Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSTIPASI

Penyusun:

ADIBATUL ISTIQOMAH

NIM: 213210019

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan diagnosa medis Konstipasi di ruang rawat


inap Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri yang disusun oleh:

Nama : Adibatul Istiqomah

NIM : 213210019

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal:

Kediri, 22 November 2023

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(……..………………) (……..………………)

Mengetahui,

Kepala Ruang

(……..………………)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Konstipasi atau yang biasa kita sebut dengan sembelit merupakan gangguan
pencernaan akibat penurunan kerja usus dimana masalah pencernaan ini ditandai
dengan keluhan susah buang air besar atau BAB tidak lancar dalam jangka waktu
tertentu. Secara garis besar, konstipasi dapat diartikan BAB yang tidak tertaur, yaitu
kurang dari 3 kali seminggu. Meski begitu, frekuensi buang air besar akan berbeda
pada setiap orang. Beberapa orang mungkin buang air besar beberapa kali dalam
sehari, sedangkan lainnya BAB satu sampai dua kali seminggu. Kondisi ini sering
kali dipicu oleh pola makan yang tidak mengonsumsi cukup serat. (Kemenkes RI,
2023).

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga


pengerasan feses tak normal yang membuat fesesnya sulit dan kadang
menimbulkan nyeri. Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas
karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu
(Brunner & Suddarth, 2021).

Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut


konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1
sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan.
Penurunan defekasi ini biasanya disertai dengan kesulitan mengeluarkan feses yang
tidak lengkap atau keluarnya feses yang keras dan kering.

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi


buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas
ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi
berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena
konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan
antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi.
B. Klasifikasi

Konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi konstipasi akibat kelainan


struktural dan fungsional, konstipasi akibat kelainan struktural terjadi melalui
proses obstruksi aliran tinja sedangkan konstipasi fungsional berhubungan dengan
gangguna motilitas kolon dan anorektal. Konstipasi fungsional dikelompokkan lagi
menjadi bentuk primer dan sekunder. Konstipasi di klinik biasanya dikenal dalam
2 kategori, yaitu (Y, Fikri, 2020):

1. Konstoipasi yang disebabkan karena gangguan fungsi/ konstipasi akut/


konstipasi kontemporer
a. Rektal statis (Dysschezia)
1) Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi ada
rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi, bepergian
lama, kurang asupan makanan yang mengandung selulose.
2) Adanya nyeri saat defekasi: adanya firusa ani atau abses pada anus
sehingga pasien enggan untuk defekasi.
3) Inefektif pada otot-otot abdomen: kelemahan otot perut biasanya
pasca bedah abdomen dikarenakan pasien belum bisa sepenuhnya
mengejan dengan baik, sehingga tidak dapat mengeluarkan feses
dari kolon hal ini dapat menyebabkan rektal statis.
4) Lesi pada diskus spinalis.
b. Kolon statis
1) Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi ada
rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi, bepergian
lama, kurang asupan makanan yang mengandung selulose.
2) Pada semua keadaan yang dapat menimbulkan dehidrasi.
3) Pada penderita yang makan makanan sedikit menimbulkan low
residu diet juga salah satu penyebab konstipasi.
2. Konstipasi simptomatik: merupakan konstipasi yang menandakan adanya
gejala pada sutau penyakit akut ataupun kronik, diantaranya:
a. Konstipasi sebagai gejala penyakit akut misalnya:
1) Dehidrasi: sering dehidrasi memberikan akibat timbulnya
konstipasi. Penyakit yang biasa disertai panas sehingga terkadanga
rehidrasi tidak selalu diperhatikan adalah penderita dengan penyakit
pneumonia, meningitis, tifus abdominalis stadium permulaan
biasanya memberikan gejala konstipasi.
2) Obstruksi intertinal yang akut.
3) Apendisitis akut.
4) Setelah hematemesis.
b. Konstipasi sebagai gejala penyakit kronik misalnya:
1) Penyakit atau kelaian dari traktus gastrointestinalis: stenosis
pilorikum, kelainan kolon (karsinoma kolon, divertikulosis, pada
megakolon yaitu hisrchsprung/pseudo-hirchsprung) blind loop dari
kolon. Kelainan dari rektum anus yaitu (fisura, proktitis, karsinoma
dari rektum, irschiorektal abses).
2) Kelainan pada pelvis yang biasanya karena kompresi mekanis pada
rektum atau kolon misalnya: pada wanita yang gravid maka
uterusnys menekan sigmoid dan rektum, fibroid uterus, tumor pada
pelvis, kista ovari, polaps dan intestin yang masuk ke dalam fossa
rekto genital.
3) Penyakit umum di organ lain: penyakit endokrin (miksudema,
diabetes melitus, hiperparatiroid), kelainan psikis (depresi, manis
depresive psikhose, anoreksia nervosa, keracunan atau karena obat-
obat (karena zat logam, opiaten, codein, morfin, tictura opii, dll).
C. Etiologi

Konstipasi terjadi ketika tinja bergerak terlalu lamban dalam usus besar atau
tidak bisa keluar secara efektif dari rektum, akibatnya tinja menjadi keras dan
kering sehingga lebih seulit dikeluarkan (Kemenkes RI, 2023). Beberapa
penyebabnya adalah:

1. Penyumbatan di usus besar atau rektum, dapat memperlambat atau


menghentikan pergerakan tinja. Penyebabnya antara lain robekan kecil di
kulit sekitar anus (fisura ani), penyumbatan di usus (obstruksi usus), kanker
usus besar, penyempitan usus besar, kanker di perut yang menimbulkan
tekanan pada usus besar, kanker rektum, rektum menonjol dari dinding
belakang vagina.
2. Gangguan saraf di sekitar usus besar dan rektum, gangguan saraf dapat
menghambat kerja otot usus besar dan rektum dalam mendorong tinja.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kerusakan saraf yang mengendalikan
fungsi tubuh, penyakit parkinson, cedera saraf tulang belakang, stroke,
multiple sklerosis.
3. Gangguan pada otot panggul, gangguan yang berfungsi membantu proses
buang air besar bisa menyebabkan sembelit kronis. Gangguan tersebut dapat
berupa gangguan kontraksi atau melemahnya otot panggul.
4. Gangguan hormon, beberapa jenis hormon berfungsi menyeimbangkan
cairan tubuh. Bila terjadi gangguan pada hormon tersebut, keseimbangan
cairan tubuh juga terganggu sehingga memicu terjadinya konstipasi.
Beberapa penyebabnya seperti diabetems, hiperparatiroidisme, kehamilan,
hipotiroidisme.
D. Patofisiologi
Konstipasi disebabkan beberapa faktor tumpah tindih. Proses
menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran
cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena
berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus,
sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia
mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan
dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan
relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks
gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfinger dan
kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita.
Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk
mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf
pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.
Pathway:

Kinerja saraf usus besar Gangguan otot Usia


panggul Hormon
menurun

Degenerasi pleksus myenterikus

Ineversi intrinsik

Pengurangan respon motorik


sigmoid

Pengurangan rangsang saraf

Pemanjangan gerakan usus Relaksasi otot kolon

Menurunnya tonus sfingter Motilitas berkurang

Feses tertahan Konstipasi Defisit nutrisi

Feses tidak dapat


dikeluarkan beberapa hari

Abdomen sakit

Nyeri akut
E. Manifestasi klinis
Konstipasi dapat ditandai dengan sejumlah gejala, seperti: (Kemenkes RI, 2023)
1. Frekuensi buang air besar (BAB) lebih jarang dari biasanya atau kurang dari
3 kali dalam seminggu
2. Tinja sulit keluar
3. Nyeri ketika BAB
4. Harus mengejan saat BAB
5. Tinja terlihat kering, keras, atau bergumpal
6. Buang air besar terasa tidak tuntas
7. Sensasi mengganjal di rektum (bagian akhir usus besar)
8. Perut kembung
9. Mual
10. Kram atau sakit di perut
11. Perlu bantuan untuk mengeluarkan tinja, seperti menekan bagian perut atau
menggunakan jari untuk mengeluarkan tinja dari anus.
F. Pemeriksaan penunjang

Pada pasien yang mengalami kosntipasi bisa diperiksa dengan pemeriksaan


foto polos abdomen untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja dalam kolon.
Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat dilakukan atau
bila pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum oleh massa
tinja. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan fisik abdomen untuk mengetahui
keadaan yang ada didalam perut, salah satunnya untuk mengetahui peristaltik usus,
apakah normal atau abnormal.

G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar: melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan
perilaku yang disarankan pada penderita kosntipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur
setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan
waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan reflek gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan
ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk
BAB ini.
b. Diet: peran diet penting untuk mengatasi kosntipasi terutama pada
golobfan usia lanjut. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. Untuk mendukung manfaat serat
ini, diharapkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak
ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga: cukup aktivitas dan olahraga untuk membantu mengatasi
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan
umur dan kemampuan pasien, akan meningkatkan sirkulasi dan perut
untuk memperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita
dengan atoni pada otot perut.
2. Pengobatan farmakologis
a. Memperbesar dan melunnakkan massa feses, antara lain : cereal, methyl
selulose, psiliu,.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudag penyerapan air.
Contohnya: minyak kastor, golongan doschusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain: sorbitol,
laktulose, gliserin.
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini banyak dipakai. Contohnya: bisakodil, fenolptalein (N,
Linayati, 2021).
H. Komplikasi

Konstipasi kronis dapat menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu hemoroid


(wasir) yang disebabkan karena pemaksaan untuk buang air besar, atau robeknya
kulit disekitar anus, ini terjadi ketika feses yang keras dapat melonggarkan otot
sphincter. Dampak yang lain yaitu, divertikulosis atau penyakit yang ditandai
dengan terbentuknya divertikula (kantong) pada usus ebsar dan biasanya juga
disebabkan karena peningkatan tekanan intrakolon.
I. Prognosis

Pada umumnya, prognosis konstipasi yang tidak disebabkan oleh penyakit


saluran cerna adalah baik. Rekurensi mungkin timbul karena sangat bergantung
terhadap kedisiplinan pasien dalam menerapkan modifikasi gaya hidup. Konstipasi
sekunder memiliki prognosis yang tergantung pada penyakit dasarnya. Pembedahan
sangat jarang diindikasikan dan hanya dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir
untuk pasien dengan konstipasi yang kronik dengan bukti jelas transit kolon yang
lambat. Pembedahan dapat dipertimbangkan pada kasus dimana terapi non
farmakologi maupun farmakologi dengan dosis optimal telah gagal. Pasien yang
menjalani pembedahan, seperti kolektomi, dilaporkan mengalami peningkatan
kualitas hidup bermakna.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan, riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan
informasi tentang penyebab dan durasi konstipasi, pola eliminasi saat
ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang eliminasi defekasi.
Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas,
pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan
bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini. Dan penggunaan laksatif
serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya
tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan
saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
d. Riwayat/kondisi psikososial
e. Pemeriksaan fisik
f. Pola kebiasaan sehari-hari
g. Analisa data

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses, warna, bau,


konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap
adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area
peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

2. Diagnosis keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointersinal
(D.0049)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien (D.0019)

3. Intervensi keperawatan

DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Konstipasi Eliminai fekal Manajemen eliminasi fekal
berhubungan dengan (L.04033) (1.04151)
penurunan motilitas
gastrointertinal Setelah dilakukan Observasi:
(D.0049) asuhan keperawatan 1. Identifikasi masalah usus dan
diharapkan masalah penggunaan obat pencahar
Definisi: keperawatan konstipasi 2. Monitor buang air besar (mis.
Penurunan defekasi dapat teratasi Warna, frekuensi, konsistensi,
normal yang disertai volume
pengeluaran feses sulit Kriteria hasil: 3. Monitor tanda dan gejala diare,
dan tidak tuntas serta membaik konstipasi, atau impaksi.
feses kering dan 1. Kontrol
banyak. pengeluaran feses Terapeutik:
meningkat 4. Berikan air hangat setelah makan
Subjektif Mayor: 2. Keluhan defekasi
4. Defekasi lama dan sulit
kurang dari menurun
2 kali dalam 3. Mengejan saat Edukasi:
seminggu defekasi menurun 5. Jelaskan jenis makanan yang
5. Pengeluaran 4. Kram abdomen membantu meningkatkan
feses lama menurun keteraturan peristaltik usus
dan sulit 5. Konsistensi feses 6. Anjurkan mencatat warna,
membaik frekuensi, konsistensi, volume
Objektif Mayor: 6. Peristaltik usus feses.
1. Feses keras membaik 7. Anjurkan meningkatkan asupan
2. Peristaltik usus cairan, jika tidak ada
menurun kontraindikasi

Subjektif Minor: Kolaborasi:


1. Mengejan saat 8. Kolaborasi pemberian obat
defekasi supositoria anal, jika perlu

Objektif Minor:
1. Distensi
abdomen
2. Kelemahan
umum
3. Teraba massa
pada rektal
Nyeri akut berhubungan Fungsi gastrointestinal Manajemen nyeri
dengan agen pencedera (L.03019) (1.08238)
fisiologis (D.0077)
Setelah dilakukan Observasi:
Definisi: asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Pengalaman sensorik diharapkan masalah durasi, frekuensi, kualitas,
aytau emosional yang keperawatan nyeri akut intensitas nyeri
berkaitan dengan dapat teratasi 2. Identifikasi skala nyeri
kerusakan jaringan 3. Idewntifikasi faktor yang
aktual atau fungsional, memberberat dan memperingan
dengan onset mendadak Kriteria hasil: nyerimonitor efek samping
atau lambat dan membaik penggunaan analgesik.
berintensitas ringan
hingga berat yang 1. Toleransi terhadap Terapeutik:
berlangsung kurang dari makanan meningkat 4. Kontrol lingkungan yang
3 bulan 2. Nyeri abdomen memperberat rasa nyeri (mis.
menurun Suhu ruangan, pencahayaan,
Subjektif Mayor: 3. Distensi abdomen kebisingan)
1. Mengeluh nyeri menurun 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Frekuensi BAB 6. Pertimbangkan jenis dan sumber
Objektif Mayor: membaik nyeri dalam pemilihan strategi
1. Tampak meringis 5. Konsistensi feses meredakan nyeri
2. Bersikap protektif membaik
3. Gelisah 6. Peristaltik usus Edukasi:
4. Frekuensi nadi membaik 7. Jelaskan penyebab periode, dan
meningkat pemicu nyeri
5. Sulit tidur 8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Objektif Minor: 9. Ajarkan teknik non farmakologis
1. Tekanan darah untuk mengurangi rasa nyeri
meningkat
2. Pola napas berubah Kolaborasi:
3. Nafsu makan 10. Kolaborasi pemberian analgetik,
berubah jika perlu
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. diaforesis
Defisit nutrisi status nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (1.03119)
berhubungan dengan
ketidakmampuan Setelah dilakukan Observasi:
mengabsorbsi nutrien asuhan keperawatan 1. identifikasi status nutrisi
(D.0019) diharapkan masalah 2. identifikasi kalori dan jenis
keperawatan defisit nutrien
Definisi: nutrisi dapat teratasi 3. monitor asupan makanan
Asupan nutrisi tidak
cukup untuk memenuhi Kriteria hasil: Terapeutik:
kebutuhan metabolisme membaik 4. fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
Objektif Mayor: 1. porsi makanan yang 5. berikan makanan tinggi kalori
1. Berat badan dihabiskan tinggi protein
menurun minimal meningkat
10% dibawah 2. verbalisasi Edukasi:
rentang ideal. keinginan untuk 6. ajarkan diet yang diprogramkan
meningkatkan
Subjektif Minor: nutrisi meningkat Kolaborasi:
1. Cepat kenyang 3. perasaan cepet 7. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
setelah makan kenyang menurun menentukan jumlah kalori dan
2. Kram/nyeri 4. nyeri abdomen jenis nutrien yangdibutuhkan,
abdomen menurun jika perlu
3. Nafsu makan 5. bising usus
menurun membaik
6. membran mukosa
Objektif Minor: membaik
1. Bising usus
hiperaktif
2. otot pengunyah
lemah
3. otot menelan lemah
4. membran mukosa
pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin
turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. diare

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksaanaan dari rencana keperawatan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap dimulai setelah rencana
keperawatan disusun dan ditunjukan untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.Implementasi keperawatan adalah tindakan
yang sudah direncanakan pada intervensi yang mencakup tindakan
mandiri perawat dan kolaborasi dengan tim medis lainya.
5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk melihat efek


dari tindakan keperawatan pada klien.evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang akan di
laksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau
formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil
atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan jangka pendek dan panjang yang telah dilakukan. Evaluasi
dilakukan dengan cara menilai kemampuan pasien dalam merespon
tindakan yang telah diberikan perawat dengan menggunakan metode
SOAP.
1) S (subjective) : yaitu pernyataan atau keluh kesah
2) O (objective) : yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarga
3) A (analis) : yaitu kesimpulan dari sibjective dan objective
4) P (planning) : yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis.
K. Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2021). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2023). Konstipasi. Klaten: Tim Promosi Kesehatan RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.

N, Linayati. (2021). Laporan Pendahuluan Konstipasi. jakarta: idocpub.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Tim Pojka PPNI.

PPNI. (2019). standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III . Jakarta: Tim Pokja PPNI.

PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi I Cetakan II . Jakarta: Tim Pokja PPNI.

Y, Fikri. (2020). Klasifikasi Konsttipasi. Denpasar: idocpub.

Anda mungkin juga menyukai