Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KONSTIPASI DI POLI DEWASA

PUSKESMAS GUNUNG SARI

DISUSUN OLEH

YENI MARLIANA (103STYC20)

SEMESTER II

TINGKAT 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM


MATARAM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KONSTIPASI DI POLI DEWASA

PUSKESMAS GUNUNG SARI

Waktu pelaksana

14 Juli 2021

Laporan pendahuluan dan resume ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi oleh
pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan pada :

Hari :

Tanggal :

Di susun oleh :

Yeni marliana (103styc20)

Mengetahui :

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

(Syamsul Munir, S. Kep., Ners) ( Fitri Romadonika, S.Kep.,Ners.,M.Kep )


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KONSTIPASI DI POLI DEWASA

PUSKESMAS GUNUNG SARI

A. Definisi Konstipasi

Konstipasi merupakan gangguan pada pola eliminasi akibat adanya feses

kering atau keras yang melalui usu besar. Konstipasi bukan penyakit melainkan

gejala yang dimana menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran fese

yang sulit,keras dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan

rectum.Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama sehingga

banyak air yang diserap.Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia dan

berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia.Eliminasi dibutuhkan untuk

mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa

metabolisme.Sisa metabolisme terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang

berasal dari saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan (Kasiati &

Rosmalawati, 2016).

Gangguan eliminasi fekal), yaitu kondisi dimana seseorang mengalami

perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik tidak

terkontrolnya buang air besar. Perubahan eliminasi dapat terjadi karena penyakit

gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang lain. Macam-macam masalah

gangguan eliminasi fekal itu sendiri yaitu konstipasi, impaksi fekal, Diare,

Inkontinensia fekal, kembung dan hemoroid. Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

(2017) konstipasi berupa penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran

feses tidak tuntas serta feses kering dan banyak.


B. Tipe Konstipasi

Berdasarkan international workshop on constipation,adalah sebagai berikut:

1. Konstipasi Fungsional

Kriteria,

a) Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:

b) Mengedan keras 25% dari BAB

c) Feses yang keras 25% dari BAB

d) Rasa tidak tuntas 25% dari BAB

2. Penundaan pada muara rectum

Kriteria:

a.Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB

b.Waktu untuk BAB lebih lam

c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari

fese,sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya

disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

C. Etiologi

Etiologi dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) yaitu sebagai

berikut:

1.Fisiologis

a. Penurunan motilitas gastrointestinal

b. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi

c. Ketidakcukupan asupan serat

d. Ketidakcukupan diet

e. Ketidakcukupan asupan cairan

f. Aganglionik (misalnya penyakit Hirsprung)


g. Kelemahan otot abdomen

2.Psikologis

a) Konfusi

b) Depresi

c) Gangguan emosional

d) Situasional

e) Perubahan kebiasaan makan (misalnya, jenis makanan, jadwal makanan)

f) Ketidakadekuatan toileting

g) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

h) Penyalahgunaan laksatif

i) Efek agen farmakologis

j) Ketidakaturan kebiasaan defikasi

k) Kebiasaan menahan doronngan defikasi

l) Perubahan lingkungan

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry,2005

adalah sebagai berikut:

1.Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk

defekasi dapat menyebabkan konstipasi

2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani,sering

mengalami kontipasi,karena bergerak lambat didalam saluran pencernaan.

3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur

menyebabkan konstipasi.

4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilang reflex defekasi

normal.

5. Konstipasi juga dapat disebabkan karena kelainan saluran GI,seperti

obstruksi usus,ileus paralitik,dan diverticulitis.


D. Manifestasi Klinis

Menurut Stanley (2007)

a. Mengejan berlebihan saat BAB

b. Massa feses yang keras

c. Perasaan tidak puas saat BAB

d. Sakit pad daerah rectum saat BAB

e. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses.

E. Patofisiologi

Defeksi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis

yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang,persarafan sentral

dan perifer ,koordinasi dari system reflex,kesadaran yang baik dan

kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB . Kesulitan diagnosis dan

pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang

terlibat pada proses buang air besar (BAB) Normal. Dorongan untuk defekasi

secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap

kerja,antara lain rangsangan reflex penyekat rektoanal,relaksasi otot sfingter

internal,relaksasi otot sfingter eksternal dan oto dalam region pelvik serta

peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan dari salah satu mekanisme ini

dapat berakibat konstipasi (Mardelana,2017).Sensai dan tonus dari rectum

tidak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya,pada mereka yang mengalami

konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rectum,sebagai

berikut:

1. Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rectum,dilatasi rectum,gangguan

sensasi rectum,dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar


regangan rectum untuk menginduksi reflex relaksasi dari sfingter eksterna

dan interna.

2. Dis-sinergiis Pelvis

Terdapatnya kegagalan relaksasi otot pubo-rektlis dan sfingter anus

eksterna saat BAB .Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan

peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengenjan.

3. Peningkatan Tonus Rektum

Terjadi kesulitan mengelurakan feses yang bentuknya kecil. Sering

ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit irritable Bowel

Syndrome,dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

Faktor yang mengalami


konstipasi yaitu: Fisiologi,
Psikologi dan situasional

1. Konstipasi Penatalaksanaan:
2. Resiko kurangnya volume Pengkajian
Hirsprung cairan Diagnosa
Disease 3. Gangguan integritas kulit Keperawatan
4. Resiko infeksi Rencana tindakan
5.Perubahan nutrisi kurang Pelaksanaan
dari kebutuhan tubuh
6. Nyeri
7. Kurangnya pengetahuan
8. Gangguan citra tubuh Dampak yang timbul dari
konstipasi yaitu: Kecemasan,
anoreksia ringan, distensi
abdomen ringan, distensi
rektum, penurunan sensitivitas
refleks defekasi dan efektivitas
peristaltik.
Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) & Sodikin, (2011)

F. Gejala dan Tanda Mayor

Gejala dan tanda mayor dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, (2017) yaitu sebagai berikut:

1) Subjektif

a) Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

b) Pengeluaran feses lama dan sulit

2) Objektif

a) Feses keras

b) Peristaltik usus menurun

G. Gejala dan Tanda Minor

Gejala dan tanda minor dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, (2017) yaitu sebagai berikut:

1).Subjektif

Mengejan saat defekasi

2).Objektif

a) Distensi abdomen

b) Kelemahan umum

c) Teraba massa pada rektal

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkankelainan


yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh
diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi
usus besar. Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi
adanyaluka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa
penge6ap dan proses menelan,daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran
perut,peregangan atautonjolan.Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan
otot perut.Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar
adanyatumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk di6ari
pengumpulan gas berlebihan,pembesaran organ cairan dalam rongga perutatau
adanya massa tinja.Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk
mendengarkan suaragerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus.
Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure -
retakan0atau fistula -hubungan abnormal pada saluran cerna, juga kemungkinan
tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Eolok dubur
memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanyatimbunan tinja, atau
adanya dara.

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko


konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat
keluarnya darah dari dubur. 'noskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan
abnormal padasaluran cerna, tukak,wasir, dan tumor.ooto polos perut harus
dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja
atau tinja keras,yang menyumbat bahkan melubangi usus.Jika ada penurunan
berat badan,anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan
kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi lagi sebagian orang konstipasi
hanya sekadar mengganggu. Tapi,bagi sebagian kecil dapat menimbulkan
komplikasi serius.Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus-usus besar dan
pangkal usus besar hal ini menyebabkankesakitan dan meningkatkan risiko
perawatan di rumah sakit dan berpotensimenimbulkan akibat yang fatal. Pada
konstipasi kronis kadang;kadang terjadi demam sampai 39,5,delirium -
kebingungan dan penurunan kesadaran, perut tegang,bunyi usus melemah,
penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga
badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan
kandung kemih menyebabkan retensiurine bahkan gagal ginjal serta hilangnya
kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol.Sering mengejan
berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.

I. Kondisi Klinis Terkait

Kondisi klinis terkait dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, (2017) yaitu sebagai berikut:

1) Lesi atau cedera pada madula spinalis

2) Spinabifida

3) Stroke

4) Skleroris multipel

5) Penyakit Parkinson
6) Demensia

7) Hiperparatiroidisme

8) Hipoparatiroidisme

9) Ketidakseimbangan elekrolit

10) Hemoroid

11) Obesitas

12) Pasca operasi obstruksi bowel

13) Kehamilan

14) Abses rektal

15) Fisura anorektal

16) Penyakit Hirsprung disease

J. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Umum
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien dengan format

nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat,

pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan antara pasien dengan

penanggung jawab. Pengkajian adalah tahap dari seluruh proses keperawatan

dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data pasien. Pengkajian yang

lengkap sangat penting untuk merumuskan diagnosa keperawatan.pengkajian

pada anak dengan masalah keperawatan konstipasi menurut Mendri & Prayogi,

(2018)yaitu sebagai berikut:

1) Riwayat tinja frekuaensi, konsistensi, seperti pita dan berbau busuk

2) Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi


3) Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada

bagian prorksimal karena obsstruksi

4) Pengkajian psikososial keluarga

Pemeriksaan distensi abdomen


2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Perawat memfokuskan pada hal-hal yang menyebabkan klien
meminta bantuan pelayanan seperti:
1) Apa yang dirasakan klien
2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau
perlahan dan sejak kapan dirasakan
3) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang dirasakan
sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
dihubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya, namun karena tidak
mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya
hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien.Meliputi pengkajian
apakah pasien mengalami alergi atau penyakit keturunan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau
sudah sering mengalami gangguan pola tidur.
3. Kebutuhan Biopsikososial Spiritual
a. Bernapas
b. Nutrisi
c. Eliminasi
d. Aktivitas
e. Istirahat tidur
f. Berpakaian
g. Pengaturan suhu tubuh
h. Personal Hygiene
i. Rasa Aman Nyaman
j. Komunikasi
k. Spiritual
l. Rekreasi
m. Bekerja
n. Pengetahuan atau belajar
4. Data Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum Pasien
Meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor kulit, warna kulit.
b. Gejala Kardial
Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas.
c. Keadaan fisik
Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata, hidung, mulut,
telinga, leher, thoraks, abdomen, dan ekstermitas. Secara umum, teknik
pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai
penyimpangan fungsi adalah: Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan Perkusi.

5. Data Pemeriksaan Penunjang


Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah dilakukan pasien
baik selama perawatan ataupun baru masuk rumah sakit.
6. Pengkajian Psikososial
Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan
serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang

menggambarkan penelitian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok

maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik actual maupun potensi.

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul pada pasien anak dengan Hirsprung disesae ada 7, salah satunya ialah

konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus. Beberapa


diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengankonstipasi

diantaranya :

1.Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

2.Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

L. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & Intervensi (SIKI) Rasional
o Kriteria
Hasil (SLKI)
1. Konstipasi Setelah dilakukan Observasi: Observasi: .
berhubungan asuhan  Periksa tanda dan  Memeriksa tanda
dengan pola keperawatan gejala konstipasi dan gejala
 Periksa pergerakan konstipasi
defekasi tidak selama…2x 24 jam usus (peristaltik)  Memeriksa
teratur. diharapkan pasien  Monitor buang air pergerakan usus
besar (misalnya, (peristaltik)
tidak mengalami warna,frekuensi,  Memonitor buang
konstipasi dengan konsistensi, air besar
volume) (misalnya, warna,
kriteria hasil:
frekuensi,
a.Keluhan dafekasi Terapeutik:
konsistensi,
lama dan sulit  Anjurkan keluarga volume) .
menurun untuk memodifikasi
diet (makanan tinggi Terapeutik:
b.Tidak ada serat untuk ibu
distensi adomen pasien supaya  Menganjurkan
produksi ASI lebih keluarga untuk
c.Konsistensi feses berkualitas) memodifikasi diet
membaik (makanan tinggi
Edukasi: serat untuk ibu
pasien supaya
 Anjurkan keluarga produksi ASI lebih
mencatat warna, berkualitas)
frekuensi,
konsistensi, volume Edukasi:
feses
 Anjurkan  Menganjurkan
meningkatkan keluarga mencatat
aktifitas fisik, sesuai warna, frekuensi,
konsistensi,
toleransi volume feses
 Anjurkan  Menganjurkan
meningkatkan meningkatkan
asupan cairan,jika aktifitas fisik,
tidak ada sesuai toleransi
kontraindikasi (ASI)  Menganjurkan
meningkatkan
Kolaborasi:. asupan cairan, jika
tidak ada
 Konsultasi dengan kontraindikasi
tim medis tentang (ASI)
penurunan frekuensi
suara usus Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian obat  Mengkonsultasika
(pencahar) n dengan tim
supositoria anal, jika medis tentang
perlu. penurunan
frekuensi suara
usus
 b.Mengkolaborasik
an pemberian obat
(pencahar)
supositoria anal,
jika perlu.

2.
Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan  Lakukan  Melakukan
berhubungan
keperawatan pengkajian nyeri pengkajian nyeri
dengan selama 2 x24 secara komprehesif secara komprehesif
jam,diharapkan observasi,reaksi observasi,reaksi
akumulasi
nyeri akut dapat non verbal dari non verbal dari
feses keras teratasi dengan ketidaknyamanan ketidaknyamanan
kriteria hasil: Teraupetik Teraupetik
pada abdomen
 Mampu  Gunakan  Menggunakan
mengontrol komunikasi komunikasi
nyeri terapeutik untuk terapeutik untuk
 Melaporkan mengetahui mengetahui
bahwa nyeri pengalaman nyeri pengalaman nyeri
berkurang,deng  Kaji kultur yang  Mengkaji kultur
anmenggunakan mempengaruhi yang
managemen respon nyeri mempengaruhi
nyeri dan  Evaluasi respon nyeri
mampu pengalaman nyeri  Mengevaluasi
mengenali nyeri masa lampau pengalaman nyeri
merasakan rasa masa lampau
nyaman setelah
nyeri berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:DPP


PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta:DPP


PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta:DPP PPNI

Stanley dan Beare,2017.Buku saku diagnosis Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.

Wilkinson,Judith.M2016.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta:EGC

Potter & Ferry,2010. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,proses dan praktek.Edisi
4. Vol 1.Jakarta:EGC

Darmojo dan Martono,2016.Geriatri.Jakarta:Yudistira.

http://repository.akperykyjogja.ac.id

http://repo.poltekkes-medan.ac.id

http://dokumen .tips

Anda mungkin juga menyukai