Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Konstipasi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I


Dosen : Ns. Nurseha Djaafar, S.Pd, S.Kep, M.Kes

Disusun oleh :
TIARA MAGULILI
711440120068

D3 Keperawatan Tk. II B
Poltekkes Kemenkes Manado
2022

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-NYA terutama
nikmat kesempatan dan Kesehatan sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah I”. Shalawat serta salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk
keselamatan di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Medikal Bedah I di program studi D3
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada Ibu Ns. Nurseha Djaafar, S.Pd,S.Kep,M.Kes selaku dosen pengajar mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Manado, 17 Januari 2022

Tiara Magulili

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Patofisiologi
2.5 Komplikasi
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.7 Penatalaksaan
2.8 Pathway
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
II. Riwayat Kesehatan
III. Pemeriksaan Umum
IV. Analisa Data
V. Intervensi
VI. Implementasi
VII. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau
fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia
(lansia) akibat Gerakan peristaltic (gerakan memompa pada usus) lebih lambat dan kemungkinan
sebab lain. Kebanyakan terjadi jika kurang makan makanan berserat, kurang minum, dan kurang
olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari 3 hari berturut-turut.

Umumnya sekitar 4-30% pada kelompok usia 60 tahun keatas atau lansia menderita
konstipasi. Ternyata Wanita lebih sering mengeluh konstipasi disbanding pria dengan
perbandingan 3;1 hingga 2;1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama
usia 65 tahun keatas. Pada suatu penelitian, orang dengan usia 65 tahun keatas, terdapat penderita
konstipasi sekitar 34% wanita dan 26% pria.

Konstipasi bisa terjadi dimana saja, misalnya saat bepergian, jijik dengan WC-nya, bingung
carab uang air besar saat bepergian dengan pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab
konstipasi bisa karena factor sistemik, efek samping obat, factor neurogenic saraf sentral atau
saraf perifer. Bisa juga karena factor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organic atau fungsi
otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rectum, anak dan dasar pelvis dan dapat
disebabkan factor idiopatik kronik.

Mencegah konstipasi tidaklah sulit. Kuncinya adaalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat
yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini
mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut
dengan blender.

1.2 Rumusan Masalah


Apa konsep teori dari konstipasi dan bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani
pasien dengan konstipasi?

1.3 Tujuan
1. Memahami definisi konstipasi
2. Memahami etiologi konstipasi
3. Memahami manifestasi klinis konstipasi
4. Memahami ptofisiologi konstipasi
5. Memahami komplikasi konstipasi
6. Memahami pemeriksaan penunjang konstipasi
7. Memahami penatalaksanaan konstipasi
8. Memahami pathway konstipasi
9. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak
normal yang membuat prosesnya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang
dari 3x per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan
sampai rasa sakit buang air besar (NIDDK, 2000).
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan
terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer, 2001).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar,
kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi
epidimiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama
berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya
konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter
dan penderita tentang arti konstipasi (Cheskin dkk, 1990).

2.2 Etiologi
a. Obat-obatan tertentu (mis. tranquilizer, antikolinergis, anthipersensitif, opioid, antasida
dengan aluminium)
b. Gangguan rektal/anal
c. Obstruksi (kanker usus)
d. Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler
e. Keracunan timah
f. Gangguan jaringan pembuluh
Factor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan
ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses,
seperti yang terjadi pada emfisema.

2.3 Manifestasi Klinis


a. Distensi abdomen
b. Borborigimu
c. Rasa nyeri dan tekanan
d. Penurunan nafsu makan
e. Sakit kepala
f. Kelelahan
g. Sensasi pengosongan tidak tuntas
h. Mengejan saat defekasi
i. Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering

5
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini berhubungan dengan
pengaruh dari sepertiga fungsi utama kokon :
1. Transport mukosa
2. Aktifitas mioelektrik
3. Proses defekasi
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui 4 tahap kerja
yaitu :
1. Rangsangan refleks penyekat rektoanal
2. Relaksasi otot sfingter internal
3. Relaksasi otot sfingter eksternal dan otot dalam region pelvik
4. Peningkatan tekanan intra-abdomen.
Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membrane mukosa rektal dan muscular menjadi
tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan
untuk menghasilkan dorongan peristaltic tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini
adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme,
khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri abdomen bawah. Setelah proses ini
berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsive
terhadap rangsangan normal dan akhirnya terjadi konstipasi.

2.5 Komplikasi
Menurut Darmojo&Martono (2006) akibat-akibat atau komplikasi dari konstipasi antara lain :
a. Impaksi Feses
Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari
kolon dan rectum yang berkepanjangan.
b. Volvulus Daerah Sigmoid
Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan konstipasi
dapat berakibat prolaps dari rectum.
c. Hemoroid
Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi sehingga ada
kemungkinan akan menimbulkan hemoroid.
d. Kanker Kolon
Bakteri menghasilkan zat-zat penyebab kanker. Konsistensi tinja yang keras akan
memperlambat pasase tinja sehingga bakteri memiliki waktu yang cukup lama untuk
memproduksi karsinogen dan karsinogen yang diproduksi menjadi lebih konsentrat.
e. Penyakit Divertikular
Mengeden berlebihan (peningkatan tekanan intra-abdominal) pada penderita
kontispasi dapat menyebabkan terbentuknya kantung-kantung pada dinding kolon, dimana
kantung-kantung ini berisi sisa-sisa makanan. Kantung-kantung ini dapat meradang dan
disebut dengan diverticulitis.

6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada penderita konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang
jelas. Namun demikian, pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk
menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lender
mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, perenggangan atau tonjolan. Perabaan
permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui
massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk
dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya
massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara Gerakan usus besar
serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedangkan pemeriksaan dubur untuk mengetahui
adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga
kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau
adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi factor resik konstipasi seperti
gula darah, kadar hormone tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak,
wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi
adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi anus.
Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau Riwayat keluarga
dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya
sekedar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja
dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar
(10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan resiko perawatan di rumah sakit dan
berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam
sampai 39,5 derajat celcius, delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang,
bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena perengangan sekat
rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung
kemih menyebabkan retensi urin bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur,
sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros
usus.

2.7 Penatalaksanaan
a. Pengobatan non-farmakologik
1) Latihan usus besar
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada
penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan
waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya, dianjurkan
waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-
kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap
terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
2) Diet

7
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut.
Data epidemiologisnya menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat
mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal
lainnya, misalnya divertikal dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat
feses serta mempersingkat waktu transit di usus, untuk mendukung manfaat serat ini,
diharapkan cukup asupan cairan 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk
asupan cairan.
3) Olahraga
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan
kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan
menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada
penderita dengan atoni pada otot perut.
b. Pengobatan farmakologik
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologk, dan
biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
1. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain Cereal, Meethyl Selulose, Psilium.
2. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor,
golongan dochusate
3. Golongan osmotic yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya
pada penderita gagal ginjal, antara lain : Sorbitol, Laktulose, Gliserin
4. Merangsang peristaltic, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang
banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk
jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon.
Contohnya : Bisakodil, Fenolplatein.

8
2.8 Pathway

Obstruksi sel cerna


|
Kerusakan neuromuscular
|
Motalitas (peristaltic kolon)
|
Penurunan pengeluaran cairan didalam usus
|
Penaikan penyerapan air dari tinja didalam usus
|
Tinja kering, keras
|
Tinja tertahan didalam usus
|
Tinja sulit dikeluarkan
|
Konstipasi

Sakit perut melilit, mules, kembung


|
Nafsu makan menurun
|
Anoreksia

9
ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Malalayang
Diagnose Medis : Konstipasi

Penanggung Jawab
Nama : Ny.S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Malalayang
Hubungan dengan Pasien : Istri

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk Rumah Sakit
Klien memutuskan kerumah sakit dikarenakan klien mengeluh nyeri
pada perut bagian bawah dan klien juga mengatakan belum BAB selama 1
minggu. Biasanya klien BAB 2x sehari. Klien juga mengeluh nafsu makan
menurun.
b) Keluhan Utama
Klien mengatakan merasa nyeri pada perut dan belum BAB selama 1
minggu.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien tidak ada keluhan penyakit apapun dan tidak pernah dirawat di Rumah
Sakit sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran : Compos Mentis (CM)
3. Vital Sign : TD : 130/90 mmHg
R : 20x/menit
N : 84x/menit
SB : 37,2
4. Kepala : simetris, tidak ada benjolan ataupun nyeri tekan
 Mata : kedua mata tampak simetris, konjungtiva anemis
 Hidung : simetris, tidak ada luka dan bersih
 Mulut : simetri, bibir tampak pucat

10
 Telinga : simetris, tidak ada luka maupun nyeri tekan, bersih
5. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan
6. Paru
 Inspeksi : simetris, pengembangan dada kiri dan kanan sama
 Palpasi : vocal fremitus teraba kanan dan kiri sama
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : vasikuler
7. Jantung
 Inspeksi : simetris,tidak ada pembengkakan atau bekas luka
 Palpasi : normal
 Perkusi : normal, batas jantung tidak ada pembesaran
 Auskultasi : terdengar bunyi lup-dup
8. Abdomen
 Inspeksi : terdapat pembesaran abdomen
 Palpasi : perut terasa keras dan ada impaksi feses
 Perkusi : redup
 Auskultasi : bising usus tidak terdengar

II. ANALISA DATA


No Data Etiologi Masalah
.
1. DS : - Pola BAB tidak Konstipasi
Klien mengeluh nyeri pada perut teratur
bagian bawah dan mengatakan belum - Eliminasi feses
BAB selama 1 minggu padahal
tidak lancer
kebiasaan BAB 2x sehari.
- Konstipasi
DO :
Terlihat pembesaran abdomen
2. DS : Nafsu makan Nutrisi kurang dari
Klien mengatakan nafsu makan menurun kebutuhan tubuh
menurun

DO :
Klien tampak lemas
Bising usus klien tidak terdengar

Prioritas masalah :
 Konstipasi b/d pola defekasi tidak teratur
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun

III. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil
11
1. Konstipasi b/d pola Setelah dilakukan 1. Menganjurkan klien
defekasi tidak tindakan keperawatan, untuk meningkatkan
teratur masalah defekasi yang asupan cairan
tidak teratur dapat 2. Tentukan pola defekasi
teraatasi dengan kriteria untuk klien dan latih
hasil : klien untuk
- Kontrol pengeluaran menjalankannya
feses meningkat 3. Atur waktu yang tepat
- Keluhan defekasi lama untuk defekasi klien,
dan sulit menurun seperti sesudah makan.
- Distensi abdomen 4. Berikan cakupan nutrisi
menurun berserat sesuai dengan
- Konsistensi feses indikasi
5. Berikan cairan jika tidak
membaik
ada kontraindikasi
- Frekuensi defekasi
membaik
2. Perubahan nurtisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi,
kurang dari tindakan keperwatan, alergi makanan dan
kebutuhan tubuh b/d masalah perubahan nutrisi makanan yang disukai
nafsu makan kurang dari kebutuhan 2. Sajikan makanan selagi
menurun tubuh dapat teratasi hangat
dengan kriteria hasil : 3. Berikan makanan tinggi
- Porsi makanan yang serat
dihabiskan meningkat
- Frekuensi makan
membaik
- Nafsu makan
membaik
- Bising usus membaik

IV. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Tanggal/Waktu Implementasi
. Keperawatan
1. Konstipasi b/d Senin, 17 Januari 1. Mengobservasi tanda-tanda vital :
pola defekasi 2022 TD : 120/90 mmHg
tidak teratur Pukul : 08.00 WITA N : 80x/menit
R : 20x/menit
SB : 37,1
2. Menganjurkan klien untuk
meningkatkan asupan cairan
3. Menentukan pola defekasi untuk
klien dan latih klien untuk
menjalankannya
4. Mengatur waktu yang tepat untuk
defekasi klien, seperti setelah

12
makan
5. Memberikan cairan RL 28tpm
2. Perubahan Senin, 17 Januari 1. Mengidentifikasi status nutrisi,
nurtisi kurang 2022 alergi makanan dan makanan yang
dari kebutuhan Pukul : 08.00 WITA disukai
tubuh b/d 2. Menyajikan makanan selagi hangat
nafsu makan 3. Memberikan makanan tinggi serat
menurun
3. Konstipasi b/d Selasa, 18 Januari 1. Mengobservasi tanda-tanda vital :
pola defekasi 2022 TD : 120/80 mmHg
tidak teratur Pukul : 08.00 WITA N : 80x/menit
R : 22x/menit
SB : 37,2
2. Menganjurkan klien untuk
meningkatkan asupan cairan
3. Menentukan pola defekasi untuk
klien dan melatih klien untuk
menjalankannya
4. Mengatur waktu yang tepat untuk
defekasi klien, seperti setelah
makan
4. Perubahan Selasa, 18 Januari 1. Menyajikan makanan selagi hangat
nurtisi kurang 2022 2. Memberikan makanan tinggi serat
dari kebutuhan Pukul : 08.00 WITA
tubuh b/d
nafsu makan
menurun

V. EVALUASI
No Diagnosa Tanggal/Waktu Evaluasi
. Keperawatan
1. Konstipasi b/d Senin, 17 Januari S : klien mengatakan belum bisa BAB
pola defekasi 2022
tidak teratur Pukul : 08.00 WITA O : klien tampak minum banyak untuk
melancarkan BAB

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan
2. Perubahan Senin, 17 Januari S : klien mengatakan belum ada nafsu
nurtisi kurang 2022 makan
dari kebutuhan Pukul : 08.00 WITA
tubuh b/d O : pasien hanya menghabiskan
nafsu makan setengah porsi makanan
menurun
A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan
3. Konstipasi b/d Selasa, 18 Januari S : klien mengatakan sudah bisa BAB

13
pola defekasi 2022 namun tidak tuntas
tidak teratur Pukul : 08.00 WITA
O : pasien tampak minum banyak
untuk melancarkan BAB

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan
4. Perubahan Selasa, 18 Januari S : klien mengatakan nafsu makan
nurtisi kurang 2022 mulai ada
dari kebutuhan Pukul : 08.00 WITA
tubuh b/d O : klien tampak menghabiskan
nafsu makan makanannya dengan lahap
menurun
A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak
normal yang membuat prosesnya sulit dan kadang menimbulkan nyeri. Kebanyakan terjadi jika
kurang makan makanan berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah
parah jika sudah lebih dari 3 hari berturut-turut. Konstipasi merupakan masalah umum yang
disebabkan oleh penurunan mobilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah kesulitan memulai
dan menyelesaikan BAB, mengejen keras saat BAB, massa feses yang keras dan sulit keluar,
perasaan tidak tuntas saat BAB, sakit pada daerah rectum saat BAB, dan rasa sakit pada daerah
perut.
Penatalaksanaan konstipasi dengan tatalaksana non farmakologik : latihan usus besar, diet
dan olahraga. Tatalaksana farmakologik : pencahar feses, pelembut feses, dan pelunak feses.

B. Saran
Semua orang bisa menderita konstipasi, maka dari itu harus menjaga kebutuhan nutrisi yang
seimbang seperti memenuhi asupan cairan yang cukup dan makan makanan yang bergizi dan
cukup serat, selain itu juga bisa dengan melakukan olahraga yang cukup agar tidak terjadi
konstipasi.
Sebagai perawat kita harus dapat memberikan arahan dan edukasi pada masyarakat tentang
pencegahan dan penanganan dini bila terjadi konstipasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2022. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Doenges, E.Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

16

Anda mungkin juga menyukai