SKENARIO A BLOK 4
Fahmaqitagahuw 04011281924227
i
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah menyertai kami sehingga tugas penulisan hasil laporan tutorial skenario A pada blok 4
ini dapat diselesaikan. Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan hasil penulisan laporan ini, terkhusus kepada dr. Yan
Effendi Hasyim, DAHK, selaku tutor yang telah mendampingi kami.
Adapun penulisan hasil laporan tutorial skenario A pada blok 4 ini merupakan bentuk
dari pemenuhan tugas kami sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada hasil laporan ini, akan dibahas mengenai skenario A yang memaparkan 8 learning
issues yang didapatkan. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan tugas penulisan hasil laporan tutorial skenario A blok 4 ini yang telah
kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam penulisan
hasil laporan tutorial skenario A blok 4 ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga hasil laporan tutorial skenario A blok
4 ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
hasil laporan ini agar kedepannya dapat kami perbaiki.
Tim Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Judul…………………………………………………………………………….. i
Kata Pengantar…………………………………………………………………... ii
Daftar Isi………………………………………………………………………… iii
Skenario A Blok 4 2019………………………………………………………… 1
I. Klarifikasi Istilah…………………………………………………….…... 1
II. Identifikasi Masalah……………………………………………….….…. 2
III. Analisis Masalah…………………………………………………….…… 3
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan (Learning Issues)………………...…… 8
V. Identifikasi Topik Pembelajaran………………………….………........... 9
VI. Sintesis…………………………………………………………………… 10
VII. Kerangka Konsep……………………….……………………………….. 51
VIII. Kesimpulan………………………………………….…………………… 52
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….….…………..… 53
iv
SKENARIO A BLOK 4
Tuan Fraktono, 24 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit karena mengalami kecelakaan sepeda
motor. Dokter mendiagnosis Tuan Fraktono mengalami fraktur multiple berupa fraktur
collum humeri dextra, fraktur Pott’s dextra, fraktur suprakondilar humeri dextra, disertai
dislokasi dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra. Dokter harus segera
melakukan operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa defisit motorik dan
sensorik, iskemia serta deformitas. Dokter menjelaskan bahwa proses penyembuhan fraktur
tulang akan terjadi lebih cepat dan sempurna dibandingkan penyembuhan robekan kartilago
sendi.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Fraktur collum humeri dextra : Fraktur (Patah tulang), Humeri (Lengan Atas), Dextra
(Kanan).
2. Fraktur Poot’s dextra : (KBBI) Patah tulang pada sekitar pergelangan kaki yang disebabkan
rotasi eksternal yang merupakan gabungan kekuatan eversi (gerak memutar ke arah luar).
3. Fraktur suprakondilar humeri dextra : (Dorland) Patah tulang bagian atas kondilus (tonjolan
sendi) pada lengan kanan.
4. Komplikasi : (KBBI) Penyakit yang baru timbul karena efek dari penyakit sebelumnya
(kelanjutan).
5. Defisit motorik dan sensorik : (KBBI) Defisiensi atau gangguan dari fungsi motorik dan
sensorik.
6. Iskemia : (KBBI) Anemia lokal yang disebabkan oleh penyumbatan arteri yang membawa
darah. (Dorland) defisiensi darah pada suatu bagian biasanya akibat konstriksi fungsional atau
obstruksi pembuluh darah.
7. Deformitas : (Dorland) Suatu jenis defek (kelainan) struktural yang ditandai dengan bentuk
atau posisi yang abnormal dari suatu bagian tubuh.
Keterangan:
TS= Tidak Sesuai; S= Sesuai.
Alasan Prioritas Utama:
Karena yang paling memberikan dampak serius dan harus lebih dulu ditangani.
g. Jaringan apa saja yang mungkin mengalami kerusakan/ gangguan fungsi pada
kasus fraktur?
Jawab:
Fraktur Collum humeri dextra
1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam
jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur
untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor
pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai
untuk :
2. Fase proliferasi
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu
2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur
tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging
callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah
fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara
periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan
kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar
daerah fraktur. (Miller, 2000)
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat
menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang
akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini
berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang
yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan
tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan
diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan
kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
VI. SINTESIS
EKSTREMITAS ATAS
Regio Scapulohumeral
Os.Scapula
Skapula adalah tulang datar berbentuk segitiga yang
dikenal dengan bahasa sehari-hari sebagai "tulang
belikat". Lokasinya berada di daerah toraks atas pada
permukaan dorsal tulang rusuk. Ini terhubung dengan
humerus pada sendi glenohumeral serta klavikula
pada sendi acromioclavicular untuk membentuk sendi
bahu. Secara total, 17 otot berbeda menempel pada
skapula, yang membuatnya sulit patah.
Os. Clavicula
Regio Brachii
Os.Humerus
Humerus
(arm
bone)
merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut
bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku
lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio glenohumeri.
Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai
sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian
distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling
lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus
terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum
chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada
ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga
akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di
pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut
sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus
deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi
lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi
anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan
difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi
dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus
coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi
posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan.
Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi
medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan
menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan
kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan
ujung bawah.
a. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan
rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya
terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah
depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas
terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.
Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
b. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral
batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi
otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah
medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-
spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
c. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang
lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang
tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil
lateral dan medial.
Sendi
Ada tiga sendi pada kompleks bahu yaitu sendi sternoclavicularis, sendi
acromioclavicularis, dan sendi glenohumeralia.
Arteria brachialis
Cabang-cabang arteria brachialis pada brachium termasuk yang berdekatan dengan musculi
dan dua vasa collateralis ulnaris, yang berperan pada jaringan arteriae di sekitar sendi cubiti.
Cabang-cabang tambahan adalah arteria profunda brachii dan arteriae nutriciae humeri, yang
lewat melalui foramen di facies anteromedialis corpus humeri.
Arteria profunda brachii, cabang terbesar arteria brachialis, melintas ke dalam dan menyuplai
kompartemen posterior brachium. Arteria ini memasuki kompartemen posterior bersama
nervus radialis dan bersama-sama kedua struktur ini melalui interval triangularis, yang
dibentuk oleh corpus humeri, tepi inferior musculus teres major, tepi lateral caput longum
musculus triceps brachii. Kemudian kedua struktur ini lewat di sepanjang sulcus nervi
radialis pada facies posterior humeri, di sebelah dalam dari caput laterale musculus triceps
brachii.
Drainase vena
Sepasang vena brachialis lewat di sepanjang sisi medial dan lateral arteria brachialis,
menerima aliran dari venae yang menyertai cabang-cabang arteria brachialis.
Selain venae profundi ini, dua vena subcutaneus yang besar, vena basilica dan vena
cephalica, berada di brachium.
Vena basilica melintas verticalis di separuh bagian distal brachium, menembus fascia
profundus untuk berada di medial dari arteria brachialis, dan kemudian menjadi vena axillaris
pada tepi bawah musculus teres major. Venae brachiales bergabung dengan vena basilica,
atau vena axillaris. Vena cephalica melintas ke
superior pada aspectus anterolateralis
brachium dan melalui dinding anterior regio
axillaris untuk mencapai
Regio Antebrachii
Os. Ulnae
Os. Radius
Regio Manus
Ossa Carpalia
Nervus
1. N. Radialis
2. N. Medianus
3. N. Musculocotaneus
4. N. Ulnaris
Arteri
1. A. Subslavia
A. Vertebralis
A. thoracica interna
Truncus thyrocervicalis
A. Thyoidea inferior
A. cervicalis ascendens
A. transversa cervicis
A. suprascapularis
Truncus Costocervicalis
A. intercostalis suprema
A. profunda cervicis
2. A. Axillaris
A. Thoracica superior
A. Thoracoacromialis
A. thoracica lateralis
A.subscapularis
A. circumflexa scapulae
A. thoracodorsalis
A. circumflexa humeri anterior
A. circumflexa humeri posterior
3. A. brachialis
A. profunda brachii
A. collateralis media
A. collateralis radialis
A.collateralis ulnaris superior
A. collateralis ulnaris inferior
4. A. Radialis
5. A. ulnaris
EKSTREMITAS
BAWAH
Nervus
Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi kulit regio
cruralis dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan
pedis, serta seluruh persendian pada extremitas inferior. Berasal dari medulla spinalis L 4 – S
3.
Nervus Tibialis, Saraf ini mempunyai bentuk yang lebih besar daripada nervus peroneus
communis [= n.fibularis communis]. Berasal dari medulla spinalis segmen lumbal 4 – 5 dan
sacral 1 – 3. N. Tibialis mempersarafi otot-otot dorsal paha (otot-otot hamstring dan bagian
dorsal M. Adductor magnus). N.tibialis terus berjalan sesuai arah N.ischiadicus dan
melintasi fossa poplitea, lalu menurun di antara dua caput M.gastrocnemius di bawah Arcus
tendinus musculi solei. Saraf ini kemudian berjalan bersama A. dan V. Tibialis posterior di
antara otot-otot fleksor superficial dan profundus menuju Malleolus medialis. Di fossa
poplitea, N.cutaneus surae medialis bercabang dan mempersarafi otot betis bagian medial dan
terbagi menjadi N.suralis untuk mempersarafi bagian distal otot betis dan N. Cutaneus
dorsalis laterlais untuk mempersarafi tepi lateral kaki. Saraf yang terakhir ini sering kali
berhubungan dengan cabang cutaneus dari N. Fibularis communis, ketika berjalan di bawah
Retinaculum musculorum fleksorum (canalis malleolaris), N. tibialis membagi diri menjadi
dua cabang terminalnya (Nn. Plantares medialis et lateralis) untuk mempersarafi telapak kaki.
Dengan demikian, N. tibialis memberi persarafan motorik ke semua otot-otot fleksor betis
dan otot-otot planta pedis serta persarafan sensorik ke otot betis bagian medial dan setelah
membentuk N. suralis ke otot betis bagian bawah dan tepi lateral kaki.
Arteri
Arteria poplitea berada di dalam fossa poplitea, terletak pada lantai fossa tersebut, dan
pada tepi cranialis m.soleus arteria poplitea bercabang dua membentuk arteri tibialis anterior
dan arteri tibialis posterior.
A.Tibialis Anterior pada tepi caudal m.popliteus a.tibialis anterior berjalan ke arah
ventral melalui tepi cranialis membrana interossea cruris, lalu berjalan ke arah distal dan
berada di antara m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Makin ke distal arteri
ini berada di antara m.tibialis anterior dan m.extensor hallucis longus. Sistem
Muskuloskeletal – Topografi Page 9 Kemudian arteri ini berjalan di sebelah profunda
ligamentum transversum cruris dan ligamentum cruciatum cruris, meninggalkan ligamentum
tersebut sebagai A.Dorsalis Pedis.
A.Tibialis Posterior dimulai pada tepi caudal m.popliteus, berjalan turun dengan arah
miring, berada di sebelah dorsal m.tibialis posterior, ditutupi oleh fascia cruris lamina
profunda, berjalan di antara m.flexor digitorum longus dan m.flexor hallucis longus, tiba di
antara malleolus medialis dan calcaneus. Di sebelah dorso-caudal malleolus medialis arteri
ini bercabang dua menjadi arteri plantaris medialis dan arteri plantaris lateralis.
Vena
Di dalam fossa poplitea, N. fibularis communis terletak paling lateral dan superfisial,
diikuti di medial dan profunda oleh N. tibialis, V. Poplitea, dan A. poplitea. V. Saphena
Parva berjalan naik di garis tengah tungkai dan mengalir ke V. Poplitea di dalam fossa
poplitea. Sistem pembuluh limfe dorsolateral berjalan di sepanjang V. Saphena parva,
sementara sistem pembuluh limfe ventromedial menemani V. Saphena Magna. Kelenjar
limfe regional pertama bagi sistem pengumpul dorsolateral adalah Nodi lymphoidei poplitei
superficialis dan profundi.
Gambar 4.190 pembuluh dan saraf regio glutealis, regio femoris posterior, sisi kanan;
dilihat dari dorsal; Mm. Glutei maximus et medius dipotong dan dilipat sebgaian, N.
Ischiadicus diangkat setelah keluar dari foramen infrapirimorfe.
Gambar 4.192 pembuluh dan saraf fossa poplitea, sisi kanan; dilihat dari dorsal
Gambar 4.184 pembuluh dan saraf regio femoris anterior, sisi kanan ; dilihat dari ventral
Gambar 4.194 pembuluh dan saraf tungkai, regio cruris anterior, sisi kanan; dilihat dari
ventral; setelah otot-otot ekstensor di buka.
Gambar 4.196 pembuluh dan saraf pada fossa poplitea dan regio cruris posterior, sisi
kanan; dilihat dari dorsal; setelah fascia cruris diangkat dan M. gastrocnemius didiseks.
Gambar 4.173 dan Gambar 4.174 pembuluh-pembuluh limfe superficial ekstremitas
bawah, sisi kanan; dilihat dari ventral (gambar 4.173) dan dorsal (gambar 4.174).
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
Berdasarkan jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
Fraktur yang disertai dengan pergeseran dan korteks posterior masih intak
Normal
4. Sel Osteoklas
Osteoklas (osteoclastus) adalah sel multinukleus besar yang terdapat di sepanjang
permukaan tulang tempat terjadinya resorpsi, remodeling, dan perbaikan tulang. Sel
ini tidak termasuk turunan sel osteoprogenitor. Osteoklas berasal dari penyatuan sel-
sel hemopoietik atau darah yang termasuk turunan sel makrofag mononuklearis
monosit di sumsum tulang. Fungsi utama osteoklas adalah resorpsi (penyerapan
ulang) tulang selama remodeling (pembaruan atau restrukturisasi). Osteoklas
sering terdapat di dalam lekuk dangkal pada matriks tulang yang disebut lakuna
Howship.
b. Periosteum dan endosteum
Permukaan dalam dan luar tulang dilapisi oleh periosteum dan endosteum yang
merupakansel-sel pembentuk tulang dan jaringan ikat. Periosteum terdiri atas lapisan
luar berkas kolagen dan fibroblas. Berkas kolagen periosteum disebut serat
perforata(serat harpey) yang masuk ke matriks tulang dan mengikat periosteum pada
tulang. Pada lapisan dalam periosteum terdapat sel osteoprogenitor (sel punca).
Sedangkan endosteum merupakan selapis sel jaringan ikat yang sangat tipis,berisi
osteoblas dan osteoprogenitor gepeng yang melapisi ronga dalam tulang.
c. Matriks tulang
Materi penyusun matriks tulang, 50% nya adalah materi anorganik seperti
hidroksiapatit, bikarbonat, sitrat,magnesium,kalium dan natrium. Dan materi organik
penyusunnya adalah kolagen tipe I dan substansi dasar yang mengandung
proteoglikan dan glikoprotein terutama osteonektin.
d. Lamela
Lamela adalah lapisan matriks berkapur yang tersusun secara konsentris danparalel di
sekeliling kanal vaskular. Setiap kompleks lamela tulang konsentris yang
mengelilingi suatu kanal kecil serta mengandung pembuluh darah,saraf dan jaringan
ikat longgar, disebut osteon (sistem havers). Pada tulang kompakta,terdapat dua
lamela. Yaitu, lamela sirkumferens luar (tepat dibawah periosteum) dan lamela
sirkumferens dalam (terletak di rongga sumsum). Diantara kedua lamela tersebut,
terdapat lamela paralel iregular yang disebut lamela interstisial.
Osteogenesis
Osteogenesis adalah proses pembentukan tulang yang sudah dimulai sejak embrio
melalui dua proses:
1. Osifikasi Endokondral
Sebagian besar tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi
endokondral (ossificatio endochondralis), yaitu proses pembentukan tulang
yang didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara. Model tulang
rawan ini terus tumbuh melalui cara interstisial dan aposisional, dan terutama
digunakan untuk membentuk tulang panjang dan tulang pendek. Seiring
dengan pertumbuhan, kondrosit membelah, membesar (hipertrofi), matur, dan
model tulang rawan hialin mulai mengalami kalsifikasi. Difusi nutrien dan gas
melalui matriks berkurang seiring dengan proses kalsifikasi tulang rawan.
Akibatnya kondrosit mati, dan matriks yang mengalami fragmentasi dan
kalsifikasi berfungsi sebagai kerangka struktural untuk pengendapan material
tulang.
Segera setelah terjadi pengendapan suatu lapisan material tulang di sekitar
tulang rawan yang terkalsifikasi. Sel-sel mesenkim dari lapisan dalam
periosteum berdiferensiasi menjadi sel osteoprogenitor, dan pembuluh darah
dari periosteum menginvasi model tulang rawan yang telah mengalami
kalsifikasi (pengerasan) dan degenerasi. Sel osteoprogenitor berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi osteoblas (osteoblastus) yang menyekresi matriks
osteoid, suatu jaringan lunak yang semula kolagenosa dan tidak mengandung
mineral namun cepat mengalami mineralisasi menjadi tulang.
Osteoblas kemudian dikelilingi oleh tulang dalam lakuna (lacunae) dan
sekarang disebut osteosit (osteocytus); terdapat satu osteosit per lakuna.
Osteosit membentuk suatu hubungan antarsel yang kompleks melalui saluran-
saluran halus di tulang disebut kanalikuli (canaliculi); saluran-saluran ini
akhirnya membuka ke saluran yang mengandung pembuluh darah. Sel
osteoprogenitor juga berasal dari permukaan dalam tulang disebut endosteum.
Endosteum melapisi semua rongga dalam di tulang dan terdiri dari satu lapisan
sel osteoprogenitor.
Jaringan mesenkim, osteoblas, dan pembuluh darah membentuk pusat osifikasi
primer (centrumossificationis primarium) di tulang yang sedang tumbuh yang
bermula di diafisis (diaphysis) atau batang tulang panjang, diikuti oleh pusat
osifikasi sekunder (centrum ossificationis secundarium) di epifisis (epiphysis)
atau permukaan sendi ujung yang memanjang. Di semua tulang panjang yang
sedang tumbuh, tulang rawan di diafisis dan epifisis diganti oleh tulang,
kecuali di daerah lempeng epifisis (cartilago epiphysialis), yang terletak di
antara diafisis dan epifisis. Pertumbuhan di daerah ini berlanjut dan berfungsi
untuk
2. Osifikasi Intramembranosa
Pada osifikasi intramembranosa (ossificatio demalis), pertumbuhan tulang
tidak didahului oleh model tulang rawan, tetapi dari mesenkim jaringan ikat.
Sebagian sel mesenkim berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas yang
menghasilkan matriks osteoid, yang cepat mengalami kalsifikasi.
Banyak pusat osifikasi yang terbentuk, beranastomosis dan menghasilkan
anyaman tulang spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng, dan duri yang
tipis disebut trabekulae (trabeculae). Osteoblas di lakuna kemudian dikelilingi
oleh tulang dan menjadi osteosit. Seperti pada osifikasi endokondral, saat
osteosit berada di dalam lakuna, osteosit membentuk hubungan antarsel yang
kompleks melalui kanalikuli.
Mandibula, maksila, klavikula, dan hampir seluruh tulang pipih tengkorak
dibentuk melalui metode intramembranosa. Pada tengkorak yang sedang
berkembang, pusat-pusat osifikasi tumbuh secara radial, menggantikan
jaringan ikat, dan kemudian menyatu. Pada bayi baru lahir, ubun-ubun (fonticuli)
pada tengkorak adalah daerah berselaput lunak tempat osifikasi
intramembranosa di tulang tengkorak sedang mengalami proses osifikasi.
Matriks
Empat puluh persen berat kering tulang rawan hialin terdiri atas kolagen, yang
terbenam dalam gel berhidrasi padat dari proteoglikan dan glikoprotein struktural.
submikroskopik; dan indeks refraksi serabut hampir sama dengan indeks refraksi
substansi dasar tempat serabut ini terbenam. Tulang rawan hialin terutama
mengandung kolagen tipe II, meskipun sejumlah kecil kolagen tipe VI dan IX juga
ditemukan.
Kandungan air yang tinggi yang terikat pada GAG bermuatan negatif bertindak
sebagai peredam goncangan atau pegas biomekanis; hal tersebut sangat penting secara
fungsional, terutama pada tulang rawan sendi.
komponen penting lain dari matriks tulang rawan adalah glikoprotein multiadhesif
struktural kondronektin. Seperti fibronektin di jaringan ikat makromolekul ini secara
spesifik terikat pada GAG, kolagen tipe II dan integriry yang memperantarai
perlekatan kondrosit pada ECM.
Matriks tulang rawan yang mengelilingi setiap kondrosit kaya akan GAG dan miskin
kolagen. Area tersebut menvusun matriks teritorial dan biasanya menghasilkan
pulasan yang berbeda dari matriks lainnya.
Kondrosit
Di bagian tepi tulang rawan hialin kondrosit muda memiliki bentuk lonjong, dengan
sumbu panjangnya yang paralel terhadap permukaan. Lebih ke dalam, sel-sel ini
menpJi bulat dan terdapat dalam kelompok yang dapat beranggotakan hingga delapan
se1 yang berasal dari pembelahan mitosis sebuah kondrosit. Kelompok ini disebut
agregat isogen (yun. rsos, sama, + senos, keluarga). Kondrosit menyintes; kolagen
dan molekul matriks lainnya. Saat matriks diproduksi, sel-sel di agregat tersebut
bergerak menjauh dan menempati lakuna yang terpisah.
Kecuali lulang rawan sendi, semua tulang rawan hialin ditutupi selapis jaringan ikat
padat, yaitu perikondrium, yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang
rawan. Perikondrium kaya akan serat kolagen tipe I dan mengandung banyak
fibroblas. Meskipun pada lapisan-dalam perikondrium menyerupai fibroblas, se1-se1
tersebut merupakan prekursor kondroblas yang membelah dan berdiferensiasi menjadi
kondrosit.
2. Tulang Rawan Elastis
Tulang rawan elastis pada dasarnya sangat serupa dengan tulang rawan hialin, kecuali
banyaknya kandungan jalinan serat elastin halus, selain serabut kolagen tipe II .
Tulang rarwan elastis segar memiliki warna kekuningan karena adanya elastin dalam
serat elastin. Tulang rawan elastis sering ditemukan menyatu dengan tulang rawan
hialin secara berangsur. Seperti tulang rawan hialin, tulang rawan elastis memiliki
perikondrium. Tulang
rawan elastis ditemukan dalam
aurikula telinga, dinding
liang telinga luar, tuba auditorius
(eustachius), epiglotis, dan
cartilago cuneiformis di
laring.
3. Fibrokartilago
Fibrokartilago adalah jaringan intermedia antara jaringan ikat padat dan tulang rawan
hialin. Jaringan tersebut ditemukan pada diskus intervertebralis, di tempai perlekatan
ligamen iertentu, dan simfisis pubis.
Fibrokartilago mengandung kondrosit, baik satu-satu atau dalam agregat isogen, dan
umumnya tersusun secara aksial dalam barisan panjang yang dipisahkan oleh serat
kolagen tipe I kasar dan lebih sedikit proteoglikan ketimbang bentuk lain kartilago.
Karena kaya akan kolagen tipe I, matriks fibrokartilago bersifat lebih asidofilik.
Pada fibrokartilago, serat kolagen padat dapat membentuk berkas-berkas iregular atau
paralel di antara agregat aksial kondrosit. Orientasi umum kolagen tersebut
bergantung pada tekanan yang bekerja pada fibrokartilago karena berkas kolagen
cenderung berespons dalam arah paralel terhadap tekanan tersebut. Tidak terdapat
adanya perikondrium yang dapat dikenali dalam fibrokartilago.
1. Matrix
Matriks tulang rawan biasanya bersifat basofilik karena tingginya kandungan GAG
tersulfasi dan variasi pulasan di dalam matriks tersebut menggambarkan perbedaan pada
komposisi molekul. Matriks tulang rawan yang mengelilingi setiap kondrosit kaya akan
GAG dan miskin kolagen. Area tersebut menvusun matriks teritorial dan biasanya
menghasilkan pulasan yang berbeda dari matriks lainnya
2. Kondrosit
Sel-sel ini terdapat tepat di bawah perikondrium dan di bawah permukaan bebas tulang
rawan sendi, lakunanya lonjong dengan sumbu panjangnya paralel terhadap permukaan,
sedangkan di bagian tulang rawan lebih dalam, mereka berbentuk setengah bulatan atau
bersiku. Pada tulang rawan hidup, mereka menyesuaikan diri dengan bentuk lakunanya,
namun pada sediaan histologik mereka sering berbentuk stelata akibat pengerutan dan
retraksi permukaannya dari dinding lakuna. Inilah artifak pembuatan sediaan yang kurang
nampak pada sediaan untuk mikroskop elektron, namun di sini pun mutu pengawetannya
kurang ideal. Sitoplasma biasanya kurang padat dan kadang-kadang mengandung tetes
lipid dan glikogen dalam jumlah bervariasi. Kompleks Golgi jukstanukleus bervakuol dan
sisterna dari retikulum endoplasma sering mengembang. Mitokondrianya mungkin
berubah bentuk dan memiliki matriks berdensitas rendah. Jelas bahwa struktur ultra
kondrosit kurang terawetkan dengan metode rutin pembuatan sediaan daripada jenis sel
lain. Meskipun begitu, mikrograf elektron jaringan yang dibuat dengan beku tekanan-
tinggi dan substitusibeku diikuti pemendaman suhu rendah, lebih representatif tentang
keadaannya in vivo. Terdapat sedikit vakuol sitoplasma, matriks mitokondria padat, dan
hanya sedikit atau tidak ada sama sekali pelebaran sisterna dari Golgi atau dari retikulum
endoplasma. Bila kondrosit aktif membuat komponen matriks, sitoplasmanya akan lebih
basofilik, dan pada mikrograf elektron, kompleks Golgi mencolok dan retikulum
endoplasma lebih luas.
3. Perikondrium
Kecuali lulang rawan sendi, semua tulang rawan hialin ditutupi selapis jaringan ikat
padat, yaitu perikondrium, yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang
rawan. Perikondrium kaya akan serat kolagen tipe I dan mengandung banyak fibroblas.
Meskipun pada lapisan-dalam perikondrium menyerupai fibroblas, se1-se1 tersebut
merupakan prekursor kondroblas yang membelah dan berdiferensiasi menjadi kondrosit.
4. Lakuna
Lakuna adalah rongga-rongga matriks.
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas
seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur
yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2)
meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan
mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai
maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang
untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.
1 Survey Primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan
Limitation, Exposure).
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran
jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda
asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien
dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan
airway definitif.
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang
baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-
sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi
permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah
tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting
pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah
1. Imobilisasi Fraktur
Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi
seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal ini
akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan
dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan
pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction
splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal
paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai
sebelahnya.
pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan
stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia
sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika
tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan
pergelangan kaki.
2. Pemeriksaan Radiologi
umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari
survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan ditentukan oleh
hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto
pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan
hemodinamik dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan.
Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis
dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera lain
yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati.
Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat
AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan
ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien.
terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary
survey, Selain riwayat, AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai
Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah
(1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi
neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara
pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna
dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh
perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan
bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya
gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan
Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi,
dan krepitasi.
Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan
juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan sisi yang sakit
dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan
alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan
hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan
adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang
membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma
arterial.
juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi
syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan
Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam setelah luka ditutup. Debridement
luka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6 jam pasca trauma untuk
Reduksi, Reposisi dan imobilisasi sesuai posisi anatomis dapat menunggu hingga
pasien siap untuk dioperasi kecuali ditemukan defisit neurovaskular dalam pemeriksaan.
Apabila terdapat indikasi untuk reposisi karena defisit neurovaskular, maka sebaiknya
VIII. KESIMPULAN
Tuan Fraktono (24 tahun) mengalami fraktur multiple, berupa: fraktur collum
humeri dextra, fraktur pott’s dextra, dan fraktur suprakondilar humeri dextra,
disertai dengan dislokasi dan robekan kartilago sendi pada caput humeri dextra.
Dokter harus segera melakukan operasi untuk mencegah terjadi komplikasi lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA