Anda di halaman 1dari 18

Referat Ilmu Bedah

Appendicitis
Disusun Oleh:
Sebastian Hadinata (1115010)
Felisia ( 1115002)
Dwi Hillary C A (1115035)
Nurul Aprinda (1115075)
Yonathan Leonardo (1115027)

Pembimbing: dr. Eduard P. Simamora, Sp.B, Sp.BA

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, organ tubular
yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah. Kondisi ini merupakan
keadaan gawat pada bagian bedah dengan gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga
kemungkinan terjadinya penundaan diagnosis. Walaupun kemajuan teknologi di bidang
diagnostic ataupun teurapetik, appendicitis masih merupakan sebuah emergensi klinis dan
merupakan salah satu penyebab akut abdomen yang cukup sering.
Appendicitis bisa terjadi karena obstruksi lumen appendix, bila dibiarkan tidak diobati
maka dapat terjadi komplikasi berat seperti perforasi, peritonitis dan sepsis, dan dapat
menyebabkan kematian. Differensial diagnosis untuk appendicitis juga masih merupakan
tantangan karena appendicitis mirip dengan kelainan abdomen lainnya
Appendectomy merupakan terapi definitive. Operasi bila dilakukan dengan cara open
appendectomy atau dengan laparoscopy. Bila ketahuan dalam keadaan dini, maka luka sayatan
akan lebih kecil dan komplikasi operasi pun berkurang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Appendix
Appendix vermiforme adalah suatu bangunan yang berpangkal pada caecum dan
berbentuk menyerupai cacing, lumen appendix sempit pada bagian proksimal dan berdilatasi
pada bagian distal. Appendix vermiforme mengandung banyak folikel limfoid. Terbentuk pada
usia kehamilan 20 minggu. Appendix vermiforme biasany berukuran 8-10 cm pada orang dewasa
dan 5-10 cm pada anak-anak dan diameternya 0.5-1 cm. Messoappendix merupakan jaringan
lemak yang menopang appendix, berjalan dari mesenterium usus halus menuju ileum terminalis

Pangkal appendix menempel dengan caecum, tetapi letak dari ujung appendix dapat
bervariasi mulai dari rongga pelvis, retrosekal, atau ekstraperitoneal, hal ini dapat mempengaruhi
gejala dan letak dari rasa nyeri saat terjadi appendisitis karena nervus viseral yang berhubungan
dengan appendix akan terkena inflamasi terlebih dahulu, sering terdapat reffered pain di daerah
periumbilikal melalui dermatom T10 karena syaraf somatis sensoris pada peritoneum terkena
dampak proses inflamasi, rasa nyeri ini akan bergeser ke kuadran kanan bawah pada abdomen,
sedangkan kekakuan(tenderness) pada dinding perut akan terjadi pada tempat terjadinya
inflamasi.
Arteri appendix berasal dari cabang arteri ileocolic yang mensuplai appendix. Diantara
lapisan mukosa dan submukosa terdapat pembuluh limfe. Appendix diperkirakan memiliki

fungsi penting yang berkaitan dengan fungsi imun, terutama pada awal kehidupan. Pembuluh
limfe ini menuju ke pembuluh limfe ileocolic anterior.
Histologi Appendix
Appendix mempunyai 4 lapisan, yaitu mukosa kolon, submukosa, muscularis eksternna
dan propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Mukosa appendix dilapisi epitel kolon
selapis dan terdiri dari kripta lieberkuhn yang banyak mengandung sel goblet, pada lamina
propria.
Bagian submukosa appendix terdiri dari folikel limfoid yang berjumlah sangat sedikit
saat kelahian. Jumlahnya akan bertabah secara bertahap menjadi 200 folikel saat usia 10-20
tahun dan berkurang lebih dari setengahnya pada usia lebih dari 30 tahun dan jumlahnya terus
menurun seiring bertambahnya usia. Appendix dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan
flora usus yang membantu penyembuhan infeksi atau pemulihhan post operasi, tetapi
pengangkatan apendix pun sebenarnya tidak menimbulkan masalah yang besar.
Pada daerah submucosa terdapat banyak pembuluh darah. Lapisan muskularis externa
mengandung lamina sirkularis bagian dalam dan lamina longitudinal luar. Ganglion parasimpatic
dari pleksus mienterikus terletak diantara lapisan dalam dan lapisan luar otot polos pada lapisan
muskularis externa, sedangkan lapisan terluar appendix adalah serosa, yang terldapat sel adipose.

APPENDICULAR INFILTRAT
Definisi
Appendicitis merupakan proses inflamasi dari appendix, sedangkan appendicular infiltrat
adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa
Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis
umum. Massa Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang
Insidensi

Insidensi appendicitis secara bertahap naik dari lahir sampai puncaknya usia remaja akhir,

dan secara bertahap turun di usia lanjut.


Usia rata-rata yang melakukan appendektomi adalah 22 tahun.
Pada dewasa, kejadian appendicitis pada pria lebih besar 1,4 kali dibandingkan wanita.
Meskipun jarang, appendicitis pada neonatal dan bahkan prenatal telah dilaporkan.
Di Amerika Serikat, appendicitis terjadi pada 7% dari populasi, dengan angka kejadian

1,1 kasus per 1000 orang per tahun.


Asia dan Afrika, kejadian appendicitis akut lebih rendah kebiasaan makan penduduk
dengan asupan tinggi serat Serat pangan akan menurunkan viskositas kotoran,
menurunkan waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fecalith.

Faktor Risiko

Kurang konsumsi serat

Crohn disease

Gastroenteritis

Amoebiasis

Infeksi sistem pernafasan

Campak

Mononukleosis

Etiologi
Obstruksi lumen merupakan etiologi dominan appendicitis. penyebabnya antara lain

Fecalith
Hipertrofi jaringan limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi
termasuk, Crohn disease, gastroenteritis, amoebiasis, infeksi sistem pernafasan, campak,

dan mononukleosis
Barium yang mengering dari pemeriksaan x-ray
Tumor
Biji-bijian
Parasit (spesies Schistosoma, Ascaris lumbricoides, Oxyuris vermicularis, Strongyloides

stercoralis, Entamoeba histolytica)


Benda asing

Macam-macam Appendicitis
1. Appendisitis simplex
a. Appendictis catarrhalis
b. Appendicitis seropurulenta
2. Appendicitis destruktiva
a. Appendicitis phlegmonosa
b. Appendicitis gangrenosa
c. Appendicitis empyematosa

Patofisiologi
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa akan segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada appendix normal 0,1 mL.

Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan akan meningkatkan tekanan intraluminal. Distensi
merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar,
nyeri difus pada perut tengah atau bawah epigastrium (daerah dermatom Th10)
Distensi berlanjut juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di appendix. Sejalan dengan
peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi melibatkan
serosa appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang
khas pada RLQ (titik Mc Burneys). Pada appendix berlokasi retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis terlekat dekat ureter atau pembuluh
darah testis dapat menyebabkan peningkatan BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, lama-lama
akan terjadi perforasi. Tanda perforasi appendix mencakup peningkatan suhu diatas 38,6C,
leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Saat proses patofisiologi appendicitis berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akn bergerak kearah appendix hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
appendicularis infiltrat. Peradangan appendix tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Appendicular infiltrat merupakan tahap patologi appendicitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding appendix dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup appendix dengan
omentum, usus halus, atau adnexa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abscess, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang, dinding
Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.

Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya


tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan
juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan
timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus
benar-benar istirahat (bedrest).
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Gejala Klinik
Appendicitis:

Nyeri perut
Awalnya nyeri pada epigastrium / periumbilikal (1-12 jam, biasanya 4-6 jam) lalu migrasi
ke RLQ. Nyeri menetap, intensitas sedang sampai berat, terkadang disertai kram.
o Retrocaecal appendix nyeri punggung atau nyeri pada flank
o Pelvic appendix nyeri suprapubik
o Retroileal appendix nyeri testikular
Nausea (61-52%), Vomitus (50%) karena ada stimulasi saraf dan ileus
Anoreksia (74-78%)
Diare, konstipasi (18%)

Pemeriksaan fisik :

Sitkowsky sign
Blumberg sign
Rovsing sign
Obturator sign
Defense musculare
Wahls sign
Chapmans sign
Baldwins sign
Ten horn sign
Gejala dari appendicular infiltrat infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang

kemudian disertai adanya massa periapendikular


Appendicular infiltrat:

Suhu terkadang lebih tinggi, menandakan kemungkinan sudah terjadi perforasi.


Nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk

pembentukan abscess) juga pada palpasi akan.


Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata.

Pemeriksaan fisik:

Gejala appendicitis yang disertai:


Kembung
Penonjolan di perut kanan bawah, teraba massa yang immobile dengan nyeri tekan dan
tepi atas massa dapat diraba

Differential Diagnosis

Ca Caecum

Crohns dissease

Amoeboma

Lymphoma maligna intra abdomen

Enteritis tuberkulosa

Pelvic Inflammatory Disease

ISK

Kehamilan Ectopic Terganggu

Pecahnya folikel de graff

Torsio Ovarium

Diagnostic Scoring

Score
<3
: low likelihood appendicitis
4-6
: consider further imaging
7
: high likelihood of appendicitis

Diagnosi dari appendicular infiltrat dapat dilihat dari riwayat klasik Appendicitis akut,
yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam,
mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess appendikuler. Penegakan diagnosis didukung
dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang.
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1.

keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

2.

pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;

3.

laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.

Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:
1.

keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

2.

pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

3.

laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :
o Hematologi
o Tes kehamilan ( -HCG level dalam urin)
o Urinalisis
o Tes fungsi hepar dan pancreas ( transaminase, alkali fosfatase, serum lipase dan
amylase)
Imaging :
o Foto polos abdomen evaluasi umum untuk akut abdomen. Terdapat distribusi
udara usus abnormal tidak spesifik
o USG gas dalam lumen, pembesaran appendix, oedem serosa, penebalan
dinding appendix, massa periappendikuler
o Barium enema lumen appendix tidak teris zat kontras
o CT Scan Appendix membesar, penebalan dinding appendix, penebalan
mesoappendix, massa periappendikuler.

Terapi

Pre-operatif
o Observasi
o Tirah baring
o Puasa
o Pemeriksaan abdomen, rectal dan darah secara periodic
o Foto abdomen dan thoraks untuk cari penyulit
o Antibiotik spectrum luas dan analgetik
o Resusitasi cairan sebelum operasi
Operatif
o Appendektomi terbuka

Dilakukan dengan insisitranversal pada kuadran kanan bawah (Davis-Rockey)


atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis yang belum jelas dapat
dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.

o Laparoskopi appendektomi
Teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil. Pada beberapa
kasus dapat dilakukan PLD (Primary Laparoscopic Drainage) sebelum diputuskan
akan dilakukan appendektomi. PLD yaitu pembuatan insisi pada appendix lalu
dilakukan suction dan irigasi

Post-Operatif
o Obervasi tanda vital antisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia,
atau gangguan napas
o Pemberian antibiotik post-op jika dibutuhkan
o Pasien dibaringkan dengan posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih
dahulu
o Pada operasi perforasi atau peritonitis umum puasa hingga fungsi usus kembali
o Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak dan
makanan biasa.

Komplikasi

Abses pada rongga-rongga abdomen


Abses pada vesica urinaria yang dapat sebabkan ISK
Tromboflebitis dan trombosis vena pelvica
Perforasi usus
Eksaserbasi akut pada conservative laparatomy
Peritonitis
Abdominal/pelvic abscess
Sepsis
Obstruksi usus
Infeksi luka bekas operasi

Prognosis

Mortalitas pada anak 0,1-1%

Pada pasien lebih tua dari 70 tahun, mortalitas meningkat diatas 20% karena terlambat
diagnosis dan terapi

Pasien anak-annak biasanya baru terdiagnosis saat sudah perforasi

Jika sudah terjadi perforasi(appendiculare infiltrat)

Mortalitas 2.9%

Mortalitas postoperative 3.4%

BAB III
PENUTUP
Appendicitis merupakan salah satu alasan yang cukup sering menyebabkan seseorang
pergi ke IGD, dan appendectomy adalah salah satu prosedur operasi yang paling sering
dikerjakan. Appendectomy dini pada pasien dengan gejala dan tanda khas appendicitis
dianjurkan. Melalui kemajuan teknologi radiologi maka penentuan appendicitis lebih mudah
dilakukan terutama pada pasien dengan gejala dini dan pada kasus-kasus yang meragukan.
Mortalitas akibat appendicitis pada anak dan dewasa pada masa kini sudah banyak
berkurang, bahkan bila terjadi komplikasi sekali pun, mortalitas tetap rendah dikarenakan
kemajuan antibiotik. Mortalitas appendicitis pada usia diatas 70 tahun masih tinggi karena
keterlambatan diagnosis dan akhirnya menyebabkan keterlambatan terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Brunicaedi, F. C., Andersen, D. F., Billiar, T. R., Dunn, L. D., Hunter, J. G., Matthews, J.
B., et al. (2010). Schwartz's Principles of Surgery (9 ed.). United States: The
McGraw-Hill Companies.
Craig, S. (n.d.). Appendicitis. Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
Alder, A.C. (n.d.).Pediatric Appendicitis. Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview

Anda mungkin juga menyukai