif darah arteri menurun menyebabkan cairan intravaskuler menurun
sehingga ginjal akan bereaksi dengan aktivasi ADH, sistem RAAS (renin-
angiotensin-aldsteron-angiovasdilatasi). Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
peningkatan reabsorbsi air dan garam oleh ginjal. Sehingga terjadi retensi air dan
garam, kemudian terjadilah ascites.
 Tidak ada pengaruh genetik pada penyakit Pak Udin. Kemungkinan Pak Udin tertulari
penyakit kuning oleh ibunya sewaktu ia di dalam kandungan melalui plasenta atau ketika
ia dilahirkan melalui luka jalan lahir. Sehingga kemungkinan penyakit kuning tersebut
telah menjadi kronis karena baru terlihat gejalanya ketika Pak Udin sudah berusia 50
tahun.
 Pak Udin dikatakan sirosis hepatis karena gejala yang dialaminya. Dimana penegakkan
diagnosis sirosis hati dapat dilakukan dengan memformulasikan 5 dari 7 tanda: asites,
splenomegali, perdarahan varises (hematemesis), albumin yang merendah, spider nevi,
eritema palmaris, vena kolateral.
Sedangkan pada PakUdin sudah ditemukan spider naevi di dada, terlihat perut melebar ke
kiri dan ke kanan seperti perut kodok (merupakan ascites), ada vena colateral dan caput
medusae, di samping itu ditemukan palmar eritema, dan pada ekstremitas bawah
ditemukan edema.
 Dari hasil pemeriksaan fisik;
o Spider naevi, palmar eritema terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam
menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga
menyebabkan terjadinya hiperestrogenime pada kapiler.
o Perut kodok merupakan ascites.
o Edema perifer terjadi karena hipoalbuminemia dan retensi garam serta air. Retensi
air dan garam ini disebabkan karena kegagalan sel hati menginaktifkan aldosteron
dan hormon antidiuretik.
o Caput medusae disebabkan karena adanya sirkulasi kolateral yang melibatkan
vena superfisial dinding abdomen sehingga mengakibatkan dilatasi vena – vena
sekitar umbilikus.
 à Hepar membesar karena hepatoma, dimana terjadi peningkatan aktivitas proliferasi sel,
dan ini merupakan salah satu gejala dari keganasan.
à Limpa membesar karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke hepar
terhambat, sehingga aliran darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hati untuk destruksi
eritrosit terganggu sehingga fungsi tersebut dialihkan ke limpa. Pada limpa terjadi
peningkatan aktivitas destruksi eritrosit, sehingga limpa mengalami hipertrofi dan
hiperplasi sel-selnya.
 Karena penyakitnya sudah kronis, jadi gejalanya baru terlihat setelah berada pada
stadium akhir dari penyakitnya, yaitu sekitar sebulan yang lalu.
o - USG abdomen à untuk mengetahui sudut, ukuran (apakah ada pembesaran),
homogenitas dan massa di abdomen, countur hepar, penumpukan cairan pada
rongga abdomen
- Test faal hepar à untuk mengetahui fungsi hepar, dinilai SGOT, SGPT, bilirubin,
albumin, LDH, amoniak, dll
- Hepatitis marker à untuk mengetahui antigen virus hepatitis
     - AFP à untuk mengetahui kemungkinan keganasan hepar
     - Urinalisis à untuk menilai urobilinogen, bilirubin, dll
 Bruit terjadi karena terdapat hipervaskularisasi pada hepar, yang merupakan salah satu
tanda keganasan. Selain itu, bisa juga terjadi karena ada hipertensi porta serta
peningkatan aktivitas pembuluh darah.
 Pada ascites kandungannya protein, elektrolit, dan air.
Edema mengandung air.
 Belum bisa ditegakkan diagnosis pasti pada Pak Udin karena hasil pemeriksaannya
belum lengkap, sehingga belum bisa ditentukan penatalaksanaan yang tepat.
o Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus & ascites.
o Diet rendah protein, pada ascites diikuti diet rendah garam, bila proses tidak aktif,
diteruskan dengan diet tinggi kalori & protein.
o Pengendalian cairan ascites.
 Pada ascites bisa dilakukan hal-hal dibawah ini;
o Istirahat tirah baring
o Pemberian obat diuretik
o Parasintesis à membuat lubang untuk mengeluarkan cairan
o Diet rendah garam
FISIOLOGI HEPATOBILIER DAN PANKREAS
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Fungsinya antara lain:
1. pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka dari saluran pencernaan
2. detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya
3. sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein yang penting untuk pembekuan darah
serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol dalam darah
4. penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin
5. pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal
6. pengeluaran dan bakteri sel darah merah yang usang, berkat adanya makrofag residen
7. ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal
dari destruksi sel darah merah yang sudah usang
8. membantu penyekresian garam empedu

 
Walaupun fungsinya sangat beragam, spesialisasi sel-sel di dalam hati sangat sedikit. Tiap-tiap
sel hati atau hepatosit, tampaknya mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik di atas,
kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau disebut juga sel
Kupffer. Spesialisasi berlangsung di organel-organel yang sangat berkembang di dalam
hepatosit.
Untuk melaksanakan berbagai tugas tersebut, hati secara anatomis tersusun sedemikian rupa,
sehingga setiap hepatosit dapat berkontak langsung dengan darah dari dua sumber: darah vena
yang langsung datang dari saluran pencernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah
vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai
sistem porta hati.
Empedu disekresikan oleh hati dan dibelokkan ke kantung empedu di antara waktu makan.
Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah empedu
memasuki duodenum, kecuali selama ingesti makanan. Apabila sfingter tertutup, sebagian besar
empedu yang disekresikan oleh hati akan dibelokkan ke kantung empedu, yang tidak
berhuubungan langsung dengan hati. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di dalam
kantung empedu di antara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat
kmbinasi efek pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah
empedu yang disekresikan per hari berkisar dari 250 mL sampai 1 L, bergantung pada derajat
rangsangan.
Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjen (emulsifikasi) mereka dan
mempermudah penyerapan lemak melalui partisipasi mereka dalam pembentukan misel. Kedua
fungsi ini terkait dengan struktur garam empedu.
Bilirubin, konstituen utama empedu, sama sekali tidak berperan dalam pencernaan, tetapi
merupakan salah satu dari beberapa produk sisa yang diekskresikan dalam empedu. Bilirubin
adalah pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah merah yang usang.
Bilirubin ini merupakan pigmen kuning yang menyebabkan empedu berwarna kuning. Di dalam
saluran pencernaan, pigmen ini mengalami modifikasi oleh enzim-enzim bakteri yang kemudian
menyebabkan tinja berwarna coklat khas. Dalam keadaan nrmal, sejumlah kecil bilirubin
direabsorbsi oleh usus untuk kembali ke darah, dan sewaktu akhirnya dikeluarkan melalui urin,
bilirubin tersebut merupakan penentu utama warna kuning pada air kemih.ginjal baru mampu
menyekresikan bilirubin apabila zat ini telah dimodifikasi sawaktu melalui hati dan usus.

 
Pankreas adalah kelenjar memanjang yang terletak di belakang dan di bawah lambung, di atas
lengkung pertama duodenum. Pankreas merupakan kelenjar campuran yang mengandung
jaringan eksokrin dan endokrin.
Bagian eksokrin yang predominan terdiri dari kelompok-kelompok sel sekretorik seperti anggur
yang membentuk kantung-kantung atau asinus, yang berhubungan dengan duktus yang akhirnya
bermuara ke duodenum. Ada 3 jenis enzim pankreas, yaitu:
 enzim-enzim proteolitik yang berperan dalam pencernaan protein à tripsinogen,
kimotripsinogen, prokarboksipeptidase
 amilase pankreas, berperan dalam pencernaan karbohidrat dgn cara serupa air liur
 lipase pankreas, satu-satunya enzim yang penting dalam pencernaan lemak
Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri sari pulau-pulau jaringan endokrin terisolasi, pulau-
pulau Langerhans yang tersebar di seluruh pankreas. Hormon terpenting yang disekresikan oleh
sel-sel pulau pankreas adalah insulin dan glukagon. Pankreas eksokrin dan endokrin tidak
memiliki kesamaan, kecuali menempati lokasi yang sama.

 
PATOFISIOLOGI IKTERIK
Ikterus yaitu penimbunan pigmen empedu dalam tubuh sehingga tubuh jadi kuning. Bisa
dideteksi terutama pada jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera, permukaan bawah
lidah, kemudian kulit, urine, apabila kadar bilirubin mencapai 2-3 mg/dl, dimana normalnya
hanya 0.3-1 mg/dl.

 
 Metabolisme Bilirubin Normal
Bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit yang masa hidupnya hanya 120 hari. Setiap
hari 50 ml darah akan dihancurkan sehingga terbentuk 200-250 mg bilirubin. Prosesnya;
 pembentukan bilirubin secara berlebihan
Penyebab utamanya karena anemia hemolitik, sehingga disebut ikterus hemolitik. Dimana
bilirubin tak terkonyugasi tersedia dalam jumlah banyak melampaui kemampuan hati. Kadar
bilirubin serum meningkat, namun karena Bilirubin tak terkonyugasi tidak larut dalam air, jadi
tidak dikeluarkan melalui urine. Urobilinogen dan sterkobilinogen meningkat. Akibat
peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konyugasi dan ekskresi, maka kemih
dan feses menjadi gelap.
 gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
Bisa terjadi karena obat-obatan, seperti flavaspida (obat cacing pita), novobiasin, dan beberapa
zat warna kolesistgrafik.
 gangguan konyugasi bilirubin
 Ikterus fisiologis pada neonatus, apabila hiperbilirubinemia tak terkonyugasi yang ringan
(<11.9 mg/100 ml) pada hari ke 2-5 setelah lahir. Hal ini disebabkan kurang matangnya
enzim glukornil transferase
 Kernikterus atau Bilirubin enselopati, apabila kadar bilirubin >20 mg/100 ml pada bayi
baru lahir. Penyebabnya poses hemolitik (eritoblastsis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir
karena defisiensi glukoronil transferase
 penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstrahepatik.
Bisa menimbulkan bilirubinuria karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, sehingga kemih
menjadi gelap. Urobilinogen feses dan kemih sering berkurang sehingga feses pucat.
Peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya,
seperti meningkatnya fosfatase alkali serum, meningkatnya AST, meningkatnya kolesterol,
meningkatnya garam-garam empedu.
HEPATITIS
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai
dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada
beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat
virus bisa akut (hepatitis A) dapat pula hepatitis kronik (hepatitis B,C) dan adapula yang
kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).

 
A. Etiologi dan Epidemiologi
Hepatitis A
à hepatitis infeksiosa
    Virus Hepatitis A (HAV) merupakan virus RNA berdiameter 27 nm, yang dapat dideteksi
dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase preikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi
terhadap HAV dapat diukur dalam serum. Mula-mula antibodi IgM anti HAV meningkat dengan
tajam, kemudian IgG anti HAV menjadi dominan yang menunjukkan penderita pernah
mengalami infeksi HAV.
HAV ditularkan melalui oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Epidemi
dapat timbul pada:
 pusat yang sangat padat, seperti pusat perawatan dan rumah sakit jiwa
 pelancong yang jalan-jalan ke daerah endemik, seperti Asia Tenggara, Afrika Utara,
Timur Tengah
 Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, perilaku
seksual yang sering berganti pasangan
Masa inkubasi virus ini adalah 28 hari. Masa infektif tertinggi adalah pada minggu ke-2 segera
sebelum timbulnya ikterus.
Seringkali infeksi hepatitis A yang pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada
orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata
kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang
terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C,
infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan
pertama, untuk kekebalan yg panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.
Hepatitis B
    Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA bercangkang ganda, ukuran 42 nm. Ada beberapa
penanda serolgik untuk identifikasi HBV;
1. Antigen permukaan (HbsAg) à dulu disebut antigen australia (HAA)
Positif pada 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, biasanya menghilang pada masa
konvalesen dini tetapi dapat bertahan selama 4-6 bulan à disebut pembawa HBV. Juga
dapat menandakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dengan menginfeksi
mereka.
2. Petanda antibodi terhadap antigen inti (anti Hbc)
Tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena teletak di dalam
kulit luar HbsAg. Dapat terdeteksi segera setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan
menetap untuk seterusnya. Juga merupakan petanda kekebalan yang didapat dari infeksi
HBV (bukan divaksinasi).
Antibodi IgM anti HBc terlihat dini selama terjadi infeksi dan bertahan selama lebih dari
6 bulan. Antibodi ini untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat.
Predominan antibodi IgG anti HBc menunjukkan kesembuhan dari HBV di masa lampau
(6 bulan) atau infeksi HBV kronik.
3. Antibodi terhadap antigen permukaan (anti HBs)
Timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka
panjang. Setelah vaksinasi, kekebalan dinilai dengan mengukur kadar antibodi anti HBs.
4. Antigen –e- HbeAg
Timbul bersamaan atau segera setelah HbsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum
HbsAg menghilang).
Selalu ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukkan adanya replikasi virus dan
bahwa penderita dalam keadaan sangat menular. Jika menetap maka disebut infeksi
replikasi kronik. Antibodi terhadap HbeAg (anti Hbe) muncul pada semua infeksi HBV
dan berkaitan dengan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan berkurangnya daya
tular.
Infeksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronik, sirosis, dan kanker hati.
Cara utama penularannya melalui parenteral dan menembus membran mukosa terutama melalui
hubungan seksual. Masa inkubasinyaa 120 hari. HbsAg dapat ditemukan pada cairan tubuh yang
terinfeksi, seperti darah, semen, saliva, air mata, ascites, air susu ibu, kemih, dan feses. Resiko
tinggi terkena HBV yaitu;
 Imigran dari daerah endemik HBV
 Orang-orang yang memakai bat melalui IV yang sering bertukar jarum suntuk
 Melakukan hubungan seksual dengan banyak orang atau orang yang terinfeksi
 Pria homoseksual yang aktif secara seksual
 Pasien di institusi mental
 Narapidana pria
 Pasien hemodialisis & penderita hemofilia yg menerima bahan-bahan dari plasma
 Kontak serumah dengan pembawa HBV
 Pekerja social dalm bidang kesehatan terutama jika pekerjaannya banyak berkontak
dengan darah
 Bayi baru lahir & ibu yg terinfeksi dapat terinfeksi selama / segera setelah lahir
Gejalanya mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah,
mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang
terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.

 
Hepatitis C (HCV)
Merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak, dismeternya 30-60 nm. Ditularkan secara
parenteral dan kemungkian melalui kontak seksual. Masa inkubasinya 15-160 hari, rata-rata
selama 30 hari.

 
Hepatitis D (HDV à delta)
Merupakan virus RNA berukuran 35 nm, membutuhkan HBsAg untuk berperan sehingga lapisan
luar partikel yang menular, sehingga hanya penderita HBsAg+ dapat tertular HDV. Penularannya
melalui serum. Masa inkubasinya 2 bulan. HDV timbul dengan 3 keadaan klinis; koinfeksi
dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV, hepatitis fulminan.

 
Hepatitis E
Merupakan virus RNA kecil, diameternya 32-34 nm. Ditularkan melalui jalan fekal-ral. Masa
inkubasi 6 minggu. Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan
sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada
kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.

Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan
penyakit hepatitis yang terpisah.

 
Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak
menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah
jarum suntik.

 
B. Patologi
Pada kasus yang klasik, ukuran dan warna hati tampak normal. Kadang-kadang sedikit edema,
membesar, dan berwarna seperti empedu. Secara histologik, susunan hepatselular menjadi kacau,
cedera, dan nekrosis sel hati, peradangan perifer.

 
C. Gambaran Klinis
Hepatitis anikterik subklinik, sering pada HAV dan penderita mengira menderita flu.
 Gejala prodromal
Berlangsung selama seminggu atau lebih sebelum timbul ikterus. Gambaran klinisnya;
o malaise, anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah, hilangnya nafsu makan
o atralgia, artritis, urtikaria, ruam kulit sementara, glomerula nefritis
o perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas karena peregangan kapsula hati
 Fase ikterik dan awitan ikterik
Berlangsung selama 4-6 minggu. Biasanya penderita merasa lebih sehat, nafsu makan
kembali dan demam mereda, sementara kemih menjadi gelap dan feses memucat, hati
membesar dan ditemukan limfadenopati yang nyeri.
Kelainan biokimianya meliputi AST dan ALT meningkat yang mendahului awitan ikterus
1 minggu atau 2 minggu. Pemeriksaan kemih menunjukkan adanya bilirubin dan
kelebihan urobilinogen. Bilirubinuria memetap selama penyakit berlangsung, namun
urobilinogen kemih akan menghilang untuk sementara waktu bila ada fase obstruksi yang
disebabkan oleh kolesterol. Selanjutnya dapat timbul urobilinogen kemih sekunder.
Fase ikterik menunjukkan hiperbilirubinemia <10 mg/100ml, kadar fosfatase alkali
normal atau sedikit meningkat. Leoksitosis ringan, waktu protrombin memanjang,
HBsAg ditemukan dalam serum selama fase prodomal.
Pada kasus yang tidak berkomplikasi, penyembuhan dimulai 1 minggu atau 2 minggu,
setelah awitan ikterus, dan berlangsung selama 2-6 minggu.

 
D. Komplikasi
1. Hepatitis fulminan
    Dicirikan dengan gelaja gagal hati akut, yaitu penciutan hati, kadar bilirubin serum
meningkat cepat, waktu protrombin memanjang, kma hepatikum. Tidak sering menjadi
komplikasi HCV dan amat jarang menyertai HAV.
2. Hepatitis kronik persisten
adalah perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4-8 bulan. Dapat kambuh karena minum
alkohol, aktivitas yang berlebih, biasanya dengan tirah baring akan diikuti kesembuhan.
3. Hepatitis agresif / kronik aktif
Terjadi kerusakan hati seperti degragasi (piece meal) dan perkembangan sirosis. Terapi
kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cedera hati, namun prognosis buruk, kematian
terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Obat-obatan yang terlibat
dalam patogenesisnya antara lain alfa-metildopa (aldonex), isoniazid, sulfonamida, aspirin.
4. Karsinoma hepatoseluler

Penyebab utamanya infeksi HBV kronik dan sirosis hepatis.


KLASIFIKASI LAINNYA
HEPATITIS AKUT
Adalah penyakit infeksi akut dengan gejala utama berhubungan erat dengan adanya nekrosis
pada hati, dapat disebabkan virus hepatitis A, B, C dan virus-virus lain.
Manifestasi klinis
 stadium praikterik (4-7 hari) à sakit kepala, lemah, anreksia, mual, muntah, demam, nyeri
otot, nyeri perut kanan atas, urin lebih coklat
 stadium ikterik (3-6 minggu) à ikterus awalnya di sklera, kemudian di seluruh tubuh.
Keluhan berkurang tapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja kelabu/ kuning
muda serta hati membesr dan nyeri tekan
 stadium pascaikterik (rekonvalesensi) à ikterus mereda, warna urin dan tinja kembali
normal. Penyembuhan pada anak-anak biasanya pada akhir bulan ke 2, lebih cepat dari
orang dewasa
Klasifikasi
1. hepatitis inapparent à tidak ditemukan gejala. Hanya diketahui bila dilakukan
pemeriksaan faal hati dan biopsi (serum transaminase meningkat)
2. hepatitis anikterik à keluhan ringan dan samar-samar (anoreksia dan gangguan
pencernaan). Pemeriksaan lab menunjukkan hiperbilirubinemia ringan dan
bilirubinuria.Urin seperti teh tua&bila dikocok memperlihatkan busa kuning kehijauan
3. hepatitis akut ikterikàpaling sering terjadi.Perjalanannya jinak&sembuh dalam 8 mgg
4. hepatitis fulminan à terdapat gangguan nefrologi, fetor hepatik, muntah persisten, demam
dan ikterus hebat dalam waktu singkat. Pada pemeriksaan ditemukan hati mengecil,
purpura, dan perdarahan saluran cerna. Prognosisnya jelek, kematian bisa terjadi dalam 7-
10 hari
5. hepatitis persisten à penurunan bilirubin dan transaminase terjadi perlahan-lahan, lemah,
cepat lelah meski nafsu makan membaik. Pekerjaan fisik memperburuk hasil
pemeriksaan fall hati. Sembuh sempurna dalam 1-2 tahun
6. hepatitis subakut / submassive hepatitic necrosis à peningkatan fosfatase alkali daln
klesterol dalam serum, ikterus dalam waktu lama. Pasien sembuh dalam 12 bulan
7. hepatitis kolongitik à ikterus hebat, disertai pruritus selam lebih dari 4 minggu
Pasca hepatitis keluhan bersifat subjektif, antara lain anoreksia, lemah, perasaan tidak enak di
perut, berat badan naik

 
Penatalaksanaan
 istirahat à pada periode akut dan keadaan lemah harus cukup istirahat meski tidak mutlak
mempercepat penyembuhan
 diet à jika pasien mual, muntah, tidak nafsu makan berikan infus. Jika sudah tidak mual
diberi makanan cukup kalori (30-35 kalori/kgBB) dengan protein cukup (1 g/kgBB).
Pemberian lemak tidak perlu dibatasi
 medikamentosa
o kortikosteroid à diberikan pada kolestasis berkepanjangan (transaminase normal,
bilirubin meningkat) à prednison 3x10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan
tappering off. Gunanya tidak untuk mempercepat penurunan bilirubin darah
o obat yang bersifat melindungi hati
o vitamin K diberikan pada kasus kecenderungan perdarahan
o antibitik tidak jelas kegunaannya
o jangan diberikan anti emetik. Jika perlu sekali berikan fenotiazin

 
HEPATITIS KRONIK
Hepatitis kronik ialah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-
macan etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang
berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.
Sirosis hati merupakan stadium akhir hepatitis kronik dan irreversibel yang ditandai oleh
fibrosis yang luas dan menyeluruh pada jaringan hati disertai dengan pembentukan nodulus
sehingga gambaran arsitektur jaringan hati yang normal menjadi sukar dikenal lagi.
Pengenalan jenis dan etiologi hepatitis kronik amat penting karena akan menentukan
perjalanan penyakit, pengelolaan dan prognosisnya. Etiologi hepatitis kronik biasanya
diketahui berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan biokimiawi dan serologis. Pada sebagian
besar hepatitis kronik, pengobatan yang tepat akan memperbaiki prognosisnya, di samping
ada pula jenis yg tdk memerlukan pengobatan.
Dikenal 4 kelompok etiologi hepatitis kronik :
 infeksi virus
o virus hepatitis B, C, dan D
o virus lain (sitomegalo, Epstein-Barr dan rubella)
 penyakit hati autoimun
 obat : metildopa, isoniazid, aspirin, nitrofurantoin, oksifenisatin
 kelainan genetik
o penyakit Wilson
o defisiensi L1
Ada 2 bentuk hepatitis kronik:
 hepatitis kronik persisten à prognosis baik dan dapat sembuh sempurna. Diagnosis pasti
dengan biopsi dan gambaran PA
 hepatitis kronik aktif à umumnya berakhir dengan sirosis hepatis. SGOT dan SGPT
naik turun dan tidak stabil
Penatalaksanaan, pemberian interferon (IFN) yaitu protein selular stabil dalam asam yang
diproduksi oleh sel tubuh kita akibat rangsangan virus atau induksi beberapa mikroorganisme,
asam nukleat, antigen, nitrogen, dan polimer sintetik. IFN punya efek antivirus, imunomodulasi,
dan anti proliferatif.
à pada hepatitis B, tujuan pemberian IFN adalah menghambat replikasi virus hepatitis B,
menghambat nekrosis sel hati karena radang dan mencegah transformasi malina sel hati. Dosis
untuk hepatitis kronik aktif adalah 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan atau IFN limfoblastoid 10
MU/m2 3 kali seminggu selama 3 bulan lebih.
à pada hepatitis C, tujuan pemberian IFN adalah mengurangi gejala, megusahakan perbaikan
parameter kimiawi, mengurangi peradangan dalam jaringan hati, menghambat progresi
histopatologi, menurunkan infektivitas, menurunkan resiko terjadinya hepatoma dan
memperbaiki harapan hidup. Dosis IFN alfa 3x3 juta unit/minggu selama 6 bulan. Dapat terjadi
kekambuhan singkat beberapa bulan setelah obat dihentikan selama kurang dari 3 bulan.
SIROSIS HEPATIS
a. Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah jantung,
obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindrom Felty dan
transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut.

 
b. Etiologi

Klasifikasi berdasarkan etiologinya, antara lain:


 etiologi yang diketahui penyebabnya
o hepatitis virus tipe B dan C
o alkohol
o metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin,
galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen.
o kolestasis kronik/sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik
o obstruksi aliran vena hepatik
- Penyakit veno oklusif
- Sindrom Budd Chiari
- Perikarditis konstriktiva
- Payah jantung kanan
o gangguan imunologis
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
o toksik dan obat
MTX, INH, Metildopa
o operasi pintas usus halus pada obesitas
o malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis (biasanya ada hubungan dengan
etiologi lain)
 etiologi tanpa diketahui penyebabnya
Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik / heterogenous.
Ada yang mendapatkan kekerapan sekitar 50%, di Inggris 30%. Di Perancis di mana
alkoholisme sebagai etiologi banyak dijumpai, angka kriptogenik menurun. Juga di
negara di mana faktor etiologi telah diketahui seperti infeksi hepatitis viral dengan
serologik marker, angka kejadian kriptogenik akan menurun.

 
c. Epidemiologi
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka
kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2-4,5 :
1), terbanyak didapat pada dekade ke-lima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari
19.914 pasien yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati
(5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan
pria dan wanita 2,2 : 1. dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular
hampir sama (1,6 : 1,3).

 
d. Patogenesis
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati
dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul
sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir
sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau
porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah
porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis aerah periportal, pada sirosis
alkohoik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limosit T dan makrofag menghasilkan limfokin
dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta mnyebar
ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi: Tipe I     : lokasi daerah sentral
Tipe II : sinusoid
Tipe III: jaringan retikulin (sinusoid, porta)
Tipe IV: membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada fetus
banyak tipe III, sedang pada usia lanjut tipe I. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagen
dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara : -
mekanik
- imunologis
- campuran
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral
akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai
pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca
nekrotik adalah dasar timbulnys sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral
akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui
hepatitis khronik sgresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini
memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber
rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel
hati.

 
e. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan
dengan sirosis hati yang telah terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit
dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis
dini).
 Fase kompensasi sempurna
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa saja keluhan samar-samar tidak
khas seperti pasien merasa tidak bugar/fit, merasa kurang kemampuan kerja, selera
makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat
badan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah akibat deplesi protein atau
penimbunan air di otot. Berat badan menurun, pengurangan massa otot terutama
mengurangnya massa otot daerah pektoralis mayor.
Keluhan dan gejala tersebut di atas tidak banyak bedanya dengan pasien hepatitis kronik
aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada luasnya kerusakan parenkim hati. Kadang
kala pasien ditemukan menderita sirosis sewaktu pemeriksaan rutin medis. Pada beberapa
kasus bahkan tidak terdiagnosis selama hidupnya dan baru diketahui sewaktu dilakukan
autopsi.
 Fase dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hopertensi portal dengan manifestasu seperti
eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dining perut, ikterus, edema pretibial
dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat mungin disebabkan
proses penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, di mana tumor
akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intrahepatik.
Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melen atau melena
saja akibat perdarahan varises esoagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien
jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran
berupa enselopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat
perdarahan varises esofagus.

 
f. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia atau
serologi marker dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, USG. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati/peritenoskopi. Sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.
Penegakkan diagnsis sirosis hati dekompensasi dapat dilakukan dengan memformulasikan 5
dari 7 tanda di bawah ini:
1. asites
2. splenomegali
3. perdarahan varises (hematemesis)
4. albumin yang merendah
5. spider nevi
6. eritema palmaris
7. vena kolateral

 
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium
a. Darah à Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer
atau hipokrom makrositer, disertai leukopenia dan trombositopenia
b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT / SGPT) akibat dari kebocoran sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif
c. Albumin dan globulin serum à Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada
penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin akibat
peningkatan globulin gamma
d. Penurunan kadar CHE (colinesterase) kalau terjadi kerusakan sel hati
e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan diuretik dan pembatasan garam
dalam diet
f. Pemanjangan masa protrombin, menunjukkan penurunan fungsi hati
g. Peningkatan gula darah, menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen
h. Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HbeAb,
HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis hepatis
i. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP).Bila terus meninggi atau >500-1.000 maka telah
terjadi transformasi ke arah keganasanà terjadi kanker hati primer (hepatoma)
Pemeriksaan fisik
a. Hati à biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis
kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul dan nyeri tekan
b. Splenomegali
c. Ascites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen
d. Manifestasi di luar perut : Spider nevi di tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medusae
Pemeriksaan penunjang lainnya
1. ultrasonografi (USG)
2. pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium utk melihat varises esofagus
3. pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber
pendarahan
4. pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras
5. CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP)
h. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat
mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol
penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi
kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal
berikut harus diperhatikan.
1. Pada ensefalopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus
seperti pemberian kalium pada hipokalemia, pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-
lain.
2. Apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu istirahat di tempat tidur. Konsumsi
garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5 g per hari dengan botol cairan yang masuk 1.5
1 per hari. Penderita diberi obat diuretik distal yaitu Spronolakton 4x25 g per hari, yang
dapat dinaikkan sampai dosis total 800 mg perhari. Bila perlu, penderita diberikan obat
diuretik loop yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar albumin di dalam darah
3. Pada pendarahan varises esofagus penderita memerlukan perawatan di rumah sakit
4. Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan
progresif pada penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan
asites maka perlu perawatan segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar
urea yang tinggi di dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit
(oliguria)

 
1. Komplikasi
 Peritonitis bacterial spontan à infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya tanpa gejala, demam, nyeri abdomen
 Sindrom hepato renal à terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic ginjal
 Ensefalopati hepatic à kelainan neuropsikiatrik akibat disungsi hati. Mula-mula ada
gangguan tidur (insomnia & hipersomnia), berlanjut sampai koma
 Sindrom hepatopulmonal

 
KARSINOMA HATI
 karsinoma hepatocellular = HCC à tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit
 colangisarkoma     à berasal dari sel epitel bilier
 sistoadenokarsinomaà berasal dari sel epitel bilier
 angiosarkoma     à berasal dari sel mesenkhim
 leiomiosarkoma     à berasal dari sel mesenkhim

 
 Epidemioloi dan Faktor Resiko
Peringkat ke-5 pada laki-laki dan ke-9 pada perempuan
Urutan ke-3 kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker gaster
Secara geografis, ada 3 kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC:
o Kekerapan rendah (<3 kasus) à eropa utara, amerika tengah, australia
o Kekerapan menengah (3-10 kasus)
o Kekerapan tinggi (>10 kasus) à asia timur dan tenggara, afrika tengah
Faktor resikonya:
o Virus hepatitis B à karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan prolifersi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam
DNA sel pejamu, aktivitas prtein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati
o Virus hepatitis C
o Sirosis hati
o Aflatoxin
o Obesitas
o DM
o Alkohol à konsumsi alkohol >50-70 gram/hari dan berlangsung lama
o Penyakit hati autoimun
o Penyakit hati metabolik (hemakromatosis genetik, defisiensi anti tripsin, dll)
o Kontrasepsi oral
o Senyawa kimia
o Tembakau

 
 Patologi
o Secara makroskopis à tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik kehijauan
atau hemoragik,ditemukan trombus tumor di dlm vena hepatika/porta intrahepatik
o Tipe morfologinya     à ekspansif, dengan batas yang jelas
à infiltratif, menyebar atau menjalar
à multifokal

 
 Penyebaran
o Metastasis intrahepatik à pembuluh darah, saluran limfe, infiltrasi langsung
o Metastasis ekstrahepatik à melalui vena porta, vena hepatika, vena cava
o Bila sampai ke peritoneum à asites hemoragik (tanda-tanda stadium terminal)

 
 Manifestasi Klinis
Terserang usia 50-60 tahun, dengan dominan laki-laki
o Nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
o Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di
kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal di hepar
o Tidak ada perbaikan asites, perdarahan varises atau prekoma setelah diberi terapi
adekuat, atau pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg atau anti HCV +
o Rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu, berat badan menurun dengan atau
tanpa demam
o Keluhan GI à anoreksia, kembung, konstipasi atau diare
o Sesak nafas akibat tumor menekan diafragma atau metastasis di paru-paru
o Hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus,
demam, dan atrofi otot
 Penatalaksanaan
o reseksi hepatik à pilihan utama untuk pasien non sirosis
o transplantasi hati
o ablasi tumor perkutan
1. Inseksi etand perkutan à untuk tumor kecil. Prinsipnya menimbulkan dehidrasi,
nekrosis, oklusi vaskular, dan fibrosis
2. Radiofrequency ablanca àutk tumor >3 cm, mahal, efek samping lebih banyak
3. Pembekuan asam poliprepad à untuk mencegah terjadinya rekurensi tumor selama 12
bulan
 terapi paliatif
1. TAE / TACE (Transarterial Embolizatia / Choma Embolizatia)
3-4 kali setahun pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik, serta tumor
multinodular asimptomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang
tidak diterapi secara radikal
2. Terapi lain à immunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen,
diuretik, radiasi internal, kemoterapi

 
KOLESISTITIS
KOLESISTITIS AKUT
Terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartman
 Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan
pasca bedah
 Faktor trauma kantung empedu oleh hati dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang
mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin yaitu senyawa toxic yang dapat
memperberat proses peradangan
 Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangren, dan perforasi
 Perubahan pada patologi à proses awal berupa oedem subserosa, lalu perdarahan mukosa
dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis

 
a. Gambaran klinis
Keluhan
 nyeri perut bagian kanan atas bersifat kolik atau terus menerus
 nyeri menyebar ke punggung dan ke arah skapula
 mual / muntah
 demam
Tanda
 suhu 38-38.50 C
 tanda peritonitis kanan atas
 nyeri subkostal perut kanan atas san gerak inspirasi terhenti
 nyeri tekan interkostal tidak ada
 mungkin teraba kantung empedu atau massa di kanan atas
 mungkin ikterus ringan

 
1. Pemeriksaan Penunjang
 lab à leukositosis 12.000-15.000, kadang normal

à alkali fosfatase mungkin sedikit meninggi

à serum amilase kadang di atas normal


 USG à kantung empedu membesar, dinding menebal

à adanya lumpur atau bat

 
1. Penatalaksanaan
 konservatif
o dekompresi lambung dengan pipa lambung
o puasa
o infus untuk terapi cairan
o antimikroba untuk kuman aerob dan anaerob
 kolesistektomi segera à elektif, bila tidak membaik serelah 2x24 jam
 kolesistektomi tertunda à setelah penderita membaik pada terapi konservatif

KOLESISTITIS KRONIK
Penyebabnya karena batu empedu.
1. Diagnosis
 Kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu kantung empedu pada pemeriksaan USG
atau kolesistografi oral
 Dispepsia disebabkan oleh makanan, spt gorengan yg banyak mengandung lemak
 Khas kolik bilier di kuadran kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas (ujung belikat di
belakang punggung)

 
1. Diagnosis banding
Semua penyakit yang dapat menimbulkan nyeri di epigastrium, perut kuadran kanan ata,
kuadran kiri atas, dan prekardial, seperti tukak peptik, gastritis, hernia hiatus, neoplasia
lambung

 
2. Penatalaksanaan
Kolesistektomi

 
PANKREATITIS
PANKREATITIS AKUT
à suatu proses peradangan akut yang mengenai pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat
edema, perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh darah.
 Etiologi dan Patogenesis
o Etiologi utama à penyakit saluran empedu dan alkoholisme
o Etiologi jarang à trauma (luka peluru atau pisau), tukak duodenum yang
mengadakan penetrasi, hiperparatiroidisme, hiperlipidemia infeksi virus dan obat-
obat tertentu seperti kortikosteroid dan diuretik tiazid
o Sering ditemukan pada orang dewasa
o Patogenesisnya adalah autodigesti (pengaktifan enzim secara otomatis).
Prosesnya:
 Enzim yang mencernakan protein disekresi sehingga bentuk prekursor
inakif yang harus diaktifkan oleh tripsin. Tripsinogen bentuk inaktif
tripsin, dalam keadaan normal diubah menjadi tripsin oleh kerja
enterokinase dalam usus halus. Setelah tripsin terbentuk maka enzim ini
mengaktifkan semua enzim proteolitik lainnya. Inhibitor tripsin terdapat
dalam plasma dan dalam pankreas, yang dapat berikatan dan
menginaktifkan setiap tripsin yang dihasilkan secara tidak sengaja, shg
pada pankreas norrmal tidak terjadi pencernaan protelitik.
 Refluks empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreas mungkin
merupakan mekanisme pengaktifan enzim pankreas. Hal ini terjadi bila
terdapat batu empedu menyumbat ampula vaterii. Selain itu krn atonia
sfingter oddi, edema sfingter oddi, obstruksi duktus pankreatikus, iskemia
pankreas.
 Kedua enzim aktif yang penting pada autodigestipankreas adalah elastase
dan fosfolipase A. Fosfolipase A dapat diaktifkan oleh tripsin atau asam
empedu à mencernakan jaringanelastin pembuluh darah, mengakibatkan
perdarahan.
Pengaktifan kalikrein oleh tripsin menyebabkan timbulnya kerusakan
lokal dan hipotensi sistemik. Kalikrein menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kalikrein, invasi sel darah putih, dan nyeri.

 
 Gambaran Klinik
o Nyeri perut hebat yang timbul mendadak an terus menerus. Nyeri dirasakan di
epigastrium, tetapi apat terpusat di kanan atau di kiri garis tengah, kemudian
menyebar ke punggung, enak bila duduk sambil membungkuk ke depan.
o Nyeri sering disertai dengan nausea dan vomitus (muntah). Nyeri biasanya hebat
selama 24 jam dan kemudian mereda selama beberapa hari.
Pemeriksaan Fisik
 syok, takikardi, leukositosis, dan demam
 pada dinding abdomen terdapat nyeri tekan dan bukti adanya peritonitis hanya bila
peradangan mengenai peritoneum
 bising usus mungkin kurang atau tidak ada
 perdarahan retroperitoneal berat dapat bermanifestasi sebagai memar pada pinggang atau
sekitar umbilikus

 
 Diagnosis
o bila ditemukan peningkatan kadar amilase serum, selama 24-72 jam pertama dan
besarnya mungkin 5 kali normal
o kadar amilase kemih dapat meningkat sampai 2 mingu setelah pankreatitis akut
o peningkatan kadar lipase serum, hiperglikemia, hipokalsemia, hipokalemia
 Komplikasi
o Tetani hebat
o Efusi pleura pada hemitoraks kiri
o Abses pankreas à penimbunan cairan sekretorik dalam pankreas
o Pseudokista à penimbunan yg terjadi di luar kelenjar, sering pada omentum minus

 
 Penatalaksanaan
Pengobatan primer dengan obat-obatan sedangkan pembedahan dibatasi pada keadaan
dimana saluran empedu mengalami obstruksi atau untuk mengatasi komplikasi spesifik

 
PANKREATITIS KRONIK
à ditandai oleh destruksi progresif kelenjar disertai penggantia oleh jaringan fibrosis yang
mengakibatkan striktura dan kalsifikasi. Etiologinya adalah alkohol.
 Perjalanan klinis
o Serangan nyeri akut rekurn, setiap kalinya meninggalkan massa pankreas yang
makin mengecil atau berkembang secara perlahan-lahan
o Steotorea, malabsorbsi, berat badan menurun, dan diabetes

 
 Tes yang paling sensitif
o Tes untuk menentukan kadar bikarbonat dan keluarannya ke dalam duodenum
setelah dirangsang oleh sekretin
o Tes untuk menentukan lemak feses, kadar glukosa darah puasa
o Arteriografi, radiografi untuk mengetahui fibrosis dan kalsifikasi

 
 Penatalaksanaan
o Sulit dan hasil tidak memuaskan
o Steatorea dirawat dengan diet rendah lemak & pemberian enzim pankreas per oral

Anda mungkin juga menyukai