Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 4

Disusun Oleh : Kelompok G1

Tutor : dr. Yan Effendi

Muhammad Amin Farhan 04011181924021

Bintang Fajarullah 04011281924060

Silvia Putri Sudirman 04011281924069

Aqilla Ersa Putri 04011281924120

Afkar Muzakki 04011281924134

Carolyn Lie 04011281924163

Fahmaqitagahuw 04011281924227

Eqqi Aidhilfikri Uba 04011381924170

Salsadilla Dwiffa Putri 04011381924182

Nabila Azzahra Putri 04011381924183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

i
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah menyertai kami sehingga tugas penulisan hasil laporan tutorial skenario A pada blok 4
ini dapat diselesaikan. Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan hasil penulisan laporan ini, terkhusus kepada dr. Yan
Effendi Hasyim, DAHK, selaku tutor yang telah mendampingi kami.
Adapun penulisan hasil laporan tutorial skenario A pada blok 4 ini merupakan bentuk
dari pemenuhan tugas kami sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada hasil laporan ini, akan dibahas mengenai skenario A yang memaparkan 8 learning
issues yang didapatkan. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan tugas penulisan hasil laporan tutorial skenario A blok 4 ini yang telah
kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam penulisan
hasil laporan tutorial skenario A blok 4 ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga hasil laporan tutorial skenario A blok
4 ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
hasil laporan ini agar kedepannya dapat kami perbaiki.

Palembang, 14 November 2019

Tim Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

Judul…………………………………………………………………………….. i
Kata Pengantar…………………………………………………………………... ii
Daftar Isi………………………………………………………………………… iii
Skenario A Blok 4 2019………………………………………………………… 1
I. Klarifikasi Istilah…………………………………………………….…... 1
II. Identifikasi Masalah……………………………………………….….…. 2
III. Analisis Masalah…………………………………………………….…… 3
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan (Learning Issues)………………...…… 8
V. Identifikasi Topik Pembelajaran………………………….………........... 9
VI. Sintesis…………………………………………………………………… 10
VII. Kerangka Konsep……………………….……………………………….. 51
VIII. Kesimpulan………………………………………….…………………… 52
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….….…………..… 53

iv
SKENARIO A BLOK 4
Tuan Fraktono, 24 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena mengalami kecelakaan sepeda
motor. Dokter mendiagnosis Tuan Fraktono mengalami fraktur multiple berupa fraktur
collum humeri dextra, fraktur Pott’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra, disertai
dislokasi dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra. Dokter harus segera
melakukan operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa defisit motorik dan
sensorik, iskemia serta deformitas. Dokter menjelaskan bahwa proses penyembuhan fraktur
tulang akan terjadi lebih cepat dan sempurna dibandingkan penyembuhan robekan kartilago
sendi.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Fraktur collum humeri dextra : Fraktur (Patah tulang), Humeri (Lengan Atas), Dextra
(Kanan).
2. Fraktur Poot’s dextra : (KBBI) Patah tulang pada sekitar pergelangan kaki yang disebabkan
rotasi eksternal yang merupakan gabungan kekuatan eversi (gerak memutar ke arah luar).
3. Fraktur suprakondilar humeri dextra : (Dorland) Patah tulang bagian atas kondilus (tonjolan
sendi) pada lengan kanan.
4. Komplikasi : (KBBI) Penyakit yang baru timbul karena efek dari penyakit sebelumnya
(kelanjutan).
5. Defisit motorik dan sensorik : (KBBI) Defisiensi atau gangguan dari fungsi motorik dan
sensorik.
6. Iskemia : (KBBI) Anemia lokal yang disebabkan oleh penyumbatan arteri yang membawa
darah. (Dorland) defisiensi darah pada suatu bagian biasanya akibat konstriksi fungsional atau
obstruksi pembuluh darah.
7. Deformitas : (Dorland) Suatu jenis defek (kelainan) struktural yang ditandai dengan bentuk
atau posisi yang abnormal dari suatu bagian tubuh.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Tuan Fraktono, 24 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena mengalami kecelakaan sepeda
motor.
2. Dokter mendiagnosis Tuan Fraktono mengalami fraktur multiple berupa fraktur collum
humeri dextra, fraktur Pott’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra, disertai dislokasi
dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra.
3. Dokter harus segera melakukan operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa defisit
motorik dan sensorik, iskemia serta deformitas.
4. Dokter menjelaskan bahwa proses penyembuhan fraktur tulang akan terjadi lebih cepat dan
sempurna dibandingkan penyembuhan robekan kartilago sendi.

No Masalah Kesesuaian Concern


1 Tuan Fraktono, 24 tahun, dibawa ke IGD rumah TS V
sakit karena mengalami kecelakaan sepeda
motor.

2 Dokter mendiagnosis Tuan Fraktono mengalami TS VVV


fraktur multiple berupa fraktur collum humeri
dextra, fraktur Pott’s dextra, fraktur
suprakondilar humeri dextra, disertai dislokasi
dan robekan kartilago sendi pada caput humeri
dextra
3 Dokter harus segera melakukan operasi untuk TS VV
mencegah terjadinya komplikasi berupa defisit
motorik dan sensorik, iskemia serta deformitas.
4 Dokter menjelaskan bahwa proses penyembuhan TS 0
fraktur tulang akan terjadi lebih cepat dan
sempurna dibandingkan penyembuhan robekan
kartilago sendi.

Keterangan:
TS= Tidak Sesuai; S= Sesuai.
Alasan Prioritas Utama:
Karena yang paling memberikan dampak serius dan harus lebih dulu ditangani.

III. ANALISIS MASALAH


1. Tuan Fraktono, 24 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena mengalami kecelakaan
sepeda motor.
a. Pada saat kecelakaan motor, kemungkinan apa saja yang mungkin terjadi?
Jawab:
Fraktur, Syok, dislokasi, perdarahan, penurunan kesadaran, gangguan, dan
lainnya.
2. Dokter mendiagnosis Tuan Fraktono mengalami fraktur multiple berupa fraktur
collum humeri dextra, fraktur Poot’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra,
disertai dislokasi dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra.
a. Apa yang dimaksud fraktur?
Jawab:
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Hal ini dapat
saja hanya berupa retakan atau serpihan dari kortex, namun lebih sering
putusnya kontinuitas komplit dan fragmen tulang berpindah. Fraktur dapat
disebabkan oleh cedera, stress yang berulang maupun karna patologis.
b. Apa saja jenis-jenis fraktur?
Jawab:
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi.
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam
maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.
Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi.
Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif.
Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapatkerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.
Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot,
kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam
3 sub tipe lagi
tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah,
tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak
dapat di tutup jaringan lunak dan
tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.
c. Apa yang dimaksud fraktur multiple?
Jawab:
Fraktur multiple adalah fraktur dengan garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
d. Apa yang dimaksud fraktur collum humeri dextra?
Jawab:
Fraktur collum humeri dextra adalah Fraktur (Patah tulang), Humeri (Lengan
Atas), Dextra (Kanan). patah tulang yang terdapat di bagian leher tulang
humerus kanan(collum cirugicum).
e. Apa yang dimaksud fraktur Poot’s dextra?
Jawab:
Fraktur Pott’s dextra adalah patah tulang yang terjadi pada bagian tulang
fibula tepatnya di malleolus lateralis kanan. Faktur ini dikenal dengan nama
fraktur Weber. Patah tulang ini terjadi pada ujung distal fibula yang
diklasifikasikan dalam tiga derajat keparahan berdasarkan keterlibatan dari
Syndesmosis tibiofibularis
Weber A : Malleolus laterlais rusak di bawah syndesmosis, tetapi masih utuh.
Weber B : Garis fraktur berjalan melalui syndesmosis yang dapat cedera.
Weber C : Fraktur terletak di atas syndesmosis yang rupture. Fraktur ini
dikatikan dengan destabilisasi sendi pergelangan kaki (Articulatio talocruralis)
yang parah.

f. Apa yang dimaksud fraktur suprakondilar humeri dextra?


Jawab:
Fraktur suprakondilar humeri dextra adalah fraktur yang terdapat pada bagian
siku tepatnya di supracondylus tulang humerus kanan.

g. Jaringan apa saja yang mungkin mengalami kerusakan/ gangguan fungsi pada
kasus fraktur?
Jawab:
Fraktur Collum humeri dextra

Tulang : Ossa humerus dextra (kanan)


Saraf : N Axillaris
Otot ; M. deltoideous dan supraspinatus
Sendi : Dapat terjadi robekan (rupture) sendi akibat dislokasi sendi
glenohumeralia yang menghubungkan cavitas glenoidae dan os
humeri.. Terdapat jaringan fibrocartilago labrum glenoidalus
dan penyangga ligamentum yang kurang kokoh, menyebabkan
struktur ini mudah mengalami dislokasi
Pembuluh darah : Arteri axillaris, Arteri circumflexia

Fraktur Suprakondilar humeri dextra

Tulang : Ossa humeri dextra (kanan)


Saraf : Dibagian sekitar siku terdapat saraf N. interosseus anterrior,
N ulnaris, dan N. radialis.
Pembuluh darah : Arteri brachialis
Sendi : Articulatio cubiti (Sendi siku)
a) Sendi humeroulnar , Articulatio humeroulnaris
b) Sendi humeroradial, Articulatio humeroradialis
c) Sendi radioulnar proximal, Articulatio radioulnaris
proximal

Fraktur Pott’s dextra

Tulang : Ossa radialis


Saraf : Nervus suralis, N cutaneus dorsalis laterlais, N fibularis
superficialis
Pembuluh darah: -Arteri malleolaris anterior lateralis
- Arteri fibularis
Sendi : Sendi pada pergelangan kaki / sendi loncat terbentuk dari 3
persendian yaitu articultio talocruralis, articulation,
tibiofibularis, articulation subtalaris

h. Faktor apa saja yang bisa menyebabkan fraktur?


Jawab:
i. Apa akibat terjadinya fraktur?
Jawab:
j. Bagaimana anatomi dari collum humeri dextra, Poot’s dextra, suprakondilar
humeri dextra, caput humeri dextra, dan kartilago sendi?
k. Bagaimana hubungan antara fraktur, dislokasi, dan robekan kartilago sendi?
Jawab:
pada fraktur collum humeri dextra yang disertai dengan dislokasi dan
ruptur ( robekan ) kartilago sendi pada caput humeri dextra terdapat
hubungan diantara keduanya. Dislokasi ini terjadi akibat robekan sendi
glenohumeralia yang menghubungkan cavitas glenoidae dan os. Humeri.
Sendi ini sangat mobil, jangkauan geraknya luas meski dapat membahayakan
stabilitas sendi. Cavitas glenoidalis yang kecil dibantu oleh jaringan
fibrocartilago labrum glenoidalis dan penyanga ligamentum yang kurang
kokoh, menyebabkan struktur ini mudah mengalami dislokasi.
Dislokasi anterior pada umunya adalah dislokasi anteroinferior,pada
beberapa kasus sisi anteroinferior pada labrum glenoidalis yang robek atau
tanpa fragmen kecil tulang. Apabila tulang rawan sudah pernah terganggu
maka akan terjadi dislokasi berulang, dislokasi ini menyebabkan N. axillaris
dapat terluka karena kompresi (pemampatan) caput humeri yang seperti pada
kasus ini merupakan akibat fraktur collum humeri dan efek pemanjangannya
berpengaruh pada N. Radialis yang melekat pada sulcus nervi radialis di
posterior os humeri dan menyebabkan kelumpuhan N. radialis. Kadang-
kadang dislokasi anterioinferior terjadi bersama-sama.
Dislokasi anterior caput humeri dapat menekan arteria axillaris dan
menyebabkan oklusi pembuluh darah. Hal ini tidak jarang menyebabkan
ischemia total pada extremitas superior,namun mungkin diperlukan
pembedahan untuk merekonstruksi arteria axillaris agar bisa tetap berfungsi
tanpa rasa sakit. Yang penting, arteria axillaris erat kaitannya dengan plexus
brachialis, yang juga bisa mengalami kerusakan saat terjadi dislokasi anterior.
l. Bagaimana keterkaitan antara fraktur collum humeri dextra dengan fraktur
suprakondilar humeri dextra?
Jawab:
Fraktur dapat terjadi dengan garis patahan lebih dari satu pada satu tulang,
pada kasus ini tidak terdapat hubungan langsung diantara kedua fraktur ini.
Fraktur collum humeri dextra berhubungan dengan terjadinya dislokasi dan
ruptur kartilago sendi glenohumeri yang keduanya sama-sama menyebabkan
kerusakan pada nervus Axillaris yang terletak di posterior os humeri tepatnya
di posterior collum chirurgicum os humeri. Kerusakan N. Axillaris dapat
mengganggu gerakan abduksi lengan dan input sensorik dari sisi bahu tidak
dapat dirasakan. Trauma yang sudah berlangsung lama menyebabkan otot
atrofi lengkung bahu nampak kehilangan bentuknya. Dislokasi anterior caput
humeri dapat menekan arteria axillaris dan menyebabkan oklusi pembuluh
darah. Hal ini tidak jarang menyebabkan ischemia total pada extremitas
superior,namun mungkin diperlukan pembedahan untuk merekonstruksi
arteria axillaris agar bisa tetap berfungsi tanpa rasa sakit. Yang penting,
arteria axillaris erat kaitannya dengan plexus brachialis, yang juga bisa
mengalami kerusakan saat terjadi dislokasi anterior.
3. Dokter harus segera melakukan operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa
defisit motorik dan sensorik, iskemia serta deformitas.
a. Apa yang dimaksud dengan defisit motorik dan sensorik?
Jawab:
Defisiensi /gangguan dari fungsi motorik dan sensorik atau pengurangan
fungsi pada respon tubuh akibat gangguan pada saraf sensorik dan motorik
b. Apa yang dimaksud dengan iskemia?
Jawab:
Anemia lokal yang disebabkan oleh penyumbatan arteri yang membawa darah
atau defisiensi darah pada suatu bagian biasanya akibat konstriksi fungsional
atau obstruksi pembuluh darah.
c. Apa yang dimaksud dengan deformitas?
Jawab:
Suatu jenis defek (kelainan) struktural yang ditandai dengan bentuk atau posisi
yang abnormal dari suatu bagian tubuh.
d. Saraf apa saja yang mungkin terganggu akibat fraktur collum humeri dextra,
fraktur Poot’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra? Serta fungsi atau
kerja apa yang terganggu (sensorik dan motorik)?
Jawab:
Fraktur collum humeri dextra berhubungan dengan terjadinya
dislokasi dan ruptur kartilago sendi glenohumeri yang keduanya sama-sama
menyebabkan kerusakan pada nervus Axillaris yang terletak di posterior os
humeri tepatnya di posterior collum chirurgicum os humeri. Kerusakan N.
Axillaris dapat mengganggu gerakan abduksi lengan dan input sensorik dari
sisi bahu tidak dapat dirasakan. Trauma yang sudah berlangsung lama
menyebabkan otot atrofi lengkung bahu nampak kehilangan bentuknya.
Fraktur ini terjadi akibat trauma cubitus yang menyebabkan patah
tulang transversus ujung distal humerus diatas epicondylus. Patah tulang ini
dapat merusak nervus interosseus anterior yang merupakan cabang dari nervus
medianus, nervus ulnaris dan radialis. Hal ini dapat mengakibatkan m. di
kompartemen anterbrachii mengalami kontraksi parah yang secara signifikan
akan mengurangi fungsi kompartemen anterior dan m.flexor pollicis longus
yang akan mengakibatkan seseorang sulit menggerakkan ibu jari.
e. Pembuluh darah atau arteri apa yang mungkin terganggu akibat fraktur collum
humeri dextra, fraktur Poot’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra?
Jawab:
a) Pada fraktur collum humeri dextra yang biasanya adalah fraktur pada
collum chirurgicum kemungkinan mengakibatkan A. circumflexia yang
terletak tepat di posteriror collum chirurgicum mengalami kerusakan
meskipun hal ini jarang terjadi. Dislokasi anterior caput humeri dapat
menekan arteria axillaris dan menyebabkan oklusi pembuluh darah. Hal
ini tidak jarang menyebabkan ischemia total pada extremitas
superior,namun mungkin diperlukan pembedahan untuk merekonstruksi
arteria axillaris agar bisa tetap berfungsi tanpa rasa sakit. Yang penting,
arteria axillaris erat kaitannya dengan plexus brachialis, yang juga bisa
mengalami kerusakan saat terjadi dislokasi anterior.
b) Pada fraktur supracondylar humeri dextra ini terjadi akibat trauma cubitus
yang menyebabkan patah tulang transversus ujung distal humerus diatas
epicondylus. Fragmen distal dan jaringan lunak tertarik ke posterior oleh
m.triceps brachIii yang memungkinkan akan membengkokkan A.
Brachialis di atas fragmen proximal patahan. Hal ini dapat
mengakibatkan m. di kompartemen anterbrachii menjadi iskemik dan
mengalami kontraksi parah yang secara signifikan akan mengurangi
fungsi kompartemen anterior dan m.flexorum.
c) Pada fraktur pott’s dextra, pembuluh darah yang kemungkinan dapat
terganggu adalah Arteri malleolaris anterior lateralis, Arteri fibularis, dan
Arteri tibialis
4. Dokter menjelaskan bahwa proses penyembuhan fraktur tulang akan terjadi lebih
cepat dan sempurna dibandingkan penyembuhan robekan kartilago sendi.
a. Bagaimana struktur mikroskopis tulang dan struktur mikroskopis kartilago
sendi?
Jawab:
Struktur mikroskopis tulang:
a) Tulang dewasa dan yang sedang berkembang mengandung 4 jenis sel
berbeda: Yaitu Sel Osteoprogenitor , Sel ini merupakan sel punca yang
berasal dari jaringan ikat mesenkim terletak di lapisan dalam jaringan
ikat periosteum dan di lapisan endosteum dalam melapisi rongga sumsum,
osteon (sistem Havers), dan kanalis perforans tulang yang akan
berproliferasi dengan mitosis dan berdiferensiasi menjadi osteoblas. Sel
Osteoblas (osteoblastus) terdapat pada permukaan tulang. Osteoblas
menyintesis, menyekresi, dan mengendapkan osteoid
(osteoideum),komponen organik matriks tulang baru. Osteoid adalah
matriks tulang yang tidak terklasifikasi dan tidak mengandung mineral,
namun tidak lama setelah diendapkan, osteoid segera mengalami
mineralisasi dan menjadi tulang. Sel Osteosit , merupakan bentuk matang
osteoblas dan merupakan sel utama tulang, sel ini juga lebih kecil
daripada osteoblas. Osteosit merupakan sel bercabang dan juluran
sitoplasmanya masuk ke kanalikuli terdapat dalam matriks tulang yang
diproduksi oieh osteoblas. Osteosit berada dalam lakuna dan sangat dekat
dengan pembuluh darah. Karena tulang sangat keras dan tidak
memungkinkan nutrisi untuk berdifusi ke dalam osteosit, sehingga tulang
memiliki saluran khusus yang disebut kanalikuli yang merupakan vaskular
yang bermuara di osteon. Sel Osteoklas (osteoclastus), adalah sel
multinukleus besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat
terjadinya resorpsi, remodeling, dan perbaikan tulang. Sel ini tidak
termasuk turunan sel osteoprogenitor. Osteoklas berasal dari penyatuan
sel-sel hemopoietik atau darah yang termasuk turunan sel makrofag
mononuklearis monosit di sumsum tulang. Fungsi utama osteoklas adalah
resorpsi (penyerapan ulang) tulang selama remodeling (pembaruan atau
restrukturisasi).
b) Periosteum dan endosteum
Permukaan dalam dan luar tulang dilapisi oleh periosteum dan endosteum
yang merupakansel-sel pembentuk tulang dan jaringan ikat. Periosteum
terdiri atas lapisan luar berkas kolagen dan fibroblas. Berkas kolagen
periosteum disebut serat perforata(serat harpey) yang masuk ke matriks
tulang dan mengikat periosteum pada tulang. Pada lapisan dalam
periosteum terdapat sel osteoprogenitor (sel punca). Sedangkan
endosteum merupakan selapis sel jaringan ikat yang sangat tipis,berisi
osteoblas dan osteoprogenitor gepeng yang melapisi ronga dalam tulang.
c) Matriks tulang
Materi penyusun matriks tulang, 50% nya adalah materi anorganik seperti
hidroksiapatit, bikarbonat, sitrat,magnesium,kalium dan natrium. Dan
materi organik penyusunnya adalah kolagen tipe I dan substansi dasar
yang mengandung proteoglikan dan glikoprotein terutama osteonektin.
d) Lamela adalah lapisan matriks berkapur yang tersusun secara konsentris
danparalel di sekeliling kanal vaskular. Setiap kompleks lamela tulang
konsentris yang mengelilingi suatu kanal kecil serta mengandung
pembuluh darah,saraf dan jaringan ikat longgar, disebut osteon (sistem
havers). Pada tulang kompakta,terdapat dua lamela. Yaitu, lamela
sirkumferens luar (tepat dibawah periosteum) dan lamela sirkumferens
dalam (terletak di rongga sumsum). Diantara kedua lamela tersebut,
terdapat lamela paralel iregular yang disebut lamela interstisial.
b. Bagaimana proses osteogenesis?
Jawab:
Osteogenesis adalah proses pembentukan tulang yang sudah dimulai sejak
embrio melalui dua proses:
a) Osifikasi Endokondral
Sebagian besar tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi
endokondral (ossificatio endochondralis), yaitu proses pembentukan
tulang yang didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara.
Model tulang rawan ini terus tumbuh melalui cara interstisial dan
aposisional, dan terutama digunakan untuk membentuk tulang panjang
dan tulang pendek. Seiring dengan pertumbuhan, kondrosit membelah,
membesar (hipertrofi), matur, dan model tulang rawan hialin mulai
mengalami kalsifikasi. Difusi nutrien dan gas melalui matriks berkurang
seiring dengan proses kalsifikasi tulang rawan. Akibatnya kondrosit
mati, dan matriks yang mengalami fragmentasi dan kalsifikasi berfungsi
sebagai kerangka struktural untuk pengendapan material tulang.
Segera setelah terjadi pengendapan suatu lapisan material tulang di
sekitar tulang rawan yang terkalsifikasi. Sel-sel mesenkim dari lapisan
dalam periosteum berdiferensiasi menjadi sel osteoprogenitor, dan
pembuluh darah dari periosteum menginvasi model tulang rawan yang
telah mengalami kalsifikasi (pengerasan) dan degenerasi. Sel
osteoprogenitor berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas
(osteoblastus) yang menyekresi matriks osteoid, suatu jaringan lunak
yang semula kolagenosa dan tidak mengandung mineral namun cepat
mengalami mineralisasi menjadi tulang.
Osteoblas kemudian dikelilingi oleh tulang dalam lakuna (lacunae)
dan sekarang disebut osteosit (osteocytus); terdapat satu osteosit per
lakuna. Osteosit membentuk suatu hubungan antarsel yang kompleks
melalui saluran-saluran halus di tulang disebut kanalikuli (canaliculi);
saluran-saluran ini akhirnya membuka ke saluran yang mengandung
pembuluh darah. Sel osteoprogenitor juga berasal dari permukaan dalam
tulang disebut endosteum. Endosteum melapisi semua rongga dalam di
tulang dan terdiri dari satu lapisan sel osteoprogenitor.
Jaringan mesenkim, osteoblas, dan pembuluh darah membentuk pusat
osifikasi primer (centrumossificationis primarium) di tulang yang sedang
tumbuh yang bermula di diafisis (diaphysis) atau batang tulang
panjang, diikuti oleh pusat osifikasi sekunder (centrum ossificationis
secundarium) di epifisis (epiphysis) atau permukaan sendi ujung yang
memanjang. Di semua tulang panjang yang sedang tumbuh, tulang
rawan di diafisis dan epifisis diganti oleh tulang, kecuali di daerah
lempeng epifisis (cartilago epiphysialis), yang terletak di antara diafisis
dan epifisis. Lempeng epifisis tidak berubah menjadi tulang , ia masih
dalam bentuk tulang rawan yang dapat tumbuh sampai akhir atau post
pubertas. Saat dewasa, lempeng epifisis ini seluruhnya berubah menjadi
tulang . Pertumbuhan di daerah ini berlanjut dan berfungsi untuk
memanjangkan tulang sampai pertumbuhan tulang berhenti. Perluasan
kedua pusat osifikasi pada akhirnya menggantikan seluruh model tulang
rawan dengan tulang, termasuk lempeng epifisis. Satu-satunya
pengecualian adalah ujung bebas atau persendian tulang panjang. Di
sini, selapis tulang rawan hialin permanen menutupi tulang dan disebut
tulang rawan sendi (cartilago articularis).
b) Osifikasi Intramembranosa
Pada osifikasi intramembranosa (ossificatio demalis), pertumbuhan
tulang tidak didahului oleh model tulang rawan, tetapi dari mesenkim
jaringan ikat. Sebagian sel mesenkim berdiferensiasi secara langsung
menjadi osteoblas yang menghasilkan matriks osteoid, yang cepat
mengalami kalsifikasi.
Banyak pusat osifikasi yang terbentuk, beranastomosis dan menghasilkan
anyaman tulang spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng, dan duri
yang tipis disebut trabekulae (trabeculae). Osteoblas di lakuna kemudian
dikelilingi oleh tulang dan menjadi osteosit. Seperti pada osifikasi
endokondral, saat osteosit berada di dalam lakuna, osteosit membentuk
hubungan antarsel yang kompleks melalui kanalikuli.
Mandibula, maksila, klavikula, dan hampir seluruh tulang pipih
tengkorak dibentuk melalui metode intramembranosa. Pada tengkorak
yang sedang berkembang, pusat-pusat osifikasi tumbuh secara radial,
menggantikan jaringan ikat, dan kemudian menyatu. Pada bayi baru lahir,
ubun-ubun (fonticuli) pada tengkorak adalah daerah berselaput lunak
tempat osifikasi intramembranosa di tulang tengkorak sedang mengalami
proses osifikasi.
c. Bagaimana proses penyembuhan fraktur secara mikroskopis?
Jawab:
Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase,
yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi
dan remodelling. (Buckley, R., 2004, Buckwater J. A., et al,2000).

1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam
jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur
untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor
pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai
untuk :

(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi


intra membran pada tempat fraktur,

(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur,


dan

(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak


dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun
pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh
robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor- faktor inflamasi
yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses
ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2. Fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-


benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan
osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah
tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai
tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya
tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan
wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan
tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari
pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh
ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling
dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming
Growth Factor-Beta
1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan
differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor
lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan
penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
(chen,et,al,2004).

Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian


bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai
osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan
mengantisipasi tekanan mekanis. (Rubin,E,1999)
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut
sampai fase remodeling adalah masa kritis untuk keberhasilan
penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).

Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu
2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur
tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging
callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah
fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara
periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan
kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar
daerah fraktur. (Miller, 2000)

4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat
menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang
akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini
berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.

5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang
yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan
tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan
diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan
kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

d. Jaringan apa yang berperan dalam penyembuhan fraktur?

IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN (LEARNING ISSUES)


1. Ekstremitas Atas
2. Ekstremitas Bawah
3. Fraktur, robekan, dislokasi
4. Komplikasi fraktur
5. Histofisiologi tulang (osteogenesis)
6. Histofisiologi kartilago sendi
7. Taraf – taraf penyembuhan fraktur dan robekan
8. Pertolongan pertama (terkhusus pada fraktur dan robekan)

V. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN

No Topik What I What I Don’t What I Have How I Will


. Pembelajaran Know Know to Prove Learn
1. Ekstremitas Kerangka Saraf, pembuluh Otot, a. Sumber
Atas (tulang- darah, sendi fungsi,dan internet,
tulang) bagian- jurnal, dan
bagian textbook
spesifiknya b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
2. Ekstremitas Kerangka Saraf, pembuluh Otot, fungsi, a. Sumber
Bawah (tulang- darah, sendi dan bagian- internet,
tulang) bagian jurnal, dan
spesifiknya textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
3. Fraktur, Pengertian Penanganan, Penyebab dan a. Sumber
robekan, (Definisi) mekanisme, akibat internet,
dislokasi jenis-jenisnya jurnal, dan
textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
4. Komplikasi Pengertian Mekanisme Penyebab, a. Sumber
fraktur terjadinya akibat, dan internet,
jenis-jenis jurnal, dan
textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
5. Histofisiologi Pengetahu Struktur Fungsi a. Sumber
tulang an umum, spesifik, Spesifik internet,
(osteogenesis) fungsi prosesnya jurnal, dan
tulang textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
6. Histofisiologi Pengetahu Struktur Fungsi a. Sumber
kartilago sendi an umum, spesifik, Spesifik internet,
fungsi prosesnya jurnal, dan
textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
7 Taraf – taraf Pengetahu Mekanisme Perbedaan a. Sumber
penyembuhan an umum spesifik antar taraf internet,
fraktur dan jurnal, dan
robekan textbook
b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok
8 Pertolongan Pengetahu Tata cara Tata cara a. Sumber
pertama an umum spesifik yang internet,
(terkhusus benar jurnal, dan
pada fraktur textbook
dan robekan) b. Belajar
mandiri
c. Diskusi
kelompok

VI. SINTESIS

EKSTREMITAS ATAS
 Regio Scapulohumeral

Os.Scapula
Skapula adalah tulang datar berbentuk segitiga yang
dikenal dengan bahasa sehari-hari sebagai "tulang
belikat". Lokasinya berada di daerah toraks atas pada
permukaan dorsal tulang rusuk. Ini terhubung dengan
humerus pada sendi glenohumeral serta klavikula
pada sendi acromioclavicular untuk membentuk sendi
bahu. Secara total, 17 otot berbeda menempel pada
skapula, yang membuatnya sulit patah.
Os. Clavicula

 Regio Brachii

Os.Humerus

Humerus
(arm
bone)

merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut
bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku
lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio glenohumeri.
Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai
sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian
distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling
lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus
terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum
chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada
ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga
akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di
pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut
sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus
deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi
lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi
anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan
difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi
dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus
coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi
posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan.
Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi
medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan
menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan
kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan
ujung bawah.
a. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan
rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya
terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah
depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas
terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.
Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
b. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral
batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi
otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah
medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-
spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
c. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang
lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang
tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil
lateral dan medial.
Sendi

Ada tiga sendi pada kompleks bahu yaitu sendi sternoclavicularis, sendi
acromioclavicularis, dan sendi glenohumeralia.

Sendi sternoelavicularis dan sendi acromioclavicularis menghubungkan kedua tulang gelang


bahu satu sama lain dan pada truncus. Kombinasi gerakan pada kedua sendi ini
memungkinkan scapula ditempatkan dalarn berbagai posisi terhadap dinding cavitas thoracis,
yang secara substansial dapat
meningkatkan
jangkauan extremitas
superior. sendi glenohumeralia
(sendi bahu) adalah persendian
antara humerus lengan atas dan
scapula.
Otot- Otot Regio Branchii

No Otot Origo Insersio Fungsi


1 M. biceps Caput longum: Tuberosita Sendi bahu
branchii Tuberculum s radii Caput longum:
supraglenoidale abduksi, anteversi,
Caput breve: rotasi medial
Ujung proc. Caput breve: adduksi,
coracoideus anteversi, rotasi
medial
Both parts:
menanggung berat
lengan
Sendi siku
Flexi (otot yang sangat
penting), supinasi (otot
yang sangat penting
dengan siku flexi)

2 M. Proc. Facies Sendi Bahu


coracobrachiali Coracoideus anterior Rotasi medial,
s humeri adduksi, anteversi
3 M. brachialis Facies anterior Tuberosita Sendi Siku:
humeri s ulnae Flexi, menegangkan
(setengah kapsul sendi
bawah)
4 M. triceps Caput longum: Olecranon Sendi Bahu
brachii Tuberculum Caput longum:
infraglenoidale adduksi, retroversi
Caput mediale: Sendi siku: ekstensi
facies posterior (otot yang sangat
humeri di penting)
sebelah medial
dan distal
sulcus nervi
radialis
Caput laterale:
facies posterior
humeri di
sebelah lateral
dan proksimal
sulcus nervi
radialis

5 M. anconeus Epicondylus Facies Sendi siku:


lateralis posterior ekstensi
humeri, kapsul ulnae tepat
sendi siku, Lig. di sebelah
Collaterale distal
radiale olecranon
Persyarafan

Persyarafan yang penting pada extreminitas atas ialah N. Musculocutaneus, N.


Medianus, N. ulnaris, N. radialis.
N.Musculocutaneus mempesyarafi otot-otot flexor lengan atas yaitu M.
coraccobrachialis, M. biceps bracii dan M. brachialis. Nervus ini akan berakhir sebagai N.
cutaneus antebrachii lateralis yang mengurus kulit sisi radialis lengan bawah.
N. Medianus adalah saraf utama kompartemen anterior. Saraf ini meninggalkan fossa
cubitalis dengan melintas antara caput musculus pronator teres. Lalu nervus medianus ini
melintas di sebelah dalam musculus flexor digitorum superficialis dan melanjutkan ke distal
antara otot ini dan musculcus flexor digitorum profundus
N. ulnaris memasuki lengan bawah dengan dengan lintas antara caput musculus flexor
carpi ulnaris. Lalu nervus ulnaris melintas ke distal antara musculus flexor carpi ulnaris dan
musculus flexor digitorum profundus. N. ulnaris menjadi superficialis di pergelangan tangan
dan mengurus persyarafan kulit sis bagian medial.
N. radialis muncul pada fossa cubiti antara musculus brachialis dan musculus
brachioradialis. Setelah memasuki lengan bawah, nervus radialis terpecah menjadi ramus
profundus dan ramus superficialis. Ramus profundus dilepaskan anterior terhadap
epicondilus lateralis humerus, lalu menembus musculus supinator.
Pembuluh

Arteria brachialis

Arteria utama brachium, arteria brachialis, berada di kompartemen anterior. Berawal


sebagai kelanjutan arteria regio axillaris pada tepi bawah musculus teres major, arteria ini
berakhir tepat di distal dari sendi cubiti, untuk bercabang menjadi arteria radialis dan arteria
ulnaris.
Di proximal brachium, arteria brachialis berada pada sisi medial. Di distal brachium, arteria
ini berpindah ke lateral untuk berada kira-kira di pertengahan antara epicondylus medialis
dan epicondylus lateralis humeri. Arteria ini melintas di anterior sendi cubiti dan arteria ini
berada langsung di medial dari tendo musculus biceps brachii. Arteria brachialis dapat diraba
di sepanjang perjalanannya. Di regio proximal. arteria brachialis dapat ditekan terhadap stsi
medial humerus .

Cabang-cabang arteria brachialis pada brachium termasuk yang berdekatan dengan musculi
dan dua vasa collateralis ulnaris, yang berperan pada jaringan arteriae di sekitar sendi cubiti.
Cabang-cabang tambahan adalah arteria profunda brachii dan arteriae nutriciae humeri, yang
lewat melalui foramen di facies anteromedialis corpus humeri.

Arteria profunda brachii

Arteria profunda brachii, cabang terbesar arteria brachialis, melintas ke dalam dan menyuplai
kompartemen posterior brachium. Arteria ini memasuki kompartemen posterior bersama
nervus radialis dan bersama-sama kedua struktur ini melalui interval triangularis, yang
dibentuk oleh corpus humeri, tepi inferior musculus teres major, tepi lateral caput longum
musculus triceps brachii. Kemudian kedua struktur ini lewat di sepanjang sulcus nervi
radialis pada facies posterior humeri, di sebelah dalam dari caput laterale musculus triceps
brachii.

Cabang-cabang arteria profunda brachii menyuplai musculi di dekatnya dan beranastomosis


dengan arteria circumflexa posterior humeri. Arteria ini berakhir sebagai dua vasa
collateralis, yang berperan dalam jaringan anastomosis arteriae di sekitar sendi cubiti.

Drainase vena

Sepasang vena brachialis lewat di sepanjang sisi medial dan lateral arteria brachialis,
menerima aliran dari venae yang menyertai cabang-cabang arteria brachialis.

Selain venae profundi ini, dua vena subcutaneus yang besar, vena basilica dan vena
cephalica, berada di brachium.

Vena basilica melintas verticalis di separuh bagian distal brachium, menembus fascia
profundus untuk berada di medial dari arteria brachialis, dan kemudian menjadi vena axillaris
pada tepi bawah musculus teres major. Venae brachiales bergabung dengan vena basilica,
atau vena axillaris. Vena cephalica melintas ke
superior pada aspectus anterolateralis
brachium dan melalui dinding anterior regio
axillaris untuk mencapai

 Regio Antebrachii

Os. Ulnae
Os. Radius

 Regio Manus
Ossa Carpalia
Nervus

1. N. Radialis
2. N. Medianus
3. N. Musculocotaneus
4. N. Ulnaris

Arteri

1. A. Subslavia
 A. Vertebralis
 A. thoracica interna
 Truncus thyrocervicalis
 A. Thyoidea inferior
 A. cervicalis ascendens
 A. transversa cervicis
 A. suprascapularis
 Truncus Costocervicalis
 A. intercostalis suprema
 A. profunda cervicis
2. A. Axillaris
 A. Thoracica superior
 A. Thoracoacromialis
 A. thoracica lateralis
 A.subscapularis
 A. circumflexa scapulae
 A. thoracodorsalis
 A. circumflexa humeri anterior
 A. circumflexa humeri posterior
3. A. brachialis
 A. profunda brachii
 A. collateralis media
 A. collateralis radialis
 A.collateralis ulnaris superior
 A. collateralis ulnaris inferior
4. A. Radialis
5. A. ulnaris
EKSTREMITAS
BAWAH
 Nervus

Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi kulit regio
cruralis dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan
pedis, serta seluruh persendian pada extremitas inferior. Berasal dari medulla spinalis L 4 – S
3.

N. ischiadicus seringkali, dalam perjalanannya dari bagian tengah menuju sepertiga


bawah paha, membagi diri menjadi N.tibialis di medial dan N.fibularis communis di lateral.

Nervus Tibialis, Saraf ini mempunyai bentuk yang lebih besar daripada nervus peroneus
communis [= n.fibularis communis]. Berasal dari medulla spinalis segmen lumbal 4 – 5 dan
sacral 1 – 3. N. Tibialis mempersarafi otot-otot dorsal paha (otot-otot hamstring dan bagian
dorsal M. Adductor magnus). N.tibialis terus berjalan sesuai arah N.ischiadicus dan
melintasi fossa poplitea, lalu menurun di antara dua caput M.gastrocnemius di bawah Arcus
tendinus musculi solei. Saraf ini kemudian berjalan bersama A. dan V. Tibialis posterior di
antara otot-otot fleksor superficial dan profundus menuju Malleolus medialis. Di fossa
poplitea, N.cutaneus surae medialis bercabang dan mempersarafi otot betis bagian medial dan
terbagi menjadi N.suralis untuk mempersarafi bagian distal otot betis dan N. Cutaneus
dorsalis laterlais untuk mempersarafi tepi lateral kaki. Saraf yang terakhir ini sering kali
berhubungan dengan cabang cutaneus dari N. Fibularis communis, ketika berjalan di bawah
Retinaculum musculorum fleksorum (canalis malleolaris), N. tibialis membagi diri menjadi
dua cabang terminalnya (Nn. Plantares medialis et lateralis) untuk mempersarafi telapak kaki.
Dengan demikian, N. tibialis memberi persarafan motorik ke semua otot-otot fleksor betis
dan otot-otot planta pedis serta persarafan sensorik ke otot betis bagian medial dan setelah
membentuk N. suralis ke otot betis bagian bawah dan tepi lateral kaki.

Nervus Peroneus Communis = N.Fibularis Communis Dibentuk oleh saraf-saraf yang


membentuk pars dorsalis plexus sacralis, berpusat pada medulla spinalis segmen lumbalis 4 –
sacralis 2. Berjalan oblique sepanjang sisi lateral fossa poplitea, dekat pada tepi medial
m.biceps femoris, lalu berada di antara m.biceps femoris dan caput lateral m.gastrocnemius,
berjalan menuju ke caput fibulae. Kemudian saraf ini berjalan berputar mengelilingi collum
fibulae, berada di sebelah profunda m.peroneus longus, bercabang dua membentuk nervus
peroneus [ fibularis ] superficialis dan nervus peroneus [ fibularis ] profundus.

 Arteri
Arteria poplitea berada di dalam fossa poplitea, terletak pada lantai fossa tersebut, dan
pada tepi cranialis m.soleus arteria poplitea bercabang dua membentuk arteri tibialis anterior
dan arteri tibialis posterior.
A.Tibialis Anterior pada tepi caudal m.popliteus a.tibialis anterior berjalan ke arah
ventral melalui tepi cranialis membrana interossea cruris, lalu berjalan ke arah distal dan
berada di antara m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Makin ke distal arteri
ini berada di antara m.tibialis anterior dan m.extensor hallucis longus. Sistem
Muskuloskeletal – Topografi Page 9 Kemudian arteri ini berjalan di sebelah profunda
ligamentum transversum cruris dan ligamentum cruciatum cruris, meninggalkan ligamentum
tersebut sebagai A.Dorsalis Pedis.
A.Tibialis Posterior dimulai pada tepi caudal m.popliteus, berjalan turun dengan arah
miring, berada di sebelah dorsal m.tibialis posterior, ditutupi oleh fascia cruris lamina
profunda, berjalan di antara m.flexor digitorum longus dan m.flexor hallucis longus, tiba di
antara malleolus medialis dan calcaneus. Di sebelah dorso-caudal malleolus medialis arteri
ini bercabang dua menjadi arteri plantaris medialis dan arteri plantaris lateralis.
 Vena

Di dalam fossa poplitea, N. fibularis communis terletak paling lateral dan superfisial,
diikuti di medial dan profunda oleh N. tibialis, V. Poplitea, dan A. poplitea. V. Saphena
Parva berjalan naik di garis tengah tungkai dan mengalir ke V. Poplitea di dalam fossa
poplitea. Sistem pembuluh limfe dorsolateral berjalan di sepanjang V. Saphena parva,
sementara sistem pembuluh limfe ventromedial menemani V. Saphena Magna. Kelenjar
limfe regional pertama bagi sistem pengumpul dorsolateral adalah Nodi lymphoidei poplitei
superficialis dan profundi.

Gambar 4.190 pembuluh dan saraf regio glutealis, regio femoris posterior, sisi kanan;
dilihat dari dorsal; Mm. Glutei maximus et medius dipotong dan dilipat sebgaian, N.
Ischiadicus diangkat setelah keluar dari foramen infrapirimorfe.
Gambar 4.192 pembuluh dan saraf fossa poplitea, sisi kanan; dilihat dari dorsal

Gambar 4.184 pembuluh dan saraf regio femoris anterior, sisi kanan ; dilihat dari ventral

Gambar 4.194 pembuluh dan saraf tungkai, regio cruris anterior, sisi kanan; dilihat dari
ventral; setelah otot-otot ekstensor di buka.

Gambar 4.196 pembuluh dan saraf pada fossa poplitea dan regio cruris posterior, sisi
kanan; dilihat dari dorsal; setelah fascia cruris diangkat dan M. gastrocnemius didiseks.
Gambar 4.173 dan Gambar 4.174 pembuluh-pembuluh limfe superficial ekstremitas
bawah, sisi kanan; dilihat dari ventral (gambar 4.173) dan dorsal (gambar 4.174).

FRAKTUR, ROBEKAN, DISLOKASI


Fraktur
Fraktur atau patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik bebrapa
fraktur lainnya terjadinya akibat patologis seperti fraktur akibat osteoporosis. Fraktur
merupakan terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur
terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur disertai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,
dan krepitasi(bunyi gemeretak).
Klasifikasi fraktur :
Berdasarkan hubungan fraktur dengan ada tidaknya hubungan dengan dunia luar :
1. Fraktur tertutup
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.

3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
Berdasarkan jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

Berdasarkan derajat kerusakan dibagi menjadi 2:


a. Patah tulang lengkap (complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya,
atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.

A. Fraktur collum humeri dextra


Fraktur ini terjadi pada bagian collum os humeri bagian kanan, biasanya patah
tulang ini di sekitar collum chirurgicum humeri karena bagian collum chirurgicum
lebih lemah dibandingkan dengan daerah yang lebih proksimal pada tulang ini. Pada
bagian posterior collum chirurgicum ini terdapat N. Axillaris dan A. circumflexia
sehingga kemungkinan dapat mengalami kerusakan, meskipun hal ini jarang terjadi.
B. Fraktur supracondylaris humeri

Fraktur yang disertai dengan pergeseran dan korteks posterior masih intak

Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai


daerah elbow (siku), dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus
adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas kedua kondilus.
Fraktur ini dihubungkan dengan terjadinya beberapa komplikasi yaitu Volksmann iskemia,
malunion, atau gangguan neurovaskuler.
Pergeseran posterior menunjukkan cedera yang luas, biasanya akibat jatuh
pada tangan yang terentang. Humerus patah tepat di atas condylus. Fragmen distal terdesak
ke belakang dan (karena lengan bawah biasanya dalam pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung
fragmen proksimal yang bergerigi menyodok jaringan lunak ke bagian anterior, kadang-
kadang mencederai arteri brakialis atau saraf medianus. Pergeseran anterior yang jauh lebih
jarang terjadi diperkirakan akibat benturan langsung (misalnya, jatuh pada siku) saat siku
dalam keadaan fleksi.
C. Fraktur Pott’s Dextra
Faktur ini dikenal dengan nama fraktur Weber. Patah tulang ini terjadi pada ujung distal
fibula yang diklasifikasikan dalam tiga derajat keparahan berdasarkan keterlibatan dari
Syndesmosis tibiofibularis
a. Weber A : Malleolus lateralis rusak di bawah syndesmosis, tetapi masih utuh
b. Weber B : Garis fraktur berjalan melalui syndesmosis yang dapat cedera
c. Weber C : Fraktur terletak di atas syndesmosis yang rupture. Fraktur ini dikatikan
dengan destabilisasi sendi pergelangan kaki (Articulatio talocruralis) yang parah .

Normal

Ruptur kartilago sendi pada caput humeri


Robekan ini terjadi akibat dislokasi sendi glenohumeralia yang menghubungkan cavitas
glenoidae dan os. Humeri. Sendi ini sangat mobil, jangkauan geraknya luas meski dapat
membahayakan stabilitas sendi. Cavitas glenoidalis yang kecil dibantu oleh jaringan
fibrocartilago labrum glenoidalis dan penyangga ligamentum yang kurang kokoh,
menyebabkan struktur ini mudah mengalami dislokasi.
Dislokasi anterior pada umunya adalah dislokasi anteroinferior,pada beberapa kasus sisi
anteroinferior pada labrum glenoidalis yang robek atau tanpa fragmen kecil tulang. Apabila
tulang rawan sudah pernah terganggu maka akan terjadi dislokasi berulang, dislokasi ini
menyebabkan n. axillaris dapat terluka dan efek pemanjangannya ada berpengaruh pada n.
radialis. Kadang-kadang dislokasi anterioinferior terjadi bersama-sama.
Dislokasi
Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur juga
dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus menimbulkan dislokasi
sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi. Dislokasi terjadi saat tulang tergelincir dari
sendi, khasnya terjadi karena sendi mengalami penekanan tidak stabil tiba- tiba. Dislokasi
berarti tulang tidak lagi berada di tempat yang semestinya, hal initermasuk kegawatdaruratan
yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan pada ligamen, nervus, dan
pembuluh darah.
KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan, karena iatrogenic atau oleh karena
tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama, yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan, dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan pengobatan umumnya
dapat dicegah (Reksoprodjo, 2006).
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi lokal dan komplikasi
jauh. Komplikasi lokal, antara lain :
1. Komplikasi dini
Komplikasi dini yang mungkin terjadi adalah Infeksi.Infeksi luka pasca trauma sekarang
paling sering menyebabkan osteomyelitis kronis. Keadaan ini tidak mencegah penyatuan
fraktur, tetapi penyatuan akan berjalan lambat dan kesempatan mengalami fraktur ulang
meningkat. Gambaran klinik, terdapat riwayat fraktur terbuka atau operasi pada fraktur
tertutup. Luka itu akan meradang dan mulai mengeluarkan cairan seropurulen. Pemeriksaan
contoh cairan ini dapat menghasilkan stafilokokus atau kuman campuran.Sekalipun
pemeriksaan bakteriologi negatif, kalau tanda-tanda klinik pasien mendukung, pasien harus
tetap diobservasi terus-menerus dan diberikan terapi antibiotik secara intravena.
2. Komplikasi lanjut
a. Nekrosis avaskular
Daerah tertentu dikenal memiliki kecenderungan untuk mengalami iskemia dan nekrosis
tulang setelah cedera. Daerah itu adalah :
(1) Kaput femoris (setelah fraktur pada leher femur atau dislokasi pada pinggul).
(2) Bagian proksimal dari skafoid (akibat fraktur pada pinggangnya).
(3) Lunatum ( setelah dislokasi )
(4) Talus Body ( setelah fraktur pada lehernya) Tepatnya, ini adalah komplikasi dini dari
cedera tulang, karena iskemia terjadi selama beberapa jam pertama setelah fraktur atau
dislokasi. Tetapi, efek klinik dan radiologi tidak terlihat sampai beberapa minggu atau
bahkan beberapa bulan kemudian.
b.Delayed Union
Timbulnya komplikasi berupa delayed union disebabkan oleh :
a) Vaskularisasi tidak adekuat. Bila terjadi fraktur pada tulang yang tak memiliki serabut otot,
terdapat risiko penyatuan lambat. Tulang yang mudah terserang antara lain adalah tulang
yang cenderung terkena nekrosis avaskular, dan juga tibia bagian bawah (terutama fraktur
ganda).
b) Infeksi. Merupakan penyebab delayed union karena infeksi dapat menganggu proses
pembentukan kalus, sehingga menunda penyatuan lebih lanjut.
c) Pembebatan yang tidak benar.Hal ini bisa dikarenakan pemasangan gips yang tidak sesuai
atau traksi yang terlalu banyak.
c. Non union
Bila keterlambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun fraktur telah diterapi dengan
memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar
dan interposisi jaringan.
d. Malunion
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekan yang tak dapa diterima) fraktur itu dikatakan mengalami malunion.Penyebabnya
adalah tidak terreduksi fraktur secara baik, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi
penyembuhan, atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau
komunikatif (Appley & Solomon, 2013).
Komplikasi jauh, antara lain:
a. Komplikasi pada kulit antara lain, Lesi akibat penekanan, ulserasi akibat dekubitus dan
ulserasi akibat pemasangan gips.
b. Komplikasi pada pembuluh darah antara lain, Ulserasi akibat pemasangan gips, lesi akibat
traksi dan penekanan, iskemik Volkmann, gangren.
c. Komplikasi pada saraf antara lain, Lesi akibat traksi dan penekanan.
d. Komplikasi pada sendi : Infeksi (arthritis septic) akibat operasi terbuka pada trauma
tertutup.
e. Komplikasi pada tulang antara lain : Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutup
(osteomielitis) (Sari, 2012).
HISTOFISIOLOGI TULANG (OSTEOGENESIS)
Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang terdiri dari sel,serat, dan matriks
ekstraselular. Tulang berfungsi sebagai penyangga, melindungi organ-organ vital dan sebagai
penyimpan cadangan kalsium, posfat, dan ion lainnya.
Struktur tulang adalah sebagai berikut:
a. Tulang dewasa dan yang sedang berkembang mengandung 4 jenis sel berbeda:
1. Sel Osteoprogenitor
Sel ini merupakan sel punca yang berasal dari jaringan ikat mesenkim terletak di
lapisan dalam jaringan ikat periosteum dan di lapisan endosteum dalam melapisi
rongga sumsum, osteon (sistem Havers), dan kanalis perforans tulang. Fungsi utama
periosteum dan endosteum adalah menutrisi tulang dan memberikan suplai bagi
osteoblas baru untuk pertumbuhan, remodeling, dan perbaikan tulang. Selama
pembentukan tulang, sel osteoprogenitor berproliferasi dengan mitosis dan
berdiferensiasi menjadi osteoblas, yang kemudian menyekresi serat kolagen dan
matriks tulang.
2. Sel Osteoblast
Osteoblas (osteoblastus) terdapat pada permukaan tulang. Osteoblas menyintesis,
menyekresi, dan mengendapkan osteoid (osteoideum),komponen organik matriks
tulang baru. Osteoid adalah matriks tulang yang tidak terklasifikasi dan tidak
mengandung mineral, namun tidak lama setelah diendapkan, osteoid segera
mengalami mineralisasi dan menjadi tulang.
3. Sel Osteosit (osteocytus)
Osteosit merupakan bentuk matang osteoblas dan merupakan sel utama tulang, sel
ini juga lebih kecil daripada osteoblas. Osteosit merupakan sel bercabang dan juluran
sitoplasmanya masuk ke kanalikuli. Osteosit terdapat dalam matriks tulang yang
diproduksi oieh osteoblas. Osteosit berada dalam lakuna dan sangat dekat dengan
pembuluh darah. Karena tulang sangat keras dan tidak memungkinkan nutrisi untuk
berdifusi ke dalam osteosit, sehingga tulang memiliki saluran khusus yang disebut
kanalikuli yang merupakan vaskular yang bermuara di osteon.

4. Sel Osteoklas
Osteoklas (osteoclastus) adalah sel multinukleus besar yang terdapat di sepanjang
permukaan tulang tempat terjadinya resorpsi, remodeling, dan perbaikan tulang. Sel
ini tidak termasuk turunan sel osteoprogenitor. Osteoklas berasal dari penyatuan sel-
sel hemopoietik atau darah yang termasuk turunan sel makrofag mononuklearis
monosit di sumsum tulang. Fungsi utama osteoklas adalah resorpsi (penyerapan
ulang) tulang selama remodeling (pembaruan atau restrukturisasi). Osteoklas
sering terdapat di dalam lekuk dangkal pada matriks tulang yang disebut lakuna
Howship.
b. Periosteum dan endosteum
Permukaan dalam dan luar tulang dilapisi oleh periosteum dan endosteum yang
merupakansel-sel pembentuk tulang dan jaringan ikat. Periosteum terdiri atas lapisan
luar berkas kolagen dan fibroblas. Berkas kolagen periosteum disebut serat
perforata(serat harpey) yang masuk ke matriks tulang dan mengikat periosteum pada
tulang. Pada lapisan dalam periosteum terdapat sel osteoprogenitor (sel punca).
Sedangkan endosteum merupakan selapis sel jaringan ikat yang sangat tipis,berisi
osteoblas dan osteoprogenitor gepeng yang melapisi ronga dalam tulang.

c. Matriks tulang
Materi penyusun matriks tulang, 50% nya adalah materi anorganik seperti
hidroksiapatit, bikarbonat, sitrat,magnesium,kalium dan natrium. Dan materi organik
penyusunnya adalah kolagen tipe I dan substansi dasar yang mengandung
proteoglikan dan glikoprotein terutama osteonektin.

d. Lamela
Lamela adalah lapisan matriks berkapur yang tersusun secara konsentris danparalel di
sekeliling kanal vaskular. Setiap kompleks lamela tulang konsentris yang
mengelilingi suatu kanal kecil serta mengandung pembuluh darah,saraf dan jaringan
ikat longgar, disebut osteon (sistem havers). Pada tulang kompakta,terdapat dua
lamela. Yaitu, lamela sirkumferens luar (tepat dibawah periosteum) dan lamela
sirkumferens dalam (terletak di rongga sumsum). Diantara kedua lamela tersebut,
terdapat lamela paralel iregular yang disebut lamela interstisial.

 Osteogenesis
Osteogenesis adalah proses pembentukan tulang yang sudah dimulai sejak embrio
melalui dua proses:
1. Osifikasi Endokondral
Sebagian besar tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi
endokondral (ossificatio endochondralis), yaitu proses pembentukan tulang
yang didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara. Model tulang
rawan ini terus tumbuh melalui cara interstisial dan aposisional, dan terutama
digunakan untuk membentuk tulang panjang dan tulang pendek. Seiring
dengan pertumbuhan, kondrosit membelah, membesar (hipertrofi), matur, dan
model tulang rawan hialin mulai mengalami kalsifikasi. Difusi nutrien dan gas
melalui matriks berkurang seiring dengan proses kalsifikasi tulang rawan.
Akibatnya kondrosit mati, dan matriks yang mengalami fragmentasi dan
kalsifikasi berfungsi sebagai kerangka struktural untuk pengendapan material
tulang.
Segera setelah terjadi pengendapan suatu lapisan material tulang di sekitar
tulang rawan yang terkalsifikasi. Sel-sel mesenkim dari lapisan dalam
periosteum berdiferensiasi menjadi sel osteoprogenitor, dan pembuluh darah
dari periosteum menginvasi model tulang rawan yang telah mengalami
kalsifikasi (pengerasan) dan degenerasi. Sel osteoprogenitor berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi osteoblas (osteoblastus) yang menyekresi matriks
osteoid, suatu jaringan lunak yang semula kolagenosa dan tidak mengandung
mineral namun cepat mengalami mineralisasi menjadi tulang.
Osteoblas kemudian dikelilingi oleh tulang dalam lakuna (lacunae) dan
sekarang disebut osteosit (osteocytus); terdapat satu osteosit per lakuna.
Osteosit membentuk suatu hubungan antarsel yang kompleks melalui saluran-
saluran halus di tulang disebut kanalikuli (canaliculi); saluran-saluran ini
akhirnya membuka ke saluran yang mengandung pembuluh darah. Sel
osteoprogenitor juga berasal dari permukaan dalam tulang disebut endosteum.
Endosteum melapisi semua rongga dalam di tulang dan terdiri dari satu lapisan
sel osteoprogenitor.
Jaringan mesenkim, osteoblas, dan pembuluh darah membentuk pusat osifikasi
primer (centrumossificationis primarium) di tulang yang sedang tumbuh yang
bermula di diafisis (diaphysis) atau batang tulang panjang, diikuti oleh pusat
osifikasi sekunder (centrum ossificationis secundarium) di epifisis (epiphysis)
atau permukaan sendi ujung yang memanjang. Di semua tulang panjang yang
sedang tumbuh, tulang rawan di diafisis dan epifisis diganti oleh tulang,
kecuali di daerah lempeng epifisis (cartilago epiphysialis), yang terletak di
antara diafisis dan epifisis. Pertumbuhan di daerah ini berlanjut dan berfungsi
untuk

memanjangkan tulang sampai pertumbuhan tulang berhenti. Perluasan kedua


pusat osifikasi pada akhirnya menggantikan seluruh model tulang rawan dengan
tulang, termasuk lempeng epifisis. Satu-satunya pengecualian adalah ujung
bebas atau persendian tulang panjang. Di sini, selapis tulang rawan hialin
permanen menutupi tulang dan disebut tulang rawan sendi (cartilago
articularis).

2. Osifikasi Intramembranosa
Pada osifikasi intramembranosa (ossificatio demalis), pertumbuhan tulang
tidak didahului oleh model tulang rawan, tetapi dari mesenkim jaringan ikat.
Sebagian sel mesenkim berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas yang
menghasilkan matriks osteoid, yang cepat mengalami kalsifikasi.
Banyak pusat osifikasi yang terbentuk, beranastomosis dan menghasilkan
anyaman tulang spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng, dan duri yang
tipis disebut trabekulae (trabeculae). Osteoblas di lakuna kemudian dikelilingi
oleh tulang dan menjadi osteosit. Seperti pada osifikasi endokondral, saat
osteosit berada di dalam lakuna, osteosit membentuk hubungan antarsel yang
kompleks melalui kanalikuli.
Mandibula, maksila, klavikula, dan hampir seluruh tulang pipih tengkorak
dibentuk melalui metode intramembranosa. Pada tengkorak yang sedang
berkembang, pusat-pusat osifikasi tumbuh secara radial, menggantikan
jaringan ikat, dan kemudian menyatu. Pada bayi baru lahir, ubun-ubun (fonticuli)
pada tengkorak adalah daerah berselaput lunak tempat osifikasi
intramembranosa di tulang tengkorak sedang mengalami proses osifikasi.

HISTOFISIOLOGI KARTILAGO SENDI


Tulang rawan (kartilago) ditandai dengan suatu matriks ekstrasel (ECM) yang banyak
mengandung glikosaminoglikan dan proteoglikan, yaitu makromolekul yang berinteraksi
dengan serat kolagen dan elastin.
Tulang rawan merupakan bentuk khusus jaringan ikat dengan konsistensi matriks
ekstrasel (ECM) yang "keras" sehingga memungkinkan iaringan tersebut menahan stres
mekanis tanpa terjadinya distorsi yang permanen. Karena permukaannya yang licin dan
lentur, tulang rawan merupakan peredam benturan dan daerah pergeseran bagi sendi serta
memudahkan pergerakan tulang Tulang rawan juga penting untuk perkembangan dan
pertumbuhan tulang-tulang panjang, baik sebelum maupun sesudah lahir.
Tulang rawan terdiri atas sel-sel, yang disebut kondrosit (Yun. chondros, tulang
rawan , + kytos, sel) dan matriks ekstrasel luas, yang terdiri atas serat dan substansi dasar.
Kondrosit menyintesis dan menyekresi ECM, dan sel-selnya sendiri terdapat di dalam
rongga-rongga matriks yang disebut lacuna. Kolagen, asam hialuronat, proteoglikan, dan
sejumlah kecil glikoprotein adalah makromolekul utama yang terdapat di semua jenis matriks
tulang rawan.
Karena kolagen dan elastin bersifat fleksibel, konsistensi padat tulang rawan yang
mirip-gel bergantung pada ikatan elektrostatik antara serat kolagen dan rantai samping
glikosaminoglikan milik proteoglikan matriks.
Akibat adanya variasi kebutuhan fungsional, tiga bentuk tulang rawan telah
berevolusi, masing-masing dengan komposisi matriks yang bervariasi. Daiam matriks
kartilago hialin, yaitu bentuk yang paling umum dijumpai, kolagen II merupakan tipe kolagen
utamanya. Kartilago elastii yang lebih lentur dan dapat teregang, memiliki banyak serat
elastin di dalam matriksnya selain kolagen tipe II. Fibrokartilago, yang diiumpai pada bagian-
bagian tubuh yang mengalami tarikan, ditandai dengan suatu matriks yang mengandung
anyaman padat serat kolagen tipe I yang kasar.
Ketiga tulang rawan tidak mempunyai pembuluh darah dan mendapat nutrisi melalui
difusi dari kapiler jaringan ikat di dekatnya (perikondrium) atau melalui cairan sinovia dari
rongga sendi. Ketiga tulang rawan tidak mempunyai pembuluh darah dan mendapat nutrisi
melalui difusi dari kapiler jaringan ikat di dekatnya (perikondrium) atau melalui cairan
sinovia dari rongga sendi. Ketiga tulang rawan tidak mempunyai pembuluh darah dan
mendapat nutrisi melalui difusi dari kapiler jaringan ikat di dekatnya (perikondrium) atau
melalui cairan sjnovia dari rongga sendi. Tulang rawan tidak memiliki pembuluh limfe atau
saraf.
Perikondrium adalah selubung jaringan ikat padat yang mengelilingi tulang rawan di
kebanyakan tempat, vang membentuk tempat pertemuan antara tulang rawan dan jaringan
yang disangga tulang rawan tersebut. Perikondrium mengandung pembuluh darah yang
memasok fulang rawan (avaskular) dan juga memiliki saraf dan pembuluh limfe. Tulang
rawan sendi, yang menutupi permukaan tulang sendi yang dapat digerakkan, tidak memiliki
perikondrium dan dipertahankan oleh difusi oksigen dan nutrien dari cairan sinovia.
Jenis-Jenis Tulang Rawan
1. Tulang Rawan Hialin
Tulang rawan hialin segar berwarna putih-kebiruan dan bening. Pada embrio, tulang
rawan berfungsi sebagai kerangka sementara, sampai tulang ini secara berangsur
diganti oleh tulang seiati. Pada mamalia dewasa, tulang rawan hialin terdapat pada
permukaan sendi di sendi yang dapat bergerak, di dinding saluran napas yang besar
(hidung, laring, trakea, bronkus), di ujung ventral tulang rusuk tempat persendian
rusuk dengan sternum, dan di lempeng epifisis, yang berperan bagi pertumbuhan
memanjang di tulang.

Matriks
Empat puluh persen berat kering tulang rawan hialin terdiri atas kolagen, yang
terbenam dalam gel berhidrasi padat dari proteoglikan dan glikoprotein struktural.
submikroskopik; dan indeks refraksi serabut hampir sama dengan indeks refraksi
substansi dasar tempat serabut ini terbenam. Tulang rawan hialin terutama
mengandung kolagen tipe II, meskipun sejumlah kecil kolagen tipe VI dan IX juga
ditemukan.
Kandungan air yang tinggi yang terikat pada GAG bermuatan negatif bertindak
sebagai peredam goncangan atau pegas biomekanis; hal tersebut sangat penting secara
fungsional, terutama pada tulang rawan sendi.
komponen penting lain dari matriks tulang rawan adalah glikoprotein multiadhesif
struktural kondronektin. Seperti fibronektin di jaringan ikat makromolekul ini secara
spesifik terikat pada GAG, kolagen tipe II dan integriry yang memperantarai
perlekatan kondrosit pada ECM.
Matriks tulang rawan yang mengelilingi setiap kondrosit kaya akan GAG dan miskin
kolagen. Area tersebut menvusun matriks teritorial dan biasanya menghasilkan
pulasan yang berbeda dari matriks lainnya.

Kondrosit
Di bagian tepi tulang rawan hialin kondrosit muda memiliki bentuk lonjong, dengan
sumbu panjangnya yang paralel terhadap permukaan. Lebih ke dalam, sel-sel ini
menpJi bulat dan terdapat dalam kelompok yang dapat beranggotakan hingga delapan
se1 yang berasal dari pembelahan mitosis sebuah kondrosit. Kelompok ini disebut
agregat isogen (yun. rsos, sama, + senos, keluarga). Kondrosit menyintes; kolagen
dan molekul matriks lainnya. Saat matriks diproduksi, sel-sel di agregat tersebut
bergerak menjauh dan menempati lakuna yang terpisah.
Kecuali lulang rawan sendi, semua tulang rawan hialin ditutupi selapis jaringan ikat
padat, yaitu perikondrium, yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang
rawan. Perikondrium kaya akan serat kolagen tipe I dan mengandung banyak
fibroblas. Meskipun pada lapisan-dalam perikondrium menyerupai fibroblas, se1-se1
tersebut merupakan prekursor kondroblas yang membelah dan berdiferensiasi menjadi
kondrosit.
2. Tulang Rawan Elastis
Tulang rawan elastis pada dasarnya sangat serupa dengan tulang rawan hialin, kecuali
banyaknya kandungan jalinan serat elastin halus, selain serabut kolagen tipe II .
Tulang rarwan elastis segar memiliki warna kekuningan karena adanya elastin dalam
serat elastin. Tulang rawan elastis sering ditemukan menyatu dengan tulang rawan
hialin secara berangsur. Seperti tulang rawan hialin, tulang rawan elastis memiliki
perikondrium. Tulang
rawan elastis ditemukan dalam
aurikula telinga, dinding
liang telinga luar, tuba auditorius
(eustachius), epiglotis, dan
cartilago cuneiformis di
laring.
3. Fibrokartilago
Fibrokartilago adalah jaringan intermedia antara jaringan ikat padat dan tulang rawan
hialin. Jaringan tersebut ditemukan pada diskus intervertebralis, di tempai perlekatan
ligamen iertentu, dan simfisis pubis.
Fibrokartilago mengandung kondrosit, baik satu-satu atau dalam agregat isogen, dan
umumnya tersusun secara aksial dalam barisan panjang yang dipisahkan oleh serat
kolagen tipe I kasar dan lebih sedikit proteoglikan ketimbang bentuk lain kartilago.
Karena kaya akan kolagen tipe I, matriks fibrokartilago bersifat lebih asidofilik.
Pada fibrokartilago, serat kolagen padat dapat membentuk berkas-berkas iregular atau
paralel di antara agregat aksial kondrosit. Orientasi umum kolagen tersebut
bergantung pada tekanan yang bekerja pada fibrokartilago karena berkas kolagen
cenderung berespons dalam arah paralel terhadap tekanan tersebut. Tidak terdapat
adanya perikondrium yang dapat dikenali dalam fibrokartilago.

Bagian-bagian dalam tulang rawan :

1. Matrix
Matriks tulang rawan biasanya bersifat basofilik karena tingginya kandungan GAG
tersulfasi dan variasi pulasan di dalam matriks tersebut menggambarkan perbedaan pada
komposisi molekul. Matriks tulang rawan yang mengelilingi setiap kondrosit kaya akan
GAG dan miskin kolagen. Area tersebut menvusun matriks teritorial dan biasanya
menghasilkan pulasan yang berbeda dari matriks lainnya

2. Kondrosit
Sel-sel ini terdapat tepat di bawah perikondrium dan di bawah permukaan bebas tulang
rawan sendi, lakunanya lonjong dengan sumbu panjangnya paralel terhadap permukaan,
sedangkan di bagian tulang rawan lebih dalam, mereka berbentuk setengah bulatan atau
bersiku. Pada tulang rawan hidup, mereka menyesuaikan diri dengan bentuk lakunanya,
namun pada sediaan histologik mereka sering berbentuk stelata akibat pengerutan dan
retraksi permukaannya dari dinding lakuna. Inilah artifak pembuatan sediaan yang kurang
nampak pada sediaan untuk mikroskop elektron, namun di sini pun mutu pengawetannya
kurang ideal. Sitoplasma biasanya kurang padat dan kadang-kadang mengandung tetes
lipid dan glikogen dalam jumlah bervariasi. Kompleks Golgi jukstanukleus bervakuol dan
sisterna dari retikulum endoplasma sering mengembang. Mitokondrianya mungkin
berubah bentuk dan memiliki matriks berdensitas rendah. Jelas bahwa struktur ultra
kondrosit kurang terawetkan dengan metode rutin pembuatan sediaan daripada jenis sel
lain. Meskipun begitu, mikrograf elektron jaringan yang dibuat dengan beku tekanan-
tinggi dan substitusibeku diikuti pemendaman suhu rendah, lebih representatif tentang
keadaannya in vivo. Terdapat sedikit vakuol sitoplasma, matriks mitokondria padat, dan
hanya sedikit atau tidak ada sama sekali pelebaran sisterna dari Golgi atau dari retikulum
endoplasma. Bila kondrosit aktif membuat komponen matriks, sitoplasmanya akan lebih
basofilik, dan pada mikrograf elektron, kompleks Golgi mencolok dan retikulum
endoplasma lebih luas.

3. Perikondrium
Kecuali lulang rawan sendi, semua tulang rawan hialin ditutupi selapis jaringan ikat
padat, yaitu perikondrium, yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang
rawan. Perikondrium kaya akan serat kolagen tipe I dan mengandung banyak fibroblas.
Meskipun pada lapisan-dalam perikondrium menyerupai fibroblas, se1-se1 tersebut
merupakan prekursor kondroblas yang membelah dan berdiferensiasi menjadi kondrosit.

4. Lakuna
Lakuna adalah rongga-rongga matriks.

TARAF-TARAF PENYEMBUHAN FRAKTUR

Pembentukan, Pertumbuhan, dan Perbaikan Tulang Rawan


Tulang rawan berasal dari jaringan mesenkim embrionik pada proses kondrogenesis.
Diferensiasi sel mesenkim yang menjadi membulat disebut dengan kondroblas. Kondroblas
kaya akan ribosom. Selama perkembangan embrionik, diferensiasi tulang rawan berlangsung
dari pusat ke luar. Jadi sel yang berada di pusat memiliki ciri kondrosit dan sel yang berada di
perifer memiliki ciri kondroblas yang tipikal. Mesenkim superfisial berkembang menjadi
perikondrium. Pertumbuhan tulang rawan terjadi karena 2 proses yaitu
1. Pertumbuhan interstisial , akibat pembelahan mitosis kondrosit yang sudah ada.
Kurang berperan penting saat sudah pascalahir. Karena pertumbuhan ini
berlangsung pada saat tahap awal pembentukan tulang rawan , saat massa jaringan
tulang bertambah dan matriks kartilago berkembang dari dalam. Pertumbuhan ini
juga terjadi di lempeng epifisis tulang pipa dan tulang rawan sendi. Pertumbuhan
tulang pipa bertujuan dalam pemanjangan tulang atau pertambahan tinggi badan.
Sedangkan pada tulang rawan sendi, sel sel matriks permukaan sendi lama
kelamaan dapat aus, harus diganti dari dalam karena tidak ada perikondrium untuk
menambah sel melalui oposisi.
2. Pertumbuhan oposisional, terjadi akibat diferensiasi sel-sel perikondrium.
Pada tulang rawan bagian lain tubuh, pertumbuhan interstisial menjadi tdk terjadi
karena matriks menjadi sangat padat akibat ikatan silang molekul matriks. Tulang
rawan kemudian tumbuh lebar melalui pertumbuhan aposisi.
Kondroblas berdiferensiasi di lapisan internal perikondrium, berproliferasi
menjadi kondrosit serta menyatu dengan tulang rawan yang telah dibentuk.
Kecuali pada anak-anak, tulang rawan yang sudah mengalami cedera, akan lambat
mengalami regenerasi atau penyembuhannya. Karena , perikondrium justru akan
membentuk parut jaringan ikat padat , bukan membentuk tulang rawan baru.
Regenerasi tulang rawan yang buruk terjadi akibat tidak adanya vaskularisasi
(pembuluh darah) pada jaringan tersebut.

PERTOLONGAN PERTAMA PADA FRAKTUR

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas
seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur
yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2)
meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan
mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai
maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang
untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.

1 Survey Primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan

dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability

Limitation, Exposure).

1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran

jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda

asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus

memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien

dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan

airway definitif.

2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus

menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang

baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur

ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-

rebreathing mask dengan reservoir bag.


3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di

sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi

permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah

tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan

membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan

penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami

pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan

pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh

tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan

steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif

merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan. yang agresif

merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.

4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat

terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan

reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal .

5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara

menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting

bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.

pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah

imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi.

1. Imobilisasi Fraktur
Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi

seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal ini

akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan
dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan

pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.

Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur.

Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. traction

splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction

splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal

paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai

sebelahnya.

pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan
stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia
sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika
tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan
pergelangan kaki.

2. Pemeriksaan Radiologi
umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari

survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan ditentukan oleh

hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto
pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan

hemodinamik dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan.

Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis

dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera lain

yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati.

Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat

AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan

Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting untuk

ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien.

terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary

survey, Selain riwayat, AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai

penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit.

Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah

(1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi

neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara

pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna

dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh

perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan

bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya

gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan

adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan

Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi,

dan krepitasi.

Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan

juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan sisi yang sakit

dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan

alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan

hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan

adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang

membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma

arterial.

Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera muskuloskeletal

juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi

syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan

sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.

Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam setelah luka ditutup. Debridement

luka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6 jam pasca trauma untuk

menghindari adanya sepsis pasca trauma.

Reduksi, Reposisi dan imobilisasi sesuai posisi anatomis dapat menunggu hingga

pasien siap untuk dioperasi kecuali ditemukan defisit neurovaskular dalam pemeriksaan.

Apabila terdapat indikasi untuk reposisi karena defisit neurovaskular, maka sebaiknya

reposisi dilakukan di UGD dengan menggunakan teknik analgesia yang memadai.


VII. KERANGKA KONSEP

VIII. KESIMPULAN
Tuan Fraktono (24 tahun) mengalami fraktur multiple, berupa: fraktur collum
humeri dextra, fraktur pott’s dextra, dan fraktur suprakondilar humeri dextra,
disertai dengan dislokasi dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra.
Dokter harus segera melakukan operasi untuk mencegah terjadi komplikasi lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai