Anda di halaman 1dari 119

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 4

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8

Syahril Sidiq (04011181621018)


Zahwa Maulana M. (04011181621046)
Fatrina Maha Dewi (04011181621050)
Desi Marwani (04011181621056)
Annisa Rahayu (04011181621057)
Mutiara Tri Forettira (04011181621058)
Challis Malika Ravantara (04011281621126)
Afrida Yolanda Putri (04011181621145)
Emilia Intan Sari (04011181621146)
Nadella Priscellia (04011181621153)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridha dan karunia-Nya lah
laporan tutorial skenario ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas skill lab yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dan tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Soilia, selaku tutor yang
telah mendampingi serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas
tutorial ini.
Kami menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari pembaca akan sangat diharapkan guna perbaikan serta penyempurnaan
pembuatan laporan di masa yang akan datang.

Palembang, 11 November 2016

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…................................................................................................ i
DAFTAR ISI………….................................................................................................. ii
SKENARIO .....….......................................................................................................... 1
I. Klarifikasi
Istilah..................................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah................................................................................................. 3
III. Analisis Masalah….................................................................................................. 4
IV. Sintesis Masalah ………………………………….................................................. 46
V. Kerangka Konsep………………………………………………………………… 113
VI. Resume………………………………………………………………….….......... 113
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 114

ii
SKENARIO A TUTORIAL 1 BLOK 4

Andi, berusia 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada paha
kanan. Sebelumnya Andi yang sedang mengendarai motor mengalami tabrakan dengan
motor lain dari arah yang berlawanan. Andi jatuh kearah kanan dengan motor manimpa
paha dan kaki kanannya.
Tidak ada riwayat pingsan, mual, muntah, ataupun traumna benturan pada
kepala. Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya, dan tidak ada riwayat
penyakit yang sama dalam kelurga. Didapatkan tanda vital: Tekanan Darah= 100/80,
nadi= 80x/menit, Respiratory rate : 20x/menit, suhu= 36,7 Celcius, skala nyeri (VAS)=
4.
Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan hematom, edema, dan deformitas pada
region femoris dextra. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada regio femoris setempat.
Pada pergerakan ditemukan gerak aktif dan pasif hip joint tidak dapat dievaluasi kerena
nyeri, gerak aktif dan pasif knee joint tidak dapat dievaluasi kerena nyeri.
Berdasarkan hasil rontgen didapatkan kesan fraktur kominutif 1/3 medial
os.femur dextra dengan displaced ke arah craniomedioposterior.
Andi berdiskusi dengan dokter terkait kemungkinan terapi dengan pijat dengan
dukun patah tulang. Dokter menjelaskan secara ringkas proses penyembuhan pada
kejadian patah tulang. Andi menyetujui keputusan dokter untuk dilakukan tindakan
operasi dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).

I. Klarifikasi Istilah

1) Nyeri : Berasa sakit(seperti ditusuk-tusu jarum / seperti


dijepit pada bagian tubuh, rasa yang
menimbulkan penderitaan). (KBBI)
2) Trauma : Keadaan jiwa tau tingkah laku yang tidak normal
sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cidera
jasmani (luka berat). (KBBI)
3) Tanda Vital : Pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk

1
mengetahui tanda klinis dan berguna untuk
menegakkan diagnosis suatu penyakit dan
berfungsi dalam menentukan perencanaan
perawatan medis yang sesuai. (idmedis.com)
4) Pemeriksaan Inspeksi : Suatu teknik pengkajian untuk menilai kelainan
pada pasien dengan cara melihat tanpa menyetuh
ataupun melakukan tindakan terhadap bagian
yang hendak dinilai. (pengertianologi.com)
5) Hematom : Pengumpulan setempat ekstravasasi darah
biasanya membeku didalam organ, ruang atau `
jaringan. (Kamus Dorland)
6) Edema : Pengumpulan cairan secara abnormal diruang
interselular tubuh. (Kamus Dorland)
7) Deformitas : Perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara
umum. (Kamus Dorland)
8) Region femoris dextra : Daerah femur bagian kanan. (Kamus Dorland)
9) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara meraba. (KBBI)
10) Nyeri tekan : Nyeri yang timbul bila ditekan didaerah yang
terjadi kerusakan jaringan.
11) Fraktur kominutif 1/3 medial os.femur dextra : Pecahnya tulang femur kanan
bagian tengah menjadi serpihan atau hancur.
(Kamus Dorland)
12) Craniomedioposterior : Patahnya tulang mengalah keatas kedalam agak
belakang.
13) Displaced : Pemindahan dari posisi atau tempat yang
normal.(Kamus Dorland)
14) Gerak aktif : Pergerakan otot.
15) Gerak pasif : Pergerakan tulang.
16) Hip joint : Merupakan sendi yang dibentuk oleh kaput
femoris dengan fossa acetabulum.(cari bahasa
latinnya). (articulatio coxae)
17) Knee joint : Persendian yang terletak pada ektemitas inferior

2
yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah yang
terdiri dari tulang-tulang pembentuknya yaitu os
femur, os patela, dan os tibia.( articulatio genus)
18) Operasi dengan ORIF : Fiksasin interna dengan pembedahan terbuka
untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukkan paku, screw, pen
kedalam tempat frakturr untuk menguatkan atau
mengikat bagian- bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan. (eprins.ums.ac.id)

II. Identifikasi Masalah

1. Andi, berusia 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada paha
kanan karena sebelumnya mengalami tabrakan dengan motor lain dari arah yang
berlawanan, lalu jatuh kearah kanan dengan motor manimpa paha dan kaki
kanannya.(**)
2. Tanda vital: Tekanan Darah : 100/80, nadi= 80x/menit, Respiratory rate :
20x/menit, suhu = 36,7 Celcius, skala nyeri (VAS) = 4. (***)
3. Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan hematom, edema, dan deformitas pada
region femoris dextra.(*****)
4. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada regio femoris setempat.(****)
5. Pada pergerakan ditemukan gerak aktif dan pasif hip joint tidak dapat dievaluasi
kerena nyeri, gerak aktif dan pasif knee joint tidak dapat dievaluasi kerena nyeri.
(****)
6. Berdasarkan hasil rontgen didapatkan kesan fraktur kominutif 1/3 medial
os.femur dextra dengan displaced ke arah craniomedioposterior.(******)
7. Dokter menjelaskan secara ringkas proses penyembuhan pada kejadian patah
tulang dan Andi menyetujui keputusan dokter untuk dilakukan tindakan operasi
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).(*)

III. Analisis Masalah

3
1. Berdasarkan hasil rontgen didapatkan kesan fraktur kominutif 1/3 medial
os.femur dextra dengan displaced ke arah craniomedioposterior.
1. Apa dampak yang terjadi dari displaced kearah craniomedioposterior?
Jawab : Jika terjadi fraktur maka periosteum, pembuluh darah, korteks
dan jaringan sekitarnya mengalami kerusakan jaringan di ujung tulang. Hal ini
akan menyebabkan terbentuknya hematoma yang menyebabkan jaringan sekitar
tulang akan mengalami kematian sebab suplay nutrisi ke daerah tersebut jadi
terhambat. Jika keadaan ini terus menerus terjadi maka akan menyebabkan
nekrosis pada jaringan ini yang nantinya merangsang kecenderungan untuk
terjadi peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan
leukosit, serta infiltrasi dari sel-sel darah putih yang lain.

2. Bagaimana struktur anatomi dari tulang femur?


Jawab Adapun anatominya secara keseluruhan yaitu ::

4
a. Perdarahan femur
Perdarahan adalah hilangnya volume darah secara tiba-tiba sehingga kapasitas
pembuluh darah tidak memadai dan menyebabkan syok. dari kedua pengertian di atas,
maka dapat dikatakan fraktur dengan perdarahan adalah merupakan komplikasi dari
fraktur berupa syok hipovolemik atau traumatik perdarahan (perdarahan interna yang
tidak kelihatan dan perdarahan eksterna) serta kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan
yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas terutama femur, pelvis, thoraks dan
vertebrae.
Trauma mekanik seperti yang telah disebutkan di atas, selain tulang patah,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengkan edema jaringan lunak, perdarahan
ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan
pembuluh darah. syok hemoragik adalah bahaya potensial dari cedera otot dan tulang,
terutama laserasi langsung dari ARTERI atau fraktur pelvis atau femur yang sering
disertai dengan perdarahan yang ber syok. luka pada syaraf atau pembuluh darah yang
menyediakan darah bagekstremitas adalah merupakan komplikasi yang sering terjadi
kerusakan pembuluh darah terutama ARTERI iliaka yang menyuplai pelvis, perineum
dan regio gluteal dan ARTERI iliaka eksterna yang menyeberangi lipatan paha dan

5
memasuki paha yang disebut ARTERI femoralis maka fraktur pada daerah femur dan
pelvis sangat mungkin ber syok hipofolemik. terkadang luka menyebabkan kehilangan
fungsi yang ditemukan pada kerusakan neurovaskuler. hal ini penting dalam evaluasi
sirkulasi dan neurologis distal. karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler,
maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar.
Tulang dikatakan organ vaskuler karena periosteum yang merupakan jaringan
fibrosa kuat yang melapisi tulang panjang pada bagian luar kaya akan pembuluh darah
yang menembus tulang. ada tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang
panjang, yaitu pertama, sejumlah besar ARTERI kecil menembus tulang kompakta
untuk menyuplai kanal dan sistem havers, yang kedua, ARTERI lebih besar menembus
tulang kompakta untuk menyuplai tulang spongiosa dan sum-sum tulang (lubang tempat
pembuluh darah tersebut menembus tulang, inilah yang dapat kita lihat berupa
perembesan darah pada tulang dan ketika satu atau dua ARTERI besar menyuplai kanal
medula yang sering disebut ARTERI nutrien. Pada fraktur tertutup femur dapat
menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1 (satu) liter apalagi biloa terjadi fraktur pada
kedua femur. fraktur pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang dapat masuk ke
abdomen dan daerah retroperitonial. pada pelvis dapat terjadi beberapa fragmen pada
beberapa tempat dan setiap fraktur dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 500
(lima ratus) milliliter. fraktus pelvis dapat pula menyebabkan robekan pada kandung
kemih atau pembuluh darah pelvis yang besar dan dapat ber perdarahan yang fatal ke
dalam abdomen. perlu diingat, fraktur yang multiple dapat mengancam jiwa walaupun
tidak terlihat darah yang terlihat keluar, yang ber syok dan bisa ber fatal dalam beberapa
jam setelah cedera.
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat
terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang
besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis (Suratum, dkk, 2008)

b. Pendarahan pada femur


Persarafan pada os femur sebagai berikut

6
Ini adalah gambar dari saraf-saraf plexus lumbalis berjalan ke ventral
articulatio coxae dan mempersarafi bagian inferior dinding anterolateral
abdomen dan sisi ventral paha. Cabang-cabang plexus sacralis berjalan ke dorsal
articulatio coxae. Cabang ini mempersarafi sisi posterior paha, sebagian besar
tungkai dan keseluruhan kaki.

7
Semua saraf plexus lumbalis berpartisipasi dalam persarafan sensorik
region inguinalis dan ventral paha. Sisi lateral tungkai dan dorsum pedis
dipersarafi oleh cabang-cabang plexus sacralis. Regio glutealis dipersarafi oleh
Rr. Posteriors dari saraf-saraf spinal bagian lumbal (Nn. Clunium Superiores)
dan sacral (Nn. Clunium medii). Bagian dorsal keseluruhan ekstremitas bawah
dan telapak kaki dipersarafi oleh cabang-cabang plexus sacralis.

c. Otot-otot yang menggerakkan paha


Otot-otot yang menggerakkan paha semuanya menempel ke sebagian
dari gelang panggul dan femur (tulang paha). Otot-otot ini meliputi otot-otot
gluteus, iliopsoas, dan sekelompok otot-otot adductor. Kontraksi dari otot-otot ini
menggerakkan sendi panggul. Otot-otot gluteus terletak pada permukaan
belakang dan meliputi gluteus maximus, gluteus medius, dan gluteus minimus.
Otot-otot gluteus mengabduksi paha (mereka menaikkan paha ke samping ke
posis horizontal). Gluteus maximus adalah otot terbesar dalam tubuh dan
membentuk bagian pantat; inilah otot yang anda bertumpu padanya ketika duduk.
Sebagai tambahan dari mengabduksi paha, gluteus maximus juga meluruskan,
atau mengekstensikan, paha pada panggul, ketika anda menaiki tangga. Gluteus
medius terletak sebagian dibelakang dan atas dari gluteus maximus. Kedua otot
gluteus ini biasanya digunakan sebagai tempat injeksi intramuskuler. Iliopsoas
terletak pada permukaan superior dari daerah diantara paha dan perut. Kontraksi
dari otot ini memfleksikan paha, membuatnya antagonis terhadap gluteus
maximus. Otot-otot adductor terletak pada permukaan bagian tengah (dalam) dari
paha. Otot-otot ini mengadduksi paha, menekan mereka secara bersama. Inilah
otot-otot yang digunakan oleh penunggang kuda untuk tetapi di atas kuda. Otot-
otot adductur meliputi: adductor longus, adductor brevis, adductor magnus, dan
adductor gracilis.
Otot permukaan ventral pangkal femur
1.      M. Ilio psoas
Persyarafan : ramus muskularis pleksus lumbalis
a.       M. Iliakus

8
Origo : fossa iliaka, spina iliaka anterior inferior bagian depan
artikulasio koksae;
Insersi : trokhanter minor, batas medial linea aspera;
Fungsi : fleksi, endorotasi artikulasio koksae; dan fleksi kolumna
vertebralis lumbalis
b.      M. Psoas mayor
Insersi : trokhanter minor;
Origo : permukaan lateral korpus vertebra torakalis XII, korpus
vertebralis lumbalis 1-IV;
Fungsi : eksorotasi pada waktu M. Gluteus berkontraksi 
c.       M. Psoas minor
Insersi : trokhanter minor, insersi tendon yang lebih panjang;
Origo : pemukaa lateral vertebra torasika XII dan vertebra lumbalis I
d.      M. Sartorius
Insersi : sisi medial tuberositas tibia
Origo : spina iliaka anterior superior
Fungsi : membantu fleksi abduksi dan endorotasi femur, menekuk dan
memutar artikulasio genu.
2.      Otot permukaan  venter femur (M. Quadrisep Femoris)
Persyarafan : nervus femoris
a.       M. Rektur femoris
Insesi : seluruh fasia fasies proksimal ligamentum patela dan tuberositas
tibia
Origo : spina iliaka anterior inferior dan sisi kranial asetabulum
Fungsi : meregangkan M. rektus femoris pada artikulasio koksae
b.      M. ventus (medialis, lateralis, dan intermedialis)
Insersi : ligamentum patella, retinakula petela pada tuberositas tibia
Origo : labium media, lateral, dan ventral linea aspera sampai ke
trokhanter mayor
Fungsi : menopang fleksi pada artikularis koksae
c.       M. Artikularis genu
Origo : serabut-serabut distal kapsula sendi lutut

9
Adductor femur
1.  M. pectineus
Insersi : linea pektini femur
Origo : ossis pubis
Persyarafan : nervus femoralis dan nervus obturatoris
Fungsi : adduksi femur, memabntu fleksi, dan eksorotasi artikulasio
koksae
2.  M. adductor longus
Insersi : bagian tengah linea aspera labium medial
Origo : ramus superior dan ramus inferior ossis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi femur dan fleksi artikulasio koksae
3.  M. adductor brevis
Insersi : linea aspera labium medial
Origo : ramus inferior ossis pubis foramen obturatum
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi, ekstensi femur, dan eksorotasi pada artikulasio koksae
4.  M. adductor magnus
Insersi : tuberositas gluteus epikondilum medialis femoalis
Origo : ramus ossis iskii dan tuberositas iskiadikum
Persyarafan : nervus obturatorius dan nervus iskiadikus
Fungsi : adduksi femur membantu meregangkan paha dan eksorotasi
femur
5.  M. adductor minus
Insersi : bagian atas linea aspera labium medial
Origo : ramus inferior ossis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi: adduksi paha membantu fleksi dan eksorotasi paha
6.  M. grasilis
Insersi : bertendon panjang pada sisi medial tuberositas tibia
Origo : ramus inferior ossis pubis sepanjang simpisis pubis

10
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi femur, fleksi artikulasio genu, dan endorotasi femur
7.  M. obtorator eksternus
Insersi : bertendon kedalam fosa trokhanter femur
Origo : bagian luar foramen obturatum
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : eksorotasi femur, fleksi pada artikulasio koksae

Otot-otot fleksor femur


1.      M. biseps femoris
Insersi : kaput fibula bertendon kuat
Origo : tuber iskiadikum bersatu dengan M. Semitendinosus
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua dan nervus fibularis kumunis
Fungsi : fleksi kruris pada artikulasio genu eksorotasi dan ekstensi
antikulasio genu
2.      M. semi tendinosus
Insersi : bertendon panjang medial tuberositas tibia
Origo : tuber iskiadikum kaput langus musculi bisep femoris
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua
Fungsi : fleksi kruris artikulasio genu, endorotasi dan ekstensi
artikulasio koksae
3.      M. ssemi membranosus
Insersi : kondilum medialis tibia dan ligamentum popliteum obligues
Origo : tuber iskiadikum bertendon lebar
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua
Fungsi : fleksi dan endorotasi artikulasio genu, ekstensi artikulasio
koksae

11
3. Bagaimana struktur histologi dari tulang femur?
Jawab : Strukturnya adalah sebagai berikut :
Femur adalah salah satu dari jenis tulang panjang (Long bone). Tulang
panjang terdiri dari lapisan luar padat yang terdiri dari tulang kompak yang
terlihat halus dan padat dan di dalam tulang kompak terdapat tulang spons yang
terdiri dari potongan datar yang menyerupai sarang lebah atau jarum-jarum yang
disebut trabekula.

12
Unit struktural tulang kompak adalah osteon, atau sistem Haversian,
yang terdiri dari tabung konsentris matriks tulang (lamellae) yang mengelilingi
kanal Haversian pusat yang berfungsi sebagai lorong untuk pembuluh darah dan
saraf.
Osteosit menempati kekosongan di persimpangan dari lamellae, dan
saling terhubung antara satu sama lain dan antara kanal pusat melalui
serangkaian saluran yang menyerupai rambut yang disebut canaliculi.
Lamellae melingkar yang terletak tepat di bawah periosteum, meluas di
sekitar lingkar tulang, sementara interstitial lamellae terletak antara osteons
utuh, mengisi ruang-ruang di antaranya.
Tulang spons tidak memiliki osteons tetapi memiliki trabekula yang
menyelaraskan sepanjang garis stres, yang mengandung lamellae tidak teratur.

13
4. Bagaimana struktur tulang femur yang mengalami fraktur)?
Jawab : tulang femur yang mengalami fraktur :
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment).

14
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang
akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh
di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin
akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

5. Bagaimana mekanisme displaced kearah craniomedioposterior?


Jawab : Saat terjadi fraktur Diskontinuitas tulang Perubahan
jaringan sekitar Pergeseran fragmen tulang Deformitas.

6. Apa saja jenis-jenis fraktur?


Jawab : Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan
tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.

15
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:


a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Price dan Wilson (2005) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan


mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

16
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan
oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama

2. Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan hematom, edema, dan deformitas pada


region femoris dextra.
1. Bagaimana mekanisme terjadinya hematom?
Jawab : Terjadi trauma pembuluh darah rusak darah mengalir di luar
pembuluh darah darah membeku hematom.

2. Bagaimana mekanisme terjadinya edema?


Jawab : mekanisme terjadiya edema yaitu:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan
tekanan osmotic plasma. Penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar
dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang
dari normal; dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang–
ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein
plasma dapat terjadi melalui beberapa cara: pengeluaran berlebihan protein
plasma di urin akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma akibat

17
penyakit hati (hati mensintesis hampir semua protein plasma); makanan yang
kurang mengandung protein; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang
luas .
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein
plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak.
Sebagai contoh, melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh
histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Terjadi penurunan tekanan
osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan
tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan
protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar.
ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan
dengan cedera (misalnya, lepuh) dan respon alergi (misalnya, biduran). 
3. Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di vena, akan
disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya
kedalam vena. Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan
pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga
dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah
adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa
kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena–vena besar yang mengalirkan
darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga
abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong
terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan
cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe
lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase
limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama
pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas
terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk
yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-
cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi

18
gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan
ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai
elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.

3. Apa dampak hematom, edema, dan deformitas pada region femoris dextra?
Jawab : Dampak hematoma dapat menyebabkan jaringan sekitar tulang
akan mengalami kematian sebab suplay nutrisi ke daerah tersebut jadi
terhambat. Bila terjadi hematoma juga maka pembuluh darah vena akan
mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan (edema) dan
kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan
inflamasi atau peradangan yang menyebabkan bengkak dan akhirnya terjadi
nyeri.

4. Bagaimana cara pemeriksaan inspeksi?


Jawab : Cara melakukan inspeksi atau melihat bagian-bagian tubuh klien
untuk mendeteksi kondisi normal atau adanya tanda fisik tertentu kita harus
mengetahui karakteristik normal sebelum dapat mengetahui adanya hal-hal yang
abnormal. Penting juga untuk mengetahui karakteristik normal untuk tiap usia.
Misalnya kulit kering, keriput dan tidak elastik normal ditemukan pada usia
lanjut tetapi tidak pada klien dewasa. Inspeksi dilakukan saat kontak pertama
dengan klien dan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Secara langsung dilakukan dengan penglihatan, pendengaran, penciuman,
sedangkan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan bantuan peralatan
seperti spekulum, ophtalmoscope. Inspeksi dilakukan secara obyektif, jangan
dicampur dengan ide atau harapan anda. Inspeksi dapat dilakukan dengan
pendekatan sistem tubuh, head to toe atau kombinasi keduanya, agar tidak ada
yang terlewat. Jika menemukan adanya sesuatu yang berbeda dari karakteriskti
normal, lakukan pengkajiaan secara lebih mendalam. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan saat melakukan inspeksi, antara lain :
1. Pencahayaan baik
2. Posisi dan bagian tubuh terbuka sehingga seluruh permukaannya dapat
terlihat

19
3.Inspeksi setiap area: ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi dan
abnormalitas
4. Bandingkan pada sisi tubuh yang lain
5. Gunakan cahaya tambahan ketika menginspeksi rongga tubuh

5. Bagaimana tatalaksana penanganan dari hematom?


Jawab : Kompresi terhadap otot dan pembuluh darah akibat benturan
langsung dan keras terhadap regio femoris menyebabkan kerusakan pada serat
yang membentuk otot dan pendarahan pada otot paha (hematom). Tujuan utama
dari pengobatan adalah untuk membatasi jumlah perdarahan dan pembengkakan
menggunakan metode RICE pada 48 jam pertama. RICE adalah singkatan dari
Rest, Ice, Compression dan Elevation. Metode RICE antara lain seorang yang
mengalami hematom di regio femoris dianjurkan untuk istirahat dari aktivitas
apapun yang akan meningkatkan aliran darah. Lalu direkomendasikan untuk
meletakkan es di daerah yang mengalami hematom setiap 2 jam selama 10-15
menit. Kompres digunakan untuk membatasi berapa banyak pembengkakan
terjadi, idealnya membungkus erat dengan perban. Lalu dianjurkan untuk elevasi
yaitu menaikkan paha di atas ketinggian pinggul untuk mendorong drainase
kelebihan cairan / darah di kaki. Hindari apa pun yang akan meningkatkan aliran
darah, seperti pijat, panas dan alkohol. Setelah perdarahan awal telah berhenti,
dianjurkan fisioterapi untuk mengembalikan gerakan lutut. Kombinasi pijat,
peregangan dan beberapa electrotherapeutic atau teknik tusuk jarum dapat
digunakan.

6. Bagaimana tatalaksana penanganan dari edema?


Jawab : Tatalaksana penanganan dari edema yaitu
a)Reposisi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
fraktur radius distal.
b)Imobilisasi

20
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa
reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi
fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa
dislokasi yang penting. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya
otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin(Nayagam, 2010).
c)Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota yang
cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali seperti sebelum
mengalami gangguan atau cedera (Widharso, 2010)

7. Bagaimana tatalaksana penanganan dari deformitas?


Jawab : Deformitas merupakan pergeseran tulang,jadi penanganan nya
biasa menggunakan lempeng kompresi.

3. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada regio femoris setempat.


1. Bagaimana cara memeriksa nyeri tekan pada pasien yang mengalami trauma
ekstremitas bawah ?
Jawab : Pemeriksaan pasien yang dicurigai terdapat fraktur dimulai dari
riwayat penyakit, termasuk penyebab cedera, adanya cedera lain, cedera
sebelumnya di regio yang terkena, riwayat penyakit dahulu, dan alergi.
Pemeriksaan awal termasuk menilai status neurovaskuler, mengamati adanya
robekan kulit, dan menilai adanya cedera jaringan lunak. Palpasi pada daerah
dengan lembut memungkinkan pemeriksa menunjuk tempat fraktur dan
menggunakan radiografi dengan lebih baik. Fraktur dapat terjadi pada dua
tempat, atau sendi yang berdekatan dapat mengalami cedera, sehingga penting
untuk melakukan palpasi seluruh tulang dan sendi diatas dan dibawah fraktur.
Pemahaman pola cedera yang berhubungan dengan penyebab umum
cedera juga dapat mengarahkan pemeriksaan. Misalnya, cedera inversi pada
pergelangan kaki dapat menyebabkan fraktur maleoli, metatarsal V proksimal,
atau tulang tarsal navicular. Apabila pasien mengalami cedera, sebaiknya
dilakukan palpasi semua tulang yang mempunyai kemungkinan fraktur.

21
Beberapa sendi harus diperhatikan hal-hal berikut:
a. Apakah sendi tersebut hangat? Jika demikian, perhatikan apakah
peningkatan temperatur yang terjadi difus ataukah lokal, selalu dipikirkan
apakah hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh pembebatan. Jika
peningkatan suhu terjadi secara difus, hal ini biasanya terjadi bila massa
jaringan substansial terlibat, dan biasanya terjadi pada proses inflamasi sendi
yang piogenik dan non-piogenik, dan pada kasus dimana terjadi dilatasi
anastomosis di proksimal dari blok arterial. Jauh dari sendi, adanya infeksi
dan tumor perlu dipikirkan. Peningkatan temperatur secara lokal dapat
mengarah kepada proses inflamasi pada struktur yang terkait. Asymmetrical
coldness dari tungkai biasanya terjadi jika ada gangguan sirkulasi tungkai,
misalnya dari atherosclerosis.

b. Apakah terdapat nyeri? Jika ada, apakah nyeri tersebut difus atau terlokalisir.
Pada nyeri difus, penyebabnya biasanya sama dengan penyebab peningkatan
panas lokal. Jika nyeri terlokalisir, perlu dicari tempat yang dirasakan paling
nyeri dengan sangat teliti, karena hal ini dapat mengidentifikasi dengan jelas
struktur anatomis yang terlibat.

2. Bagaimana fraktur dapat menyebabkan nyeri tekan (mekanisme nyeri) ?


Jawab : Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos
sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik

22
dan kimia yang bias dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi (Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y.I.,
Isbagio, H. dan Kalim, H., 2010).
a. Transduksi
Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus
noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor
dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi.
Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor.
b. Transmisi
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen
primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen
primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron
tersebut akan naik keatas di medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus.
c. Modulasi
Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri
tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis
medula spinalis.
d. Persepsi
Proses dimana pesan nyeri di relai ke otak dan menghasilkan pengalaman
yang tidak menyenangkan (nyeri).

4. Pada pergerakan ditemukan gerak aktif dan pasif hip joint tidak dapat
dievaluasi kerena nyeri, gerak aktif dan pasif knee joint tidak dapat dievaluasi
kerena nyeri.
1. Bagaimana anatomi dari hip joint secara keseluruhan?
Jawab : Anatomi Articulatio coxae
Sendi panggul atau articulatio coxae adalah sebuah sendi sinovial yang
dibentuk oleh tulang femur pada bagian caput femur dan tulang pelvis pada
asetabulum dan mempunyai konfigurasi ball and socket. Konfigurasi sendi yang
demikian ini memungkinkan sendi tersebut mempunyai kelebihan dalam stabilitas
weight bearing sekaligus kebebasan pergerakan. Dalam keadaan normal sendi ini
dapat bergerak ke arah abduksi (0-450), adduksi(0-300), fleksi (0-1400), ekstensi (0-
100), eksorotasi (0-500) dan endorotasi (0-400).

23
Asetabulum terbuka ke arah depan dan bawah kira-kira sebanyak 300. Colum
femur mempunyai inklinasi ke depan (anteversi) berkisar 0-30 0 dan mempunyai
inklinasi keatas kira-kira 12,50.

Gambar 1. Os femur dan Os Pelvis


Sendi ini diliputi otot dan ligamen. Otot-otot bagian anterior meliputi otot-otot
pada lapisan superfisial yaitu M. Psoas Mayor, M. Pektineus dan M. Iliakus dan
otot pada lapisan profunda yaitu M. Rektus Femoris, M. Iliopsoas, M. Obturator
Eksterna dan Ligamentum Ileofemoral. Otot bagian posterior meliputi otot pada
lapisan superfisial yaitu M. Gluteus, M. obturator Internus, M. Kuadratus Femoris
dan M. Piriformis dan otot pada lapisan profunda yaitu M. Gemelli, M. Obturator
Eksterna, M. Obturator Internus dan Ligamentum Iskiofemoralis.

24
Gambar 2. Musculus
Ligamentum anterior lebih kuat daripada ligamentum posterior. Pada bagian
anterior terdapat dua buah ligamentum yaitu Ligamentum Iliofemoralis dan
Ligamentum Pubofemoralis, sedangkan bagian posterior terdapat sebuah
ligamentum yaitu Iskiofemoralis.

Gambar 3. Ligamentum-ligamentum yang melekat di os femur dan os pelvis


Caput femoralis mendapat perdarahan dari percabangan a. sirkumfleksa
femoris medialis dan a. obturator ramus anterior serta a. ligamentum teres.

25
Gambar 4. Pembuluh darah
Sendi pinggul mempunyai gerakan yang luas, tetapi lebih terbatas daripada
articulatio humeri. Kekuatan sendi sebagian besar bergantung pada bentuk tulang-
tulang yang ikut dalam persendian dan kekuatan ligamentum. Bila lutut difleksikan,
fleksi dibatasi oleh permukaan anterior tungkai atas yang berkontak dengan dinding
anterior abdomen. Bila lutut diluruskan (ekstensi), fleksi dibatasi oleh ketegangan
otot-otot hamstring. Ekstensi yaitu gerakan tungkai atas yang difleksikan ke
belakang kembali ke posisi anatomi, dibatasi oleh tegangan Ligamentum
Iliofemorale, Ligamentum Pubofemorale, dan Ligamentum Ischiofemorale.
Gerakan abduksi dibatasi oleh tegangan Ligamentum Pubofemorale, dan adduksi
dibatasi oleh kontak dengan tungkai sisi yang lain dan oleh tegangnya Ligamentum
Teres Femoris. Rotasi lateral dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemorale dan
Ligamentum Pubofemorale, dan rotasi medial dibatasi oleh ligamentum
ischiofemorale. Gerakan-gerakan berikut ini dapat terjadi:
 Fleksi dilakukan oleh M. Iliopsoas, M. Rectus Femoris, M. Sartorius,
dan juga mm. adductores.
 Ekstensi (gerakan ke belakang oleh tungkai atas yang sedang fleksi)
dilakukan oleh M. Gluteus Maksimus dan otot-otot hamstring.
 Abduksi dilakukan oleh M. Gluteus Medius dan Minimus, dan dibantu
oleh M. Sartorius, M. Tensor Fasciae Latae, dan M. Piriformis.
 Adduksi dilakukan oleh M. Adductor Longus dan M. Adductor Brevis
serta serabut-serabut adductor dari M. Adductor Magnus. Otot-otot ini dibantu oleh
M. Pectineus dan M. Gracilis.

26
 Rotasi lateral dilakukan oleh M. Piriformis, M. Obturatorius Internus dan
Eksternus, M. Gemellus Superior dan M. Gemellus Inferior dan M. Quadrates
Femoris, dibantu oleh M. Gluteus Maksimus.
 Rotasi medial dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari M. Gluteus
Medius dan M. Gluteus Minimus dan M. Tensor Fasciae Latae.
 Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Kelompok otot-otot ekstensor lebih kuat daripada kelompok otot-otot fleksor,
dan lateral lebih kuat daripada rotator medial.
a. Ligamen Anatomi
Sendi pinggul berbentuk bola dan socket. Caput berputar dalam acetabulum
dan tidak tertutup sempurna. Kedalaman acetabulum ini dilengkapi oleh fibrous
labrum, yang membuat fungsional sendi lebih dalam dan lebih stabil. Labrum
menambahkan lebih dari 10% cakupan caput femoralis, menciptakan situasi yang
membuat kaput 50% lebih tercakup selama gerakan. Dibutuhkan lebih dari 400 N
kekuatan hanya untuk merusak sendi panggul. Kapsul sendi pinggul adalah kuat
dan meluas dari tepi acetabulum ke garis intertrochanteric anterior dan leher
femoralis posterior. Serat longitudinal didukung oleh kapsul spiral tebal disebut
ligamen.
Anterior, ligamentum iliofemoral atau ligamen Y berasal dari aspek superior
dari sendi di ilium dan spina iliaca anterior inferior. Berjalan pada dua pita
memasuki sepanjang garis intertrochanteric superior dan hanya dari superior ke
inferior trokanter minor. Inferior kapsul lebih lanjut didukung oleh ligamentum
pubofemoral, yang berasal dari ramus superior superolateral dan masuk pada garis
intertrochanteric ke ligamentum Y.
Posterior, kapsul masuk pada leher femoralis pada inferior dari caput medial
dan meluas ke dasar trokanter mayor lateral. Ligamentum ischiofemoral dalam
kapsul posterior berasal dari dinding posterior inferior dengan iscium. Berjalan
lateral obliq dan superior untuk memasuki leher femoralis dengan kapsul. Selain
ligamen, rotator eksternal pendek berbaring di kapsul posterior, memberikan
dukungan tambahan.
b. Neurovaskular Anatomi

27
Semua saraf ke tungkai bawah lewat dekat sendi pinggul. Saraf skiatik yang
paling menjadi perhatian karena paling berisiko. Saraf ini berjalan posterior pada
sendi, muncul dari notch isciadica yang dalam ke piriformis dan yang superfisial ke
obturator internus dan otot gemelli. Dalam 85% orang saraf ini adalah sebuah
struktur tunggal yang terletak di posisi normal. Pada 12% itu membagi sebelum
keluar dari skiatik notch yang besar dan divisi peroneal melewati agak lebih dalam
daripada otot piriformis. Dalam 3% saraf ini mengelilingi piriformis dan dalam 1%
seluruh saraf melewati piriformis. Dengan terjadinya dislokasi posterior, saraf
dapat teregang atau langsung tertekan.
Saraf obturator melewati foramen obturatorius superolateral dengan arteri
obturatorius. Saraf femoralis terletak medial dari otot psoas dalam selubung yang
sama dan dapat cedera dengan terjadinya dislokasi anterior. Cedera pada vaskular
dari caput femur merupakan faktor penting dalam dislokasi panggul. Pada orang
dewasa, pasokan darah utama untuk kaput berasal dari arteri kolum femur. Arteri
ini berasal dari cincin ekstrakapsular di dasar colum femur. Cincin ini dibentuk
oleh kontribusi dari arteri circumfleksa femoralis posterior medial dan lateral
anterior cirkumfleksa femoralis. Pembuluh darah melintasi kapsul dekat insersi
pada leher dan daerah trokanterika dan naik sejajar dengan leher, memasuki kaput
berdekatan dengan permukaan inferior artikular. Pembuluh darah superior dan
posterior, yang terutama berasal dari arteri femoralis circumfleksa medial, lebih
besar dan lebih banyak daripada pembuluh darah anterior. Selain pembuluh serviks,
kontribusi yang kecil untuk kaput muncul dari arteri foveal, sebuah cabang dari
arteri obturatorius yang terletak di dalam ligamentum teres. arteri ini memberi
kontribusi yang signifikan ke bagian epifisis dari pembuluh darah kaput femur pada
sekitar 75% dari pinggul.
Posisi panggul ketika dislokasi dapat menekuk pembuluh darah yang
memvaskularisasi caput femur, membuat sirkulasi kolateral menjadi penting.
Namun, perubahan dalam suplai darah extraosseous tidak memberikan perubahan
yang konsisten dalam pasokan intraosseous ke kaput, hal ini mungkin terjadi
karena ada sirkulasi kolateral.

28
Gambar 5. Pembuluh darah os femur
c. Gerakan
 Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan
juga mm. Adductores.
 Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring
 Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu
oleh m. Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis
 Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus
adductor brevis serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot
ini dibantu oleh musculus pectineus dan m.gracilis.
 Rotasi lateral
 Rotasi medial
 Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas

2. Bagaimana histologi dari hip joint secara keseluruhan?


Jawab : Histologi Articulatio coxae ( hip joint)
Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi ini permukaan
sendidari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang dibungkus dalam simpai sendi.
Simpai sendi ini terdiri atas lapis fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu
dengan periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan ikat pada
sinovial langsung berhubungan dengan cairan sinovial dalam rongga sendi. Pada
permukaan atau di dekatnya ditemukan sel mirip fibroblas yang menghasilkan kolagen,

29
proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel makrofag yang membersihkan
debris akibat aus dari sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang lebih dalam.
Pendarahan sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:
 Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada dasar collum femoris. Terdiri dari
artericircumleksa femoral medialis dan arteri circumfleksa femoral lateralis yang
menjalar secara anterio maupun posterior.
 Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar ke atas yang berada
pada permukaan collum femoris sepanjang linea intertrochanterica.
 Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh darah metafisial inferior
bergabungmembentuk pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya pembuluh
cincin keduasebagai pemasok darah pada caput femori Pada fraktur collum femoris
sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput femori. Pembuluh darah
Retinacular superior dan pembuluh epifisial merupakan sumber terpentinguntuk
suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan
sekitarnyatermasuk pembuluh darah dan sinovial.

30
Histologi membran sinovial : Membran sinovial (juga dikenal sebagai sinovium atau
strata synoviale sendi) adalah jaringan ikat khusus yang melapisi permukaan dalam
kapsul sendi sinovial dan selubung tendon. Dalam kontak dengan cairan sinovial pada
permukaan jaringan banyak makrofag seperti sel sinovial (tipe A) dan fibroblast seperti
sel sinovial (tipe B). Sel tipe A mempertahankan cairan sinovial dengan menghapus
puing-puing sel dengan wear-and-tear dan sel tipe B menghasilkan Hyaluronan antara
komponen ekstraseluler lainnya dalam cairan sinovial.

Membran sinovial adalah bervariasi bentuknya, tetapi secara umum memiliki dua
lapisan. Lapisan luar, atau subintima, terdiri dari hampir semua jenis jaringan ikat -
fibrosa (tipe kolagen padat), adiposa (lemak; misalnya di bantalan lemak intra-artikular)
atau areolar (tipe kolagen longgar). Sedangkan, lapisan dalam (kontak dengan cairan
sinovial), atau intima, terdiri dari lembaran sel lebih tipis dari selembar kertas.

Tepat di bawah intima, sinovium memiliki jaring padat pembuluh darah kecil
fenestrated yang memberikan nutrisi tidak hanya untuk sinovium tetapi juga untuk
tulang rawan avaskular. Dalam setiap satu posisi, banyak dari tulang rawan cukup dekat
untuk mendapatkan nutrisi langsung dari sinovium. Beberapa daerah rawan harus
mendapatkan nutrisi secara tidak langsung dan dapat melakukannya baik dari difusi
melalui tulang rawan atau mungkin dengan 'mengaduk' cairan sinovial.

Permukaan sinovium bisa berbentuk datar atau dapat ditutupi dengan jari-seperti
proyeksi atau vili, yang membantu untuk memungkinkan jaringan lunak berubah
bentuk.

Cairan sinovial dapat dianggap sebagai bentuk cairan khusus matriks ekstraselular
sinovial dari hasil sekresi. Cairan ini transudative yang secara alami memfasilitasi
pertukaran oksigen terus-menerus, karbon dioksida dan metabolit antara darah dan
cairan sinovial. Hal ini sangat penting karena merupakan sumber utama dukungan
metabolisme untuk tulang rawan artikular. Dalam kondisi normal cairan sinovial
mengandung <100/mL leukosit yang mayoritas adalah monosit.

3. Bagaimana anatomi dari knee joint secara keseluruhan?


Jawab :

31
Knee joint atau sendi lutut disebut Articulatio genus. Di Articulatio
genus, Femur berartikulasi dengan Tibia (Articulatio femorotibialis) dan Patella
(Articulatio femoropatellaris). Semua tulang terbungkus dalam Capsula
articularis yang sama. Di dalam Articulatio femorotibialis, kedua Condylus
femoris menjadi bagian kepala dan Facies articularis superior serra kedua
Condylus tibiae menjadi socket bagi sendi tersebut.

Articulatio genus merupakan Articulatio bloondylaris yang berfungsi sebagai


sendi pivot-engsel (trochonginglymus) dan memiliki sumbu gerak. Sumbu
transversa yang dipakai dalam gerakan ekstensi dan fleksi terbentang antara dua
Condylus femoris. Sumbu longitudinal yang dipakai dalam gerakan rotasi
terletak eksentrik dan tegak melalui Tuberculum intercondylare mediale.

32
Ligamen-ligamen Articulatio genus terdiri atas ligament eksternal yang
menunjang sendi dari luar, dan ligament internal yang terletak dalam Capsula
fibrosa.

Ligament eksternal terdiri atas:


1. Ligament patellae yang merupakan lanjutan dari tendon M. quadriceps
femoris dan Retinacula patellae mediale at laterale. Kedua ligament
tersebut memiliki serabut-serabut dalam yang berjalan sirkular dan biasa
dipandang sebagai bagian dari tendon M. quadriceps femoris (M. vasti
medialis et lateralis).
2. Di sisi medial dan lateral terdapat dua ligament kolateral (Ligg.
Colateralia tibiale et fibulare) yang berinsersi di Tibia dan Fibula.
Capsula articularis membungkus permukaan articular. Bantalan lemak
HOFFA (corpus adiposum intrapatellare) terletak di antara Capsula
fibrosa dan Capsula synovialis. Jaringan adipose ini terhubung dengan
Lig. Cruciatum anterius oleh suatu lipatan, yakni Plica synovialis
infrapatellaris dan memiliki dua Plicae alares di sisi lateralnya.
3. Dari sisi posterior terdapat Lig. Popliteum obliquum
4. Lig. Popliteum acruatum
5. Lig. Collaterale fibulare
Ligamen internal terdiri dari:
1. Lig. Cruciatum anterius
2. Lig. Cruciatum posterius
3. Lig. Meniscofemorale anterius
4. Lig. Meniscofemorale posterius

Articulatio genus memiliki sekitar 30 bursa, beberapa di antaranya terhubung


dengan Capsula articularis seperti Bursa suprapatellaris.

33
4. Bagaimana histologi dari knee joint secara keseluruhan?
Jawab : Histologi Articulatio Genus (knee joint)
1) Jaringan Ikat
A . Jaringan Ikat Padat
Jaringan ikat padat atau sering disebut jaringan pengikat serabut putih,
jaringan ini lebih banyak disusun oleh serat kolagen dibandingkan sel-sel
jaringan ikatnya. Jaringan ini membentuk tendon sebagai tempat perlekatan
otot dengan tulang, dan ligamen sebagai tempat persendian tulang dengan
tulang.
 Jaringan Ikat Padat Teratur

Jaringan Ikat Padat teratur ditandai dengan serat kolagen yang tersusun
teratur. Terdapat pada tendon dan ligamen.
 Jaringan Ikat Padat Tidak Teratur

34
Jaringan ikat padat tidak teratur ditandai dengan susunan serat
kolagennya yang tidak teratur. Terdapat pada , dermis kulit dan kapsul
berbagai organ.
B. Jaringan Ikat Longgar

Jaringan ikat longgar paling banyak ditemukan di dalam tubuh. Jaringan ini
terdiri dari kumpulan sel fibroblas, sel mast, sel makrofag, sel lemak, serat
elastin, dan serat kolagen. Jaringan ini memiliki ciri sel-selnya jarang dan
sebagian besar tersusun atas matriks.
Pada kasus ini jaringan ikat yang terdapat pada lutut adalah jaringan ikat
padat teratur yang serat kolagennya tersusun padat dalam berkas pararel dimana
diantara berkas itu terdapat jaringan ikat longgar sebagai pemisah. jaringan ikat
padat teratur juga membentuk membran atau kapsula fibrosa di sekitarnya.
C. Jaringan Ikat Khusus (Darah)

35
Darah adalah jaringan ikat yang tersusun sebagian besar cairan. Sel darah
merah (eritrosit) dan putih (leukosit), dan keping darah (trombosit)
tersuspensi di dalam plasma. Darah ini berfungsi utama dalam transpor
substansi dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Disamping itu, darah juga
berperan dalam sistem kekebalan.
2) Tulang Rawan (kartilago)
a. Tulang Rawan hialin
Tulang rawan hialin merupakan penyusun rangka embrio dan paling banyak
terdapat di tubuh manusia. Seiring pertumbuhannya, tulang rawan hialin pada
embrio akan berdiferensiasi menjadi tulang keras dan tulang rawan lainnya.
Namun adapula yang tetap menjadi tulang rawan hialin.
b. Tulang Rawan Elastik
Tulang rawan elastik merupakan tulang rawan yang mengandung serabut
elastin / serat elastin sehingga sifatnya lebih fleksibel dibandingkan tulang
rawan lainnya. Tulang rawan ini terdapat pada daun telinga dan epiglotis
c. Tulang Rawan Fibrosa
Tulang rawan fibrosa matriksnya mengandung serat kolagen, sehingga
bersifat kuat dan kaku, serta mampu menahan guncangan. Contoh terdapat
pada ruas-ruas tulang belakang dan cakram sendi lutut.
3) Tulang

36
Karakteristik dari tulang adalah:
 Tersusun teratur yang membentuk sistem Haverst.
 Sel-selnya yaitu osteoblas, osteosit, osteoklas
 Matriksnya tersusun oleh kalsium dan fosfat
 Bersifat keras, kuat, dan kaku
 Terdapat dalam ruang yang disebut lacuna
 Contohnya adalah femur, tibia, fibula, humerus, dll
Sendi lutut termasuk sendi synovial karena pada sendi ini terdapat cairan
synovial yang mengisi rongga artikuler sehingga gerakan pada sendi ini luas
(diarthtosis) dan di lapisan luarnya adalah membrane synovial yang tersusun
jaringan ikat padat.
Kartilago Artikularis
Artikular merupakan sebuah kata yang digunakan untuk merujuk sesuatu yang
berkenaan dengan persendian. Sehingga, kartilago artikularis merujuk kepada kartilago
yang ditemukan pada persendian mengingat bahwa tidak semua kartilago berada pada
persendian. Kartilago sendiri, menurut Dorland, merupakan semacam jaringan ikat
fibrosa khusus yang, berdasarkan substansi penyusunnya, dapat dibedakan menjadi
kartilago hialin, kartilago elastik, dan kartilago fibrosa. Pada kartilago artikularis, tipe
yang sering ditemukan adalah kartilago hialin.
Kartilago hialin, berbeda dengan tipe lainnya, mampu meneruskan beban dan
gerakan dari satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya. Kartilago ini mampu
menambah luas permukaan artikular, serta membantu meningkatkan stabilitas dan
ketahanan permukaan tersebut; kartilago ini dapat merubah bentuknya saat terpapar oleh
suatu gaya kompresif dan mampu mentransmisikan gaya tersebut secara meluas kepada

37
tulang subartikular di bawahnya. Kartilago ini sangat amat licin oleh karena adanya
lapisan cairan sinovial yang menyelimutinya, sehingga gaya gesek yang terjadi di
daerah tersebut sangat amat kecil. Licinnya cairan sinovial tersebut memungkinkan
tidak terjadinya degradasi sendi oleh pergerakan fisiologis yang berlangsung setiap
waktu. Selama terjadinya pergerakan, air yang terdapat pada cairan sinovial akan
bertukar dengan hampir keseluruhan air yang terkandung dalam kartilago hialin.
Oleh karena banyaknya air yang dikandungnya (sekitar 60-80%), kartilago hialin
memiliki matriks dengan konsistensi seperti gelyang terdiri atas proteoglikan sebagai
substansi dasarnya. Proteoglikan pada sendi artikular adalah aggrecan –terdiri atas 210-
kD protein inti yang terhubung dengan 100 kondroitin sulfat, beberapa keratin sulfat,
dan oligosakarida. Beratus-ratus molekul aggrecan ini berikatan dengan hyaluronan
untuk membentuk molekul yang lebih besar yang memiliki berat lebih dari 100 juta
Dalton dan bermuatan negatif. Muatannya tersebut yang memberikan karakteristik rigid
namun bersifat seperti pegas. Fungsi aggrecan ialah untuk menyerap perubahan beban
dan mengurangi deformitas. Terdapat jaringan kolagen tipe II dalam proteoglikan
tersebut. Jaringan kolagen tersebut tersusun dalam pola khusus, yakni tersusun secara
paralel terhadap permukaan artikular pada zona superfisialnya dan secara tegak lurus
terhadap permukaan artikular pada zona yang lebih dalam tempat di mana kartilago
artikularis berikatan dengan tulang subkondralnya. Jaringan kolagen ini memberikan
tahanan terhadap gaya regang. Selain jaringan kolagen yang tersusun seperti anyaman,
di dalam substansi proteoglikan tersebut juga ditemukan banyak kondrosit tersebar
secara renggang yang bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh komponen
struktural dari jaringan tersebut. Kondrosit pada kartilago orang dewasa memiliki
kemampuan replikasi sel yang telah berkurang, sehingga kerusakan yang terjadi secara
langsung pada permukaan artikular tidak dapat diperbaiki dengan baik atau akan
digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. Singkatnya, beberapa struktur penting kartilago
hialin adalah air, proteoglikan sebagai substansi dasar, kolagen, dan kondrosit. Ketika
terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu dari komponen tersebut, maka kartilago
hialin akan terurai. Hal ini terjadi secara minimal pada peroses penuaan, namun terjadi
secara ekstensif pada kondisi osteoartritis.
Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Adanya beban
menyebabkan perubahan bentuk pada kartilago, sehingga air akan terperas keluar ke

38
permukaan di mana air tersebut akan menyumbang sebagai salah satu komponen lapisan
lubrikan. Ketika beban berkurang dan menghilang, maka air tersebut akan terserap
kembali ke dalam proteoglikan pada kartilago tersebut. Tekanan yang terjadi di dalam
kartilago tersebut dipertahankan oleh gaya regang dari jaringan kolagen yang tersusun
di dalamnya. Selama jaringan kolagen dan proteoglikan di dalam suatu kartilago utuh,
maka kartilago tersebut dapat mempertahankan kompresibilitas serta elastisit

5. Tanda vital: Tekanan Darah : 100/80, nadi= 80x/menit, Respiratory rate :


20x/menit, suhu = 36,7 Celcius, skala nyeri (VAS) = 4.
1. Berapakah nilai normal dari tekanan darah, nadi, respiratoty rate, dan suhu
tubuh?
Jawab :
- Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau
120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan
diastolik.
- Normal : 60-100x/menit pada dewasa.
- Pernafasan yang normal bila kecepatannya 14-20x/menit pada dewasa, dan
sampai 44x/menit pada bayi.
- Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C

2. Apa yang dimaksud dengan skala nyeri?


Jawab : Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual. Nyeri dalam intensitas yang sama kemungkinan dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data
dasar dan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat. Untuk itu perlu
menyeleksi terapi yang cocok dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi.

39
Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat ketidaknyamanan
klien.
Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat mengetahui pola
nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Karakteristik nyeri
meliputi awitan dan durasi, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan tindakan-
tindakan yang memperberat dan memperingan nyeri. Ada banyak instrument
pengukur nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR : (1) Skala analog
visual, (2) Numerical rating scale dan, (3) Skala intensitas nyeri deskriptif.

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi,
nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

40
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melabel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkonsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakannya setelah terapi atau saat gejala
menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan.

6. Andi, berusia 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada paha
kanan karena sebelumnya mengalami tabrakan dengan motor lain dari arah
yang berlawanan, lalu jatuh kearah kanan dengan motor manimpa paha dan
kaki kanannya.
1. Bagaimana hubungan usia seseorang dengan keadaan tulangnya?
Jawab : Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya.

41
Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
Osteopenia atau berkurangnya densitas (kepadatan) tulang merupakan
peringatan awal pada kelompok dewasa atau sebelum memasuki usia 35 tahun,
karena jika sudah memasuki usia 35 tahun, setiap hari tulang akan berkurang
kepadatannya dan akan berkurang secara cepat saat memasuki usia tua nanti.

7. Dokter menjelaskan secara ringkas proses penyembuhan pada kejadian patah


tulang dan Andi menyetujui keputusan dokter untuk dilakukan tindakan
operasi dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
1. Bagaimana proses penyembuhan pada fraktur?
Jawab : Proses penyembuhan pada fraktur antara lain :
1 Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum
sehingga timbul hematom.
2 Organisasi
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom
disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan
darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular.
3 Kalus sementara
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan
osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia
fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam
dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula,
mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak
teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap
pada sekitar hari kedua puluh lima.
4 Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang
yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.
5 Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling
akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan
terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya

42
semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula
dari tulang tersusun kembali.
Adapun pembentukan Kalus yaitu : Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan
proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai
tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan
ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang
rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan
pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak
bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur
dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling
dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-
Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi
dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis
selama penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004). Pusat dari kalus lunak adalah
kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu
jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan
mengantisipasi tekanan mekanis. (Rubin,E,1999) Proses cepatnya pembentukan kalus
lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk
keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis Kalus Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut
berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-
lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal
callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus
merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang fraktur.

43
Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur. (Miller,
2000)

2. Bagaimana mekanisme tindakan operasi dengan ORIF?


Jawab : Penatalaksanaan pembedahan dengan fiksasi internal akan
mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkan
paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian
tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk
merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orangtua.
1. Pemasangan kawat antar tulang
Biasanya digunakan untuk fraktur yang relatif stabil, terlokasikan dan tidak
bergeser pada kranium. Kawat kurang bermanfaat pada fraktur parah tak stabil
karena kemampuan tulang berputar mengelilingi kawat, sehingga fiksasi yang
dihasilkan kurang kuat.
2. Lag screw
Menghasilkan fiksasi dengan mengikatkan dua tulang bertumpuk satu sama lain.
Dibuat lubang-lubang ditulang bagian dalam dan luar untuk menyamai garis
tengah luar dan dalam sekrup. Teknik yang menggunakan lag screw kadang-
kadang disebut sebagai kompresi antarfragmen tulang. Karena metode ini juga
dapat menyebabkan rotasi tulang, biasanya digunakan lebih ari satu sekrup
untuk menghasilkan fiksasi tulang yang adekuat. Lag screw biasanya digunakan
pada fraktur bagian tengah wajah dan mandibula serta dapat digunakan bersama
dengan lempeng mini dan lempeng rekonstruktif
3. Lempeng mini dan sekrup
Digunakan terutama pada cedera wajah bagian tengah dan atas. Metode
menghasilkan stabilitas tiga dimensi yaitu tidak terjadi rotasi tulang. Lempeng
mini difiksasikan ujung-ujungnya untuk menstabilkan secara relatif segmen-
segmen tulang dengan sekrup mini dan segmen-segmen tulang dijangkarkan
kebagian tengah lempeng juga dengan sekrup mini

44
4. Lempeng kompresi
Karena lebih kuat dari lempeng mini, maka lempeng ini sering digunakan untuk
fratur mandibula. Lempeng ini menghasilkan kompresi di tempat fraktur.

3. Apakah ada tindakan lain yang dapat dilakukan terhadap fraktur selain dari
operasi ORIF?
J Jawab : ya, ada yaitu denan cara :
a. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan
atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani
fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi longitudinal
yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan
mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah
pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12
kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
b. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan
pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi
(Djuwantoro, 1997).
c. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma system
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonim, 2010).
d. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang ,
sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara
lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi,
mempertahankan dan lakukan latihan.

45
Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di
sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan
bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk
jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik)
dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi
posfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar
lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus
dari fragmen tulang dan menyatu.

4. Apa kelebihan dan kekurangan dari operasi ORIF?


Jawab : Kelebihan penyembuhan fraktur dengan operasi ORIF adalah
dapat mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Kekurangan penyembuhan fraktur dengan operasi ORIF
adalah pasca operasi pasien diharuskan immobilisasi (tidak boleh banyak
bergerak) selama 4-12 minggu, tergantung seberapa parah patah tulang yang
terjadi. Diperlukan waktu hingga 6 bulan untuk penyambungan tulang yang
maksimal, bahkan bisa lebih. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman/nyeri
digunakan obat pereda nyeri seperti ibuprofen. Beberapa komplikasi pasca
operasi pemasangan pen:
a. Malunion: terjadi penyambungan tulang namun terjadi deformitas
(tampilan klinis yang tidak normal, misalnya tampak bengkok atau adan
benjolan tulang)
b. Nonunion: tulang belum juga menyambung sempurna hingga lebih dari 8
bulan
c. Infeksi
d. Perdarahan
e. Deep vein thrombosis (DVT) atau ganggun pembuluh darah vena dalam
f. Thromboemboli (adanya semacam gumpalan yang beredar di dalam
pembuluh darah)

IV. Sintesis
Anatomi Tulang Letak tulang Struktur Fungsi tulang - Jurnal
What I don’t What I have to
Pokok Bahasan What I Know How will I learn
know46 prove
Femur femur makroskopis femur - Buku
tulang femur
Histologi Contoh-contoh Struktur Fungsi tulang
Tulang Panjang tulang panjang mikroskopis panjang
tulang panjang
Articulatio Letak articulatio Struktur Jenis pergerakan
Coxae coxae makroskopis
dan mikroskopis
Articulatio Letak articulatio Struktur Jenis pergerakan
Genus genus makroskopis
dan mikroskopis
Fraktur Pengertian Jenis-jenis -
fraktur
Penyembuhan - Metode-metode Tatalaksana
Fraktur penyembuhan penyembuhan
fraktur fraktur
Hematom Pengertian Mekanisme -
terjadinya
hematom
Edema Pengertian Mekanisme -
terjadinya
edema
Deformitas Pengertian Mekanisme -
terjadinya
deformitas
Pemeriksaan - Jenis-jenis Tatalaksana
Fisik dan Vital pemeriksaan pemeriksaan
Signs fisik dan tanda- fisik dan tanda-
tanda vital tanda vital

A. ANATOMI TULANG PAHA (FEMUR)


Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang, terberat, dan tulang terkuat di
seluruh tubuh manusia. Semua kegiatan tubuh banyak didukung oleh femur seperti
berlari, melompat, berjalan, dan berdiri. Berkat femur dan berkerjasama dengan

47
kekuatan otot-otot pinggul dan paha yang bekerja pada femur sehingga dapat
menggerakkan kaki. Femur juga merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar
didalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut Kaput femoris. Disebelah atas
dan bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah
tonjolan yang disebut kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat
lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut Fosa
Kondilus. Bentuk bulat kepala memungkinkan femur bergerak di hampir semua arah
pada pinggul, termasuk circumduction serta rotasi di sekitar porosnya. Distal dari
kepala tulang paha menyempit jauh untuk membentuk leher femur. Leher femur
meluas lateral dan distal dari kepala untuk memberikan ruang ekstra untuk kaki
bergerak pada sendi panggul, tetapi ketipisan leher menyediakan wilayah yang
rentan terhadap patah tulang. Trochanter lebih besar dan lebih kecil berfungsi
sebagai situs lampiran otot untuk tendon, banyak otot yang kuat dari pinggul dan
pangkal paha. Trochanter juga memperluas dan memperkuat tulang paha di wilayah
kritis tegangan tinggi karena trauma eksternal dan kekuatan kontraksi otot.
Pada ujung distalnya, tulang paha membentuk sendi lutut dengan tibia kaki
bagian bawah. Ujung distal dari tubuh femur melebar secara signifikan di atas lutut
untuk membentuk bulat, medial halus dan kondilus lateral. Medial dan kondilus
lateral femur bertemu dengan kondilus medial dan lateral tibia untuk membentuk
permukaan artikular sendi lutut. Antara kondilus adalah depresi yang disebut fossa
interkondilaris yang menyediakan ruang untuk ligamen anterior (ACL) dan posterior
ligamentum cruciatum (PCL), yang menstabilkan lutut sepanjang sumbu anterior /
posterior nya.
Pada gambar dibawah yang pertama, terdapat lapisan luar substantia compacta
yang padat menyelubungi lapisan dalam substantia spongiosa dan cavitas
medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum tulang. Pada gambar dibawah yang
kedua, collum femoris membentuk sudut 1260 dengan corpus femoris, sudut ini
dinamakan sudut caput-collum-diafisis atau sudut CCD. (sudut inklinasi femur).

48
49
B. HISTOLOGI TULANG PANJANG
1. Struktur Tulang
Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan :
a. Jaringan tulang keras
b. Jaringan Ikat
c. Jaringan limfe
d. Jaringan lemak
e. Jaringan saraf
2.Bagian tulang
•Substantia spongiosa (berongga)
•Substantia compacta (padat)

50
3. Penuyusun Tulang
Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga
terdiri atas unsur-unsur : sel, substansi dasar, dan komponen fibriler. Tulang
adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen
ekstraselular.
•Matrix : 25% water, 25% collagen fibers, 50% garam yg mengkristal : kalsium
fosfat.
Sel tulang:
A. Osteoblas
•Sel pbentuk tulang
•Mensintesis jar kolagen dan komponen organik matrik
•Ditemukan periosteum dan endosteum
 B. Osteosit : sel-sel tulang dewasa.
 C. Osteoklas
•Sel penghancur tulang, di endosteum
Jaringan tulang berbeda dari tulang rawan, jaringan tulang memiliki
matriks padat (anorganik kalsium dan fosfor). Hal ini memungkinkan tulang
untuk memiliki bentuk kaku. Serat organik memberikan ketahanan dan
ketahanan terhadap stres.
4. Mikroskopis Tulang
Ciri utama tulang secara mikroskopis adalah susunannya yg lamelar
yaitu matrik tulang tersusun berlapis-lapis. Tulang kompakta tersusun atas
osteon, dan Osteon = sistem Haversian, terdiri dari kanal Haversian dikelilingi
oleh lapisan (lamellae). Pada lamela terdapat lakuna yg berisi osteosit.

51
C. HIP JOINT
1. Anatomi Articulatio coxae
Sendi panggul atau articulatio coxae adalah sebuah sendi sinovial yang dibentuk
oleh tulang femur pada bagian caput femur dan tulang pelvis pada asetabulum dan
mempunyai konfigurasi ball and socket. Konfigurasi sendi yang demikian ini
memungkinkan sendi tersebut mempunyai kelebihan dalam stabilitas weight bearing
sekaligus kebebasan pergerakan. Dalam keadaan normal sendi ini dapat bergerak ke
arah abduksi (0-450), adduksi(0-300), fleksi (0-1400), ekstensi (0-100), eksorotasi (0-500)
dan endorotasi (0-400).
Asetabulum terbuka ke arah depan dan bawah kira-kira sebanyak 30 0. Colum
femur mempunyai inklinasi ke depan (anteversi) berkisar 0-30 0 dan mempunyai
inklinasi keatas kira-kira 12,50.

52
Gambar 1. Os femur dan Os Pelvis
Sendi ini diliputi otot dan ligamen. Otot-otot bagian anterior meliputi otot-otot
pada lapisan superfisial yaitu M. Psoas Mayor, M. Pektineus dan M. Iliakus dan otot
pada lapisan profunda yaitu M. Rektus Femoris, M. Iliopsoas, M. Obturator Eksterna
dan Ligamentum Ileofemoral. Otot bagian posterior meliputi otot pada lapisan
superfisial yaitu M. Gluteus, M. obturator Internus, M. Kuadratus Femoris dan M.
Piriformis dan otot pada lapisan profunda yaitu M. Gemelli, M. Obturator Eksterna, M.
Obturator Internus dan Ligamentum Iskiofemoralis.

Gambar 2. Musculus
Ligamentum anterior lebih kuat daripada ligamentum posterior. Pada bagian
anterior terdapat dua buah ligamentum yaitu Ligamentum Iliofemoralis dan

53
Ligamentum Pubofemoralis, sedangkan bagian posterior terdapat sebuah ligamentum
yaitu Iskiofemoralis.

Gambar 3. Ligamentum-ligamentum yang melekat di os femur dan os pelvis


Caput femoralis mendapat perdarahan dari percabangan a. sirkumfleksa femoris
medialis dan a. obturator ramus anterior serta a. ligamentum teres.

Gambar 4. Pembuluh darah

54
Sendi pinggul mempunyai gerakan yang luas, tetapi lebih terbatas daripada
articulatio humeri. Kekuatan sendi sebagian besar bergantung pada bentuk tulang-tulang
yang ikut dalam persendian dan kekuatan ligamentum. Bila lutut difleksikan, fleksi
dibatasi oleh permukaan anterior tungkai atas yang berkontak dengan dinding anterior
abdomen. Bila lutut diluruskan (ekstensi), fleksi dibatasi oleh ketegangan otot-otot
hamstring. Ekstensi yaitu gerakan tungkai atas yang difleksikan ke belakang kembali ke
posisi anatomi, dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemorale, Ligamentum
Pubofemorale, dan Ligamentum Ischiofemorale. Gerakan abduksi dibatasi oleh
tegangan Ligamentum Pubofemorale, dan adduksi dibatasi oleh kontak dengan tungkai
sisi yang lain dan oleh tegangnya Ligamentum Teres Femoris. Rotasi lateral dibatasi
oleh tegangan Ligamentum Iliofemorale dan Ligamentum Pubofemorale, dan rotasi
medial dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale. Gerakan-gerakan berikut ini dapat
terjadi:
 Fleksi dilakukan oleh M. Iliopsoas, M. Rectus Femoris, M. Sartorius, dan juga
mm. adductores.
 Ekstensi (gerakan ke belakang oleh tungkai atas yang sedang fleksi) dilakukan
oleh M. Gluteus Maksimus dan otot-otot hamstring.
 Abduksi dilakukan oleh M. Gluteus Medius dan Minimus, dan dibantu oleh M.
Sartorius, M. Tensor Fasciae Latae, dan M. Piriformis.
 Adduksi dilakukan oleh M. Adductor Longus dan M. Adductor Brevis serta
serabut-serabut adductor dari M. Adductor Magnus. Otot-otot ini dibantu oleh
M. Pectineus dan M. Gracilis.
 Rotasi lateral dilakukan oleh M. Piriformis, M. Obturatorius Internus dan
Eksternus, M. Gemellus Superior dan M. Gemellus Inferior dan M. Quadrates
Femoris, dibantu oleh M. Gluteus Maksimus.
 Rotasi medial dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari M. Gluteus Medius
dan M. Gluteus Minimus dan M. Tensor Fasciae Latae.
 Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Kelompok otot-otot ekstensor lebih kuat daripada kelompok otot-otot fleksor, dan
lateral lebih kuat daripada rotator medial.
a. Ligamen Anatomi

55
Sendi pinggul berbentuk bola dan socket. Caput berputar dalam acetabulum dan
tidak tertutup sempurna. Kedalaman acetabulum ini dilengkapi oleh fibrous labrum,
yang membuat fungsional sendi lebih dalam dan lebih stabil. Labrum menambahkan
lebih dari 10% cakupan caput femoralis, menciptakan situasi yang membuat kaput
50% lebih tercakup selama gerakan. Dibutuhkan lebih dari 400 N kekuatan hanya
untuk merusak sendi panggul. Kapsul sendi pinggul adalah kuat dan meluas dari tepi
acetabulum ke garis intertrochanteric anterior dan leher femoralis posterior. Serat
longitudinal didukung oleh kapsul spiral tebal disebut ligamen.
Anterior, ligamentum iliofemoral atau ligamen Y berasal dari aspek superior dari
sendi di ilium dan spina iliaca anterior inferior. Berjalan pada dua pita memasuki
sepanjang garis intertrochanteric superior dan hanya dari superior ke inferior
trokanter minor. Inferior kapsul lebih lanjut didukung oleh ligamentum pubofemoral,
yang berasal dari ramus superior superolateral dan masuk pada garis intertrochanteric
ke ligamentum Y.
Posterior, kapsul masuk pada leher femoralis pada inferior dari caput medial dan
meluas ke dasar trokanter mayor lateral. Ligamentum ischiofemoral dalam kapsul
posterior berasal dari dinding posterior inferior dengan iscium. Berjalan lateral obliq
dan superior untuk memasuki leher femoralis dengan kapsul. Selain ligamen, rotator
eksternal pendek berbaring di kapsul posterior, memberikan dukungan tambahan.
b. Neurovaskular Anatomi
Semua saraf ke tungkai bawah lewat dekat sendi pinggul. Saraf skiatik yang
paling menjadi perhatian karena paling berisiko. Saraf ini berjalan posterior pada
sendi, muncul dari notch isciadica yang dalam ke piriformis dan yang superfisial ke
obturator internus dan otot gemelli. Dalam 85% orang saraf ini adalah sebuah
struktur tunggal yang terletak di posisi normal. Pada 12% itu membagi sebelum
keluar dari skiatik notch yang besar dan divisi peroneal melewati agak lebih dalam
daripada otot piriformis. Dalam 3% saraf ini mengelilingi piriformis dan dalam 1%
seluruh saraf melewati piriformis. Dengan terjadinya dislokasi posterior, saraf dapat
teregang atau langsung tertekan.
Saraf obturator melewati foramen obturatorius superolateral dengan arteri
obturatorius. Saraf femoralis terletak medial dari otot psoas dalam selubung yang
sama dan dapat cedera dengan terjadinya dislokasi anterior. Cedera pada vaskular

56
dari caput femur merupakan faktor penting dalam dislokasi panggul. Pada orang
dewasa, pasokan darah utama untuk kaput berasal dari arteri kolum femur. Arteri ini
berasal dari cincin ekstrakapsular di dasar colum femur. Cincin ini dibentuk oleh
kontribusi dari arteri circumfleksa femoralis posterior medial dan lateral anterior
cirkumfleksa femoralis. Pembuluh darah melintasi kapsul dekat insersi pada leher
dan daerah trokanterika dan naik sejajar dengan leher, memasuki kaput berdekatan
dengan permukaan inferior artikular. Pembuluh darah superior dan posterior, yang
terutama berasal dari arteri femoralis circumfleksa medial, lebih besar dan lebih
banyak daripada pembuluh darah anterior. Selain pembuluh serviks, kontribusi yang
kecil untuk kaput muncul dari arteri foveal, sebuah cabang dari arteri obturatorius
yang terletak di dalam ligamentum teres. arteri ini memberi kontribusi yang
signifikan ke bagian epifisis dari pembuluh darah kaput femur pada sekitar 75% dari
pinggul.
Posisi panggul ketika dislokasi dapat menekuk pembuluh darah yang
memvaskularisasi caput femur, membuat sirkulasi kolateral menjadi penting.
Namun, perubahan dalam suplai darah extraosseous tidak memberikan perubahan
yang konsisten dalam pasokan intraosseous ke kaput, hal ini mungkin terjadi karena
ada sirkulasi kolateral.

Gambar 5. Pembuluh darah os femur


c. Gerakan
 Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan juga
mm. Adductores.
 Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring

57
 Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m.
Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis
 Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus adductor brevis
serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini dibantu
oleh musculus pectineus dan m.gracilis.
 Rotasi lateral
 Rotasi medial
 Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas
2. Histologi Articulatio coxae
Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi ini permukaan
sendidari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang dibungkus dalam simpai sendi.
Simpai sendi ini terdiri atas lapis fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu
dengan periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan ikat pada
sinovial langsung berhubungan dengan cairan sinovial dalam rongga sendi. Pada
permukaan atau di dekatnya ditemukan sel mirip fibroblas yang menghasilkan kolagen,
proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel makrofag yang membersihkan
debris akibat aus dari sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang lebih dalam.
Pendarahan sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:
 Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada dasar collum femoris. Terdiri dari
artericircumleksa femoral medialis dan arteri circumfleksa femoral lateralis yang
menjalar secara anterio maupun posterior.
 Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar ke atas yang berada
pada permukaan collum femoris sepanjang linea intertrochanterica.
 Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh darah metafisial inferior
bergabungmembentuk pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya pembuluh
cincin keduasebagai pemasok darah pada caput femori Pada fraktur collum femoris
sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput femori. Pembuluh darah
Retinacular superior dan pembuluh epifisial merupakan sumber terpentinguntuk
suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan
sekitarnyatermasuk pembuluh darah dan sinovial.

58
 

59
D. KNEE JOINT

1.1 Anatomi Articulatio Genus


Persendian adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang
dihubungkan melalui jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam. Pada
articulation terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang
rawan. Sendi lutut merupakan sendi di extremitas inferior yang menghubungkan
tungkai atas (paha/ femur) dengan tungkai bawah (tibia). Fungsi dari sendi ini adalah
untuk melakukan gerakan flexi, extensi dan sedikit rotasi pada tugkai bawah. Untuk
melakukan fungsi gerak ini diperlukan antara lain:
 Otot-otot penggerak sendi
 kapsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang
bersendi supaya jangan lepas bila bergerak
 Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur
luasnya gerakan.
 Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi.
 Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang
merupakan penghubung kedua buah tulang (femur dan tibia) yang
bersendi sehingga sendi menjadi kuat untuk melakukan gerakan.
Articulatio genus (sendi lutut) adalah sendi yang terbesar dan paling rumit di
seluruh tubuh. Pada dasarnya sendi ini terdiri atas dua buah sendi condylaris antara
condylus femoris medialis dan lateralis dengan condylus tibiae yang bersesuaian serta
sebuah sendi pelana antara patella dan facies patellaris femoris. Perhatikan bahwa fibula
tidak terlibat pada sendi ini.

Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel, yaitu pergerakan dua
condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh
sendi ini yaitu gerakan flexi, extensidan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang
melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain
terjadi robekan pada kapsul dan ligamentum di sekitar sendi. Sendi antara femur
dan tibia adalah sebuah sendi sinovial tipe ginglymus (sendi engsel), tetapi
mempunyai sedikit kemungkinan gerak rotasi. Sendi antara patella dan femur

60
adalah sendi sinovial jenis pelana. Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid
terletak pada segmen inferior dari tendom. quadriceps femoris pada permukaan
ateroinferior. Pinggir atas, lateral dan medial merupakan tempat perlekatan
berbagai bagian m.quadriceps femoris. Patella dicegah bergeser ke lateral selama
kontraksi m. quadriceps femoris oleh serabut-serabut horizontal bawah m. vastul
medialis dan oleh besarnya ukuran condylus lateralis femoris.

A. Morfologi Articulatio Genus (Sendi Lutut)


Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi
ini terletak pada ekstremitas inferioryaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah.
Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus
femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi
pelana, diantara patella dan facies patellaris femoris. Tulang-tulang pembentuk
articulatio genus adalah:

Tulang
1) Os Femur
Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar dalam tubuh
manusia yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxaeke tibia
sewaktu kita berdiri. Bagian proksimal dari tulang ini terdiri dari caput femoris

61
yang bersendi dengan acetabullum, collum femoris dan dua trochanter major.
Ujung distal tulang femur berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus
medialis dan epicondylus lateralis yang bersendi dengan tibia. Tulang femur
terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang
femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut adalah epiphysis distalis.
Epiphysis distalis merupakan bulatan sepanjang yang disebut condylus femoralis
lateralis dan medialis. Di bagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah
bulatan kecil yang disebut epicondylus lateralis danmedialis. Dari depan terdapat
dataran sendi yang melebar ke lateral yang disebut facies patellaris yang
nantinya bersendi dengan tulang patella. Dan bagian belakang diantara condylus
lateralis dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.
2) Os Patella
Tulang patella merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh manusia.
Tulang ini berbentuk segitiga pipih yang basisnya menghadapi ke proximal dan
apex/puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini mempunyai dua permukaan,
yang pertamafacies articularis yang menghadap ke femur dan yang kedua facies
anterior yang menghadap ke depan. Pada permukaan anterior kasar sedangkan
permukaan dorsal memiliki permukaan sendi yaitu facies articularis medialis
yang sempit Facies anterior dapat dibagi menjadi tiga bagian dan bergabung
dengan tendon quadriceps. Pada sepertiga atas merupakan tempat pelekatan
tendon quadriceps, pada sepertiga tengah merupakan tempat beradanya saluran
vascular dan pada sepertiga bawah termasuk apex merupakan tempat awal
ligamentum patella.
3) Os Tibia
Tulang tibia merupakan tulang besar yang menghubungkan antara femur
dengan pergelangan kaki dan tulang-tulang kaki, serta merupakan tulang
penyangga beban. Bagian proksimal tulang ini bersendi dengan condylus femur
dan bagian distal memanjang ke medialis membentuk malleolus medialisyang
bersendi dengan talus. Tulang tibia terdiri dari epiphysis proxsimalis, diaphysis,
epiphysis diatalis. Epiphysis proxsimalispada tulang tibia terdiri dari dua bulatan
yang disebut condylus lateralis dan condylus medialis yang atasnya terdapat
dataran sendi yang disebut facies artikularis lateralisdan medialisyang

62
dipisahkan oleh ementio intercondyolidea. Lutut merupakan sendi yang
bentuknya dapat dikatakan tidak ada kesusaian bentuk, kedua condylusdari
femur secara bersama-sama membentuk sejenis katrol (troclea), sebaliknya
dataran tibia tidak rata permukaannya, ketidaksesuaian ini dikompensasikan oleh
bentuk meniscus.
Sendi
1) Tibiofemoral Joint
Sendi ini jenis sinovial hinge joint (sendi engsel) yang mempunyai dua
derajat kebebasa gerak. Gerak flexi-extensi terjadi pada bidang sagital disekitar
axis medio-lateral, dan gerak rotasi terjadi pada bidang tranversal disekitar axis
vertical (longitudinal). Sendi tibiofemoral mempunyai dua permukaan yang
berbeda, dimana permukaan condilus medialis lebih besar dari pada condilus
lateralis, sehingga pada gerakan fleksi dan ekstensi, gerakan pada medialis lebih
luas dari pada lateralis, dimana pada saat ekstensi terjadi gerakan eksternal
rotasi. Diantara os tibia dan os femurterdapat sepasang meniscus yaitu meniscus
medial dan meniscus lateral. Sendi tibiofemoral dibentuk oleh condylus femoris.
Sendi ini mempunyai permukaan yang tidak rata yang dilapisi oleh lapisan
tulang rawan yang relatif tebal dan meniscus. ROM pasif gerak fleksi berkisar
130°–140°. Hiperekstensi 5°-10° masih dalam batas normal. Derajat rotasi
terbesar terjadi pada posisi 90° fleksi yaitu sekitar 45° lateral rotasi dan 15°
medial rotasi. Arthrokinematik tibiofemoral joint adalah gerak traksi dan
kompresi dengan arah caudal – cranial searah axis longitudinal tibia. Saat
gerakan fleksi terjadi translasi kedorsal dan saat ekstensi terjadi translasi
keventral. Selain itu saat fleksi dan ekstensi juga terjadi translasi ke medial dan
lateral.
2) Patellofemoral Joint
Sendi ini jenis modified plane joint yang menghubungkan tulang femur
dan patella. Sendi ini berfungsi membantu mekanisme kerja dan mengurangi
friction quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola ulur
gerak lurus melengkung ke medial lurus. Gerak geser patellake proksimal dan ke
distal saat ekstensi dan fleksi. Saat ekstensi disertai gerak geser patellake medial
hingga kembali lurus. Sendi patella femoralismempunyai facies artikularis yang

63
terdiri atas tiga permukaan pada bagian lateral dan satu permukaan pada bagian
medial. Muskulus vastus lateralis, vastus intermedius danrectus femorissebagai
stabilisator aktif berfungsi menarik patellakearah proksimal sedangkan muslukus
vastus medialis berfungsi menarik patella ke arah medial sehingga posisi patella
stabil.
3) Proximal Tibiofibular Joint
Sendi dengan jenis plane sinovial joint yang terbentuk antara caput
fibuladengan tibia. Sendi ini turut berperan dalam menerima beban. Dilihat dari
segi fungsional sendi ini lebih cenderung termasuk ke dalam persendian ankle
karena pergerakan yang terjadi dilutut merupakan pengaruh gerak ankle ke arah
cranial dorsal. Arthrokinematik dari sendi ini terdiri atas gerak geser ke cranial
dan dorsal saat ankle joint melakukan dorsi fleksi. Sendi tibiofibular dibentuk
oleh facies kapituli fibula danfacies articularis tibio fibularyang terdapat pada
bagian lateral posterior kondilus lateral tibia, sendi ini merupakan hubungan
antara os tibiadan os fibulayang berfungsi menahan beban yang diterima sendi
lutut dari beban tubuh.
Otot – otot yang mempunyai fungsi pada sendi lutut:
1. Flexi-flexor
M. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, dibantu oleh m.
gracilis, m. sartorius, dan m.popliteus. flexi dibatasi oleh kontak bagian belakang
tungkai bawah dengan tungkai atas.
2. Extensi-extensor
M. quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh tegangnya seluruh ligamentum-
ligamentum utama sendi.
3. Rotasi Medial
M. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus
4. Rotasi Lateral
M. biceps femoris
Stabilitas sendi lutut tergantung pada tonus otot-otot kuat yang bekerja pada
sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum. Dari faktor ini tonus otot adalah yang
terpenting dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini,
terutama M. Quadriceps femoris setelah terjadi cedera sendi lutut.

64
Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi
sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :
1. Articulatio condyloidea di antara dua condylus femoris dan meniscus dan
berhubungan dengan condylus tibiae
2. satu articulatio jenis arthrodia parsialis diantara permukaan dorsal dari patella
dan permukaan ventral facies patellaris femoris
Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat,
pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian
bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella.
Fascies articularis femoris, tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline.
Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut
sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.
A.1 Ligamentum Pada Sendi Lutut
A. Ligamentum Extracapsularis
 Ligamentum Patellae
Ligamentum patella (diatas) melekat pada pinggir bawah patella dan
dibawah pada tuberositas tibiae. Sebenarnya ligamentum ini merupakan
lanjutan dari bagian utama tendo bersama m. quadriceps femoris.
 Ligamentum Collaterale Laterale (Collaterale Fibulae)
Berbentuk seperti tali dan melekat di atas pada condylus lateralis femoris
dan dibawah pada caput fibulae tendo m. popliteus berjalan diantara
ligamentum dan meniscus lateralis.
 Ligamentum Collaterale Mediale (Collaterale Tibiae)
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat
dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah
melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus
dinding kapsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di
bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendo
m. semimembranosus dan a. inferior medialis genus.
 Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari
sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah.

65
Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding kapsul dan
fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendo m.
semimembranosus.
 Ligamentum Transversum Genus
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus,
terdiri dari jaringan connective, kadang-kadang ligamentum ini tertinggal
dalam perkembangannya, sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian
orang.
B. Ligamentum Intra Capsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat
kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua
bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae.
Ligamentum ini penting karena merupakan pengikatutama antara femur dan
tibiae.
 Ligamentum Cruciatum Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian
posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini
akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut
diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk
mencegah femurbergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut
berada dalam keadaan flexi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah
tibiae tertarik ke posterior.
 Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris
posterior tibiae dan berjalan kearah atas, depan dan medial, untuk
dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis
femoris. Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang extensi,
namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan flexi. Serat-
serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan extensi. Ligamentum
cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap

66
tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan flexi, ligamentum cruciatum
posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

67
A.2 Cartilago Semilunaris (Meniscus)
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C, yang pada
potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung,
melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas.
Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris.
Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis
untuk menerima condylus femoris yang cekung.
1. Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar
daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area
intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan dengan cartilago
semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum
transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior
tibiae. Batas bagian perifernya melekat padasimpai dan ligamentum
collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif
tetap.
2. Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior
melekat pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia
intercondylaris. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris
posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan
fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum
cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago
dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendo m. popliteus,
sebagian kecil dari tendo melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang
demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada
tempatnya bila dibandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.
A.3 Capsula Articularis
Kapsul sendi berfungsi sebagai stabilisator pasif, mengarahkan gerak sendi
mencegah terjadinya dislokasi ke anterior, posterior, dan inferior serta
memproduksi sinovium. Struktur jaringan kapsul dibentuk oleh jaringan ikat
yaitu serabut kolagen yang sejajar bersilangan, elastin yang berwarna kuning,

68
dan lentur, cell fibroblastyang menghasilkan kolagen dan matriks, serta matriks
dengan komponen utama glikosaminoglikans dan air. Kapsul terdiri dari dua
yaitu:
1) Kapsul sinovial
Kapsul ini mempunyai jaringan fibrokolagen yang agak lunak berfungsi
menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transfomator makanan ke
tulang rawan sendi.
2) Kapsul fibrosis
Kapsul ini memiliki jaringan fibrous keras berfungsi memelihara posisi dan
stabilitas sendi, dan memelihara regenerasi kapsul sendi.
A.4 Bursa Pada Sendi Lutut
Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian
bawah dan belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendo origo m.
popliteus. Bursa ini membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas
meniscus lateralis dan tendo m. popliteus. Banyak bursa berhubungan sendi
lutut. Empat terdapat di depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini
terdapat pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau
tendo
1. Bursa Anterior
 Bursa Supra Patellaris
Terletak di bawah m. quadriceps femoris danberhubungan erat dengan
rongga sendi.
 Bursa Prepatellaris
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan
bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae.
 Bursa Infrapatellaris Superficialis
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan
bawah ligamentum patellae
 Bursa Infrapatellaris Profunda
Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan
permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui
jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.

69
2. Bursa Posterior
 Recessus Subpopliteus
Ditemukan sehubungan dengan tendo m. popliteus dan berhubungan
dengan rongga sendi.
 Bursa M. Semimembranosus
Ditemukan sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan sering
berhubungan dengan rongga sendi.
Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan :
 tendo insertio m. biceps femoris
 tendo m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke
insertionya pada tibia.
 di bawah caput lateral origo m. gastrocnemius
 di bawah caput medial origo m. gastrocnemius

A.5 Persarafan Sendi Lutut

70
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang
mensarafi otot-otot di sekitar sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh:
 N. Femoralis
 N. Obturatorius
 N. Peroneus communis
 N. Tibialis
A.6 Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini. Sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri
femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri
circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena
pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki
vena femoralis.
A.7 Sistem Lympha
System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia
subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymphanode sub
inguinalis superficialis. Sebagian lagi aliran limfe ini akan memasuki
lymphanode poplitealis, aliran limfe berjalan sepanjang vena femoralis menuju
dee lymphanode inguinalis
B. Pergerakan Sendi Lutut
Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan flexi, extensi, dan sedikit rotasi.
Gerakan flexi dilaksanakan oleh m. biceps femoris, semimembranosus, dan
semitendinosus, serta dbantu oleh m.gracilis, m.sartorius dan m. popliteus. Flexi
sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha.
Extensidilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh
ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Extensi sendi lutut lebih lanjut
disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale dan
lateral serta ligamentum popliteum obliquum menjadi tegang, serat-serat posterior
ligamentum cruciatum posterior juga di eratkan. Sehingga sewaktu sendi lutut
mengalami extensipenuh ataupun sedikit hiper-extensi, rotasi medial dari femur
mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua ligamentum utama dari sendi, dan
lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku.

71
Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia, dan cartilago
semilunaris dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus
tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiper-extensi dikatakan dalam keadaan terkunci.
Selama tahap awal extensi, condylus femoris yang bulat menggelinding ke
depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus
lateralis. Bila sendi lutut di gerakkan ke depan, femur ditahan oleh ligamentum
cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubahmenjadi gerak
memutar. Sewaktu extensi berlanjut, bagian yang lebih rata pada condylus femoris
bergerak kebawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada
garis bentuk condylus femoris yang berubah.
Selama tahap akhir extensi, bila femur mengalami rotasi medial, condylus
lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut
bergerak ke depan. Sebelum flexi sendi lutut dapat berlangsung, ligamentum-
ligamentum utama harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan
terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari
keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral
pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur, perlekatan m.
popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali
lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus
yang berubah.
Bila sendi lutut dalam keadaan flexi90 derajat, maka kemungkinan rotasio
sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus.
Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.
Pada posisi flexi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke
depan dan belakang terhadap femur, hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama,
terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur.
Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus
otot yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan kigamentum. Dari faktor-
faktor ini, tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi
untuk mengembalikan kekuatan otot ini, terutama m. quadriceps femoris, setelah
terjadi cedera pada sendi lutut.

72
1.2 Histologi Articulatio Genus
1) Jaringan Ikat
A . Jaringan Ikat Padat
Jaringan ikat padat atau sering disebut jaringan pengikat serabut putih,
jaringan ini lebih banyak disusun oleh serat kolagen dibandingkan sel-sel
jaringan ikatnya. Jaringan ini membentuk tendon sebagai tempat perlekatan
otot dengan tulang, dan ligamen sebagai tempat persendian tulang dengan
tulang.
 Jaringan Ikat Padat Teratur

Jaringan Ikat Padat teratur ditandai dengan serat kolagen yang tersusun
teratur. Terdapat pada tendon dan ligamen.
 Jaringan Ikat Padat Tidak Teratur

Jaringan ikat padat tidak teratur ditandai dengan susunan serat


kolagennya yang tidak teratur. Terdapat pada , dermis kulit dan kapsul
berbagai organ.
D. Jaringan Ikat Longgar

73
Jaringan ikat longgar paling banyak ditemukan di dalam tubuh. Jaringan ini
terdiri dari kumpulan sel fibroblas, sel mast, sel makrofag, sel lemak, serat
elastin, dan serat kolagen. Jaringan ini memiliki ciri sel-selnya jarang dan
sebagian besar tersusun atas matriks.
Pada kasus ini jaringan ikat yang terdapat pada lutut adalah jaringan ikat
padat teratur yang serat kolagennya tersusun padat dalam berkas pararel dimana
diantara berkas itu terdapat jaringan ikat longgar sebagai pemisah. jaringan ikat
padat teratur juga membentuk membran atau kapsula fibrosa di sekitarnya.
E. Jaringan Ikat Khusus (Darah)

Darah adalah jaringan ikat yang tersusun sebagian besar cairan. Sel darah
merah (eritrosit) dan putih (leukosit), dan keping darah (trombosit)
tersuspensi di dalam plasma. Darah ini berfungsi utama dalam transpor
substansi dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Disamping itu, darah juga
berperan dalam sistem kekebalan.
4) Tulang Rawan (kartilago)

74
d. Tulang Rawan hialin
Tulang rawan hialin merupakan penyusun rangka embrio dan paling banyak
terdapat di tubuh manusia. Seiring pertumbuhannya, tulang rawan hialin pada
embrio akan berdiferensiasi menjadi tulang keras dan tulang rawan lainnya.
Namun adapula yang tetap menjadi tulang rawan hialin.
e. Tulang Rawan Elastik
Tulang rawan elastik merupakan tulang rawan yang mengandung serabut
elastin / serat elastin sehingga sifatnya lebih fleksibel dibandingkan tulang
rawan lainnya. Tulang rawan ini terdapat pada daun telinga dan epiglotis
f. Tulang Rawan Fibrosa
Tulang rawan fibrosa matriksnya mengandung serat kolagen, sehingga
bersifat kuat dan kaku, serta mampu menahan guncangan. Contoh terdapat
pada ruas-ruas tulang belakang dan cakram sendi lutut.
5) Tulang

Karakteristik dari tulang adalah:


 Tersusun teratur yang membentuk sistem Haverst.
 Sel-selnya yaitu osteoblas, osteosit, osteoklas
 Matriksnya tersusun oleh kalsium dan fosfat
 Bersifat keras, kuat, dan kaku
 Terdapat dalam ruang yang disebut lacuna
 Contohnya adalah femur, tibia, fibula, humerus, dll
Sendi lutut termasuk sendi synovial karena pada sendi ini terdapat cairan
synovial yang mengisi rongga artikuler sehingga gerakan pada sendi ini luas

75
(diarthtosis) dan di lapisan luarnya adalah membrane synovial yang tersusun
jaringan ikat padat.
Kartilago Artikularis
Artikular merupakan sebuah kata yang digunakan untuk merujuk sesuatu yang
berkenaan dengan persendian. Sehingga, kartilago artikularis merujuk kepada kartilago
yang ditemukan pada persendian mengingat bahwa tidak semua kartilago berada pada
persendian. Kartilago sendiri, menurut Dorland, merupakan semacam jaringan ikat
fibrosa khusus yang, berdasarkan substansi penyusunnya, dapat dibedakan menjadi
kartilago hialin, kartilago elastik, dan kartilago fibrosa. Pada kartilago artikularis, tipe
yang sering ditemukan adalah kartilago hialin.
Kartilago hialin, berbeda dengan tipe lainnya, mampu meneruskan beban dan
gerakan dari satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya. Kartilago ini mampu
menambah luas permukaan artikular, serta membantu meningkatkan stabilitas dan
ketahanan permukaan tersebut; kartilago ini dapat merubah bentuknya saat terpapar oleh
suatu gaya kompresif dan mampu mentransmisikan gaya tersebut secara meluas kepada
tulang subartikular di bawahnya. Kartilago ini sangat amat licin oleh karena adanya
lapisan cairan sinovial yang menyelimutinya, sehingga gaya gesek yang terjadi di
daerah tersebut sangat amat kecil. Licinnya cairan sinovial tersebut memungkinkan
tidak terjadinya degradasi sendi oleh pergerakan fisiologis yang berlangsung setiap
waktu. Selama terjadinya pergerakan, air yang terdapat pada cairan sinovial akan
bertukar dengan hampir keseluruhan air yang terkandung dalam kartilago hialin.
Oleh karena banyaknya air yang dikandungnya (sekitar 60-80%), kartilago hialin
memiliki matriks dengan konsistensi seperti gelyang terdiri atas proteoglikan sebagai
substansi dasarnya. Proteoglikan pada sendi artikular adalah aggrecan –terdiri atas 210-
kD protein inti yang terhubung dengan 100 kondroitin sulfat, beberapa keratin sulfat,
dan oligosakarida. Beratus-ratus molekul aggrecan ini berikatan dengan hyaluronan
untuk membentuk molekul yang lebih besar yang memiliki berat lebih dari 100 juta
Dalton dan bermuatan negatif. Muatannya tersebut yang memberikan karakteristik rigid
namun bersifat seperti pegas. Fungsi aggrecan ialah untuk menyerap perubahan beban
dan mengurangi deformitas. Terdapat jaringan kolagen tipe II dalam proteoglikan
tersebut. Jaringan kolagen tersebut tersusun dalam pola khusus, yakni tersusun secara
paralel terhadap permukaan artikular pada zona superfisialnya dan secara tegak lurus

76
terhadap permukaan artikular pada zona yang lebih dalam tempat di mana kartilago
artikularis berikatan dengan tulang subkondralnya. Jaringan kolagen ini memberikan
tahanan terhadap gaya regang. Selain jaringan kolagen yang tersusun seperti anyaman,
di dalam substansi proteoglikan tersebut juga ditemukan banyak kondrosit tersebar
secara renggang yang bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh komponen
struktural dari jaringan tersebut. Kondrosit pada kartilago orang dewasa memiliki
kemampuan replikasi sel yang telah berkurang, sehingga kerusakan yang terjadi secara
langsung pada permukaan artikular tidak dapat diperbaiki dengan baik atau akan
digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. Singkatnya, beberapa struktur penting kartilago
hialin adalah air, proteoglikan sebagai substansi dasar, kolagen, dan kondrosit. Ketika
terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu dari komponen tersebut, maka kartilago
hialin akan terurai. Hal ini terjadi secara minimal pada peroses penuaan, namun terjadi
secara ekstensif pada kondisi osteoartritis.
Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Adanya beban
menyebabkan perubahan bentuk pada kartilago, sehingga air akan terperas keluar ke
permukaan di mana air tersebut akan menyumbang sebagai salah satu komponen lapisan
lubrikan. Ketika beban berkurang dan menghilang, maka air tersebut akan terserap
kembali ke dalam proteoglikan pada kartilago tersebut. Tekanan yang terjadi di dalam
kartilago tersebut dipertahankan oleh gaya regang dari jaringan kolagen yang tersusun
di dalamnya. Selama jaringan kolagen dan proteoglikan di dalam suatu kartilago utuh,
maka kartilago tersebut dapat mempertahankan kompresibilitas serta elastisit

E. FRAKTUR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur adalah suatu
patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun patahan
yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser.
2. Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.

77
2.1 Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka
tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian
sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena
kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan
tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah
tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang
belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga,
dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.
Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah
tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena
otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
2.2 Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang –
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih
berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara
tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang
yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

78
3. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
3.1 Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan di sekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
a. Derajat I :
1. Luka <1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
4. Kontaminasi minimal
b. Derajat II :
1. Laserasi >1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
3. Fraktur kominutif sedang
4. Kontaminasi sedang
c. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka
derajat III terbagi atas:
1. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
3. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.

79
3.2 Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya
mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,
fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
3.3 Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

80
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng
pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat
pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau
cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas
atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan
untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris :
a.Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,
prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b. Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui
tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c.Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis d an
kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.
Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d. Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan
terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan
mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e.Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat
pada gambar berikut ini :

Gambar Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang

Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup

81
Gambar Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang

Transversal Spiral Oblik Segmental

Gambar Fraktur Menurut Salter – Harris

4. Epidemiologi Fraktur
4.1 Distribusi Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi
yang lebih banyak dilakukan oleh laki – laki menjadi penyebab tingginya

82
risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami
fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus
cedera yang disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus
cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki –
laki dengan umur di bawah 15 tahun.27 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur
yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada
laki – laki daripada perempuan.
b) Berdasarkan Tempat dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang
panggul merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian
serius karena dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan
penderita dalam beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan
tahun 2000 di Australia setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami
keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal
karena komplikasi.
Di negara – negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada
wanita karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis.
Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok
umur 50 – 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per
100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun 2005
insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per
100.000 penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas
meningkat seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor.
Berdasarkan laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit
Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas sebanyak 444 orang.
4.2 Determinan Fraktur 10, 25,26
a) Faktor Manusia

83
Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami
fraktur atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
aktivitas olah raga dan massa tulang.
1. Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang
berat daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung
mengalami kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan
tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah
cukup tinggi dengan pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan
risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada
kelompok umur muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau
jatuh dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah
tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda. Penderita
patah tulang pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebanyak 14% dan pada
kelompok umur 21 – 30 tahun sebanyak 38% orang.
2. Jenis Kelamin
Laki – laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang
menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan.18 Pada
umumnya Laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas
daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja
sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah
tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas.
Tingginya kasus patah tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki – laki
dikarenakan laki – laki mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan
yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal
dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di
Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169
kasus dimana jumlah penderita laki–laki sebanyak 68% dan perempuan
sebanyak 32%.

84
3. Aktivitas Olahraga
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi
risiko penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah
raga seperti hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera
dan jika hentakan atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat
mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus
menerus di luar kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang.
Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada pemain sepak bola yang
sering mengalami benturan kaki antar pemain. Kelemahan struktur tulang
juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari, pendaki gunung ataupun
olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang berisiko terjadinya
benturan yang dapat menyebabkan patah tulang.
4. Massa Tulang
Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur
daripada tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung
menyebabkan patah tulang karena massa tulang yeng rendah tidak mampu
menahan daya dari benturan tersebut. Massa tulang berhubungan dengan
gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium penting bagi penguatan
jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai apabila
konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa kanak – kanak dan
remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa tulang
menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh. Pengurangan
massa tulang terlihat jelas pada wanita yang menopause. Hal ini terjadi
karena pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan
baik mengontrol proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen.
b) Faktor Perantara
Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena
merupakan peristiwa penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun
bisa dikatakan sebagai suatu perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma
benturan. Benturan yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena
tulang tidak mampu menahan daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga
tulang retak atau langsung patah. Kekuatan dan arah benturan akan

85
mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang mengalami fraktur. Meski
jarang terjadi, benturan yang kecil juga dapat menyebabkan fraktur bila
terjadi pada tulang yang sama pada saat berolahraga atau aktivitas rutin yang
menggunakan kekuatan tulang di tempat yang sama atau disebut juga stress
fraktur karena kelelahan.

c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat
berupa kondisi jalan raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang,
lantai yang licin dapat menyebabkan kecelakaan fraktur akibat terjatuh.
Aktivitas pengendara yang dilakukan dengan cepat di jalan raya yang padat,
bila tidak hati – hati dan tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi
kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak menimbulkan fraktur.
Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Makmal Terpadu
Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada tahun 2006 dari 1690 kasus
kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami fraktur adalah sekitar 20%. 5
Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang licin dapat
mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang cenderung
akan mengalami fraktur bila terjatuh. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang
belakang dan 173 kasus pergelangan tangan, dimana sebagian besar penderita
wanita >60 tahun dan penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga.
5. Stadium Penyembuhan Fraktur
5.1 Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum
sehingga timbul hematom.
5.2 Organisasi
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom
disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan
darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular.

5.3 Kalus sementara

86
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan
osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia
fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam
dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula,
mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak
teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap
pada sekitar hari kedua puluh lima.
5.4 Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang
yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.
5.5 Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling
akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan
terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya
semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula
dari tulang tersusun kembali.
6. Kelainan Penyembuhan Fraktur
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat
terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan.
6.1 Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
6.2 Penyatuan tertunda
Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada
umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi
yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara
lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi yang
tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi dan
metabolik.
6.3 Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat

87
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis.
7. Komplikasi Fraktur
7.1 Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum
tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan
melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh
darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
7.2 Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot
yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur
tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
7.3 Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik.
Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan
leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode
waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
7.4 Osteomyelitis

88
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk
melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak,
fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
7.5 Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau
clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam
yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini
terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada
tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
8. Pencegahan Fraktur
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada
umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik
ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma
adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur.
8.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan
aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang
lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama
yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi
yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk
selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat
bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis

89
sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat
dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan
gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
8.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan
pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan.
Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur
dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk
mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti
biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan
operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi
gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas
dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-
hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

F. HEMATOM
A. Pengertian Hematoma
Hematoma adalah kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah.
Kumpulan darah ini bisa berukuran setitik kecil, tapi bisa juga berukuran besar
dan menyebabkan pembengkakan.
Hematoma dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja. Darah yang keluar dari
pembuluh darah bisa menyebabkan rasa nyeri pada jaringan sekitarnya dan
muncul gejala peradangan atau inflamasi.

90
Dinding pembuluh darah kita memiliki kemampuan untuk terus menerus
memperbaiki diri bila terluka dan ini adalah kondisi normal. Bila lukanya kecil,
maka perbaikan akan dilakukan dengan pembentukan bekuan darah dan jaringan
fibrin (senyawa protein untuk menutup luka). Tapi jika pembuluh darah terkena
tekanan hebat, dan kerusakan dinding pembuluh darah luas, maka darah akan
selalu bocor melalui dinding pembuluh yang rusak (perdarahan lebih lama).
Darah yang keluar terus menerus akan membuat hematoma semakin membesar.
B. Mekanisme Hematoma pada Fraktur sebagai Tahap Penyembuhan
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase
kalus, osifikasi dan remodelling. (Buckley, R., 2004, Buckwater J. A., et
al,2000).
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen
tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia
dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan
sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi
atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi
mikro yang sesuai untuk :
1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,

91
2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur,
dan
3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak
dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 – 3 minggu.
C. Diagnosis Hematoma
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit
atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien.
Beberapa langkah yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis hematoma adalah:
 Pemeriksaan fisk. Jika hematoma terjadi pada kulit dan jaringan lunak
seperti otot atau persendian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik.
 Uji pencitraan. Jika penderita menunjukkan gejala perdarahan internal,
maka dokter akan melakukan uji pencitraan, Pencitraan sinar-X diperlukan
untuk memeriksa hematoma di sekitar tulang retak. Sedangkan penderita
yang mengalami cedera kepala perlu diperiksa dengan CT-scan.
Ultrasonografi biasanya dianjurkan saat memeriksa penderita yang sedang
hamil.
D. Pengobatan dan Komplikasi Hematoma
Pengobatan untuk hematoma yang muncul pada kulit dan jaringan lunak
seringkali ditangani cukup dengan hanya beristirahat, mengompres dengan es
batu, pembalutan atau penekanan untuk menghentikan perdarahan, dan elevasi
(mengangkat organ tubuh lebih tinggi dari jantung untuk mengurangi aliran
darah ke area yang mengalami perdarahan). Teknik ini dikenal dengan istilah
RICE/rest, ice, compression, elevation.
Beberapa dokter juga menyarankan untuk menjalankan terapi panas sebagai
penanganan hematoma alternatif tiga hari setelah perdarahan diatasi. Rasa sakit

92
yang disebabkan peradangan di sekitar hematoma, bisa diatasi dengan obat
pereda rasa sakit.
Jenis penanganan hematoma dipilih berdasarkan pada kondisi kesehatan
penderita. Sedangkan perawatan untuk hematoma pada organ lain dalam tubuh
bergantung pada jenis organ dan kondisinya.
Hematoma bisa menyebabkan peradangan dan pembengkakan. Dua hal
tersebut bisa menyebabkan beberapa komplikasi yaitu:
 Iritasi, pada organ dan jaringan tubuh.
 Infeksi. Darah yang terkumpul akan berkolonisasi dengan bakteri.

G. EDEMA
A. Pengertian Edema
Edema adalah akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial (celah di
antara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan pembengkakan. Pada kondisi yang
normal secara umum cairan tubuh yang terdapat diluar sel akan disimpan di dalam dua
ruangan yaitu pembuluh darah dan ruang – ruang interstitial. Apabila terdapat gangguan
pada keseimbangan pengaturan cairan tubuh, maka cairan dapat berakumulasi
berlebihan di dalam ruang interstitial sehingga menimbulkan edema. Namun apabila
cairan sangat berlebih maka kelebihan cairan adakalanya dapat berkumpul di ruang
ketiga yaitu rongga – rongga tubuh seperti perut dada dan rongga perut. contoh
penampakan edema pada kaki
Gejala dan tanda-tanda dari edema termasuk:
· Pembengkakan jaringan di bawah kulit
· Kulit yang mengkilat atau meregang
· Kulit yang tetap berlesung setelah ditekan selama beberapa detik
· Peningkatan ukuran perut
B. Penyebab Terjadinya Edema
Ada banyak kondisi medis yang dapat menjadi penyebab edema, namun pada
prinsipnya edema dapat terjadi sebagai akibat dari empat hal berikut ini :
1. peningkatan tekanan hidrosatik : tekanan hidrostatik merupakan tekanan cairan
yang mengalir di dalam pembuluh darah. Peningkatan tekanan hidrostatik seperti
pada gagal jantung dan penyakit liver akan menyebabkan adanya hambatan

93
terhadap pada cairan yang mengalir di dalam pembuluh darah, sehingga cairan
cenderung untuk berpindah ke ruang interstitial.
2. penurunan tekanan onkotik plasma : tekanan onkotik merupakan tekanan yang
mempertahankan cairan tetap di pembuluh darah, tekanan ini dipengaruhi oleh
albumin. Penurunan tekanan onkotik akibat gangguan pembentukan albumin
seperti pada penyakit liver atau kebocoran albumin seperti pada gagal ginjal
akan menyebabkan cairan cenderung untuk berpindah ke ruang interstitial.
3. obstruksi limfatik : hambatan pada aliran cairan limfa seperti pada tumor ganas
stadium lanjut, juga dapat menyebabkan cairan cenderung berpindah ke ruang
interstitial
4. peradangan : pada peradangan baik akut maupun kronis dapat menyebabkan
pelebaran pada celah antar sel sehingga cairan akan lebih banyak terkumpul di
ruang interstitial
C. Jenis – jenis Edema Pada Manusia
Secara umum edema dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu edema lokal dan
edema general. Edema lokal ialah apabila pembengkakan terjadi pada sebagian tubuh
atau satu sisi tubuh saja, misalnya kaki bengkak, bibir bengkak, mata bengkak, dan
sebagainya. Sedangkan edema general ialah apabila pembengkakan terjadi pada lebih
dari satu bagian tubuh. Edema general disebut edema anasarka apabila akumulasi cairan
yang berlebihan terjadi bersamaan dan tersebar secara luas di dalam semua jaringan dan
rongga tubuh yang terjadi pada saat yang bersamaan. Pada umumnya edema merupakan
gejala dari penyakit yang dapat berkurang hingga menghilang dengan pengobatan
terhadap penyebabnya namun apabila edema ini terjadi pada paru – paru, hal ini
merupakan kondisi medis akut yang harus mendapat perhatian dan penangan yang
segera. Edema paru adalah akumulasi cairan berlebihan di dalam alveoli (kantung
udara) paru – paru. Edema paru dapat disebabkan oleh penyakit gagal jantung dan
penyakit gagal ginjal. Pada edema paru, cairan di alveoli tersebut akan menyebabkan
gangguan pada difusi oksigen sehingga oksigen yang masuk ke dalam aliran darah
menjadi berkurang. Kondisi ini menyebabkan penderita sulit bernapas dan bernapas
pendek hingga lemas akibat kekurangan oksigen. Apabila tidak mendapat penanganan
segera kekurangan oksigen akibat edema paru dapat berisiko menyebabkan kematian.
Edema dapat dibagi menjadi edema lokal dan edema general. Edema lokal ialah

94
bila terjadi bengkak pada satu sisi tubuh saja, sedangkan disebut edema general bila
terjadi bengkak pada lebih dari satu bagian tubuh. Edema lokal biasa terjadi akibat
penyebab lokal juga, seperti gigitan serangga, alergi kulit, sumbatan pembuluh darah di
daerah tersebut, dan sebagainya. Edema lokal biasanya lebih bersifat ringan dan tidak
fatal.
Edema general biasa terjadi akibat gangguan atau kegagalan suatu organ tubuh, seperti
gagal jantung, gagal ginjal, gagal hati, tumor, kanker dan sebagainya. Pada gagal
jantung, jantung tidak efektif memompokan darah sehingga sebagian darah terbendung
pada kaki, perut, dan menyebabkan pembengkakkan. Pada gagal ginjal, ginjal gagal
menjalankan fungsinya untuk menyaring darah dan menghasilkan air urin. Akibatnya,
air tidak dapat keluar dan memnyebabkan hampir seluruh tubuh bengkak. Pada gagal
hati terjadi kondisi kekurangan protein yang dihasilkan hati. Protein tersebut berguna
untuk menjaga air tetap di dalam aliran darah. Akibat kekurangan protein tersebut, air
dalam pembuluh darah akan keluar ke rongga-rongga tubuh sehingga menyebabkan
bengkak.
Edema ringan dapat terjadi akibat:
· Duduk atau tinggal dalam satu posisi terlalu lama
· Makan makanan asin/bergaram terlalu banyak
· Gejala dan tanda premenstrual
· Kehamilan
Edema dapat merupakan efek samping dari beberapa obat, seperti:
· Obat yang membuka pembuluh darah
· Pemblokir saluran kalsium
· Obat nonsteroidal atau anti peradangan
· Estrogen
· Obat diabetes yang disebut thiazolidinediones
Dalam beberapa kasus, edema mungkin menjadi tanda dari kondisi medis yang lebih
serius.
Penyakit dan kondisi lain yang dapat menyebabkan edema meliputi:
· Gagal jantung kongesif
Ketika salah satu atau kedua bilik jantung bawah anda kehilangan kemampuan
mereka untuk memompa darah secara efektif, seperti yang terjadi pada kasus gagal

95
jantung kongesif, darah dapat berkumpul di kaki, pergelangan kaki, dan menyebabkan
edema.
· Sirosis
Cairan dapat terakumulasi/ menumpuk di rongga perut (ascites) dan di kaki anda
sebagai akibat dari sirosis, yakni penyakit hati yang sering disebabkan oleh alkoholisme
· Penyakit ginjal. Bila Anda memiliki penyakit ginjal, cairan ekstra dan natrium
dalam sirkulasi darah dapat menyebabkan edema. Edema yang berhubungan dengan
penyakit ginjal biasanya terjadi pada kaki dan di sekitar mata.
· Kerusakan ginjal
Kerusakan pada pembuluh darah kecil (yang memiliki fungsi filtrasi) dalam
ginjal dapat mengakibatkan sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik, penurunan tingkat
protein (albumin) dalam darah dapat menyebabkan akumulasi cairan dan edema.
· Rusak/lemahnya pembuluh darah di kaki (insufisiensi vena kronis).
Katup satu arah membuat darah dalam pembuluh darah kaki akan bergerak
menuju hati. Jika katup berhenti bekerja dengan benar, darah dapat menggenang di kaki
bagian bawah dan menyebabkan pembengkakan.
· Sistem limfatik yang tidak memadai
Sistem limfatik tubuh anda membantu membersihkan cairan dari jaringan. Jika
sistem ini rusak, misalnya karena operasi kanker, maka kelenjar getah bening dan
pembuluh getah bening yang berfungsi untuk pengeringan mungkin tidak akan bekerja
dengan benar dan menghasilkan edema. Faktor risiko Karena cairan dibutuhkan oleh
janin dan plasenta, tubuh wanita hamil akan mempertahankan natrium dan air lebih
banyak dari biasanya, dan meningkatkan risiko edema.
Risiko edema dapat meningkat jika anda menggunakan obat-obatan tertentu, misalnya:
· Obat untuk membuka pembuluh darah
· Calcium channel blockers (penutup saluran kalsium)
· Obat nonsteroida atau anti peradangan (NSAIDs)
· Estrogen
· Obat diabetes yang disebut thiazolidinediones

Komplikasi
Jika tidak diobati, edema dapat menimbulkan:

96
· Pembengkakan yang akan semakin menyakitkan
· Kesulitan berjalan
· Kekakuan
· Peregangan kulit, yang dapat terasa gatal
· Peningkatan risiko infeksi di daerah bengkak
· Jaringan parut antara lapisan jaringan
· Penurunan sirkulasi darah
· Penurunan elastisitas arteri, vena, sendi, dan otot
· Peningkatan risiko ulkus kulit

H. DEFORMITAS
Deformitas adalah pergeseran fragmen pada fraktur. Deformitas: perubahan
bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum. (Dorland)
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal,
dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). Saat ekstremitas
diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

97
d. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap
fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada
gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
mengalami cedera pada daerah tersebut.

1.      Deformitas pada sendi


a.       Macam-macam deformitas sendi
1)      Bergesernya sendi
Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya sebagian
yang bergeser disebut sublukasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.
2)      Mobilitas sendi yang berlebihan ( excessive mobility of the joint  )

98
Kapsul dan ligament sendi meruakan jaringan fibrosa yang berfungsi mengamankan
sendi dari gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan (laxity) kapsul/ ligament
karena suatu sebab, akan terjadi kecenderungan hpermobilitas sendi.
3)      Mobilitas sendi yang berkurang ( restricted mobility of the joint )
Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu sebab sehingga
kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal.

b.      Penyebab deformitas pada sendi


1)      Pertumbuhan abnormal bawaan pada sendi 
Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada dislokasi panggul
bawaan ( congenital dislocation of the hip ) atau fibrosis pada jaringan sekitar sendi
(mis, pada arthrogriposis multiple congenital).
2)      Dislokasi akuisita
Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat) baik karena trauma (yang
mengakibatkan robekan pada ligament), infeksi tulang, atau karena instabilitas sendi.
3)      Hambatan mekanis
Pada osteoarthritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi menjadi ireguler
sehingga terjadi ketidakseimbangan ( incongruous ) permukaan sendi dan dapat
menimbulkan gangguan gerakan sendi akibat adanya blok yang bersifat mekanis.
4)      Adhesi sendi
Pada suatu infeksi, misalnya penyakit arthritis septic atau arthritis rheumatoid dapat
terjadi adhesi pada sendi yang bersangkutan.
5)      Kontraktur otot
Deformitas sendi dapt pula disebabkan oleh kontraktur otot, misalnya akibat spasme
otot yang berkepanjangan atau padaiskemia Volkmann.
6)      Ketidakseimbangan otot
Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya pada penyakit
poliomyelitis, paralisis yang bersifat flaksid/ spastic dan paralisis serebral.
7)      Kontraktur fibrosa dan fasia dan kulit ( fibrous contractures of fascia and skin  )
Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit, baik kontraktur
akibat adanya jaringan parut pada kulit/ fasia karena suatu sebab ( mis, luka bakar )
ataupun kontraktur Dupuytern.

99
8)      Tekanan eksternal
Tekanan yang terus-menerus pada sendi di suatu sisi tertentu akan menyebabkan trauma
pada sisis tersebut dan akan mengakibatkan gangguan sendi.
9)      Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya
Dalam kelompok ini dimasukkan deformitas sendi yang kausanya tidak diketahui ( mis,
skoliosis).
   Deformitas yang dapat terjadi pada tulang:
1)      Ketidaksejajaran tulang ( loss of alignment  )
Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam
kesejajaran ( alignment  ) karena terjadi deformitas
torsional atau deformitas angulasi.
2)      Abnormalitas panjang tulang ( abnormal length )
Kelainan panjang pada tulang dapat berupa
tulang memendek/ menghilang sama sekali
atau panjangnya melebihi normal.
3)      Pertumbuhan abnormal tulang ( bony outgrowth )
Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada tulang,
misalnya osteoma atau ostekondroma.
b.      Penyebab deformitas tulang
1)      Pertumbuhan abnormal bawaan pada tulang ( Kongenital )
Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, dysplasia, duplikasi atau
pseudoartrosis.
2)      Fraktur
Deformitas juga dapat terjadi akibat kelainan penyembuhan fraktur berupa mal-
union  atau non-union. Kelainan lain, yaitu fraktur patologis yang terjadi karena
sebelumnya sudah ada kelainan patologis pada tulang.
3)      Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis
Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis, baik karena trauma maupun kelainan bawaan,
dapat menyebabkan derfomitas tulang.
4)      Pembengkokan abnormal tulang ( bending of abnormally soft bone )
Pada keadaan tertentu, dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada penyakit
metabolic tulang yang bersifat umum, rakitis atau osteomalasia.

100
5)      Pertumbuhan berlebih pada tulang matur ( overgrowth of adult bone )
Pada kelainan yang disebut penyakit Paget ( osteitis deformans ), terjadi penebalan
tulang. Kelainan ini dapat pula terjadi pada osteokondroma karena terjadi pertumbuhan
local.

I. PEMERIKSAAN FISIK DAN VITAL SIGN


A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan
membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut
teknik Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti
test neurologi. Dalam Pemeriksaan fisik daerah abdomen pemeriksaan dilakukan
dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Dengan petunjuk yang
didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn
sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan
gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam praktiknya, tanda vital atau pemeriksaan
suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
Saat melakukan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu dengan
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
a. Inspeksi
Perawat melakukan inspeksi atau melihat bagian-bagian tubuh klien untuk
mendeteksi kondisi normal atau adanya tanda fisik tertentu. Untuk itu perawat harus
mengetahui karakteristik normal sebelum dapat mengetahui adanya hal-hal yang
abnormal. Penting juga untuk mengetahui karakteristik normal untuk tiap usia.
Misalnya kulit kering, keriput dan tidak elastik normal ditemukan pada usia lanjut tetapi
tidak pada klien dewasa. Inspeksi dilakukan saat kontak pertama dengan klien dan dapat

101
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan
penglihatan, pendengaran, penciuman; sedangkan tidak langsung dilakukan dengan
menggunakan bantuan peralatan seperti spekulum, ophtalmoscope. Inspeksi dilakukan
secara obyektif, jangan dicampur dengan ide atau harapan anda. Insspeksi dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem tubuh, head to toe atau kombinasi keduanya, agar
tidak ada yang terlewat. Jika menemukan adanya sesuatu yang berbeda dari
karakteriskti normal, lakukan pengkajiaan secara lebih mendalam. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan saat melakukan inspeksi, antara lain :
1. Pencahayaan baik
2. Posisi dan bagian tubuh terbuka sehingga seluruh permukaannya dapat terlihat
3. Inspeksi setiap area: ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi dan abnormalitas
4. Bandingkan pada sisi tubuh yang lain
5. Gunakan cahaya tambahan ketika menginspeksi rongga tubuh
b. Palpasi
Pengkajian lebih lanjut dilakukan dengan menyentuh tubuh klien dan biasanya
digunakan bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dapat dilakukan dengan menggunakan
telapak tangan, jari dan ujung jari untuk mengkaji kelembutan (softness), kekakuan
(rigidity), massa, suhu, posisi dan ukuran, kecepatan dan kualitas nadi perifer. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan saat melakukan palpasi :
1. Kuku harus pendek
2. beri penjelasan pada klien sebelumnya
3. klien relaks dan dalam posisi nyaman
4. Untuk mencegah terjadinya ketegangan otot pada saat palpasi:
- hangatkan tangan sebelum palpasi
- Jelaskan apa yang akan dilakukan, alasan dan apa yang dirasakan
- Dorong klien untuk relaks dengan nafas dalam
- hentikanpalpasijika klien mengeluh nyeri
Palpasi dapat dibedakan menjadi palpasi ringan dan dalam. Palpasi ringan dilakukan
misalnya pada abdomen untuk mengetahui adanya tenderness. Letakkan tangan pada
bagian tubuh yang akan dipalpasidan tekan sedalam 1 cm. Daerah yang mengalami
tenderness dikaji lebih lanjut. Tekanan dilakukan dengan ringan dan sebentar-sebantar.
Tekanan yang keras dan lama akan menyebabkan sensitivitas tangan perawat berkurang.

102
Setelah palpassi ringan, palpasi dapat dilanjutkan dengan palpasi dalam utuk mengkaji
kondisi organ, misalnya organ yang ada dalam abdomen. Perawat meenekan daerah
yang akan dipalpasi sedalam 2 cm. Palpasi harus dilakukan dengan hati-hati karena
tekanan yang terlalu lama akan menyebabkan injury internal. Palpasi dalam dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan. (bimanually). Ketika melakukan dengan dua
tangan, satu tangan (disebut sensing hand) relaks dan diletakkan diatas kulit klien.
Tangan lain (diseebut akctive hand) memberikan tekanan pada sensing hand. Bagian
paling sensitif dari tangan, ujung jarri digunakan untuk mengkaji texture, bentuk,
ukuran, konsistensi dan pulsasi. Temperatur paling baik dikaji dengaan punggung
tangan. Dan telapak tangan akan lebih sensitif terhadap fibrasi. Perawat mengkaji posisi,
konsistensi dan turgor kulit dengan meng"grasping" dengan ringan bagian tubuh yang
akan dikaji. Saat mempalpasi klien juga haarus memperhatikan bagian tubuh yang dikaji
agar tidak menimbulkan masalah lebih lanjut. Misalnya saat mempalpasi arteri besar
palpasi dilakukan tidak dengan terlalu kuat agar tidak menimbulkan obsturksi.
c. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan (biasanya dengan stetoskop) suara yang dihasilkan
tubuh untuk membedakan suara normal dan abnormal. Perawat haras mengenali suara
normal pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan gastrointestinal sebelum dapat
membedakan suara yang abnormal. Untuk dapat melakukan auskultasi dengan baik
perawat harus memiliki pendengaran yang baik, stetoskop yang baik dan tahu cara
menggunakan stetoskop dengan tepat Bell stetoskop paling baik jika digunakan untuk
mendengarkan suarau yang memiliki Pitch rendah, misalnya suara vaskular dan suara
jantung. Adapun diafragma stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara yang
memiliki pitch tinggi, seperti suara para dan bising usus. Juga perhatikan kebisingan
lingkungan dan instruksikan klien tidak berbicara selama pemeriksaan. Melalui
auskultasi, perawat mencatat karakteristik suara berikut ini:
1. Frekuensi/jumlah gelombang suara per detik karena fibrasi obyek
2. Luodness/ amplitude gelombang suara : keras/pelan
3. Kualitas/ suara tersebut memiliki frekuensi dan kekerasan yang sama
4. Durasi/panjang waktu suara terdengar: pendek, sedang, panjang
d. Perkusi

103
Perkusi dilakukan untuk mengetahui bentuk, lokasi dan densitas struktur yang
ada dibawah permukaan kulit. Perkusi dapat memverivikasi daata yang telah didapat
melalui foto rontgen, atau pengkajian melalui palpasi dan auskultasi. Perkusi dapat
dilakukan secara langsung yaitu dengan mengetukkan jari tangan langsung pada
permukaan tubuh, atau secara tidak langsung dengan menempatkan jari tengah dari
tangan nondominan (disebut pleximeter)di permukaan tubuh yang akan di perkusi dan
dengan jari tengah tangan yang dominan (disebut plexor), ketuk pada distal phalang jari
tengah tangan non dominan, dibawah dasar kuku. Perkusi dapat menghasilkan lima
jenis suara, yaitu tympany, resonance, hyperresonance, dullness dan flatness. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan saat perkusi:
1. kuku pendek, hangatkan tangan sebelum mulai
2. minta klien untuk BAK
3. ruangan tenang
4. Lepaskan perhiasan yang dapat mengganggu
5. Jelaskan pada klien apa yang akan dilakukan dan alasannya
Bagian utama pemeriksaan fisik
 Observasi umum (observasi penampilan umum klien dan tingkah lakunya)
 Pengukuran tanda vital
 Pengukuran tinggi badan dan berat bada
 Pemeriksaan fisik
Peralatan dasar:
 Termometer
 Stetoskop
 Spygmomanometer
 Kartu penglihatan
 Penlight/flashlight
 Meteran
 Pensil
Persiapan sebelum peeriksaan fisik:
Persiapan yang kurang baik sebelum melakukan pemeriksaan fisik akan
mengakibatkan kesalahan dan temuan yang tidak lengkap, karena itu persiapan yang

104
baik terhadap lingkungan, peralatan dan klien akan memperlancar jalannya pemeriksaan
tanpa adanya gangguan.
 LINGKUNGAN
Saat melakukan pemeriksaan fisik, privasi klian haras dijaga. Ruang
periksan sebaiknya telah lengkap dengaan peralatan yang diperlukan. Jika
pemeriksaan dilakukan di ruangan klien, sebaiknya disediakan tirai atau
pembatas. Selain peralatan yang lengkap, ruangan juga haras memiliki
pencahayaan yang cukup baik agar dapat menerangi bagian tubuh klien yang
akan diperiksa. Ruangan juga sebaiknya tidak berisik dan cukup hangat agar
pemeriksaan dapat berlangsung tanpa gangguan dan klien merasa nyaman.
Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tidur klien, tetapi kadang hal ini
menyulitkan untuk dilakukan pemeeriksaan. Jika klien ditempatkan pada meja
periksa, akan memudahkan pemeriksaan dan diposisikan tertentu. Pemeriksaan
di meja periksa haras dilakukan dengan hati-hati agar klien tidak terjatuh,
terutama jika kesadaran klien berkurang. Meja periksa ini seringkali keras dan
menimbulkan rasa tidak nyaman, untuk itu berikan bantal pada klien, atau
tinggikan kepala tempat tidar sekitar 30 derajat.
 PERALATAN
Cuci tangan dilakukan sebelum menyiapkan peralatan dan melakukan
pemeriksaan. Peralatan disusun agar mudah digunakan dan dijaga agar tetap
hangat. Peralatan dasar yang biasa digunakan antara lain Termometer,
stetoskope, Spygmomanometer, Kartu penglihatan, Penlight/flashlight, Meteran,
Pensil. Peralatan lain yang dapat digunakan antara lain Ophtalmoscope,
Nasoscope, Otoscope, Garpu tala, Refleks hammer, Skin calipers, Spekulum
vagina,
 KLIEN
 PERSIAPAN FISIK
Adanya rasa nyaman bagi fisik klien adalah sesuatu yang penting agar
pemeriksaan kita suksus. Sebelum mulai, minta klien untuk buang air kecil
atau buang air besar terlebih dahulu. Kandung kemih dan usus yang kosong
sangat membantu jika anda akan memeriksa abdomen, genitalia, ran rektum,
juga untuk memberi kesempatan klien untuk menampung urin atau fesesnya.

105
Jelaskan cara pengumpulan spesimen tersebut dan berikan label yang tepat
untuk tiap spesimen. Jika klien haras melepas semua bajunya, siapkan
seelimut dan jaga privacy serta kehangatan ruangan.
 POSISI
Selama pemeriksaan perawat dapat meminta klien untuk melakukan
beberapa posisi sehingga bagian tubuh yang akan diperiksa dapat terlihat.
Perawat juga harus mempertimbangkan kekuatan dan kemampuan klien untuk
melakukan suatu posisi. Jika klien tidak mampu atau terlalu lemah untuk
melakukan suatu posisi, sebaiknya perawat memilih alternatif posisi lainnya.
Posisi saat pemeriksaan antara lain duduk, supine, dorsal recumbent, litothomy,
sims, prone, knee-chest. Perhatikan juga privasi dan kenyamanan klien saat
melakukan posisi tersebut.
 PERSIAPAN PSIKOLOGIS
Klien biasanya akan merasa maalu jika bagian-bagian tubuh tertentunya
dibuka dan diperiksa. Hasil pemeriksaan yang abnormal akan menimbulkan
kecemasan bagi klien. Untuk mengurangi hal itu, sebelum pemeriksaan jelaskan
apa yang akan dilakukan dan hasil apa yang diharapkan, begitu juga selama
prosedur biarkan klien mengetahui apa yang sedang anda lakukan, sehingga
klien dapat kooperatif.
 PERHATIKAN UMUR KLIEN
Penampilan umum
• Gender & ras
• Tanda-tanda distress : nyeri, sulit bernafas, kecemasan
• tipe tubuh —> tingkat kesehatan,umur, gaya hidup
• Posture—> mood, nyeri
• Caraberjalan
• Pergerakan tubuh
• Umur
• Hygyne, cara berpakaian
• Pakaian
• Bau tubuh
• Sikap & mood

106
• Cara berbicara
• Client abuse
Pemeriksaan tanda vital
• lakukan sebelum pemeriksaan fisik
• kaji tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan dan suhu Pemeriksaan tinggi badan dan
berat badan
• Rasio TB & BB : status kesehatan umum
• Pada bayi & anak : tumbang
• Sebelum diukur tanyakan pada klien : persepsi klien tentang body image
• Kaji adanya penambahan/pengurangan BB : Jumlah, waktu, penyebab : diet, selera
makan, gejala fisik (mis : mual)
• BB : Ukur pada waktu yang sama setiap harinya, dengan alat dan baju yang sama
• BB Bayi: lepaskan baju & popok, jaga ruangan tetap hangat
• TB : lepaskan sepatu, berdiri tegak
• TB Bayi: posisi supine, kaki lurus dengan telapak kaki tegak. Ukur dari telapak kaki
hingga ke vertex kepala

B. VITAL SIGN
Tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan darah, denyut
nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena penting untuk menilai
fungsi fisiologis organ vital tubuh.
a. Tekanan Darah :
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tahanan
pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding
arteri. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada interpretasi hasil yaitu :
- Lingkungan : suasana bising,kurangnya privasi, suhu ruangan terlalu panas
- Peralatan : kalibrasi, tipe manometer dan stetoskop, ukuran cuff (manset)
- Pasien : obat, status emosional, irama jantung, merokok, kopi, obesitas, olah raga
- Tehnik pemeriksaan : penempatan cuff, posisi lengan, kecepatan pengembangan
dan pengempisan cuff, pakaian terlalu tebal, kesalahan membaca sfigmomanometer.
Parameter yang diukur pada pemeriksaan tekanan darah yaitu tekanan maksimal pada
dinding arteri selama kontraksi ventrikel kiri, tekanan diastolik yaitu tekanan minimal

107
selama relaksasi, dan tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan sistolik dan diastolik
(penting untuk menilai derajat syok). Komponen suara jantung disebut suara korotkoff
yang berasal dari suara vibrasi saat manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri terbagi
menjadi 5 fase yaitu :
1. Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar pada waktu bersamaan,
disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas lebih tinggi dari fase
I.
3. Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali,disebut sebagai tekanan diastolik.

b. Denyut nadi
Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan karena dipompa kedalam
arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi diatur oleh sistem saraf otonom.
Lokasi untuk merasakan denyut nadi adalah :
1. Karotid : di bagian medial leher, dibawah angulus mandibularis, hindari pemeriksaan
dua sisi sekaligus pada waktu bersamaan.
2. Brakial : Diatas siku dan medial dari tendo bisep.
3. Radial : Bagian distal dan ventral dari pergelangan tangan.
4. Femoral : Disebelah inferomedial ligamentum inguinalis.
5. Popliteal : Di belakang lutut, sedikit ke lateral dari garis tengah.
6. Tibia posterior: Di belakang dan sedikit ke arah inferior dari maleolus medialis.
7. Pedis dorsalis : Lateral dari tendo m. Extensor hallucis longus.

Hal-hal yang dinilai saat pemeriksaan denyut nadi adalah :


1. Kecepatan
a. Bradikardia : denyut jantung lambat (<60x/menit), didapatkan pada atlet yang sedang
istirahat , tekanan intrakranial meningkat, peningkatan tonus vagus, hipotiroidisme,
hipotermia, dan efek samping beberapa obat.
2. Irama
a. Reguler

108
b. Regularly irregular : dijumpai pola dalam iregularitasnya.
c. Irregularly irregular : tidak dijumpai pola dalam iregularitasnya, terdapat pada
fibrilasi atrium.
3. Volume nadi
a. Volume nadi kecil : tahanan terlalu besar terhadap aliran darah, darah yang dipompa
jantung terlalu sedikit (pada efusi perikardial, stenosis katup mitral, payah jantung,
dehidrasi, syok hemoragik).
b. Volume nadi yang berkurang secara lokal : peningkatan tahanan setempat.
c. Volume nadi besar : volume darah yang dipompakan terlalu banyak, tahanan terlalu
rendah (pada bradikardia, anemia, hamil, hipertiroidisme).

c. Pernafasan :
Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasan adalah : ventilasi pulmoner,
respirasi eksternal dan internal. Laju pernafasan meningkat pada keadaan stres, kelainan
metabolik, penyakit jantung paru, dan pada peningkatan suhu tubuh. Pernafasan yang
normal bila kecepatannya 14-20x/menit pada dewasa, dan sampai 44x/menit pada bayi.
Kecepatan dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu diperiksa untuk menilai
adanya kelainan:
1. Kecepatan :
a. Takipnea : pernafasan cepat dan dangkal.
b. Bradipnea : pernafasan lambat.
c. Hiperpnea/hiperventilasi : pernafasan dalam dan cepat (Kussmaul)
d. Hipoventilasi : bradipnea disertai pernafasan dangkal.
2. Irama :
a. Reguler
b. Pernafasan cheyne-stoke : Periode apnea diselingi hiperpnea.
c. Pernafasan Biot’s (ataksia) : periode apnea yang tiba-tiba diselingi periode
pernafasan konstan dan dalam.
3. Usaha bernafas :
Adalah kontraksi otot-otot tambahan saat bernafas misalnya otot interkostalis. Bila ada
kontraksi otot-otot tersebut menunjukkan adanya penurunan daya kembang paru.

109
d. Suhu
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang menentukan suhu
tertentu dan bila suhu tubuh melebihi suhu yang ditentukan hipotalamus tersebut,
maka pengeluaran panas meningkat dan sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah.
Suhu tubuh dipengaruhi oleh irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu
lingkungan hormon, dan olahraga. Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C.
Lokasi pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada
pemeriksaan suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil daripada oral atau aksila.
Peninggian semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum
minuman hangat, sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas
melalui mulut dan minum minuman dingin.

ALAT DAN BAHAN


1. Alat dan bahan untuk pemeriksaan tekanan darah :
a. Stetoskop
b. Spigmomanometer : terdiri dari kantong yang dapat digembungkan dan
terbungkus dalam manset yang tidak dapat mengembang, pompa karet berbentuk
bulat, manometer tempat tekanan darah dibaca, dan lubang pengeluaran. Lebar
manset harus sesuai dengan dengan ukuran lengan pasien karena dapat
menyebabkan hasil pengukuran tidak akurat. Ada 2 ukuran yaitu dewasa dan anak.
Ada 2 jenis manometer yaitu manometer gravitasi air raksa terdiri atas satu tabung
kaca yang dihubungkan dengan reservoir yang berisi air raksa dan manometer
aneroid yang memiliki embusan logam dan menerima tekanan dari manset.
2. Alat dan bahan untuk pemeriksaan denyut nadi : Jam tangan atau stopwatch
3. Alat dan bahan untuk pemeriksaan pernafasan :
a. Jam tangan atau stopwatch
b. Stetoskop
4. Alat dan bahan untuk pemeriksaan suhu :
a. Termometer
b. Tissue
c. Air bersih

110
d. Air sabun
e. Vaselin

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
1. Pemeriksaan tekanan darah :
a. Pasien istirahat 5 menit sebelum diukur.
b. Memberitahu posisi pasien.
c. Posisi lengan setinggi jantung.
d. Menyingsingkan lengan baju ke atas.
e. Menentukan ukuran manset yang sesuai dengan diameter lengan pasien.
f. Memasang manset kira-kira 1 inci (2,5 cm) dari siku.
g. Menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah pasien sebelumnya.
h. Mengatur tensimeter agar siap pakai (untuk tensimeter air raksa) yaitu
menghubungkan pipa tensimeter dengan pipa manset, menutup sekrup balon
manset, membuka kunci reservoir.
i. Meraba arteri brachialis.
j. Meletakkan diafragma stetoskop di atas tempat denyut nadi tanpa menekan.
k. Memompa sampai kira-kira 30 mmHg diatas hasil pemeriksaan sebelumnya.
l. Kempiskan perlahan
m. Mencatat bunyi korotkoff I dan V.
n. Melonggarkan pompa segera setelah bunyi terakhir menghilang.
o. Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi pemeriksaan.
p. Jika mencurigai adanya hipotensi ortostatik, lakukan pemeriksaan dalam keadaan
berdiri dan tiduran terlentang.
q. Melepas manset.
r. Mengembalikan posisi pasien senyaman mungkin.
2. Pemeriksaan Denyut Nadi :
a. Mengatur posisi pasien nyaman dan rileks.
b. Menekan kulit dekat arteri radialis dengan 3 jari dan meraba denyut nadi.
c. Menekan arteri radialis dengan kuat, dengan jari-jari selama kurang lebih 60 detik,
jika tidak teraba denyutan, jari-jari digeser ke kanan dan kiri sampai ketemu.

111
d. Langkah-langkah pemeriksaan ini juga dilakukan pada tempat pemeriksaan denyut
nadi lainnya.
3. Pemeriksaan pernafasan :
a. Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien bila hanya khusus menilai
pernafasan.
b. Membuka baju pasien bila perlu untuk mengamati gerakan inspirasi dan menilai
kesimetrisan gerakan (tirai harus ditutup dahulu).
c. Meletakkan tangan datar pada dada dan mengobservasi inspirasi dan ekspirasi
serta kesimetrisan gerakan.
d. Menentukan irama pernafasan
e. Menetukan pernafasan dalam 60 detik. Bila pernafasan teratur cukup 30 detik lalu
dikalikan 2.
f. Mendengarkan bunyi pernafasan, kemungkinan ada bunyi abnormal.
g. Tutup kembali baju pasien dan memberitahu bahwa pemeriksaan sudah selesai.
4. Pemeriksaan Suhu :
a. Pengukuran di aksila : Memberitahu pasien, Mencuci tangan, Mengamati angka
yang ditunjuk air raksa dengan benar, Menurunkan air raksa bila perlu, Mengatur
posisi pasien, Meletakkan termometer di ketiak dengan posisi tepat, Menunggu
sekitar 5 menit, Mengambil termometer, mengelap dengan gerak berputar dari
bagian yang bersih, Merapikan kembali baju pasien, Membaca hasil pengukuran
dengan segera, Mencuci termometer dengan larutan sabun dan membilas dengan
bersih, Keringkan termometer, Mengembalikan air raksa dan meletakkan kembali
di tempat semula, Mencuci tangan
b. Pengukuran oral :
- Memberitahu pasien
- Mencuci tangan
- Mengamati angka yang ditunjuk air raksa dengan benar
- Menurunkan air raksa bila perlu
- Memberitahu pasien agar membuka mulut dan mengangkat lidah sedikit
- Memasukkan termometer pelan-pelan sampai bagian ujung tempat raksa (mercury
chamber) masuk dibawah lidah.
- Memberitahu pasien agar menutup mulut dan jangan menggigit

112
- Menunggu selama 5 menit
- Mengambil termometer sambil memberitahu pasien untuk membuka mulut
- Mengelap termometer
- Membaca hasil pengukuran
- Mencuci termometer dengan air sabun, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkannya
- Menurunkan air raksa dan megembalikan ke tempat semula.
- Mencuci tangan
c. Pengukuran di rektal :
- Memberitahu pasien
- Mencuci tangan
- Mengamati angka yang ditunjuk air raksa dan menurunkan bila perlu
- Mengatur posisi pasien
- Melumasi ujung tempat raksa dengan vaselin sesuai kebutuhan - Membuka bagian
rektal pasien
- Meraba sfingter dengan ujung tempat raksa
- Memasukkan ujung tempat raksa dengan hati-hati ke rektum
- Memasang termometer selama 5 menit
- Mengambil termometer dari anus
- Mengelap termometer secara perlahan
- Membersihkan rektum dengan kertas tissue
- Menolong pasien kembali ke posisi semula
- Membaca hasil pengukuran
- Mencuci termometer dengan larutan sabun, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkannya
- Menurunkan air raksa dan mengembalikan ke tempat semula
- Mencuci tangan

113
V. Kerangka Konsep

Kecelakaan motor menimpa paha dan kaki kanan

Nyeri Hematom, edema, Gerak aktif Gerak aktif Fraktur kominutif 1/3
deformitas pada dan pasif hip dan pasif knee medial os femur dextra
regio femoris joint tidak joint tidak dengan displaced ke arah
dextra bisa dinilai bisa dinilai craniomedioposterior

- - Mekanisme -Anatomi Hip - Anatomi Hip - Anatomi os femur


Mekanis
- Akibat Joint Joint
me nyeri - Histologi tulang panjang
-Histologi -Histologi
- Jenis-jenis fraktur
tulang tulang
- Jaringn ikat - Jaringn ikat - Penyebab atau etiologi
fraktur
- Kartilago - Kartilago
-Cavum sendi - Cavum sendi
- Jenis gerak - Jenis gerak
sendi sendi

Operasi dengan Orif

VI. Kesimpulan

Andi berusia 35 tahun mengalami fraktur kominutif 1/3 medial os femur femur
dextra sehingga dia akan menjalani operasi ORIF.

114
DAFTAR PUSTAKA

Aulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum Dan
Muskuloskeletal Jilid 1. Jakarta : EGC.
F. Paulsen dan J. Washke. 2015. Atlas Anatomi Sobotta Edisi 23 Jilid 1. Hlm 264-281
Lubis, HS. 2012. _________.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/4/Chapter%20II.pdf ,
diakses tanggal 7 November 2016, pukul 18.00 WIB)
Lumongga, Fitrianai. 2004. Sendi Lutut. Diakses dari
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/anatomi-fitriani.pdf,
diakses pada 8 November 2016, pukul 19.00 WIB)
Pearce, C, Evelyn, 2009.Anatomi dan fisiologi untuk paramedis, Jakarta : Gramedia.
Platzer, Werner. 1995.Atlas dan buku teks anatomi manusia. Jakarta : EGC.
Putz, R.R. Pabst. 2006.Sobotta Atlas Anatomi Manusia.Ahli Bahasa Indrati Hadi
Nata, Edisi-22 Jakarta : EGC.
Rini, Endang. ____. Anatomi Extremitas Inferior.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Anatomi- EXTREMITAS
%20INFERIOR.pdf, diakses pada 7 November 2016, pukul 21.00 WIB)
Robbi, Irma. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi STIFF Knee Joint
Dextra Pasca Immobilisasi Fraktur Os Femur dengan Internal Fiksasi.
(http://ueu201366201.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/2238/2013/12/Irma-ROBBI.N.pdf , diakses pada 8
November 2016, pukul 18.00 WIB)
Setiowati, Anies. 2012. Histologi Tulang. (http://ikor.unnes.ac.id/wp-
content/uploads/2012/05/HISTOLOGI-TULANG.pdf, diakses pada 7
November 2016, pukul 20.00 WIB)
Sudaryanto, Ansar. 2000.Biomekanik. Makasar ;Akademi Fisioterapi Makasar.
http://www.innerbody.com/image_skelfov/skel25_new.html#full-description, (diakses
pada 7 November 2016, pukul 21.00 WIB)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-diniafikri-84-2-bab2.pdf
(diakses pada 7 November 2016, pukul 21.30 WIB)

http://www.hillcrestphysio.co.nz/Newsletters/Corky%20V1.pdf, (diakses pada 7

115
November 2016, pukul 17.00 WIB)
http://www.innerbody.com/image/skel15.html, (diakses pada 8 November 2016, pukul
19.00 WIB )
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio210/chap06/lecture1.html, (diakses
pada 8 November 2016, pikul 20.00 WIB)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/143/jtptunimus-gdl-muhammadad-7113-3-
12.bab- a.pdf, (diakses pada 7 November 2016, pukul 21.00 WIB)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Anatomi-EXTREMITAS
%20INFERIOR.pdf, (diakses pada 8 November 2016, pukul 19.00 WIB)
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1390361031-3-BAB%20II.pdf, (diakses pada 7
November 2016, pukul 21.00 WIB)
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-178-2.pdf , (diakses
pada 8 November 2016, pukul 21.00 WIB)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45110/3/Chapter%20II.pdf,
(diakses pada 8 November 2016, pukul 21.00 WIB)
http://eprints.undip.ac.id/41432/3/BAB_II_Teori_Hip_Joint.pdf, (diakses pada 7
November 2016, pukul 20.00 WIB)
https://www.alodokter.com/hematoma , (diakses tanggal 7 November 2016,
pukul 16.00 WIB)
http://www.repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II,
(diunduh pada 8 November 2016, pukul 20.00 WIB)
http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/253_edema.html, (diakses pada
tanggal 07 November, pukul 16.00 WIB)
http://fk.unsoed.ac.id/sites/default/files/img/modul%20labskill/modul%20ganjil
%20I/Ganjil%20I%20-%20pemeriksaan%20tanda%20vital.pdf, (diakses pada
tanggal 8 November 2016, pukul 19.00 WIB)

116

Anda mungkin juga menyukai