Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME KASUS KLIEN

DENGAN FRAKTUR ANTEBRACHII (PRE DAN INTRA


ORIF)
DI RUANG OK IGD

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


Anggota Kelompok :
1. Adhan Azhari Rauf 7. Eni Setyawati
2. Anis Agustina 8. Fajrin Juniarto
3. Annisa Dwi Ananda 9. Intan Okta Kusuma
4. Ayu Kartika Meylani 10. Punang Anggara
5. Desi Nuraini 11. Siti Salmah
6. Deti Maryani 12. Tata Maulita

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Adapun materi yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah mengenai kasus klien dengan fraktur antebrachii (pre dan intra orif).
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB 1 serta
untuk menambah wawasan kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga segala upaya kami dalam membuat makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Samarinda, 18 Mei 2017


Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar isi ........................................................................................................ ii

KONSEP DASAR FRAKTUR RADIUS ULNA


A. Pengertian................................................................................................ 1
B. Jenis dan etiologi ..................................................................................... 1
C. Patofisiologi ............................................................................................ 2
D. Manifestasi klinik .................................................................................... 2
E. Pemeriksaan penunjang........................................................................... 3
F. Penatalaksanaan ...................................................................................... 4
G. Komplikasi .............................................................................................. 4
H. Pathways ................................................................................................. 5

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian ............................................................................................... 6
B. Diagnosa keperawatan ............................................................................ 8
C. Intervensi keperawatan ........................................................................... 9

KONSEP DASAR PEMASANGAN GIPS


A. Pengertian gips ........................................................................................ 14
B. Tujuan gips .............................................................................................. 14
C. Indikasi gips ............................................................................................ 14
D. SOP pemasangan gips ............................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
KONSEP DASAR FRAKTUR RADIUS ULNA

A. PENGERTIAN
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna,
pada anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang
patah masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur
antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius
ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.

B. JENIS DAN ETIOLOGI


Menurut Mansjoer (2000), ada empat jenis fraktur antebrachii yang
khas beserta penyebabnya yaitu :
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner
fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan
pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi).
Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar
(eksorotasi/supinasi).
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar),
karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa
terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan
sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan
tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang
intraartikular.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi
sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang
menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi
waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

1
4. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

C. PATOFISIOLOGI
Apabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan tersebut mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan
kekuatan yang mengenainya. Maka tulang menjadi patah sehingga tulang
yang mengalami fraktur akan terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan
hebat pada struktur jaringan lunak dan jaringan disekitarnya yaitu
ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan yang
mengelilinginya (Long, B.C, 1996). Periosteum akan terkelupas dari
tulang dan robek dari sisi yang berlawanan pada tempat terjadinya trauma.
Ruptur pembuluh darah didalam fraktur, maka akan timbul nyeri. Tulang
pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati
sepanjang satu atau dua millimeter.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan bergeser,
sebagian oleha karena kekuatan cidera dan bias juga gaya berat dan tarikan
otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang
tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi pemendekkan tulang (Apley,
1995), dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya gesekan
antara fragmen tulang yang patah (Long, B.C, 1996).

D. MANIFESTASI KLINIK
Berikut adalah manifestasi klinik dari fraktur antebrachii menurut
Mansjoer (2000) :
1. Fraktur Colles
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari
permukaan sendi distal radius
b. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal

2
c. Subluksasi sendi radioulnar distal
d. Avulsi prosesus stiloideus ulna.
2. Fraktur Smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar
pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).
3. Fraktur Galeazzi
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada
pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
4. Fraktur Montegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada
tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi
dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan
ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi
ke posterior.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya
dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan
pertengahan radius. Pemeriksaan penunjang menurut Doenges (2000),
adalah
1. Pemeriksaan rontgen
2. Scan CT/MRI
3. Kreatinin
4. Hitung darah lengkap
5. Arteriogram

3
F. PENATALAKSANAAN
Berikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer
(2000) :
1. Fraktur Colles
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila
disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan
dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,
deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah
pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4
- 6 minggu.
2. Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan
posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6
minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi
netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah
supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke
tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan
posisi siku fleksi 90 dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila
gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna
(plate-screw).

G. KOMPLIKASI
Menurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi :
1. Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala

4
a. Syok neurogenik
b. Kerusakan organ syaraf
2. Early complication
a. Kerusakan arteri
b. Infeksi
c. Sindrom kompartemen
d. Nekrosa vaskuler
e. Syok hipovolemik
3. Late complication
a. Mal union
b. Non union
c. Delayed union

H. PATHWAYS

5
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan Fisik
1) Nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan
2) Pembengkakan
3) Pemendekan ekstremitas yang sakit
4) Paralysis
5) Angulasi ekstremitas yang sakit
6) Krepitasi
7) Spasme otot
8) Parestesia
9) Tidak ada denyut nadi pada bagian distal pada lokasi fraktur
bila aliran darah arteri terganggu oleh fraktur
10) Kulit terbuka atau utuh
11) Perdarahan, hematoma
b. Riwayat imunisasi tetanus bila ada fraktur yang terbuka
c. Pemeriksaan Diagnostik
Foto sinar X dari ekstremitas yang sakit dan lokasi fraktur
d. Pengkajian kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari
e. Persiapan Pre Operasi
1) Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4
jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum,
(puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.Pada pasien
dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.
2) Persiapan perut

6
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada
bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk
pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu
pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi.
3) Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut.
Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi.
Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus
terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah
yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
f. Pemeriksaan penunjang
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-
lain.
g. Persetujuan operasi/informed consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang
tua dan kelurga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah
mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat
izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai
usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa
waktu yang masih mungkin.
h. Intra Operasi
1) Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operasi
2) Anggota steril
3) Ahli bedah utama / operator
4) Asisten ahli bedah.
5) Scrub Nurse / Perawat Instrumen
6) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
7) Ahli atau pelaksana anaesthesi.
8) Perawat sirkulasi

7
9) Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau
yang rumit).
10) Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
11) Persiapan Psikologis Pasien
12) Pengaturan Posisi
13) Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
14) Penutupan Daerah Steril
15) Mempertahankan Surgical Asepsis
16) Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
17) Monitor dari Malignant Hyperthermia
18) Penutupan luka pembedahan
19) Perawatan Drainase
20) Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi
3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur
terbuka
4) Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma
jaringan
b. Intra Operasi
1) Cemas
2) Resiko perlukaan/injury

8
3) Resiko penurunan volume cairan tubuh
4) Resiko infeksi
5) Kerusakan integritas kulit
c. Post Operasi
1) Nyeri b.d luka operasi.
2) Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
3) Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan
fiksasi.
4) Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
5) Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas
yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
6) Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan
bentuk fisik atau tubuh.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
PRE OP :
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil : klien mengatakan nyeri berkurang
Intervensi :
1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
Rasional : Untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepat
2) Imobilisasi bagian yang sakit
Rasional : Untuk mempertahankan posisi fungsional tulang
3) Tingikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasional : Untuk memperlancar arus balik vena
4) Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi
Rasional : Agar klien rileks
5) Berikan obat analgetik sesuai indikasi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri

9
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi
Tujuan : mobilitas fisik tidak terganggu
Kriteria : meningkatkan /mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cidera
Rasional : Untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepat
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik
Rasional : Melatih kekuatan otot klien
3) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif yang sesuai
Rasional : Melatih rentang gerak aktif/pasif klie secara
bertahap
4) Ubah posisi secara periodik
Rasional : Untuk mencegah terjadinya dekubitus
5) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi dan atau rehabilitasi
medik
Rasional : Melatih rentang gerak aktif/pasif klien secara
bertahap
c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur
terbuka
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna
Rasional : Memberikan informasi mengenai keadaan kulit klien
saat ini
2) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas
kerutan

10
Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan
berisiko rusak
3) Ubah posisi dengan sering
Rasional : Untuk mencegah terjadinya dekubitus
4) Bersihkan kulit dengan air hangat/nacl
Rasional : Mengurangi kontaminasi dengan agen luar
5) Lakukan perawatan luka secara steril
Rasional : Untuk mengurangi resiko gangguan integritas kulit
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan : cemas berkurang
Kriteria : menggunakan mekanisme koping yang efektif
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik).
Rasional : untuk mengetahui tingkat kecemasaan klien
2) Dampingi klien
Rasional : agar klien merasa aman dan nyaman
3) Beri support system dan motivasi klien
Rasional : meningkatkan pola koping yang efektif
4) Beri dorongan spiritual
Rasional : agar klien dapat menerima kondisinya saat ini
5) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan
Rasional : informasi dapat menurunkan ansietas
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
1) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas
Rasional : Untuk mengkaji adanya iritasi atau robekan
kontinuitas

