Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PATOFISIOLOGI

Gangguan Sistem Pencernaan (Konstipasi)

Disusun oleh:
Farah Farennisa (P032014401052)
Julia Fadila Rahman (P032014401056)
Micha Aminatul Khasanah (P032014401061)
Shinta Rahmadania (P032014401077)

Dosen Pemimbing: Ns.Nia Khusniyati,S.Kep,M.Kep

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN RIAU


Jl. Melur No.103, Harjosari, Kec. Sukajadi, Kota Pekanbaru, Riau 28156
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala kebesaran dan limpah dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami

1
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Gangguan Sistem Pencernaan
(Konstipasi)”

Adapun penulisan makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai gangguan sistem pencernaan(konstipasi). Dalam
penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan kami semata-
mata. Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan hati
mengucapkan terima kasih kepada Ns.Nia Khusniyati,S.Kep,M.Kep selaku dosen
yang membimbing kami dalam mata kuliah Patofisiologi dan yang telah
memberikan tugas kepada kami,dan juga kepada teman seperjuang yang sama
sama berjuang dalam menyelesaikan makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna.Untuk itu,kritik


dan saran yang membangun sangatlah diperlukan.Akhirnya,kami mengharapkan
supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Kami mengucapkan banyak
terima kasih atas perhatian dan bantuanya.

Pekanbaru, 08 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Definisi Konstipasi.............................................................................................6
2.2 Etiologi Konstipasi.............................................................................................7
2.3 Istilah yang Berkaitan dengan Konstipasi...........................................................7
2.4 Epidemiologi Konstipasi....................................................................................8
2.5 Patofisiologis konstipasi.....................................................................................8
2.6 Diagnosis konstipasi...........................................................................................9
2.7 Fakor resiko konstipasi.....................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan konstipasi..............................................................................10
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Konstipasi atau sembelit merupakan suatu gangguan proses defekasi yang


ditandai dengan berkurangnya frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu, dengan konsistensi faeces yang keras dan disertai rasa tidak enak di
dalam pencernaan. Konstipasi dapat dirasakan oleh semua umur baik dari anak –
anak sampai lanjut usia (Global, 2010).

Gejala konstipasi disebabkan menurunnya gerakan peristaltik usus sehingga


menyebabkan konsistensi faeces menjadi keras dan usus tidak dapat mendorong
kotoran (faeces) ke arah rektum. Faktor – faktor seperti mengonsumsi makanan
yang tidak sesuai dan kurangnya aktivitas fisik dapat terjadinya konstipasi. Pada
orang normal, proses pergerakan peristaltis usus terjadi selama 24 – 48 jam, pada
pasien konstipasi, pergerakan peristaltik ususnya melambat sehingga frekuensi
defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu. Konstipasi sering disertai faeces
yang keras, defekasi terasa nyeri, dan rasa pengosongan perut tidak sepenuhnya.
(Heinrich et all, 2009).

Konstipasi terjadi apabila frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu
disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran
feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta
mengalami perasaan tidak puas pada saat buang air besar. Frekuensi defekasi yang
kurang dari normal belum tentu dapat dikatakan menderita konstipasi apabila
ukuran ataupun konsistensi feses tersebut masih normal.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu defenisi konstipasi?
2. Apa saja etiologi atau penyebab dari konstipasi?
3. Apa saja istilah yang berkaitan dengan konstipasi?
4. Apa epidemiologi konstipasi?
5. Ada patofisiologi konstipasi?
6. Apa diagnosis konstipasi?
7. Apa saja faktor resiko konstipasi?
8. Apa saja penatalaksanaan konstipasi?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi konstipasi
2. Untuk mengetahui etiologi atau penyebeb dari konstipasi
3. Untuk mengetahui istilah yang berkaitan dengan konstipasi
4. Untuk mengetahui epidemiologi konstipasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi konstipasi
6. Untuk mengetahui diagnosis konstipasi
7. Untuk mengetahui faktor resiko konstipasi
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan konstipasi

1.4 Manfaat makalah


1. Menambah pengetahuan,pengalaman,dan pengembangan
kemampuan penulis.
2. Sebagai sumber informasi bagi pembaca dan masyarakat.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konstipasi


Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan
dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang
dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya.

Menurut North American Society of Gastroenterology and Nutrition,


konstipasi didefinisikan dengan kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2
minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien.

Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology menjelaskan


definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama 8 minggu dengan
mengikuti minimal dua gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per
minggu, inkontinensia, frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu, massa
tinja yang keras yang dapat mengetuk kloset, massa tinja teraba di abdomen,
perilaku menahan defekasi, nyeri saat defekasi.

2.2 Etiologi Konstipasi


Etiologi konstipasi fungsional diperankan oleh beberapa faktor. Faktor yang
paling berperan pada kasus konstipasi funsional yaitu kurang konsumsi serat,
kurang cairan dan kebiasan tidak langsung buang air besar saat adanya keinginan
untuk buang air.

Konstipasi kronik dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu waktu transit kolon,
inersia kolon, obstruksi jalan keluar feses, dan disfungsi dasar panggul.
Konstipasi kronik juga dapat disebabkan gangguan organik sekunder seperti
tumor saluran cerna, divertikulitis, striktur lumen saluran cerna, volvulus,
endomentroosis, hemoroid, dan prolaps mukosa.

Selain itu, konstipasi dapat disebabkan gangguan metabolik seperti


hiperkalsemia dan hipothyroid. Kelainan neurologik juga dapat menyebabka
konstipasi, misalnya penyakit schprum, penyakit parkinson, dan multipel
sklerosis.

6
Ada beberapa faktor penyebab yang dijumpai untuk terjadinya konstipasi.
Penyebab terjadinya konstipasi dapat dibedakan berdasarkan struktur atau
gangguan motilitas dan fungsi atau gangguan bentuk pelvik. Gangguan motilitas
dapat disebabkan oleh nutrisi tidak adekuat, motilitas kolon melemah, dan faktor
psikiatri. Gangguan bentuk pelvik dapat berupa fungsi pelvik dan sfingter
melemah, obstruksi pelvik, prolapsus rektum, enterokel, intususepsi rektum, dan
rektokel.

2.3 Istilah yang Berkaitan dengan Konstipasi


Menurut kriteria Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology
(PaCCT), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan konstipasi yaitu,
sebagai berikut :

1. Konstipasi kronik 14 Dalam 8 minggu memenuhi dua atau lebih dari


kriteria berikut : frekuensi defekasi kurang dari 3 kali per minggu,
lebih dari satu kali episode inkontinensia feses per minggu, tinja yang
banyak di rektum atau abdomen dan teraba pada pemeriksaan fisik,
feses yang melewati rektum terlalu banyak sehingga dapat
menyebabkan obstruksi di kloset, perilaku menahan defekasi, dan
nyeri defekasi.
2. Inkontinensia fekal yaitu aliran feses pada tempat yang tidak
seharusnya.
3. Inkontinensia fekal organik yaitu inkotinensia fekal yang didapat dari
kelainan organik.
4. Inkontinensia fekal fungsional yaitu inkontinensia fekal yang didapat
dari penyakit non organik, dapat berupa konstipasi yang berhubungan
dengan inkontinensia fekal, dan inkontinensia fekal non retensi.
5. Konstipasi berhubungan dengan inkontinensia fekal yaitu
inkontinensia fekal fungsional yang berhubungan dengan kehadiran
konstipasi.
6. Fekal inkontinensia non retensi yaitu aliran feses tidak sesuai tempat,
terjadi pada anak usia empat tahun atau lebih tanpa ada riwayat dan
gejala klinis konstipasi.

7
7. Feses keras yaitu massa feses mengeras dan membatu pada rektum
atau abdomen yang tak dapat bergerak. Massa feses dapat terlihat dan
dipalpasi di abdomen.
8. Disinergi pelvik yaitu ketidakmampuan pelvik relaksasi ketika
defekasi.

2.4 Epidemiologi Konstipasi


Konstipasi sering terjadi pada anak. Loening-Baucke melaporkan prevalensi
konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22,6%. Sedangkan untuk usia
di bawah 4 tahun hanya memiliki prevalensi kejadian konstipasi sebesar 16%.
Pada studi longitudinal, Saps dkk melaporkan 16% anak usia 9 sampai 11 tahun
menderita konstipasi.

Konstipasi yang tersering adalah konstipasi fungsional. Didapati 90% sampai


97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak merupakan suatu konstipasi
fungsional.

2.5 Patofisiologis konstipasi


Patofisiologi konstipasi dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari
dalam lumen dan faktor dari luar lumen.

Faktor dari Lumen Kolon dan Rektum

Ada tiga faktor dari dalam lumen yang dapat menyebabkan konstipasi, yaitu:

 Obstruksi kolon akibat keganasan, volvulus, atau striktur : obstruksi pada


kolon akan menyebabkan kesulitan pasase feses
 Berkurangnya motilitas usus : misalnya pada pasien yang menggunakan
laksatif secara berlebihan dalam waktu lama
 Obstruksi pada jalan keluar : misalnya akibat prolaps rektum, rectocele,
spasme sfingter anal eksternum, atau kerusakan nervus pudendus akibat
komplikasi persalinan spontan.

Faktor dari Luar Lumen

Beberapa faktor dari luar lumen yang dapat menyebabkan konstipasi adalah :

8
 Pola makan yang rendah serat, kurang cairan, serta konsumsi alkohol dan
kafein yang berlebihan
 Penggunaan obat yang mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur
gerakan kolon
 Gangguan sistemik seperti gangguan endokrin dan gangguan neurologi

2.6 Diagnosis konstipasi

Selain wawancara dan pemeriksaan fisik, dokter juga dapat melakukan


pemeriksaan penunjang seperti:

 Tes darah, untuk melihat apakah ada kelainan seperti hipotiroid atau kadar
kalsium yang tinggi.
 Sinar X. Melalui pemeriksaan sinar X-ray, dokter dapat melihat apakah
usus pengidap tersumbat atau apakah ada tinja di seluruh usus besar.
 Pemeriksaan rektum dan kolon bawah (sigmoidoskopi), untuk memeriksa
kondisi rektum dan bagian bawah usus besar.
 Pemeriksaan rektum dan seluruh kolon (kolonoskopi), untuk melihat
kondisi seluruh usus besar.
 Evaluasi fungsi otot sfinger anal (anorektal manometri) untuk mengukur
koordinasi otot yang digunakan untuk menggerakkan usus
 Studi transit kolonik untuk mengevaluasi pergerakan makanan yang masuk
ke usus besar
 Defekografi atau rontgen rektum pada saat defekasi untuk melihat
adanya prolapse atau masalah dengan fungsi otot rektum
 MRI defekografi

2.7 Fakor resiko konstipasi


Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami konstipasi, antara
lain:

 Jenis kelamin. Konstipasi lebih sering dialami oleh perempuan daripada


pria, terutama pada masa sebelum menstruasi dan masa kehamilan.
 Usia. Konstipasi juga lebih sering dialami oleh lansia.
 Makan makanan yang rendah serat.

9
 Jarang atau tidak berolahraga sama sekali.
 Minum obat-obatan tertentu, termasuk obat penenang, atau obat untuk
tekanan darah tinggi.
 Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti depresi.

2.8 Penatalaksanaan konstipasi


Penatalaksanaan konstipasi adalah dengan terapi komprehensif untuk
mengembalikan fungsi defekasi yang fisiologis dan mempertimbangkan penyebab
dari konstipasi. Pada pasien konstipasi kronik yang tidak menunjukkan tanda
bahaya, usia<40 tahun, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan colok dubur,
dan diduga tidak ada konstipasi sekunder, terapi empirik dapat dilakukan dengan
rawat jalan yaitu terapi farmakologis dan nonfarmakologis.
Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi untuk konstipasi adalah modifikasi gaya hidup.


Hal ini penting untuk ditanamkan agar mencegah keluhan berulang.
 Konsumsi Serat
Pasien diminta untuk meningkatkan konsumsi makanan berserat hingga 25 gram
serat/hari dan minum air yang cukup ( sekitar 1,5-2,0 L/hari). Serat bisa
didapatkan dari sayur-sayuran dan buah-buahan.
Pada CIC (Chronic Idiopathic Constipation) serat yang disarankan adalah serat
yang larut dibandingkan serat tidak larut. Contoh makanan yang tinggi serat larut
adalah kubis, kedelai, alpukat, ubi jalar, brokoli, dan pir.
 Konsumsi Probiotik
Pasien disarankan mengkonsumsi probiotik. Sudah banyak bukti ilmiah mengenai
probiotik yang menyatakan bahwa penggunaan probiotik bermanfaat dalam
mengurangi konstipasi, diare, dan mencegah irritable bowel syndrome.
 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang regular, tiga kali seminggu, selama 60 menit, dengan target
40-60%  dari target heart rate (THR) ditemukan dapat mengurangi gejala
konstipasi.
 Kebiasaan Defekasi
Pasien diedukasi agar tidak menahan buang air besar, menghindari mengejan,
membiasakan buang air besar setelah makan (melatih reflek post-prandial bowel

10
movement) atau saat waktu yang dianggap sesuai, dan menghindari obat-obatan
yang dapat menyebabkan konstipasi.

Terapi Farmakologis

Tatalaksana farmakologis untuk konstipasi di antaranya adalah bulk-forming


agent, stool softener, laksatif lubrikan, prokinetik, agen osmotik, dan laksatif
stimulan.
 Bulk Forming Agent
Golongan ini merupakan golongan laksatif yang bekerja dengan menyerap cairan
di intestinal, sehingga konsistensi feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah
dikeluarkan. Contoh dari golongan ini adalah psyllium dan methylselulosa. Secara
teoritis, methylselulosa akan memproduksi lebih sedikit gas dan lebih mudah di
toleransi. [2] Sayangnya, obat ini belum tersedia di Indonesia.
 Stool Softener
Golongan obat ini lebih mudah digunakan, tetapi efektivitasnya menurun seiring
dengan pemakaian. Golongan obat ini lebih direkomendasikan sebagai profilaksis
atau pada pasien yang harus menghindari mengejan saat defekasi.
Docusate : 240 mg per oral per hari, atau 120-200 mg diberikan sebagai enema.
 Laksatif Lubrikan
Laksatif berupa lubrikan berperan dalam tatalaksana konstipasi dengan cara
melubrikasi usus dan mencegah absorpsi air di usus. Contoh dari obat ini
adalah paraffin oil yang dimasukkan ke dalam anus. Bisa juga diberikan
sediaan mineral oil, namun sayangnya belum ada di Indonesia.
 Agen Osmotik
Golongan ini direkomendasikan untuk terapi jangka panjang pasien konstipasi
dengan waktu transit kolon yang lambat dan keluhan yang berulang walaupun
sudah diberikan suplementasi serat.
1) Laktulosa : 10-20 gram diberikan dalam satu dosis atau dibagi menjadi
dua dosis per hari.
2) Sorbitol : 30-150 mL sebagai larutan 70% diberikan satu kali secara oral,
atau 120 mL sebagai larutan 25-30% diberikan satu kali sebagai enema
3) Polyethylen glycol : 19 gram dilarutkan dalam 100-250 mL air digunakan
sekali sehari, selama maksimal 7 hari.

11
 Laksatif Stimulan
Golongan laksatif stimulan adalah yang paling sering digunakan dan mudah
didapat. Golongan ini juga termasuk obat-obat prokinetik yang meningkatkan
motilitas usus.
1) Tegaserod : 2 x 6 mg digunakan selama 4-6 minggu
2) Bisacodyl : 5-10 mg diberikan saat malam hari, maksimal 20 mg
3) Sennoside : 15-30 mg per oral 1-2 kali/hari
 Terapi Farmakologis pada Keadaan Khusus
Pada slow transit constipation, dianjurkan menggunakan terapi kombinasi laksatif
stimulan dan prokinetik selain terapi non-farmakologis.
Pasien dengan disfungsi anorektal (disfungsi dasar panggul), selain dengan
pengobatan non farmakologis dan laksatif, dapat dianjurkan untuk diberikan
terapi biofeedback atau injeksi toksin botulinum tipe A ke dalam otot pubo
rektalis.
Pada konstipasi sekunder, selain mengatasi konstipasi, terapi ditujukan terhadap
penyakit yang mendasarinya.Terapi operatif dapat dipertimbangkan pada
konstipasi yang tidak respons terhadap berbagai terapi medikamentosa, dengan
syarat tanpa kelainan anorektal

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan,penulis menyarankan bahwa


makalah ini bisa dijadikan bahan masukan bagi pembaca untuk dapat lebih
memahami lagi tentang gangguan suistem pencernaan (konstipasi).Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa penulis masih mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar nantinya penulis dapat mengembangkan kemampuan penulis kearah
yang lebuh baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai