Anda di halaman 1dari 9

DISMOTILITAS GASTROINTESTINAL

SUMBER: PAPDI IV
PENDAHULUAN
Saluran cerna terbagi atas 2 bagian yaitu saluran cerna bagian atas (SCBA) dan saluran cerna
bagian bawah (SCBB). Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas yaitu saluran cerna mulai dari
esofagus, gaster, duodenum sampai dengan jejunum proksimal diatas ligamentum Treitz. Sedangkan yang
dimaksud dengan saluran cerna bagian bawah yaitu saluran cerna mulai jejunum distal ligamentum Treitz,
ileum, kolon dan anus. Motilitas saluran cerna (gastrointestinal) berbeda tergantung pada anatomi dan
fisiologi masing-rnasing. tersebut.
Dismotilitas saluran cema bagian atas menimbulkan keluhan-keluhan saluran cerna berupa mual,
muntah, nyeri ulu hati, rasa terbakar didada, kembung, anoreksia dll. Sedangkan dismotilitas saluran
cerna bagian bawah biasa menimbulkan keluhan diare, konstipasi, sakit perut bawah, kembung dll.
Dismotilitas saluran cerna bagian atas yang seing didapatkan yaitu sindrom dispepsia dan
gastroesophageal reflux disease (GERD). Dismotilitas usus halus dan kolon yang sering didapatkan
yaitu sindrom kolon iritabel(IBS).
Pada keadaan puasa, dapat ditemukan gerakan retrograd, gerakan simultan atau tidak adanya
aktifitas migrating motor complex. Pada keadaan makan, dapat timbul penurunan atau rendahnya
amplitude kontraksi.
DEFINISI
Dismotilitas gastrointestinal didefinisikan sebagai kurnpulan gejala atau sindrom pada saluran
gastrointestinal yang disebabkan adanya gangguan motilitas sehingga otot dan saraf gastrointestinal tidak
bekerja dengan baik.
KLASIFIKASI DISMOTILITASGASTROINTESTINAL
Menurut lokasi dismotilitas gastrointestinal dibagi atas dismotilitas esophagus, dismotilitas
gaster, dismotilitas usus halus, dismotilitas kolon, dismotilitas anorektal.
Dismotilitas Esofagus
Kelainan motilitas yang banyak ditemukan yaitu disfagia, gastroesofageal reflux disease(GERD),
nutcracker esophagus dan lain-lain. Tiga gejala utama kelainan esofagus
yaitu rasa terbakar di dada (heartburn), sakit dada, dan disfagia.
Rasa terbakar di dada (heartburn) dan sakit dada paling banyak disebabkan oleh gostroesophageal
reflux disease (GERD) dan gangguan motorik esofagus. Sedangkan disfagia disebabkan oleh kelainan
organik (terbanyak keganasan) dan fungsional.
Dismotilitas Gaster

Kelainan motilitas yang banyak ditemukan yaitu sindrom dispepsia, gangguan perlambatan
pengosongan lambung, percepatan pengosongan lambung dll. Pengosongan lambung terlarnbat
biasanya menimbulkan gejala nausea, muntah, kembung, penuh, cepat kenyang, nyeri epigastrium,
hartburn, anoreksia, berat badan turun. Percepatan pengosongan lambung menimbulkan gejala-gejala
pasca makan (segera atau dalam 2 jam post-prandial) antara lain ansietas, kelemahan, dizziness,
takikardia, keringat, flushing dan penurunan kesadaran. Pasien dengan gangguan motorik gaster harus
selalu ditanyakan spesifik mengenai waktu dan karakteristik gejala-gejalanya tersebut.
Anamnesa mengenai adanya tindakan bedah sebelum tirnbulnya gejala antara lain vagotomi atau
reseksi gaster meningkatkan kernungkinan timbulnya dumping syndrome dan stasis pasca operasi
lambung kronik untuk makanan padat. Dumping atau pengosongan lambung cepat untuk makanan cair
dapat timbul bersamaan dengan muntah dan pengosongan lambung lambat untuk makanan padat.
Tindakan fundoplikasi dengan indikasi gostroesophageal reflux disease (GERD) dan reduksi hernia hiatal
dengan vagotomi tidak sengaja atau kerusakan saraf vagus mengakibatkan dumping untuk makanan cair
dan pengosongan lambung terlarnbat bagi makanan padat
Ada bukti bahwa pemberian antibiotik terhadap bakteri tumbuh lampau dapat memperbaiki
motilitas usus halus. Bila pasien mengalami penurunan berat badan perlu dipikirkan kemungkinan adanya
keganasan saluran cerna. Gangguan infiftratif seperti limfoma dan kelainan sindrom paraneoplastik harus
dipikirkan juga. Pemeriksan Computerized Tor.nographic (CT) scan otak untuk menyingkirkan tumor
serebelum, meningioma dan space occupying lesions (SOL) lain perlu dipertimbangkan sebagai
penyebab berat badan turun. Pemeriksaan seksama psikologi dan kepribadian pasien perlu dilakukan pada
penderita dengan gangguan motorik gaster. Stres akut dapat menimbulkan nausea dan muntah, Anorexia
nervosa dan bulimia berhubungan dengan gangguan pengosongan lambung. Pengobatan dengan
antikolinergik, antidepresan, levodopa dan obat mengandung narkotik juga mernperlambat motilitas
gastrointestinal.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan terhadap hipotensi ortostatik karena bile positif
menunjukkan adanya neuropati otonom. Disfungsi buang air kecil dan gustatory sweating merupakan
indikasi untuk mencari gejala-gejala dan tanda yang berhubungan dengan diabetes, disproteinemia dan
gangguan vaskuler kolagen seperti porphyria. Perut pasien hares diperiksa secara seksama dan adanya
succusion splash, yang menunjukkan adanya cairan intra abdomen. Adanya succusion splash lebih
dari 4-5 jam setelah makan menyokong diagnosis perlambatan pengosongan lambung (gastroparesis).

Dismotilitas Usus Halus


Pada gangguan motilitas usus halus primer, tidak didapatkan kelainan gastrointestinal
organik keadaan tersebut, gejala tidak berhubungan dengan lesi anatomik atau mekanik (seperti
inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik), akan tetapi mungkin ada penyakit siatemik.
Pada kelainan tersebut gejala disebabkan oleh lesi rnekanik atau anatomik, dan harus ada bukti
gangguan motilitas misal anastomosis Roux-en-Y, infeksi usus halus dan obstruksi usus halus parsial.

Gejala-gejala yang dapat diternukan (bila tidak ada penyakit usus inframasi/IBD, neoplasma atau
penebalan mukosa) antara lain nyeri abdomen, kembung dan sering flatus, diare, penurunan berat
badan, mual dan muntah.
Komplikasi sekunder karena dismotilitas usus halus termasuk: 1) abnorrnalitas pola usus halus pada
keadaan makan yang mengakibatkan gagalnya digesti dan absorpsi usus halus normal yang dapat
menimbulkan diare dan malabsorpsi; 2) abnormalitas pola usus halus ada keadaan puasa yang
mengakibatkan bakteri tumbuh la m pau, yang menimbulkan kembung, diare den mafabsorpsi; dan 3)
transit cepat yang mengakibatkan berkurangnya waktu absorpsi dan meningkatnya sekresi cairan usus
halus. Hal ini dapat menimbulkan malabsorpsi dan diare osmotik.
Penyebab dari disfungsi motorik usus halus:
1. Gangguan otot polos:
Sklerosis sistemik(skleroderma)
Dermatomiositis dan polimiositis
Distrofi miotonik (Miotonika distrofia, penyakit Steinert)
Amioloidosis
2. Gangguan sistem saraf enterik (ENS):
- Penyakit Parkinson
- Neuropati viseral karena obat
- Neuropati viseral paraneoplastik
- lnfeksi virus
3. Gangguan mengenai sistem saraf Otonom penfer
Diabetes Melitus
Sklerosis multiple
Gangguan sistem saraf pusat
Gangguan seteiah anastomosis Roux-en-Y
Divertikulosis jejunum
Dismotilitas Usus Besar (Kolon)
Gangguan yang sering didapatkan yaitu konstipasi idiopatik, sindrom usus iritabel(IBS) dan
divertikulosis)

Konstipasi idiopatik. Kelainan ini disebabkan oleh penyakit sistemik, gastrointestinal dan neurologik.
Jika tidak didapatkan penyakit organik yang rnenimbulkan konstipasi maka dinamakan idiopatik.
Patofisiologi tidak jelas, akan tetapi ada tiga mekanisme primer yang berperan antara lain peningkatan
absorpsi cairan di kolon dengan transit normal, melarnbatnya transit dengan absorpsi normal, dan
gangguan defekasi dirnana pergerakan kolon tidak fungsional. Peningkatan waktu kontak meningkatkan
pengeringan tinja, sehingga mempersulit pendorongan tinja, dapat terjadi segmentasi, dengan gerakan
yang melambat. Hal ini mernbuat transit yang melambat dan akhirnya konstipasi.

Aktifitas motorik normal kolon dapat timbul pada konstipasi. Meskipun frekuensi dan amplitudo
kontraksi normal, koordinasi tidak terjadi. Juga hal ini menimbulkan proses aliran tinja menjadi
abnormal. Lebih lagi, hipomotilitas dengan transit yang lambat dapat menyebabkan konstipasi dengan
meningkatnya waktu kontak mukosa. Penyakit neurokimia berperan pada patofisiologi konstipasi, Koch
dkk mendemonstrasikan berkurangnya kadar vasoactive intestinal peptide (VIP) dan peptide histidinemethionine pada pasien konstipasi. Penyakit neuroanatomik juga dapat menimbulkan konstipasi
Krishamurthy dkk. melaporkan penurunan neuron argyrophilic pada spesimen reseksi dari pasien
konstipasi. Kelainan lain yaitu berkurangnya jumlah axon dan peningkatan nuclei berbentuk macam
macam.
Sindrom usus iritabel (IBS). Sindrom ini ditandai oleh berbagai perubahan kebiasaan buang
air besar yang berhubungan dengan nyeri abdomen. Penyebab gejala IBS tetap menduga aktivitas
kontrol elektrik yang abnormal berperan, pakar lain mengusulkan penyebab IBS termaauk abnormalitas
kontraksi yang panjang atau larnanya gerakan masa kolon, stres psikologis dan sensitifitas rektum yang
abnormal. Penyebab ini biasa multifaktonal tidak hanya satu saja. Gangguan psikologis, gangguan
motilitas, dan meningkatnya ambang rangsang nyeri visceral semua berperan untuk terjadinya IBS.
Divertikulosis. Penyakit ini terjadi karena kelemahan dinding usus disertai adanya konstipasi. Pada
pasien divertikulosis sering didapatkan kontraksi yang kuat yang mengisolasi segme n usus dan menyempitkan
usus. Hal ini meningkatkan tekanan tinggi.
Pengobatan
Berupa diet tinggi serat (20-30 gram/hari). Antikolinergik dapat menurunkan tekanan dan nyeri
berhubungan dengan spasme. Analgesik opioid dapat meredakan nyeri, tapi dapat memperberat
keadaan pada jangka panjang karena konstipasi sebagai efek sampingnya. Antibiotik hanya bila ada
diverkulitis.
Dismotilitas Anorektal
Gangguan motilitas anorekttal/gangguan defekasi dapat berupa gangguan kontinentia atau gangguan
eliminasi/ pengeluaran tinja.
1. Gangguan Kontinentia. Gangguan kontinentia dapat ditemukan pada beberapa penyakit
antara lain:
Inkontinentia tinja idiopatik
Diabetes Melitus Sklerosis multipel
2. Gangguan Eliminasi pengeluaraa tinja. Gangguan eliminasi tinja ini dapat ditemukan pada
penyakit antara lain:
- Megarektum
- Penyakit Hirschprung
- Disinergi dasar pelvis

EPIDEMIOLOGI
Sindrom dispepsia ditemukan pada 50% passen yang berobat pada gastroenterologis, dan 30% pasien
yang berobat kedokter umum. Ponelitian pada populasi Jakarta tahun 2009 di Indonesia menunjukkan
prevalensi sindrom dispepsia yaitu 51%,
Prevalensi gostroesaphageal reflux disease (GERD) di Asia rendah, namun menunjukkan tren
yang meningkat. Di Hongkong, prevelansi GERD meningkat tiap tahun yaitu dari 29.8% dari
populasi pada tahun 2002 menjadi 35% dari populasi pada tahun 2003. Di Indonesia belum
didapatkan data epidemiologik yang bali mengenai GERD. Data RS Cipto Mangunkusumo
menunjukkan peningkatan GERD pada penderita yang diendoskopi dari 6% pada tahun 1997
menjadi 26% pada tabula 2002.
Konstipasi timbul kurang lebih 1-2% dan populasi umum yang mencari pengobatan. Seringkali
konstipasi membaik sendiri atau sebagai respons terhadap kontrol diet atau penambahan serat pangan
(seperti Malax atau Vegeta). Seringkali tes diagnostik yang ada tidak dapat menunjukkan adanya lesi
organik.
GEJALA DAN TANDA KLINIK
Gejaia dismotilitas lambung merupakan gejala dari pengosongan lambung terlambat dan
percepatan pengosongan lambung.
"Pengosongan lambung terlambat" biasanya menimbulkan gejala nausea, muntah, kernbung, penuh,
sendawa, cepat kenyang, nyeri epigastrium, anoreksia, heartburn, refluks asarn lambung, berat badan
tunun. 'Percepatan penngsongan lambung" menimbulkan gejala-gejala pasca makan (segera atau dalam
2 jam post-prandial) antara lain ansietas, kelemahan, dizziness, takikardia, keringat., dan penurunan
kesadaran.
Penderita dengan pseudoobstruksi mengeluh nyeri abdomen, diare atau konstipasi. Pasien dengan
pseudo obstruksi mengalarni nyeri abdomen, diare atau konstipasi.
Pada penderita pankreatitis akut ditemukan bahwa terjadi perlambatan transit time kolon, gangguan
motilitas sehingga terjadi kembung sampai ileus paralitik.
ETIOLOGI
penyebab dismotilitas gastrointestinal biasanya fungsronal, tak ditemukan kelainan organic struktural. Bila
tidak ditemukan ketainan struktural, maka dismotilitas gastrointestinal yang ada disebut idiopatik.
Beberapa pencetus yang diduga apakah infeksi virus di lambung atau pemberian antibiotic atau
makanani berlemak, alkohol berlebihani makan terlambat malarn. Dismotilitas dapat timbul sebagai
kornplikasi diabetes, penyakit Parkinson dan setelah operasi lambung dan efek seminggu Parkinson.
Pseudoobstruksi intestinal terdiri dari primer dan sekunder Pseudoobstruksi intestinal primer
(idiopatik) disebabkan gangguan motilitas tanpa penyebab jelas. Pseudoobstruksi intestinal sekunder
disebabkan oleh skleroderrna, miksedema, arniloidosis, muscular dystrophy, multiple sclerosis,
hipokalemia, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, obat-obat (antikolinergik, opiat).

Dalarn penelitian ditemukan bukti bahwa genetik merupakan penyebab dismotilitas


gastrointestinal yaitu gen DXY5154. Kelainan genetik inidapat timbul pada penyakit Kawasaki atau
penyakit Parkinson.
PATOGENESIS
Pseudoobstruksi intestinal primer (idiopatik) diduga disebabkan adanya masalah pada otot polos
usus (mic, pat; visceral), atau disebabkan oleh masalah pada saraf yang mempersarafi usus.
DIAGNOSIS
Pada dismotilitas saluran cerna bagian atas diperlukan pemeriksaan rontgen barium meat (OMO),
endoskopi saluran cerna bagian atas (esofagogaduodenoskopi), elek-trogastrografi, pemeriksaan
radionuklida pengosongan lambung dan pemeriksan non-radionuclide pengosongan lambung lain.
Perneriksaan penunjang untuk gangguan motilitas gaster antara lain pemeriksaan hernatologi dan
biokimia termasuk albumin prealburnin, elektrolit, analisa gas darah, gula darah untuk rnemeriksa adanya
diabetes melitus harus dilakukan. Perneriksaan rontgen barium meal lambung duodenum (OMD) dan
endoskopi saluran cerna bagian atas harus dilakukan untuk memastikan adanya kelainan dalam garter dll.
Pemeriksaan pHrnetri 24 jam dan manometri esofagus digunakan untuk. menunjang diagnosis GERD.
Pemeriksaan lain yang rnasih jarang yaitu pemeriksaan elektrogastrografi, radionuklida pengosongan
lambung dan nonradionuklida pengosongan lambung (skrining fluoroskopi, computerized tomography,
teknik impedance dan ultrasonografi abdomen) dapat dilakukan di rurnah sakit yang memiliki fasilitas
tersebut. Pada dismotilitas saluran cerna bagian bawah diperlukan pemeriksaan rutin tinja, pemeriksaan
rontgen uses, kolonoskopi dan pemeriksaan transit usus halos atau koion dan pemeriksan manometri
anorektal.
Evaluasi pasien yang diduga rnenderita gangguan motilitas usus halus:
Prinsip
1. Singkirkan kemungkinan penyakit yang dapat diobati seporti ohstru ksi mekanik, kelainan
mukosa, penyakit usus inflamatorik (IBM sindrom pasta gastrektomi, kelainan rnetabolik dan efek
samping obat.
2. Sepertiga pasien merupakan sindrom usus iritabel (IBS)
3. Harus dicari apakali ada penyakit diluar usus misal dari riwayat keluarga atau secara
kllnik ada penyakit sistemik
4. Selain mengobati gejala gangguan motilitas, bila didapatkan penyakit dasar yang
menyebabkan harus diobati juga secara tepat.
Anamnesis
Keluhan pasien berupa kembung perut, nyeri, dan diare.
Apakah gangguan ini akut atau kronik?
Berapa umur dan apa etnik pasien? Usia lanjut bila menunjukkan kelainan usus yang difus
atau sindrom paraneoplastik.
Apakah ada meal dengan atau tanpa muntah (bila ya, ada gangguan lambung)
Apakah konstipasi merupakan gejala utama? (jika ya, ada gangguan kolon)

Jika gejala akut atau kronik, apakah secara cepat menjadi berat?(jika ya, pikirkan
obstruksi mekanik parsial karena tumor)
Apakah penurunan berat badan merupakan gejala utama?(jika ya, pikirkan kondisi yang
menyebabkan maldigesti dan malabsorpsi. Juga pikirkan sindromparaneoplastik)
Apakan pasien memiliki riwayat penyakit sistemik (misal diabetes melitus,
sclerosissistemik, penyakit neurologik, penyakit spinal cord)?
Obat-obat apa yang dikonsumsi?
Apakah ada riwayat keluarga yang serupa masalahnya? (masa) pada neuropati dan miopati
visceral)
Apakah ada bukti gangguan buang air kecil atau pada pria disfungsi seksual?

Apakah hipotensi ortostatik?


Apakah ada riwayat operasi iarnbung atau usus halus?

Pemeriksaan Fisik
Perneriksaan fisik perlu dilakukan untuk menemukan kelainan- kelainan seperti:
Pada kulit termasuk adanya skleroderma, neurofibromatosis, acanthosis nigricans,lupus
sistemik,dan jaringan parut operasi perlu dilakukan
Kelainan kardiovaskular termasuk hipotensi postural dan kardiornegali
Kelainan neurologik termasuk parkinsonisme, distropika miotonia, sindrom Shy-Drager dan
skerosis
Sebagai tarnbahan pada hipotensi postural adanya disfungsi otonom mengenai
saluran gastrointestinal
Kelainan metabolik dan endokrinologik perlu dipikirkan bila ada atrofi testis dan
manifestasi klinik dari hiper atau hipotiroidisme.
Pemeriksaan Penunjang
Penyebab mekanik dari obstruksi harus dilakukan dengan pemerisaan rontgen kontras dan
endoskopi. Kelainan mukosa diperiksa dengan rontgen kontras dan biopsi mukosa. Jika diare
masalah utama, evaluasi malabsorpsi, dengan perneriksaan kimia darah dan gambaran
hernatologik harus dilakukan. Kelainan metabolik harus dicari dengan tes fungsi tiroid dan
kimia darah. Kelainan vaskular kolagen diperiksa dengan -test serologik. Perneriksaan spesifik
untuk neuropati otonom harus dilakukan jika dicurigai dan anarnnesis dan perneriksaan frsik
Jika perneriksaaan-pemeriksaan ini menunjukkan gangguan motilitas, tentukan apakah
gejala yang ada merupakan akibat komplikasi, dan identifikasi daerah yang terkena dengan
pemeriksaan pengosongan lambung , perneriksaan motilitas usus halus, pemeriksaan
motilitas kolon, dan atau pemeriksaan anorektal.
Diagnosis dismotilitas kolon ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah, rontgen kolon barium enema atau
kolonoskopi).

Diagnosis pseudoobstruksi intestinal primer ditegakkan berdasarkan perneriksaan


motilitas usus, rontgen, dan studi pengosongan lambung.
PENATALAKSANAAN
Pe ngobatan dismotiritas esofagus tergantung kelainannya. Pada akalasia yang utarna yaitu
mengembalikan peristaltik esofagus yang normal dan menghasilkan sfingter esofagus bawah
(LES) relaksasi sempurna. Tindakan yang dianjurkan yaitu dilatasi esofagus atau operasi
esofagomiotomi otot LES. Tindakan dilatasi esofagus yang sering dilakukan yaitu dilatasi
busi(Savary guillard atau Hurst mercury) dan dilatasi pneumatic (balon).
Makan yang halus dan serat dapat mengurangi dismotilitas selama hidup. Makan teratur
dan nimati makanan, jangan minum alkohol terlalu banyak, makan sedikit tapi sering dan
regular. Obat-obat yang dipakai untuk dismotilitas esofagus dan lambung yaitu prokinetik
(menormalkan peristaltik lambung).
Pengobatan konstipasi idiopatik karena dismotilitas usus besar (kolon) berupa diet tinggi serat 20-30
gram perhari, banyak minum, jika mungkin hentikan laksatif dan obat-obat yang tidak penting. Jika hal ini
tidak berhasil, lakukan pemeriksaan motilitas (manometri anus dan tes transit koion). Tes transit kolon
yang ada yaitu scintigraphi transit kolon. Pada keadaan ini baru dapat dipakai laksatif berupa laktulosa,
serat. Obat-obat prokinetik seperti cisapride, tegaserod dapat dipakai.
Pengobatan sindrom usus iritabel (IBS) akibat dismotilitas kolon biasa dengan diet tinggi serat, banyak
minum, obat anti depresi anxietas, obat prokinetik seperti cisapride dan tegaserod. Bila tidak berhasil baru
dipakai laksatif. Pada diare dapat diberikan obat anti diare atau obat antikolinergik.
Pengobatan pada inkontinentia tinjaa akibat dismotilitas anorektal yaitu latihan biofeedback dan obat
anti diare pada diare.
Pada pseudoobstruksi intestinal didapatkan penurunan kemarnpuan usus halus untuk mendorong
makanan ke bawah, dan seringkali menimbulkan pelebaran berbagai bagian usus basal. Hal ini
menyebabkan primer (idiopatik atau bawaan) atau karena penyakit lain(sekunder). Garnbaran klinis dan
radiologis seringkali serupa dengan obstruksi usus halus.
Pengobatan pada gangguan defekasi atau gangguan elirninasini pengeluaran tinja akibat disrnotilitas
anorektal yaitu:
Pada impaksi tinja karena rnegakolon, dilakukan enema rectum diikuti irigasi kolon
rnenggunakan cairan elektrolit seimbang. Sabun enema harus dihindarkan karena
menimbulkan kolitis.
Pasien imobilisasi atau cacat harus diberikan diet tinggi serat dengan enema 1-2x/minggu
untuk mencegah rekurensi atau impaksi tinja.
Latihan Biofeedback.
Pengobatan pseudoobstruksi primer (idiopatik) tidak ada pengobatan yang definitif. Sementara
diberikan nutrisi dan cairan hidrasi yang optimal dan obat-obat penghilang rasa sakit. Pengobatan
pseudoobstruksi sekunder ditujukan pada pengobatan penyakit dasamya.

Obat-obat yang sering diberikan pada dismotilitas gaster yaitu metoclopramide, cisapride dan
erythromycin walaupun hasilnya belum jelas. Stasis intestinal, menyebabkan terjadinya bakteri
tumbuh lampau, dan kemudian diare atau malabsorpsi, sebaiknya diberikan. Defisiensi nutrisi diobati
dengan suplemen oral, dan jarang nutrisi parenterl total. Octroetide telah banyak digunakan pada diare
kronik. Operasi dan prosedur tainnya: Dekompresi intestinal dari kolostomi atau pemasangan selang.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ileus, dehidrasi, malnutrisi, tak dapat buang air besar.
P EN CEGAHAN
Pencegahaan yang baik yaitu perbaiki pola hidup, dan pola makan minum yang balk. Pada kelainan
motilitas sekunder, memperbaiki penyakit dasarnya.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung penyakit dan penyebab, Bila hanya fungsional prognosisnya cukup balk.
KESIMPULAN
Dismotilitas saluran cerna cukup banyak ditemukan pada manusia. Dalam mendiagnosis gangguan motilitas
saluran cerna bagian atas dan bawah perlu dicari apakah fungsional atau organik. Selain mengobati
gangguan motifitasnya, usahakan obati penyakit dasar penyebabnya.

Anda mungkin juga menyukai