11
2) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa
terbakar, edema, eritema dan drainase/bau tak sedap
Rasional : Untuk mengetahui ada/tidaknya tanda-tanda infeksi
3) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi
4) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari
Rasional : Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
5) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infekso.

POST OP :
a) Nyeri b.d luka operasi
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria Hasil ; Ekspresi wajah tenang.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
2) Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
3) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.
4) Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai
anatomi.
5) Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan
tirah baring.
6) Beri therapi analgetik sesuai program medik.
b) Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips atau fiksasi.
Tujuan : Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap
sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P)
2) Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara
mandiri.

12
3) Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi,
eliminasi yang tidak dapat dilakukan sendiri.
4) Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
5) Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan
klien.
6) Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara
bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
c) Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
Tujuan : Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji keluhan klien
2) Observasi tanda-tanda vital (TD, N)
3) Anjurkan klien mobilisasi secara bertahap
4) Kolaborasi dengan dokter.

d) Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.


Tujuan : Infeksi post operasi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami infeksi tulang.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P)
2) Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik.
3) Tutup daerah luka dengan kasa steril.
4) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
5) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.

13
KONSEP DASAR PEMASANGAN GIPS

A. Pengertian GIPS
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips
memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm
dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek
dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai
dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas
disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai.
B. Tujuan GIPS
Untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan
memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak
didalamnya
C. Indikasi GIPS
1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri
misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca
operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada
anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena
berbagai sebab.
5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu
setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah
operasi tendo Achilles.
8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau
protesa.

14
SOP PEMASANGAN GIPS

No Aspek Yang Dinilai Nilai Ket

A. Persiapan Alat
1. Handscoon
2. Basdkom Berisi Air
3. Rolls Pudding
4. Gips
5. Pengalas
6. Handuk
7. Sabun
B. Persiapann Pasien :
Jelaskan prosedur dan tujuan pemasangan gips kepada klien,
siapkan bagian tubuh yang akan dipasang gips
C. Persiapan Lingkungan :
Mengatur lingkungan klien, menutup samppiran
D. Cara Kerja :
1. Cuci tangan
2. Memakai handscoon
3. Pemeriksa menempatkan diri disebelah kanan tempat
tubuh pasien
4. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan
5. Mengatur posisi klien
6. Daerah yang akan dipasang gips dicukur bila perlu,
dibersihkan dan dicuci dengan sabun, kemudian
dikeringkan dengan handuk.
7. Sokong ekstermitas atau bagian tubuh yang akan di
gips
8. Pasang pudding pada bagian yang akan di gips secara
sirkuler
9. Masukkan gips dalam baskom yang berisi air, rendam
beberapa saat sampai gelembung-gelembung dalam
gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk
menngurangi jummlah air dalam gips
10. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh,
pembalut gips secra melingkar mulai dari distal ke
proksimal tidak terelalu kendur atau terlalu ketat. Pada
waktu membalut, lakukan dengan gerakan
berkesinambungan agar terjaga ketimpang tindihan
lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap (kira-
kira 50% dari lebar gips). Lakukan dengan gerakan
yang berkesinambungan agar terjaga kontak yang

15
konstan dengan bagian tubuh.
11. Sokong gips sselama pengerasan dang pengeringan
dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada
permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan
hindari tekanan pada gips
12. Melepas sarung tangan dan merapikan pasien
13. Membereskan alat-alat
14. Mencuci tangan
E. Terminasi
1. Menanyakan pasien dan periksa kembali keadaan
klien
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Mengakhiri kegiatan dengan salam.
4. Dokumentasi

16
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pemdokumentasian Perawatan pasien. Edisi III. EGC:Jakarta
Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran:Bandung
Mansjoer, A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai